Siklus Paradigma Revolusi Sains
Thursday, January 27, 2022
Edit
Siklus Paradigma Revolusi Sains
Istilah paradigma menjadi begitu popular sehabis diintroduksikan oleh ThomasKuhn melalui bukunya The Structure of Scientific Revolution yang membicarakan perihal Filsafat Sains. Khun menjelaskan bahwa Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar atau memecahkan sesuatu perkara yang dianut oleh suatu masyarakatilmiah pada suatu tertentu. Apabila suatu cara pandang tertentu menerima tantangan dari luar atau mengalami krisis (“anomalies”), kepercayaan terhadap cara pandang tersebut menjadi luntur, dan cara pandang yang demikian menjadi kurang berwibawa,pada ketika itulah menjadi menunjukan telah terjadi pergeseran paradigma. Untuk lebih jelasnya berikut diuraikan siklus revolusi sains berdasarkan Kuhn adalah: Paradigma awal, Normal Sains, Anomali, Krisis, Revolusi Sains, Paradigma Baru
1 Paradigma Awal
Paradigma pada ketika pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya lantaran lebih berhasil dari pada saingannya dalam memecahkan perkara yang mulai diakui oleh kelompok ilmuwan bahwa masalah-masalah itu rawan, maka ilmuwan dalam hal ini bersaing mengumpulkan fakta tanpa menghiraukan kaidah-kaidah teoritisnya. Pada tahap ini terdapat sejumlah aliran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun aliran yang memperoleh penerimaan secara umum. Namun perlahan-lahan salah satu sistem yang teoritikal mulai memperoleh penerimaan secara umum dan dengan itu paradigma pertama sebuah disiplin terbentuk, dan dengan terbentuknya paradigma itu kegiatan ilmiah sebuah disiplin memasuki periode Normal Sains.
Konsep sentral Kuhn yakni apa yang dinamakan dengan paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam banyak sekali keterangannya sering berubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat kaitannya dengan sains normal, yang oleh Kuhn di maksudkan untuk mengemukakan bahwa beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh-contoh yang gotong royong meliputi dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan model-model yang melahirkan tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Atau ia dimaksudkan sebagai kerangka tumpuan yang mendasari sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode tertentu.
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, di mana ilmuwan berkesempatan berbagi secara rinci dan mendalam, lantaran tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam tahap ini ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini ilmuwan bisa menjumpai banyak sekali fenomena yang disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk, maka bisa timbul krisis. Dalam krisis inilah paradigma mulai dipertanyakan. Dengan demikian sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang usang sambil memperluas cara-cara itu atau berbagi sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan perkara dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Keberhasilan sebuah paradigma semisal analisis Aristoteles mengenai gerak, atau perhitungan Ptolemaeus perihal kedudukan planet, atau yang lainnya. Pada mulanya sebagian besar yakni janji akan keberhasilan yang sanggup ditemukan contoh-contoh pilihan dan yang belum lengkap. Dan ini sifatnya masih terbatas serta ketepatannya masih dipertanyakan. Dalam perkembangan selanjutnya, secara dramatis, ketidak berhasilan teori Ptolemaeus betul-betul terungkap ketika muncul paradigma gres dari Copernicus. Ptolemeus menyampaikan bahwa bumi tidak bergerak, matahari dan bintang-bintanglah yang bergerak mengelilingi bumi. Saat itu para tokoh agama dan dosen-dosen universitas di seluruh Italia mengganggap fatwa Aristoteles dan Ptolemeus yakni fatwa yang paling benar. Karena, mereka salah menafsirkan sepenggal ayat yang tedapat dalam Kitab Suci. Sementara itu, Galileo tetap mempertahankan teorinya dan mendukung teori Copernicus yang menyampaikan bahwa matahari yakni pusat tata surya. Akibatnya, ia ditangkap para tokoh agama, diadili, dan dijatuhi eksekusi sebagai tahanan rumah. Galileo meninggal pada usia 78 tahun di Arcetri pada tanggal 8 Januari 1642 lantaran demam. Namun, meskipun demikian teori-teorinya tetap digunakan seluruh orang di dunia hingga kini.
Contoh Kasus Paradigma Awal
Contoh lain perihal hal ini yakni teori abiogenesis yang diungkapkan oleh Aristoteles dianggap sebagai paradigma lantaran ketika itu ada sebagian ilmuan yang memang mendukung Teori Abiosgebesis. Tokoh teori Abiogenesis yakni Aristoteles (384-322 SM). Dia yakni seorang filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati. Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama menyerupai induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.
Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut ? Menurut pengzanut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh lantaran itu, paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontaneae. Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, mak pendapat paham tersebut yakni makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan, contohnya :
- ikan dan katak berasal dari Lumpur.
- Cacing berasal dari tanah
- Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu sejak zaman Yunani Kuno (Ratusan Tahun Sebelum Masehi) hingga pertengahan kala ke-17. Pada pertengahan kala ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang sanggup digunakan untuk mengamati benda-benda abnormal yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seakan-akan memperkuat pendapat mereka perihal kevalaidan teori Abiogenesis. Pendukung lainnya yaitu Jhon Needham (kehidupan berasal dari kaldu), Van Helment (tikus berasal dari biji dan karung)
Transformasi-transformasi paradigma semacam ini yakni revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, yakni pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
2 Normal Sains
Kuhn menyebut Normal Sains sebagai suatu kegiatan penelitian yang secara teguh berdasarkan satu atau lebih pencapaian ilmiah di masa kemudian yakni pencapaian-pencapaian yang oleh komunitas ilmiah pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Normal Sains mempunyai dua esensi yakni:
- Pencapaian ilmiah itu cukup gres sehingga menarik para praktisi ilmu dari banyak sekali aliran, menjalankan kegiatan ilmiah, maksudnya dihadapkan pada banyak sekali alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah. Sebagian besar praktisi ilmu cenderung untuk menentukan dan mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka.
- Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat banyak sekali perkara yang memeprlukan penyelesaian oleh praktisi ilmu dengan mengacu pada pencapaian-pencapaian itu. Kuhn beropini bahwa kemajuan ilmu itu pertama-tama bersifat revolusioner dan tidak bersifat evolusioner atau komulatif.
Normal Sains bekerja berdasarkan paradigma yang dianut atau yang berlaku, oleh lantaran itu intinya penelitian normal tidak dimaksudkan untuk pembaharuan besar melainkan hanya untuk mengartikulasi paradigma itu. Kegiatan ilmiah Normal Sains hanya bertujuan untuk menambah lingkup dan presisi pada bidang-bidang yang terhadapnya oaradigma tersebut sanggup diaplikasikan. Oleh lantaran itu, sebagai “an attempt to force nature into the performed and relatively inflexible box that the paradigm supplies”.Jadi Normal Sains yakni jenis kegiatan ilmiah yang sangat restriktif dan manfaatnya yakni bahwa kegiatan ilmiah yang demikian
itu akan semakin menawarkan hasil yang mendalam. Para ilmuwan dalam Normal Sains biasanya bekerja dalam kerangka seperangkat hukum yang sudah dirumuskan secara terang berdasarkan paradigm dalam bidang tertentu, sehingga intinya solusinya sudah sanggup diantisipasi terlebih dahulu. Dengan demikian, kegiatan ilmiah dalam kerangka ilmu noprmal yakni menyerupai kegiatan “puzzle solving”. Implikasinya yakni bahwa kegagalan menghasilkan suatu solusi terhadap perkara tertentu lebih mencerminkan tingkat kemampuan ilmuwannya ketimbang sifat dari perkara yang bersangkutan atau metode yang digunakan.
Contoh Kasus Normal Sains “ Teori Abiogenesis”
Perkembangan sains yang terus berlangsung para ilmuan berusaha untuk memperoleh Normal Sains dari teori Abiogenesis tersebut yang sempat bertahan berabad-abad.
3 Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
Walaupun Normal Sains itu yakni kegiatan komulatif (menambah pengetahuan) dalam bidang yang batas-batasnya ditentukan oleh paradigm tertentu, namun dalam perjalanan kegiatan sanggup menimbulkan hasil yang tidak diharapkan. Maksudnya dalam kegiatan ilmiah itu sanggup timbul penyimpangan, yang oleh Kuhn disebut anomali. Terbawa oleh sifatnya sendiri yakni oleh batasbatas yang ditetapkan oleh paradigma, Normal Sains akan mendorong para ilmuwan pemprakteknya menyadari adanya anomali, yakni hal gres atau pertanyaan yang tidak tercover atau terliputi oleh kerangka paradigma yang bersangkutan yang tidak terantisipasi berdasarkan paradigma yang menjadi contoh kegiatan ilmiah. Adanya anomali ini merupakan prasyarat bagi inovasi gres yang akibatnya sanggup mengakibatkan perubahan paradigma. Mengenali dan mengakui adanya anomali memerlukan waktu yang lama, dan biasanya terjadi resistensi terhadap anomali itu. Jika inovasi gres sanggup menangani anomali tertentu, maka akan terjadi penyesuaian kecil pada paradigma. Penyesuaian yang demikian itu biasanya hanya menghipnotis sekelompok seorang mahir yang bekerja dalam bidang khusus tertentu tempat pertama kali ditemukannya anomali itu.
Tetapi dari waktu ke waktu sejumlah anomaly terjadi dalam lingkungan Normal Sains tertentu yang membuat semacam krisis sedemikian rupa sehingga kegiatan “puzzle solving” biasa tidak sanggup dijalankan, hal ini sanggup membawa akhir yang besar terhadap komunitas ilmiah yang bersangkutan. Adanya anomali yang krisis itu kemudian mengakibatkan perilaku para ilmuwan terhadap paradigma yang berlaku, berubah dan sesuai dengan itu sifat penelitian mereka juga berubah. Kesemuanya itu yakni “symptoms of a transitions from normal to extradinary research”. Extradinary research ini membuat pentas bagi kemungkinan berlangsungnya revolusi ilmiah yang menumbuhkan suatu paradigma gres berkenaan dengan akseptalibitasnya. Jika paradigma gres itu diterima oleh komunitas ilmiah, maka hal itu berarti bahwa paradigma terdahulu ditolak atau ditinggalkan. Paradigma yang gres akan diterima sebagai pengganti yang lama, jika paradigma gres itu bisa menawarkan penyelesaian terhadap anomali yang ditemukan dan tidak terselesaikan dalam kerangka paradigma lama, mempunyai lebih banyak prefisi kuantitatif dan sanggup meramalkan fenomena baru, mempunyai kualitas estetika tertentu atau didukung oleh sejumlah anggota komunitas yang berpengaruh. Diterimanya paradigma gres berarti terbentuk Normal Sains gres yang akan berkembang hingga terjadi lagi revolusi ilmiah. Demikianlah bahwa dalam dinamika kegiatan ilmiah, para ilmuwan sanggup menyadari adanya peningkatan anomali yang penyelesaiannya menyimpang dari paradigma yang berlaku.
Anomali dan penyelesaiannya mulai dipandang sebagai eksemplar baru. Telaah terhadap lembaran gres ini mempunyai dampak umpan balik terhadap kerangka interpretasi paradigmatik. Asimilasi teori gres yang ditimbulkannya memerlukan rekonstruksi teori sebelumnya dan penilaian ulang terhadap fakta sebelumnya dan dengan itu terjadilah “paradigm shifts” (pergantian paradigma). Perubahan paradigma itu menimbulkan banyak sekali perubahan dalam kegiatan ilmiah. Hal itu akan menimbulkan redefinisi ilmu yang bersangkutan. Beberapa perkara dinyatakan sebagai perkara yang termasuk dalam disiplin lain atau dinyatakan bukan perkara ilmiah lagi. Dengan demikian, yang sebelumnya dianggap bukan perkara atau hanya perkara kecil, sekarang menjadi perkara pokok. Standar dan kriteria untuk menentukan keabsahan perkara dan keabsahan solusi perkara dengan sendirinya juga berubah. Secara umum sanggup dikatakan bahwa perubahan paradigma itu membawa transformasi dalam “ the scientific imagination” dan dengan itu juga terjadi “transformation of the world.
Dalam puzzle solving, para ilmuwan membuat percobaan dan mengadakan observasi yang bertujuan untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari pembenaran. Bila paradigmanya tidak sanggup digunakan untuk memecahkan perkara penting atau malah mengakibatkan konflik, maka suatu paradigma gres harus diciptakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada inovasi paradigma baru, dan jika inovasi gres ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan gres bukanlah peristiwa-peristiwa yang tersaing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan ratifikasi bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah diadaptasi sehingga yang menyimpang itu menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Makara yang jelas, dalam inovasi gres harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Contoh Kasus Anomali Sains yakni Tentang “Teori Abiogenesis”
Dalam perkembangannya sebagian Ilmuan tidak merasa puas dan meragagukan kevalidan teori abiogenesis dan untuk menghilangkan keraguan tersebut sebagian ilmuan membuat percoban sendiri menyerupai Francesco Redi (Italia, 1626-1799) . Berikut percobaan yang dilakukan Francesco Redi.
Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)
Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi memakai materi tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya yakni sebagai berikut :
- Stoples I : diisi dengan sekerat daging, kemudian ditutup rapat-rapat.
- Stoples II :diisi dengan sekerat daging, kemudian ditutup dengan kain kasa
- Stoples III : disi dengan sekerat daging,kemudian dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples tersebut diamati. Dan hasilnya sebagai berikut:
- Stoples I : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
- Stoples II : Daging tampak membusuk tetapi belatungnya relative sedikit dari pada diatas kain kasa penutup
- Stoples III : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih terang lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relative sedikit.
4 Krisis Sains
Perubahan yang melibatkan penemuan-penemuan ini semuannya destruktif dan sekaligus konstruktif. Namun inovasi atau bukan, satu-satunya sumber paradigma destruktif – kostruktif ini berubah. Kita akan mulai meninjau perubahan yang serupa, tetapi biasanya lebih luas, yang disebabkan oleh penciptaan teori-teori baru. Kita asumsikan bahwa krisis merupakan prakondisi yang diharapkan dan penting bagi munculnya teori-teori baru. Meskipun mereka mungkin kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan alternatif-alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis. Artinya mereka tidak melaksanakan anomali-anomali sebagai perkara pengganti meskipun dalam perbendaharaan kata filsafat sains demikian adanya.
Akan tetapi, ini memang berarti-apa yang akibatnya akan menjadi perkara pokok – bahwa tindakan mempertimbangkan yang mengakibatkan para ilmuwan menolak teori yang semula diterima itu selalu didasarkan atas lebih daripada perbandingan teori itu dengan dunia. Putusan untuk menolak sebuah paradigma selalu sekaligus merupakan putusan untuk mendapatkan yang lain, dan pertimbangan yang mengakibatkan putusan itu melibatkan perbandingan paradigma-paradigma dengan alam maupun satu sama lain. Sains yang normal berupaya dan harus secara berkesinambungan berupaya membawa teori dan fakta kepada kesesuaian yang lebih dekat, dan kegiatan itu sanggup dengan gampang dilihat sebagai penguji atau pencari pengukuhan dan falsifikasi. Ini berarti bahwa jika suatu anomali akan menimbulkan krisis, biasanya harus lebih daripada sekadar sebuah anomali. Selalu ada kesulitan dalam kecocokan paradigma alam; kebanyakan diantara cepat atau lambat diluruskan, seringkali dengan proses-proses yang mungkin tidak diramalkan. Kadang-kadang sains yang normal akibatnya ternyata bisa menangani perkara yang membangkitkan krisis meskipun ada keputusan pada mereka yang melihatnya sebagai simpulan dari suatu paradigma yang ada.
Transisi dari paradigma dalam krisis kepada paradigma gres yang daripadanya sanggup muncul dari tradisi gres sains yang normal itu jauh dari proses kumulatif yang dicapai dengan artikulasi atau ekspansi paradigma yang lama. antisipasi sebelumnya bisa membantu kita mengenal krisis sebagai pendahuluan yang sempurna bagi munculnya teori-teori baru, terutama lantaran kita telah meneliti versi kecil-kecilan dari proses yang sama dalam membahas munculnya sebuah penemuan. Paradigma gres sering muncul, setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang jauh atau telah diakui dengan tegas. Bertambah banyaknya artikulasi yang bersaingan, kesediaan untuk mencoba apapun, pengungkapan ketidakpuasan yang nyata, semuannya merupakan tanda-tanda transisi dari riset yang normal kepada riset istimewa. Gagasan sains yang normal lebih bergantung eksistensi semua ini ketimbang pada revolusi-revolusi.
5 Revolusi Sains
Kemudian revolusi sains muncul lantaran adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak sanggup diselesaikan oleh paradigma usang yang menjadi tumpuan riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang usang sambil memperluas cara-cara itu atau berbagi sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan perkara dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains.
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma usang diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma gres yang ber-tentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, yakni pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas hambatan
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang gres dan berbeda ketika memakai instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke kawasan lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda, berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal. Ilmuwan yang tidak mau mendapatkan paradigma gres sebagai landasan risetnya, dan tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak menerima proteksi dari secara umum dikuasai masyarakat sains, maka kegiatan risetnya tidak mempunyai kegunaan sama sekali.
Revolusi sains di sini dianggap sebagai episode perkembangan non-kumulatif yang di dalamnya paradigma yang usang diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma gres yang bertentangan. Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau mendapatkan paradigma baru. Dan ini menimbulkan perkara sendiri yang memerlukan pemilihan dan legitimasi paradigma yang lebih definitif.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh lantaran itu permasalahan paradigma sebagai akhir dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma gres itu diterima oleh secara umum dikuasai masyarakat sains, maka revolusi sains kian sanggup terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang gres dan berbeda dengan ketika memakai instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke kawasan lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal
Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau mendapatkan paradigma gres sebagai landasan risetnya, dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak menerima proteksi lagi dari secara umum dikuasai masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya hanya merupakan tautologi, yang tidak mempunyai kegunaan sama sekali.
Contoh Kasus Revolusi perihal “Teori Abiogenesis”
Untuk mengatasi dari krisis yang berkepanjangan tersebut, para ilmuan kembali mencari kevalidan. Ilmuwan yang tidak menerima kepuasan perihal pemahaman kehidupan dari berasal benda mati ataupun dari mahluk hidup. Ilmuan mencari kevalidan tersebut dengan memakai cara-cara usang dan berbagi paradigma yang menjadi tandingannya. Dan berupaya memecahkan perkara dan membimbing riset berikutnya. Dengan hasil temuannya sanggup suatu kesimpulan bahwa Kehidupan berasal dari benda hidup (makhluk hidup) bersel satu yang bermetamorfosis makhluk hidup yang lebih kompleks (evolusi biologi), dan mahluk bersel satu tersebut terbentuk oleh evolusi kimia. Unsure-unsur yang terkandung dalam makhluk hidup (bahan organic; asam amino, lipid, dll) persis sama dengan apa yang terdapat dialam yang telah mengalami evolusi kimia. Pendapat evolusi kimia ini banyak pendukungnya lantaran lebih logis dan dpat diuji secara eksperimental. Pada masa ini terjadi revolusi, paham yang menyatakan bahwa kehidupan berasal dari benda mati (kaldu, jerami, dll) kevalidan sudah berkurang dan banyak ilmuan lebih menyetujui bahwa kehidupan berasal dari benda hidup.
6 Paradigma Baru
Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau mendapatkan paradigma gres dan ini menimbulkan perkara sendiri. Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh lantaran itu per-masalahan paradigma sebagai akhir dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma gres itu diterima oleh secara umum dikuasai masyarakat sains, maka revolusi sains kian sanggup terwujud.
Kesemuanya itu dimulai dengan adanya “paradigma”. Menurutnya ilmu yang sudah matang, dikuasai oleh suatu paradigma tunggal. Paradigma ini berfungsi sebagai pembimbing kegiatan ilmiah dalam masa Normal Sains yang mana ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan berbagi paradigma secara rinci dan mendalam lantaran tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Paradigma diterima oleh suatu kelompok masyarakat ilmiah jika paradigma itu mewakili karya yang telah dilakukannya. Paradigma Baru memperoleh status karena:
- Berhasil memecahkan masalah-masalah dalam praktek
- Memperluas pengetahuan perihal fakta-fakta yang oleh paradigma diperlihatkan sebagai pembuka pikiran
Makara dengan memakai istilah paradigma itu, Kuhn hendak menunjuk sejumlah contoh praktek ilmiah kasatmata yang diterima atau diakui di lingkungan komunitas ilmiah, menyajikan model-model yang mendasarkan lahirnya tradisi ilmiah yang terpadu. Contoh praktek ini meliputi dalil-dalil, teori penerapan dan instrumentasi. Dengan demikian para ilmuwan yang penelitiannya didasarkan pada paradigma yang sama yang intinya terikat pada hukum dan standar yang sama pula dalam mengemban ilmunya. Keterikatan pada hukum dan standar ini yakni prasyarat bagi adanya Normal Sains. Makara secara umum sanggup dikatakan bahwa paradigma itu yakni tanda-tanda atau cara pandang atau kerangka berpikir yang mendasarkan fakta atau tanda-tanda disinterpretasi dan dipahami. Hanya perkara yang memenuhi kriteria yang diderifiasi dari paradigma saja yang sanggup disebut perkara ilmiah yang layak digarap oleh ilmuwan. Dengan demikian maka paradigma menjadi sumber keterpaduan bagi tradisi penelitian yang normal. Aturan penelitian diderivasi dari paradigma namun berdasarkan Kuhn, tanpa adanya hukum ini paradigma saja sudah cukup untuk membimbing penelitian. Makara ilmuwan normal sebenarnya,tidak terlalu memerlukan hukum atau metode yang standar (yang disepakati oleh komunitas ilmiah.
sumber;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=3573759524965880140
sumber;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=3573759524965880140