Pengertian Organisasi Berdasarkan Scott, Katz Dan Kahn
Tuesday, March 24, 2020
Edit
A. Teori Sistem ( Teori Komunikasi Organisasi)
Scott dalam (Pace dan Faules) menyatakan bahwa “satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi yakni sebagai suatu sistem” (Pace dan Faules, 2010: 63). Ia mengemukakan bahwa bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem yakni individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi; struktur formal, teladan interaksi, teladan status dan peranan yang mengakibatkan pengharapan-pengharapan dan lingkungan fisik pekerjaan. Jadi, dalam penelitian ini, gaya kepemimpinan yang termasuk dalam sebuah peranan yang mengakibatkan pengharapan-pengharapan dan merupakan belahan penting dalam organisasi.
Proses penghubung utama dalam bagian-bagian tersebut yakni komunikasi. Konsep sistem berfokus pada bagian-bagian dan dinamika korelasi yang menumbuhkan kesatuan atau keseluruhan. Setiap pembahasan mengenai sistem menyangkut interdependensi.
Interdependensi membuktikan bahwa terdapat kesalingbergantungan di antara komponen-komponen suatu sistem. Suatu perubahan dalam suatu komponen membawa perubahan pada setiap komponen lainnya. Pemahaman atas konsep interdependensi ini merupakan belahan integral dari pendefinisian sistem dan teori sistem (Pace dan Faules, 2010: 63). Penggunaan teori sistem dalam penelitian ini didasarkan pada adanya kesalingtergantungan antara pimpinan dan bawahan dan bawahan kepada pemimpin dalam divisi Humas dalam hal penyelesain tugas, kolaborasi dan sebagainya.
1 Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn
Katz dan Kahn dalam (Pace dan Faules, 2010 : 66) menyatakan bahwa “Hubungan-hubungan antara orang-orang, bukan orang-orang itu sendiri, memungkinkan suatu organisasi bertahan jauh lebih usang daripada orang-orang biologis yang menduduki jabatan-jabatan dalam organisasi”. Maksud dari pernyataan ini yakni korelasi di antara orang-orang dalam suatu organisasi penting dibandingkan dengan korelasi yang berdasarkan jabatan-jabatan atau korelasi secara mekanisme formal. Katz dan kahn menerangkan bahwa kebanyakan interaksi dengan orang lain merupakan tindakan komunikatif. Mereka menyatakan bahwa yakni mungkin untuk menggolongkan bentuk-bentuk interaksi sosial menyerupai “Penggunaan kerja sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan ke dalam konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66).
Jadi, pada pandangan ini komunikasi dianggap sebagai proses penghubung utama dalam organisasi. Dan dinyatakan bahwa salah satu bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan. Dalam penelitian mengenai pemikiran informasi vertikal dan horizontal dalam divisi humas ini, tentunya komunikasi merupakan proses penghubung yang juga penting dan di dukung oleh salah satu bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan.
Hawes dalam (Pace dan Faules, 2010: 67) menyampaikan bahwa “Suatu kolektivitas sosial yakni sikap komunikatif yang terpolakan, sikap komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaringan korelasi tetapi merupakan jaringan itu sendiri”. Maksud pernyataan ini yakni sikap komunikatif berupa komunikasi yakni organisasi itu sendiri. Daniel Katz tolong-menolong dengan Herbert A. Simon, Robert L. Kahn dan James G.Miller merupakan figur utama dalam pemikiran sikap organisasi dengan pendekatan sistem.
Pendekatan sistem khususnya memusatkan perhatian pada sistem terbuka (Open Sistem). Katz dan Khan dalam (Romli, 2014:51-52) memaparkan bahwa suatu sistem terbuka mempunyai batas-batas yang fleksibel yang memungkinkan komunikasi mengalir dengan gampang ke dalam dan keluar organisasi. Dalam pendekatan ini, komunikasi ditempatkan sebagai sesuatu yang penting. Komunikasi dalam organisasi menghubungkan beberapa subsistem. Ditemukannya kiprah penting komunikasi membawa pinjaman yang tinggi pada penampahan informasi sebagai jalan keluar untuk banyak problem organisasi. Komunikasi yang makin meningkat dan makin baik, merupakan slogannya (Romli, 2014:51-52).
Penelitian ini memakai teori sistem sosial katz dan kahn alasannya yakni dalam teori ini disebutkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial menyerupai “Penggunaan kerja sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan ke dalam konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66). Terdapat kepemimpinan sebagai salah satu bentuk interaksi sosial dalam konsep komunikasi. Selain itu teori sistem yang memusatkan perhatian pada sistem terbuka dengan slogan “komunikasi makin meningkat dan makin baik” sesuai dengan kiprah pemimpin dalam pendistribusian pesan kepada bawahan guna mendukung pemikiran informasi vertikal dan horisontal.
B. Public Relations
Definisi public relations berdasarkan (British) Institute of Public Relations “PR yakni keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka membuat dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya” (Jefkins, 2004:9). Menurut Jefkins “PR yakni semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian” (Frank Jefkins, 2004:10). Oxley dalam (Iriantara, 2004:17) mengemukakan tujuan aktivitas PR yakni “mengikhtiarkan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya”. Dimana berdasarkan Lesly dalam ( Iriantara, 2004:17), tujuan PR salah satunya yakni good will karyawan atau organisasi.
1 Khalayak Public Relations
“Khalayak (Public) yakni kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal” (Jefkins, 2004:81).
Dalam penelitian ini, akan berfokus pada khalayak utama yaitu administrasi atau pimpinan dan bawahan atau anggota suatu divisi perusahaan/organisasi. Berdasarkan adanya dua jenis publik bagi suatu tubuh atau perusahaan maka tujuan Public Relations pun diarahkan melalui dua macam tugas, yaitu dikenal dengan sebutan Public Relations Internal dan Public Relations Eksternal. Pada penelitian ini, akan berfokus pada Public Relations Internal. PR Internal penting untuk memastikan komunikasi antara pimpinan atau atasan dengan bawahan terjalin dengan bersahabat dan tidak kaku serta meyakini rasa tanggung jawab akan kewajibannya terhadap perusahaan.
2 Internal Public Relations
J Jefkins (2004 : 195) mengemukakan tingkat efektivitas PR internal sangat dipengaruhi oleh hal pokok yaitu keterbukaan pihak administrasi serta kesadaran dan legalisasi pihak administrasi akan nilai dan arti penting komunikasi dengan para pegawai (Jefkins, 2004 : 195). PR harus menyadari bahwa sikap, sifat, tingkah laris dan perbuatan pimpinan dan bawahan sanggup menghipnotis nama baik instansi atau perusahaan di mana mereka bekerja. Dengan kesadaran tersebut diperlukan muncul kegairahan kerja dari para pegawainya. Keadaan demikian sanggup diciptakan apabila perusahaan memperhatikan kepentingan pegawainya baik secara ekonomi, sosial maupun secara psikologis (Suhandang, 2004:73-74). Keserasian korelasi di antara para anggota dalam divisi, baik vertikal maupun horizontal diperlukan akan memperkuat tim kerja dalam perusahaan. Adapun yang sanggup dilakukan PR Internal perusahaan untuk membuat keadaan tersebut salah satunya dengan penghargaan terhadap para pegawai yang memperlihatkan prestasi, baik dalam kerja sehari-hari maupun dalam aktivitas lainnya yang menguntungkan perusahaan, seyogianya diberikan hadiah-hadiah atau penghargaan-penghargaan.
Hal demikian sanggup merangsang para pegawai lainnya (rekan sekerja) untuk berusaha menggandakan akan berbuat menyerupai pegawai yang terbaik itu (Suhandang, 2004:73-74). Suhandang (2004:191) menyatakan Public Relations harus berusaha membuat iklim pergaulan kerja yang di dalamnya terdapat : pergaulan yang luwes dan tidak kaku di antara mereka, penyampaian informasi yang terang dan tepat, kesadaran bahwa semua kiprah sama pentingnya, saling percaya satu sama lain. Adapun komunikasi ke atas sering mengalami kendala antara lain alasannya yakni adanya perbedaan kedudukan/pangkat, pendidikan. Merupakan kewajiban Public Relations untuk menembus hambatan-hambatan itu. Sebab, kurangnya komunikasi dari bawah ke atas sanggup mengakibatkan pimpinan akan kehilangan partisipasi bawahan, wangsit bawahan yang bermanfaat tak sanggup dikembangkan, pimpinan akan buta terhadap permasalahan dan pendapat bawahan, serta kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk menilai dan memilih suatu keputusan atau peraturan. Sebaliknya, komunikasi yang diadakan pimpinan besar lengan berkuasa besar kepada para karyawannya. Keharmonisan dari komunikasi sanggup diusahakan PR melalu cara yang formal dan informal menyerupai rapat-rapat, diskusi, pertandingan-pertandingan, darmawisata, dan sebagainya (Suhandang, 2004:191). Keberhasilan departemen PR akan didasarkan pada kolaborasi tim yang dibuat dan proses-proses yang diletakkan untuk memastikan adanya tujuan, motivasi dan organisasi (Beard, 2004:100).
3. Hubungan Public Relations dengan Human Relations
Di dalam suatu perusahaan kekerabatan humanis penting artinya untuk menumbuhkan suatu group feeling di kalangan para pegawainya, dari tingkat bawah hingga pada tingkat pimpinan. Dengan perasaan segolongan, atau group loyalty, maka semua pegawai dari perusahaan itu akan selalu menjaga, memelihara, dan memupuk nama baik perusahaannya. Suasana demikian akan tercapai jikalau ada korelasi internal yang serasi di antara mereka, dengan kata lain, muncul korelasi yang manusiawi atau kekerabatan antar menusia di antara mereka, atau adanya korelasi kemanusiaan yang didasari oleh: Harga menghargai satu sama lain, pergaulan yang tidak kaku, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan , kecakapan dan kemampuan masing-masing serta jaminan kesejahteraan yang masuk akal (Suhandang, 2004 : 186-187).
Mengenai kekerabatan manusiawi dalam suatu lingkungan pekerjaan, Keith Davis melalui Human Relations at Work dalam (Suhandang, 2004 : 187) menyatakan bahwa “from the view point of a manager who has responsibility for leading a group, human relations is the interactions of people into a work situation that motivates them to work together productively, cooperatively, and with economic, psychological, and social satisfactions”.
Dari pengertian tersebut maka ditinjau dari sudut pimpinan yang bertanggung jawab dalam hal memimpin kelompoknya, human relations merupakan interaksi antara orang-orang ke dalam suatu kerja yang mendorong mereka untuk bekerja secara produktif, kooperatif, sehingga memperoleh kepuasan secara ekonomi, psikologi, dan sosial.
C. Kepemimpinan
Beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para andal :
Stephen P. Robbins dalam (Fahmi, 2012 : 15) mengatakan, kepemimpinan yakni “kemampuan untuk menghipnotis suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan”.
Ricky W. Griffin dalam (IFahmi, 2012 : 15) mengatakan, pemimpin yakni “Individu yang bisa menghipnotis sikap orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan, pemimpin yakni individu yang diterima orang lain sebagai pemimpin”.
Fahmi (2012:16) mengemukakan “pemimpin dan kepemimpinan dilihat sebagai suatu kesatuan. Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa kepemimpinan” (Fahmi, 2012:16).
Lindgren dalam (Suhandang, 2004: 200) mengemukakan pemimpin yang efektif yakni “ leadership which helps the members of a group or organization to meet their individual needs and to achieve the purpose that brought them together”.
Berdasarkan pengertian Lidgren di atas, disebutkan bahwa kepemimpinan yang membantu anggota kelompok untu mencapai kebutuhan langsung dan meraih tujuan kelompok secara bersama-sama. Hersey dan Blanchard dalam (Romli, 2014: 107-108) memformulasikan kiprah pimpinan yang perlu dijalankan yakni telling, selling, participating dan delegating.
Pertama, telling. Pemimpin perlu mendifinisikan secara gampang dan menjelaskan kiprah atau kiprah yang dibutuhkan untuk mengerjakan kiprah kepada bawahan. Dengan demikian karyawan tidak menemukan kebingungan dan salah arah dalam menuntaskan aktifitas organisasi.
Kedua, selling. Pemimpin disini perlu menyampaikan petunjuk yang terang bagaimana organisasi harus dijalankan serta menyampaikan pinjaman yang sanggup memacu produktifitas. Ketiga, participating. Dalam aktivitas organisasi antara pimpinan dan bawahan harus terjalin kerjasama baik. Keduanya menyebarkan informasi, pandangan, pengalaman untuk memutuskan langkah terbaik yang sanggup ditempuh dalam rangka meraih kualitas yang prima.
Keempat, delegating. Dalam prinsip ini pemimpin harus seminimal mungkin mengambil kiprah dalam pengambilan keputusan teknis. Dalam memutuskan operasioanl yang perlu dilakukan maka pimpinan perlu menyampaikan instruksi dan pinjaman secara personal kepada bawahan untuk sanggup memutuskannya (Romli, 2014:107-108).
1 Gaya Kepemimpinan
Gaya merupakan sikap, gerakan, tingkah laris sikap yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan yakni sekumpulan ciri yang dipakai pimpinan untuk menghipnotis bawahan biar sasaran organisasi tercapai atau sanggup pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yakni teladan sikap dan taktik yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari sikap seseorang (Rivai dan Mulyadi, 2012 : 42).
Kepemimpinan yang baik yakni keinginan untuk mendengar, dan kepemimpinan yang baik (good leadership) yakni kunci keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan yang baik juga memberi kebebasan pada orang untuk mengemukakan pendapat, tidak melihat jabatan atau posisi orang tersebut (Mulyana, 2004: 186).
D. Teori Empat-Sistem
Likert dalam (Pace dan Faules, 2010: 287-288) mengungkapkan salah satu teori gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert (1967). Terdapat empat gaya atau sistem manajerial. Likert membagi gaya manajerial tersebut sebagai berikut :
1) Penguasa mutlak
Gaya ini berdasarkan pada perkiraan Teori X McGregor. Manajer atau pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara yang terbaik untuk memotivasi pegawai yakni dengan memberi rasa takut, bahaya dan hukuman. Interaksi atasan-bawahan amat sedikit; semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan perintah.
2) Penguasa semi-mutlak
Gaya ini intinya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut beropini maupun mengemukakan keluhan bawahan; namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus terang.
3) Penasihat
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat langsung hingga tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit pemfokusan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak dan keyakinan kepada bawahan.
4) Pengajak Serta
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan biar organisasi berjalan baik melalui partisipasi positif pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka, dan berterus terang hampir tanpa rasa takut terhadap hukuman. Secara umum, sistem komunikasi formal dan informal identik, dan ini menjamin integrasi tujuan langsung dan tujuan organisasi yang sebenarnya.
E Teori Kepribadian Perilaku
Pada tamat tahun 1940-an, terdapat penelitian yang mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana sikap seseorang sanggup memilih keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan ditemukan sifat-sifat, dan pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada Pusat Riset University Of Michigan, dengan sasaran: melokasikan karakteristik sikap kepemimpinan yang dikaitkan dengan keefektifan kinerja. Melalui penelitian mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada karyawan.
Pemimpin yang job-centered merupakan pemimpin yang berorientasi pada kiprah menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugasnya dengan memakai mekanisme yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan eksekusi untuk menghipnotis sifat-sifat dan prestasi pengikutnya. Perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal yang glamor yang tidak sanggup selalu dipenuhi pemimpin. Sedangkan pemimpin yang berpusat pada bawahan, merupakan pemimpin yang mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhan dengan cara membuat lingkungan kerja yang mendukung. Pemimpin yang berpusat pada karyawan mempunyai perhatian terhadap kemajuan, pertumbuhan dan prestasi langsung pengikutnya. Tindakan-tindakan ini diasumsikan sanggup memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok (Rivai dan Mulyadi, 2012:8).
F Teori Kontinum
Tannenbaum dan Schmidt (1957) dalam (Pace dan Faules, 2010:288-289) meneliti pengambilan keputusan sebagai konsep utama dalam kontinum sikap kepemimpinan mereka. Mereka mengemukakan butir-butir sikap pada suatu kontinum, dari kepemimpinan terpusat pada atasan, kepada kepemimpinan yang terpusat pada bawahan. Ketujuh butir ini memperlihatkan sifat pemimpin mulai dari mereka yang mempertahankan tingkat pengendalian ketat hingga mereka yang melepaskan kendali kepada bawahan. Kontinum ini sanggup dijelaskan sebagai berikut:
- Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya.
- Manajer membuat keputusan dan menawarkannya.
- Manajer mengemukakan keputusannya dan memberi kesempatan untuk mempertanyakannya.
- Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih sanggup diubah.
- Manajer memilih beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan.
- Manajer mengizinkan bawahan untuk membuat keputusan.
Kerangka Pemikiran
Pada kerangka pemikiran diatas, yang pertama melihat bagaimana gaya kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berdasarkan teori empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert, yakni gaya penguasa mutlak, semi mutlak, penasihat atau pengajak serta. Kemudian, bagaimana gaya kepemimpinan tersebut sanggup mendukung pemikiran informasi vertikal dan horizontal, dilihat melalui empat pertanyaan penelitian. Gaya Kepemimpinan memperlihatkan bagaimana pemikiran informasi secara horizontal mencakup fungsi komunikasi horizontal dan metode komunikasi horizontal. Kemudian gaya kepemimpinan memperlihatkan pemikiran informasi vertikal diantaranya apa saja jenis informasi vertikal (informasi dari pimpinan kepada bawahan dan informasi dari bawahan kepada pimpinan) dan juga melihat bagaimana pimpinan mengendalikan, mengarahkan, mendorong, melibatkan serta memberi ganjaran kepada bawahannya untuk sanggup mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.