√ Bentuk Bentuk Diferensiasi Sosial
Tuesday, April 2, 2013
Edit
Versi materi oleh Bondet Wrahatnala
Setelah kamu memahami pengertian dan bagaimana munculnya diferensiasi dalam masyarakat, tentunya kamu ingin tahu bentuk-bentuk diferensiasi sosial bukan? Nah, dalam subpokok bahasan ini kita akan mengetahui lebih lanjut beberapa bentuk diferensiasi sosial dalam masyarakat. Ada dua parameter yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat dalam bentuk diferensiasi sosial ini, ialah parameter biologis dan parameter sosiokultural.
Bentuk-bentuk diferensiasi sosial menurut parameter tersebut akan kita bahas bersama secara lebih mendalam pada ulasan berikut ini. Simaklah dengan baik!
A. Parameter Biologis
Berdasarkan parameter biologis, kita mengenal tiga Bentuk diferensiasi sosial, ialah diferensiasi ras (racial differentiation), diferensiasi jenis kelamin (sec differentiation), dan diferensiasi umur (age differentiation).
1) Diferensiasi Ras (Racial Differentiation)
Ras ialah pengelompokan besar insan yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama, menyerupai warna dan bentuk rambut, warna kulit, bentuk hidung, Bentuk bibir, ukuran tubuh, ukuran kepala, warna bola mata, dan lain sebagainya.
Menurut Banton, ras merupakan suatu tanda peran, perbedaan fisik yang dijadikan dasar untuk memutuskan kiprah yang berbeda-beda Ditambahkannya, ras mampu didefinisikan secara fisik dan sosial. Secara fisik meliputi kondisi fisik yang tampak, menyerupai warna kulit, bentuk tubuh, dan lain-lain, sedangkan secara sosial menyangkut kiprah dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Namun dalam perkembangannya, kita lebih membatasi pengertian ras hanya dilihat dari sudut pandang biologis atau fisik saja.
Namun demikian, pembagian ras ini bukan berarti tidak akan menyebabkan permasalahan. Salah satu penyebab duduk duduk kasus sosial perihal ras ialah adanya prasangka ras yang merupakan salah satu aspek dari etnosentrisme, ialah suatu sifat insan yang menganggap bahwa cara hidup golongannya ialah paling baik, sedangkan cara hidup golongan lain dianggap tidak baik dan kadangkadang disertai dengan perasaan menentang golongan lain.
Joseph Arthur Gibernean mengemukakan bahwa ada beberapa pandangan yang mampu menyebabkan prasangka terhadap perbedaan ras, ialah sebagai berikut.
a) Suku bangsa liar mampu hidup pada peradaban yang tinggi, apabila bangsa tersebut menciptakan cara hidup lebih tinggi daripada ras yang sama.
b) Suku bangsa liar selalu biadab, meskipun pada waktu silam pernah mengadakan kekerabatan dengan bangsa yang lebih tinggi peradabannya.
c) Ras yang berbeda tidak mampu saling memengaruhi.
d) Adanya peradaban yang saling memengaruhi dengan kuat, dan peradaban itu tidak akan bercampur.
Menurut A. L. Kroeber menyerupai dikutip oleh Koentjaraningrat, pembagian ras di dunia dibedakan atas ras Mongoloid, ras Negroid, ras Caucasoid, dan ras-ras khusus yang tidak mampu diklasifikasikan ke dalam ketiga ras itu (ras Mongoloid, ras Negroid, dan ras Caucasoid).
a) Ras Mongoloid
Ras Mongoloid terbagi atas subras Asiatic Mongoloid, Malayan Mongoloid, dan American Mongoloid.
(1) Asiatic Mongoloid, meliputi orang-orang yang tinggal di Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur.
(2) Malayan Mongoloid, meliputi orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Formusa.
(3) American Mongoloid, meliputi penduduk asli Amerika Utara ialah orang Eskimo sampai penduduk Tierra del Fuego di Amerika Selatan.
b) Ras Negroid
Ras Negroid terbagi atas subras African Negroid, Negrito, dan Melanesia.
(1) African Negroid, meliputi orang-orang yang tinggal di sebagian besar Benua Afrika.
(2) Negrito, meliputi orang-orang yang tinggal di Afrika Tengah, orang-orang Semang di Semenanjung Malaya, dan penduduk asli Filipina.
c) Ras Caucasoid
Ras Caucasoid terbagi atas subras Nordic, Alpine, Mediteranean, dan Indic.
(1) Nordic, meliputi orang-orang yang tinggal di tempat Eropa Utara, sekitar Laut Baltik.
(2) Alpine, meliputi orang-orang yang tinggal di tempat Eropa Tengah dan Timur.
(3) Mediteranean, meliputi orang-orang yang tinggal di tempat sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia, dan Iran.
(4) Indic, meliputi orang-orang yang tinggal di tempat India, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka.
d) Ras-Ras Khusus
Ras-ras khusus terbagi atas subras Bushman, Weddoid, Polynesia, Austroloid, dan Ainu.
(1) Bushman, meliputi orang-orang yang tinggal di tempat Gurun Kalahari, Afrika Selatan.
(2) Weddoid, meliputi orang-orang yang tinggal di pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan.
(3) Polynesia, meliputi orang-orang yang tinggal di Kepulauan Mikronesia dan Polynesia.
(4) Austroloid, meliputi penduduk asli Australia yang dikenal dengan suku Aborigin.
(5) Ainu, meliputi orang-orang yang tinggal di Pulau Karafuto dan Hokaido, Jepang.
Apabila kita perhatikan dengan saksama penggolongan ras di dunia oleh A. L. Kroeber di atas, di Indonesia ternyata terdapat keanekaragaman ras, atau mampu dikatakan Indonesia ialah negara yang multiras. Rasras yang ada di Indonesia ialah ras Malayan Mongoloid, Negroid, Weddoid, Asiatic Mongoloid, dan Caucasoid.
a) Ras Malayan Mongoloid, meliputi orang-orang yang kebanyakan tinggal di wilayah Indonesia Barat dan Tengah.
b) Ras Negroid (Melanesia), meliputi orang-orang yang tinggal di Papua.
c) Ras Weddoid, meliputi orang-orang yang tinggal di Sulawesi Selatan.
d) Ras Asiatic Mongoloid, meliputi orang-orang Cina.
e) Ras Caucasoid, meliputi orang-orang keturunan Arab, Pakistan, dan India.
2) Diferensiasi Jenis Kelamin (Sex Differentiation)
Diferensiasi jenis kelamin merupakan pembedaan insan menurut perbedaan jenis kelamin, ialah lakilaki dan perempuan. Dalam masyarakat, pembedaan ini cenderung pada pengertian gender, ialah pembedaan antara pria dan perempuan secara budaya. Pembedaan ini cenderung pada pembedaan peranan antara pria dan perempuan. Misalnya dalam suatu keluarga, peranan seorang pria sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan ialah sebagai ibu rumah tangga atau yang bertugas mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebagai kepala keluarga, seorang pria berkewajiban mencari nafkah untuk keluarganya, mencintai anak istrinya, serta bertanggung jawab atas pendidikan anakanaknya. Sementara itu seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga berkewajiban untuk membantu suami dan mengasuh anak-anaknya, serta mempersiapkan kebutuhan keluarga.
Di samping itu, perbedaan penilaian antara pria dan perempuan mampu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
a) Secara biologis, fisik pria relatif lebih berpengaruh di-bandingkan dengan fisik perempuan. Hal ini berkaitan dengan produktivitas fisik, terutama dalam hal pekerjaan.
b) Secara psikologis, mendidik dan membesarkan anak perempuan relatif lebih sulit dan berat dibandingkan dengan anak laki-laki. Mendidik anak perempuan apabila terlalu protektif, anak akan menjadi tertekan, namun apabila terlalu longgar, si anak akan terjebak dalam pergaulan bebas yang akan merugikan dirinya sendiri.
c) Adanya pandangan bahwa anak pria ialah penerus garis keturunan keluarga. Pandangan semacam ini, lebih khusus ada dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, di mana lakilaki memang menjadi penerus garis keturunan keluarga.
Contohnya pada masyarakat Jawa dan Batak. Perbedaan tersebut adakalanya menyebabkan konflik peranan antara pria dan perempuan. Konflik peranan tersebut terjadi karena adanya perbedaan sosial antara lain jenis, hak-hak, dan kewajiban yang dijalankan sehubungan dengan kedudukan yang dimilikinya sering bertentangan. Konflik peranan antara pria dan perempuan mampu dibedakan atas konflik intern individual atau konflik pribadi dan konflik antarindividual atau konflik antarperanan.
a) Konflik Intern Individual atau Konflik Pribadi
Konflik pribadi ini misalnya seorang polisi kemudian lintas yang harus menangkap anak perempuannya sendiri alasannya ialah sudah melanggar rambu-rambu kemudian lintas.
b) Konflik Antarindividual atau Konflik Antar–peranan
Konflik antarperanan ini misalnya seorang suami yang bertengkar dengan istrinya mengenai pem-berian uang jajan pada anaknya. Suami menghendaki biar anaknya diberi uang jajan yang banyak biar tidak merasa rendah diri, sedangkan istrinya berpendapat biar anaknya diberi uang jajan sedikit saja, karena sudah membawa bekal dari rumah. Berdasarkan pola tersebut terlihat adanya konflik peranan antara suami dan istri yang keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap si anak. Tetapi karena prinsip mereka berbeda, menyebabkan terjadinya konflik peranan.
3) Diferensiasi Umur (Age Differentiation)
Selama ini dalam masyarakat kita berkembang suatu anggapan bahwa orang yang lebih busuk tanah ialah penentu setiap kebijakan yang berlaku dalam kehidupan bersama dan orang yang berpengaruh ialah orang yang lebih tua. Situasi semacam itu tidak hanya berlaku pada masyarakat tradisional, namun juga pada masyarakat feodal. Terutama dalam hal pola kekerabatan antara orang busuk tanah dan anak dalam sebuah keluarga, anak tidak memiliki hak dalam menciptakan kebijakan. Apa yang dikatakan orang tuanya ialah benar dan harus dilaksanakan. Anak yang tidak mematuhi apa yang diperintahkan orang busuk tanah berarti sebuah pembangkangan dan anak dianggap tidak lagi berada dalam pranata yang berlaku. Namun di zaman modern ini, diferensiasi sosial tidak mengacu pada siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai, melainkan merujuk pada fakta adanya perbedaan menurut umur dalam aneka macam aspek kehidupan sosial.
B. Parameter Sosiokultural
Berdasarkan parameter sosiokultural, kita mengenal empat bentuk diferensiasi sosial, ialah diferensiasi agama (religion differentiation), diferensiasi profesi (profession differentiation), diferensiasi klan (clan differentiation), dan diferensiasi suku bangsa (tribal differentiation).
1) Diferensiasi Agama (Religion Differentiation)
Agama sangat penting bagi insan untuk memelihara ketertiban dan kestabilan dalam masyarakat. Di Negara kita tidak boleh ada sikap anti agama serta tidak boleh ada paham yang meniadakan Tuhan. Setiap warga Negara harus percaya dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bertakwa kepada-Nya.
Negara kita menjamin kebebasan memeluk agama dan menganut kepercayaannya masing-masing. Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara yang lainnya. Sebab, kebebasan beragama itu pribadi bersumber kepada martabat insan sebagai makhluk Tuhan. Di Indonesia, semua umat beragama memiliki kewajiban untuk saling menghormati satu sama lain. Dengan demikian antara umat yang berbeda agama akan terpancar sikap tulus dan toleransi yang berarti terwujudnya ketenangan, saling menghargai, dan hormat-menghormati.
Diferensiasi sosial menurut perbedaan agama terwujud dalam kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut suatu agama tertentu termasuk dalam suatu komunitas atau golongan yang disebut dengan umat. Seperti pada penggolongan yang lainnya, agama juga tidak menyampaikan adanya tingkatan-tingkatan secara hierarkis, artinya tidak berarti suatu agama tertentu lebih tinggi tingkatannya dari agama yang lainnya. Lebih tegas, diferensiasi menurut agama ini jangan sampai dijadikan pembeda tingkatan dalam interaksi sosial dalam masyarakat. Karena apabila perbedaan ini dibesar-besarkan, yang terjadi justru ketidakharmonisan dalam kekerabatan bermasyarakat.
2) Diferensiasi Profesi (Profession Differentiation)
Masyarakat terbagi atas lapisan-lapisan sosial yang didasarkan pada ukuran ilmu pengetahuan, kekayaan, kepangkatan, kekuasaan, dan kehormatan. Namun demikian ukuran tersebut tidak bersifat mutlak. Ukuran itu didasarkan pada diferensiasi profesi masing-masing yang ditentukan oleh status sosial dalam masyarakat.
Profesi ialah suatu pekerjaan yang untuk mampu melaksanakannya memerlukan keahlian. Diferensiasi profesi merupakan diferensiasi yang diciptakan oleh insan sendiri. Bentuk diferensiasi ini dimaksudkan untuk menggolongkan penduduk menurut jenis profesi atau pekerjaan yang merupakan sumber penghasilan yang dimilikinya. Dalam masyarakat kita mengenal adanya aneka macam profesi, menyerupai TNI, guru, dokter, hakim, dan lain sebagainya sesuai dengan bakat serta keahlian masing-masing. Perbedaan tersebut menyebabkan diferensiasi sosial.
3) Diferensiasi Klan (Clan Differentiation)
Kesatuan terkecil dari kerabat unilateral disebut dengan klan. Dalam klan, masyarakat yang bertalian darah (genealogis) dipengaruhi oleh faktor pertalian darah yang sangat kuat, sedangkan masyarakat yang bertalian dengan faktor teritorial (daerah) hampir tidak tampak. Tiap-tiap orang merasa ada pertalian darah antara satu dengan yang lainnya, alasannya ialah mereka merasa satu keturunan (sama leluhurnya). Begitu juga kelangsungan hak dan kewajiban diurus dalam suatu kelompok, di mana anggota kelompok itu ditentukan menurut garis keturunan pria atau perempuan.
Dari uraian tersebut kita mampu mengidentifikasi, bahwa ciri-ciri klan ialah sebagai berikut.
a) Ikatan kekerabatannya menurut persamaan leluhur atau pertalian darah.
b) Hubungan antaranggota sangat erat.
c) Pemilihan pasangan hidup diatur menurut prinsip endogami (pemilihan pasangan di dalam klan).
d) Merupakan kelompok kerja sama abadi.
Klan-klan yang ada dalam masyarakat menganut system kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan yang umum berlaku ada tiga macam, ialah patrilineal, matrilineal, dan bilateral atau parental.
a) Sistem Kekerabatan Patrilineal
Sistem kekerabatan patrilineal ialah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah atau laki-laki. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Batak.
b) Sistem Kekerabatan Matrilineal
Sistem kekerabatan matrilineal ialah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan atau ibu. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Minangkabau.
c) Sistem Kekerabatan Bilateral atau Parental
Sistem kekerabatan bilateral ialah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, baik dari pria atau ayah maupun dari perempuan atau ibu. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Jawa.
4) Diferensiasi Suku Bangsa (Tribal Differentiation)
Suku bangsa ialah segolongan insan yang terikat oleh identitas dan kesadarannya yang diperkuat oleh adanya kesamaan bahasa dan kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa atau ethnic group didefinisikan sebagai suatu golongan insan yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan persatuan kebudayaan, di mana kesadaran dan identitas tersebut seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Kesamaan bahasa, adat istiadat, maupun kesamaan nenek moyang merupakan ciri dari suatu suku bangsa.
Ciri-ciri mendasar suatu kelompok disebut sebagai suku bangsa antara lain sebagai berikut.
a) Tipe fisiknya sama.
b) Bahasa daerahnya sama.
c) Adat istiadatnya sama.
d) Kebudayaan dan penafsiran terhadap norma-norma pergaulannya sama.
Dalam kenyataannya, konsep suku bangsa tidak sesederhana definisi di atas. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa batas-batas dari kesatuan insan yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu mampu meluas atau menyempit seiring dengan terjadiny percampuran antarsuku bangsa dari aneka macam kawasan yang kemudian tinggal bersama dalam satu kawasan yang sama sebagai satu kelompok masyarakat.
Di Indonesia kita mengenal beraneka ragam suku bangsa. Beberapa suku bangsa terbesar di Indonesia ialah Jawa, Sunda, Bali, Minangkabau, Aceh, Batak, Bugis, Dayak, Toraja, Lombok, dan Ambon. Beberapa kriteria yang menentukan batas-batas masyarakat suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi faktual suatu uraian mengenai kebudayaan suatu suku bangsa ialah sebagai berikut.
a) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b) Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh identitas penduduk itu sendiri.
c) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografis.
d) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologis.
e) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami pengalaman sejarah yang sama.
f) Kesatuan penduduk yang interaksi di antara mereka sangat dalam.
g) Kesatuan masyarakat dengan sistem sosial yang seragam.
Adapun sarana pergaulan yang penting di antara suku bangsa yang berbeda-beda yang memiliki kegunaan untuk mem-pertahankan keutuhan bangsa dan negara ialah sebagai berikut.
a) Adanya bahasa pengantar yang sama, dalam hal ini bahasa Melayu (bahasa Indonesia) yang digunakan dalam pergaulan masyarakat. Bahasa yang sama akan menjadikan pandangan beberapa suku bangsa yang bertemu menjadi sama. Tidak akan terjadi kesalahpahaman di antara mereka, mengingat adanya kesamaan arti dalam berkomunikasi.
b) Adanya pasar sebagai tempat pertukaran dan jual beli alat-alat kebutuhan hidup manusia. Dengan adanya pasar, antarsuku bangsa mampu praktis untuk bertemu dan saling melakukan jual beli. Di dalamnya terdapat interaksi yang semakin mendalam, sehingga akan mampu tercapai kerukunan dan keharmonisan hidup di antara beraneka macam suku bangsa.
c) Adanya pelabuhan sebagai pintu masuk penyebaran barang-barang yang dibutuhkan masyarakat, mengingat negara kita ialah negara kepulauan.
d) Adanya kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi. Tentu saja hal ini akan lebih mempermudah kekerabatan atau interaksi antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain. Jika yang menjadi permasalahan ialah jarak, dengan kemajuan komunikasi dan transportasi semuanya akan menjadi lebih mudah. Namun demikian, yang perlu ditanamkan bahwa perbedaan yang ada di antara suku-suku bangsa yang ada bukanlah dimaksudkan untuk melihat budaya mana yang lebih baik atau bahasa mana yang lebih baik, melainkan semua perbedaan yang ada harus dilihat dalam konteks diferensiasi sosial, bukanlah stratifikasi sosial. Karena jikalau dilihat dari sisi stratifikasi, yang terjadi justru di antara suku bangsa saling bersaing dan berusaha untuk saling mengungguli satu sama lainnya. Maka apa tamat berikutnya yang terjadi? Ya sudah mampu dipastikan akan terjadi konflik antarsuku bangsa.