√ Keanekaragaman Agama Suku Bangsa Indonesia
Thursday, April 18, 2013
Edit
Versi materi oleh Bondet Wrahatnala
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kita bahas bersama keanekaragaman agama dikaitkan dengan suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai gambaran untuk memudahkanmu dalam memahami kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.
1) Suku Jawa
Agama resmi yang dianut oleh masyarakat Jawa ialah Islam, Katolik, Kristen Protestan, sebagian kecil Hindu dan Buddha, serta beberapa penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa, dianut dua istilah mengenai agama Islam, ialah Islam santri dan Islam kejawen (abangan). Islam santri ialah penganut yang patuh dan teratur dalam menjalankan ajaran-ajarannya, sedangkan Islam kejawen tidak teratur dalam menjalankan anutan agamanya, tetapi percaya kepada kekuatan anutan keimanan agama Islam.
Kehidupan orang Jawa, meskipun telah memeluk salah satu agama yang pasti, namun tidak pernah luput dari imbas animisme dan dinamisme. Dua Bentuk kebudayaan itu sudah ada sebelum agama-agama besar tersebut masuk ke Indonesia. Animisme merupakan kepercayaan akan adanya kekuatan roh nenek moyang yang ada di alam semesta, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan akan benda-benda gaib yang memiliki kekuatan tertentu.
2) Suku Mentawai
Pada suku bangsa ini, sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Kristen dan Katolik, serta sebagian kecil memeluk agama Islam. Meskipun telah mengenal agamaagama tersebut, masyarakat Mentawai masih menganut nilai-nilai tradisi lama yang cukup mengakar berpengaruh dalam kehidupan mereka mirip pada konsepsi mengenai roh dan jiwa berikut ini.
a) Ketsat, ialah kesaktian dari roh nenek moyang.
b) Sabulangan, ialah makhluk halus yang melepaskan diri dari tubuh insan yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau yang hidup di sekitar kawasan tinggal insan dalam bumi, air, udara, pohon besar, hutan, dan tempat-tempat lainnya.
c) Simagere, ialah jiwa yang menjadikan orang hidup.
d) Kere, ialah kekuatan sakti.
e) Kina, ialah roh yang tinggal dalam rumah dan melindungi rumah.
f) Sanitu, ialah roh-roh jahat yang suka mengganggu orang dan membawa penyakit, serta bencana.
g) Taikamanua, ialah pemimpin dari negara roh.
3) Suku Batak
Sebagian besar orang Batak memeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, serta sebagian kecil beragama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa konsepsi yang bersumber dari nilai-nilai tradisi masyarakat setempat berkaitan dengan religi mereka, di antaranya ialah sebagai berikut.
a) Konsepsi Mengenai Pencipta
Orang Batak memiliki konsepsi bahwa alam dan segala isinya ini diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (Dibata Kaci-Kaci dalam bahasa Karo). Ia tinggal di atas langit dan memiliki nama lain sesuai dengan kiprah dan kawasan kedudukannya. Penguasa dunia tengah yang bertempat tinggal di dunia ini bernama Silaon na Bolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo), sedangkan penguasa dunia makhluk halus bernama Pane na Bolon (Toba) atau Tuan Banus Koling (Karo). Selain itu juga dikenal penguasa matahari yang disebut dengan Sinimataniari, serta penguasa bulan dan pelangi yang disebut dengan Beru Dayang.
b) Konsepsi Mengenai Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan hal tersebut, ialah tondi, sahala, dan begu.
(1) Tondi ialah kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia) dan terdapat pada semua orang tanpa kecuali.
(2) Sahala ialah kekuatan yang menentukan wujud dan jalan hidup seseorang. Sahala ini berbeda-beda bagi tiap orang dalam jumlah dan kualitasnya.
(3) Begu ialah kekuatan yang memberi hidup pada orang yang sudah meninggal.
4) Suku Nias
Orang-orang Nias sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan. Agama lain yang dipeluk oleh orang Nias ialah Islam, Katolik, Buddha, dan Pelebegu. Pelebegu ialah nama agama asli yang diberikan oleh pendatang yang berarti penyembah roh. Nama yang diberikan oleh penganutnya sendiri ialah Molohe Adu (penyembah adu). Dewa-dewa terpenting dalam Pelebegu ialah sebagai berikut.
a) Lowelangi, ialah raja segala tuhan dari dunia atas.
b) Latura Dano, ialah raja tuhan dunia bawah dan saudara renta Lowelangi.
c) Silewe Nasarata, ialah istri Lowelangi yang berperan sebagai pelindung pada ere (pemeluk agama).
5) Suku Bugis–Makasar
Untuk suku Bugis dan Makassar ini, sebagian besar dan hampir seluruhnya ialah pemeluk agama Islam yang taat. Namun demikian, masyarakat Bugis–Makassar yang tinggal di kawasan pedesaan masih terikat sistem norma etika yang masih sakral yang keseluruhannya mereka sebut sebagai penggaorreng (panggadakkang dalam bahasa Makassar). Sistem ini terdiri dari lima unsure pokok dari ayat keramat tersebut yang terjalin satu sama lain sebagai satu-kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis–Makassar. Kelima unsur pokok itu ialah ade’, bicara, rapang, wari’, dan sara’.
a) Ade’, secara khusus terdiri dari Ade’akkalabinengeng dan Ade’tana.
(1) Ade’akkalabinengeng ialah norma mengenai hal-hal perkawinan dan mengatur segala urusan kekerabatan.
(2) Ade’tana ialah norma mengenai hal tentang kenegaraan dan memerintah negara.
b) Bicara, ialah unsur yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan dilema peradilan.
c) Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kiasan, atau analogi. Rapang berwujud perumpamaan yang memiliki maksud menjaga kelangsungan tertib social dalam masyarakat.
d) Wari’, ialah kepingan yang melakukan klasifikasi dari denda, peristiwa, dan aktivitas masyarakat.
e) Sara’, ialah kepingan yang mengatur pranata-pranata dan hukum Islam, serta mampu melengkapi keempat unsur lainnya.
Pada masa pra-Islam, orang Bugis–Makassar ini sudah memiliki religi mirip yang tampak dari Sure’Galigo, yang bersama-sama telah mengandung kepercayaan kepada satu tuhan yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama, mirip Patoto-e (yang menentukan nasib), Dewata Seuwa-e (Dewa yang tunggal), dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).