Tujuan Dan Target Pendidikan Islam

TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN ISLAM 
A. Pendahuluan 
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang hasilnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan dikala ini mempunyai kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya insan yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.

Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas ibarat terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berkembang menjadi industri bisnis, yang mempunyai visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan bahan dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara hemat dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan ibarat ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang mempunyai status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan hemat bergotong-royong merupakan dampak dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. 

Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin yakni banyaknya dari kalangan Muslim mempunyai pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta budpekerti kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam mempunyai tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang mempunyai paradigma yang pragmatis. 

Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan dan target pedidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diperlukan tujuan dan target pendidikan dalam Islam sanggup diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.

B. Pembahasan 
B.1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam 
Memang tidak diragukan bahwa wangsit mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang sanggup mewakili dan mengandung wangsit ihwal prinsip prinsip dasar tersebut, dengan perkiraan dasar, ibarat dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu yakni Allah yang telah membuat fitrah insan dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan aturan hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut yakni sebagai berikut:[1]

Pertama, Prinsip Integrasi. 
Suatu prinsip yang seharusnya dianut yakni bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak sanggup dielakkan supaya masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat ini memperlihatkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka dedikasi kepada Tuhan.

Kedua, Prinsip Keseimbangan. 
Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan training insan tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan keyakinan dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan keyakinan dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya yakni QS. Al ‘Ashr: 1-3, “Demi masa, sesungguhnya insan dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan bersedekah sholeh.” .

Ketiga, Prinsip Persamaan. 
Prinsip ini berakar dari konsep dasar ihwal insan yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda 

“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, kemudian diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya kemudian dikawininya, maka (laki laki) itu menerima dua pahala” (HR. Bukhori).

Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. 
Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar insan dalam kaitan keterbatasan insan di mana insan dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada banyak sekali tantangan dan godaan yang sanggup menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan insan berupa kemampuan untuk mengakui dan meratapi kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah mendapatkan taubatnya....” (QS. Al Maidah: 39). 

Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi yakni tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling jelek dan rendah yakni syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi berguru bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,” (HR. Nasa’i).

B.2. Mekanisme Pendidikan Islam 
Mengenai prosedur dalam menjalankan pendidikan Islam Dalam karyanya Tahdzibul Akhlak, Ibnu Miskawaih menyampaikan bahwa syariat agama mempunyai kiprah penting dalam meluruskan budpekerti remaja, yang membiasakan mereka untuk melaksanakan perbuatan yang baik, sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk mendapatkan kearifan, mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui berpikir dan budi sehat yang akurat. Orang bau tanah mempunyai kewajiban untuk mendidik mereka supaya mentaati syariat ini, supaya berbuat baik. Hal ini sanggup dijalankan melalui al-mau’izhah (nasehat), al- dharb (dipukul) kalau perlu, al-taubikh (dihardik), diberi akad yang menyenangkan atau tahdzir (diancam) dengan al-‘uqubah (hukuman).[2] (konsep uqubah dalam Islam)

Akan tetapi, Berbeda dengan beberapa pandangan teori di atas, Ibnu Khaldun justru berpandangan sebaliknya. Ia menyampaikan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya tidak dilakukan dalam dunia pendidikan. Karena dalam pandangan Ibnu Khaldun, penggunaan kekerasan dalam pengajaran sanggup membahayakan anak didik, apalagi pada anak kecil, kekerasan merupakan penggalan dari sifat-sifat buruk. Disamping itu, Ia juga menambahkan bahwa perbuatan yang lahir dari eksekusi tidak murni berasal dari keinginan dan kesadaran anak didik. Itu artinya pendidikan dengan metode ini juga sekaligus akan membiasakan seseorang untuk berbohong dikarenakan takut dengan hukuman.[3]

B.3. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam
Salah satu aspek penting dan fundamental dalam pendidikan yakni aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan yakni upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk insan berdasarkan apa yang dikehendakinya. Karena itu berdasarkan para andal pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari banyak sekali impian ataupun keinginan manusia.[4] 

Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan yakni pendidikan dan pendidikan yakni kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan acara pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina yakni aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan yakni perjuangan insan untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan memakai pengetahuan.[5]

Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian gres yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut insan dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.[6]

Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk budpekerti dan pencucian jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.[7]

Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya bergotong-royong pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, bergotong-royong konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut problem hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari kiprah kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, serasi dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam yakni pendidikan yang ideal, alasannya yakni visi dan misinya yakni “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[8]

Munzir Hitami beropini bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh banyak sekali budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup insan yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau gaib dan takhayul sanggup dipahami lantaran mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang fundamental kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.[9] 

Qodri Azizy menyebutkan batasan ihwal definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik penerima didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau budpekerti Islam; b) mendidik penerima didik untuk mempelajari bahan pedoman Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan perjuangan secara sadar dalam menawarkan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan pedoman Islam dan menawarkan pelajaran dengan materi-materi ihwal pengetahuan Islam.[10] 

C. Kesimpulan 
Dari beberapa uraian yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh pendidikian Islam bahwa pendidikan intinya mempunyai beberapa tujuan. Tujuan yang terpenting yakni pembentukan budpekerti objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan sanggup dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya mempunyai tujuan kemashlahatan di dalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai prosedur pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga nantinya implementasi dari teori tersebut sanggup dipertanggungjawabkan dan dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.

Daftar Pustaka;
  • Azizy, Ahmad Qodri A. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Azra. Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu 
  • Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press
  • Khaldun, Ibnu. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus
  • Miskawaih, Ibnu. Tanpa tahun. Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah 
  • Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI
  • Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel