Pengertian Esai Foto

Esai Foto
Esai foto ialah serangkaian foto-foto yang menggambarkan banyak sekali aspek dari suatu dilema yang dikupas secara mendalam dan diartikan sebagai rangkaian dari kisah atau kasatmata yang digambarkan melalui foto secara berurutan atau bercerita (Iskandar, 2007). Yang membedakan esai goresan pena dari esai foto ialah media penyampainnya. Apabila dalam esai foto terdapat tulisan, kehadirannya sebagai suplemen yang membingkai tema serta sebagai keterangan mengenai hal –hal yang tidak terungkap secara mendetail dalam foto. 

Esai foto dilakukan untuk menggambarkan runtutan insiden yang terjadi atau dengan kata lain memindahkan sebuah insiden kedalam ruang dua dimensi dalam bentuk foto, dengan tidak melepaskan unsur ruang dan waktu. 

2.5 Fotografi dalam Aspek Komunikasi
2.5.1 Konsep Komunikasi Visual
Foto selalu menarik untuk dilihat atau diamati. Selain lebih gampang diingat dibandingkan tulisan, sebuah foto mempunyai nilai dokumentasi yang tinggi alasannya bisa merekam sesuatu yang mustahil terulang kembali, menyerupai wacana kisah pribadi, keluarga, keindahan alam, atau insiden seni budaya. Melalui foto juga, seseorang sanggup terpikat pada suatu objek, produk, olahraga, makanan, minuman, hingga hasil industri. Oleh alasannya itu lahirlah ungkapan “foto bisa berbicara lebih dari seribu kata”.

Berdasarkan pembagian terstruktur mengenai yang dibentuk oleh Thomas Murno, fotografi sanggup dimasukkan sebagai cabang seni rupa (visual art), seni yang hanya bisa dirasakan melalui indera penglihatan maanusia. Dengan kata lain, fotografi merupakan kepingan acara penyampaian pesan secara visual dari pengalaman yang dimiliki/ fotografer kepada orang lain dengan tujuan orang lain mengikuti jalan pikirannya. Agar tercapai proses penyampaian pesan ini maka harus melalui beberpa persyaratan komunikasi yang baik, yaitu dengan konsep AIDA yang meliputi:

1. Attention (menimbulkan perhatian)
Sebuah karya foto pertama-tama harus bisa mendapat perhatian orang untuk melihatnya. Tanpa proses ini, sebuah pesan dari karya foto maupun karya seni lainnya akan berhenti disitu saja.

2. Interest (menimbulkan ketertarikan)
Kemudian sehabis bisa mendapat perhatian orang maka karya foto harus bisa mengakibatkan ketertarikan terhadap pesan yang akan disampaikan. 

3. Desire (menimbulkan keinginan/hasrat)
Setelah orang tertarik pada karya foto yang dibuat, maka dari situ proses tetap berlangsung dengan timbulnya harapan untuk mengetahui lebih jauh pesan yang disampaikan. 

4. Action (menimbulkan tindakan)
Proses terakhir ialah dengan timbunya tindakan menyerupai yang diharapkan oleh seniman/ fotografer sesuai pesan yang disampaikannya. 

Tujuan berkomunikasi melalui fotografi ialah untuk membuat gambar yang mempunyai bahasa visual, yaitu yang sanggup mengutarakan maksud, pesan dan gagasan yang terbagi dalam enam kepingan yaitu :
1. Bahasa Penampilan (Performance Language)
  • Bahasa ekspresi muka
  • Bahasa isyaratBahasa penciuman
  • Bahasa pendengaran
  • Bahasa tindakan yang terbagi dalam kasatmata dan tidak nyata
2. Bahasa Komposisi (Compotion Language)
  • Bahasa warna
  • Bahasa tekstur
  • Bahasa garis
  • Bahasa cahaya
  • Bahasa bentuk 
  • Bahasa tata letak
3. Bahasa Gerak (Motion Language)
  • Panning
  • Zooming
  • Exposure time
  • dMultiple Exposure
4. Bahasa Konteks (Contextual Language)
5. Bahasa Obyek (Object Language)
6. Bahasa Tanda (Sign Language)

2.5.2 Konsep Fotografi
2.5.2.1 Metode EDFAT
Selain memakai konsep AIDA, dalam pembuatan karya esai foto juga memakai metode EDFAT semoga sanggup membantu fotografer dalam menuntaskan karya tersebut. Metode EDFAT (Entire, Detail, Frame, Angel, Time) yang dierkenalkan oleh “Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University”, merupakan konsep pengembangan fotografi pribadi.

EDFAT ialah suatu metode pemotretan untuk melatih optis melihat sesuatu dengan detil dan tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode itu ialah suatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas insiden yang bernilai. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. Entire (E)
Tahapan yang dikenalkan juga sebagai ‘established shot’, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu insiden atau bentuk penugasan lain, untuk mengintai bagian-bagian lain untuk dipilih sebagai objek pemotretan.

2. Detail (D)
Suatu pilihan atas kepingan tetentu dan keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Dalam tahap ini dilakukan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling sempurna sebagai point of interest-nya.

3. Frame (F)
Tahap dimana kita membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengatur seorang fotografer mengenal arti sebuah komposisi, pola, tekstur dan bentuk obyek pemotretan secara akurat. Dalam fase ini rasa artistic seorang fotografer semakin penting.

4. Angel (A)
Tahap dimana sudut pandang menjadi mayoritas sebagai pilihan untuk posisi dalam mengambil gambar. Kreatifitas dalam melihat sudut yang menarik berperan dalam hal ini. Pada tahapan ini seorang fotografer menjadi penting untuk mengkonsepsikan visual apa yang diinginkannya.

5. Time (T)
Tahapan penentuan dengan kombinasi yang sempurna anatara diafragma dan kecepatan (shutter speed) atas ke-empat tingkatan tahapan yang telah disampaikan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas harapan pembekuan gerak atau menentukan ketajaman ruang ialah satu syarat dasar yang sangat diperlukan. 

2.5.2.2 Ukuran 
Ukuran foto yang akan diaplikasikan dalam sebuah karya yang akan dipamerkan berukuran 12RP (30 cm x 45 cm). Ukuran tersebut merupakan ukuran standar sebuah karya pada pameran.

2.5.2.3 Komposisi
Komposisi dalam bidang seni rupa dan fotografi sanggup diartikan sebagai cara penempatan objek dalam bidang gambar dengan memanfaatkan faktor-faktor komposisi, sedemikian rupa sehingga sanggup benar-benar menjadi titik sentra perhatian (focus of interest) bagi orang yang melihatnya. 

1. Horizontal dan Vertikal
Orientasi komposisi horizontal akan memperlihatkan nuansa ketenangan (rileks), harmoni,3 keteraturan, kestabilan, dan kedamaian. Sedangkan, orientasi komposisi vertikal akan memperlihatkan aura ketegaran, kokoh, keagungan, kekuatan (energi) dan agresivitas.

2. Golden Ratio (The Rule of Third)
The Rule of Third atau hukum sepertiga ialah komposisi klasik yang didapatkan dengan membagi bidang gambar dalam tiga kepingan yang sama besar dan proporsional, horizontal dan vertical. Dengan menarik garis-garis khayal di atas bidang gambar tersebut, akan diperoleh empat titik perpotongan di mana di salah satu titik tersebut objek yang menjadi sentra perhatian harus di tempatkan.

3. Golden Section
Komposisi ini tercipta dengan menarik garis diagonal, menghubungkan dua sudut bidang foto yang saling berhadapan. Selanjutnya, ditarik garis tegak lurus terhadap garis diagonal, berawal dari titik sudut yang lain sehingga mendapat tiga segitiga siku-siku yang saling berhimpit. Titik pertemuan itulah yang menjadi posisi ideal untuk menempatkan objek foto. 

4. Komposisi Statis dan Dinamis
Komposisi statis dan dinamis tidak ada kaitannya dengan objek foto yang bergerak atau diam. Suatu kompisisi dikatakan (atau terlihat) statis jikalau penempatan objek fotonya berada di tengah-tengah bidang gambar, sementara jikalau objek fotonya tidak ditempatkan secara simetris, akan memperlihatkan kesan yang lebih dinamis dan hidup.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel