Implementasi Kebijakan Pembangunan Pasar Konveksi Amur (Agam Timur) Di Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam
Sunday, June 7, 2020
Edit
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PASAR KONVEKSI AMUR (AGAM TIMUR) DI KECAMATAN SUNGAI PUAR KABUPATEN AGAM
Pendahuluan
Pemberlakuan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah berimplikasi kepada pendistribusian kekuasaan dan pembagian kewenangan yang hasilnya mereposisi eksistensi pemerintah daerah. Pemerintah tempat periode kebijakan otonomi tempat ini harus bisa menjadi fasilitator penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat di wilayahnya yang tentunya paham dan mengerti betul akan kebutuhan bagi wilayahnya sendiri. Pemerintah tempat tidak lagi terfokus pada apa kemauan dari pemerintah sentra tetapi mempunyai kewenangan untuk berinovasi bagi pembangunan di daerahnya. Sehingga setiap pemerintah kabupaten/kota sebagai tempat yang otonom dituntut untuk menyebarkan dan mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat.
Pembangunan merupakan perjuangan untuk memajukan kehidupan masyarakat serta membuat kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dan warganegaranya. Membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada, sesuatu yang rusak menjadi baik dan membuat sesuatu tidak bermanfaat menjadi bermanfaat. Akan tetapi dalam tataran implementasi, betapapun hebatnya perjuangan pembangunan yang dilakukan keniscayaan bisa memenuhi semua kebutuhan dan pengakomodiran setiap kepentingan yang ada serta membuat kesejahteraan tetaplah masih menjadi “PR” yang tetap tidak bisa terselesaikan.
Pembangunan intinya menjadi tanggung jawab semua pihak artinya bukan hanya menjadi beban pemerintah tetapi masyarakatpun harus benar-benar terintegrasi di dalam pembuatan perencanaan pembangunan itu sendiri. Seperti halnya dengan Kebijakan Pembangunan Pasar Amur (Agam Timur) di Kabupaten Agam, yang awalnya ialah cetusan ilham dari masyarakat terutama pengusaha kecil yang terhimpun dalam wadah Koperasi Amur (Agam Timur). Aspirasi yang dicetuskan oleh wadah yang didirikan 18 Juli 1996 ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap semakin banyaknya para pedagang yang tidak lagi sanggup ditampung oleh Pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi yang memasarkan banyak sekali macam produk-produk yang dihasilkan oleh industri rumah tangga.
Pembangunan Pasar Amur secara kerjasama dan kemitraan antara masyarakat, pemerintah dan swasta (Koperasi Amur, Pemerintah Daerah, PT. Wisma Karya Andalas, PT. Arupahdatu Adhisesanti, PT. Adhwira Ikaputra, serta didukung oleh konsultan pengawas PT. Arce Padang dan Dinas PU sendiri) yang secara fisik lebih memfasilitasi kenyamanan pedagang dan konsumen untuk bertransaksi, lokasi yang cukup luas, dan sarana-sarana penunjang lainnya yang lebih layak seharusnya menjadikannya sebagai sebuah sarana pencapaian kesejahteraan bagi masyarakat. Pasar Amur berdiri di atas areal yang luasnya sekitar 6 Hektar, mempunyai 2084 kios dengan ukuran 1,5 x 2 meter persegi telah diresmikan pemakaianya semenjak Tahun 2002 yang kemudian bertepatan dengan peringatan 100 Tahun Bung Hatta oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM dengan dana investasi sekitar Dua Milyar Rupiah. Akan tetapi dikala ini tidak ada acara dan tidak berfungsi sama sekali, padahal di awal pemakaianya beberapa kios-kios yang ada telah memperlihatkan acara yang cukup signifikan dan cukup memperlihatkan harapan. Pihak pemerintah dan Koperasi Amur sendiri telah banyak melaksanakan usaha-usaha untuk sanggup meramaikan dan memungsikan pasar ini, tetapi hingga dikala ini belum memperlihatkan hasil yang cukup mengembirakan bagi perkembangannya.
Sebuah keadaan yang sangat ironis mengingat kebijakan pembangunan Pasar Amur yang merupakan aspirasi dari masyarakat dan didukung oleh pemerintah, akan tetapi bias dalam tataran implementasi. Sumber-sumber politik menyerupai pemberian dari stakeholders yang terkait ternyata belum menjamin keberhasilan sebuah kebijakan dalam pelaksanaannya. Kaitan formal dan informal implementor kebijakan dengan pembuat kebijakan yang kurang sinergis merupakan indikasi permasalahan yang cukup krusial sebagai hambatan implementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur ini. Dalam mengimplementasikan kebijakan Pembangunan Pasar Amur ini implementor-implementor dari sektor pemerintahan tempat yang terlibat tidak hanya Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Saja tetapi juga Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda, dll. Kekurang sinergisan kerjasama impelmetor kebijakan tersebut dan pemakaian perkiraan naif yaitu jika kebijakan tersebut dibuat oleh pemerintah dengan pemberian masyarakat dan jika diimplementasikan akan mendekati hasil-hasil yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Sehingga hal ini menjadi sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengambarkan apakah implementasi kebijakan Pembangunan Pasar Amur tersebut belum ditemukan format yang sempurna atau pemerintah keliru dalam memasang seni manajemen yang digunakan dengan terlalu menonjolkan pemakaian perkiraan naif tersebut.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah di atas maka sanggup dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana Implementasi Kebijakan Pembangunan Pasar Konveksi Amur di Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah Menjelaskan tidak berfungsinya Pasar Perbelanjaan Amur dari perspektif Implementasi Kebijakan yang efektif .
Tinjauan Pustaka
Untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian, maka digunakan beberapa kerangka konseptual serta teori sebagai berikut :
a. Kebijakan Publik
Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan telah memperoleh legitimasi dari forum legislatif memungkinkan birokrasi untuk bertindak. Kebijakan publik dirumuskan untuk mengakomodir tuntutan banyak sekali stakeholder, dan hal tersebut berarti bahwa kebijakan mempunyai tujuan untuk membuat suatu kondisi di masa depan guna memuaskan kepentingan banyak sekali stakeholder tersebut. Untuk mewujudkan suatu kebijakan hanya akan terwujud apabila dilakukan pelaksanaan ke arah tersebut, jika tidak maka kebijakan tersebut tidak akan berarti apa-apa.
Dye memberi pengertian kebijakan publik, yaitu “...is what government choose to do or not to do”. (1979:5). Dari sudut pandang Dye ini, kebijakan publik ditekankan pada pilihan-pilihan apapun yang dilakukan ataupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Defenisi lain wacana kebijakan publik diberikan oleh Jenkins, yang menyebutkan bahwa defenisi kebijakan publik adalah:
“A set of interrelated decision taken by political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where thse decision should, in principle, be within the power of these actors to achieve”. (Jenkins, 1993:34)
Sementara itu spesialis kebijakan , Anderson memperlihatkan pengertian kebijakan publik menyerupai yang dikutip oleh Islamy, “Public policies are those policies developed by government bodies and official”. (Islamy, 1997:19). Selanjutnya berdasarkan Islamy, implikasi dari pengertian kebijakan publik yang dikutip dari Anderson :
“Kebijakan publik itu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.
Kebijakan publik itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah.
Kebijakan publik itu merupakan apa yang benar-benar telah dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melaksanakan sesuatu atau menyatakan akan melaksanakan sesuatu.
Kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melaksanakan sesuatu.
Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif).”(Islamy, 1997:19).
Dari pendapat Islamy di atas, diperoleh citra bahwa kebijakan pemerintah merupakan rangkaian tindakan-tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Berdarkan dari banyak sekali teori-teori yang dikemukan oleh para andal di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa kebijakan publik ialah serangkaian keputusan pemerintah yang diambil untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau berupa program-program dan tindakan-tindakan pemerintah.
b. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi Kebijakan merupakan proses yang krusial dalam proses kebijakan publik dan kebijakan yang diimplementasikan tersebut haruslah mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan alat manajemen aturan dimana banyak sekali aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang berhubungan secara sinergis untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak dan tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan merupakan fenomena yang kompleks sebagai sebuah proses, luaran (output), maupun hasil.
Sementara Van Horn dan Van Meter membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini meliputi usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahapan implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap implementasi terjadi hanya sehabis keputusan ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.
Sedangkan Odoji yang dikutip oleh Wahab menyampaikan bahwa “the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jacket unless they are implemented”. Di sini Odoji mencoba untuk menggambarkan bahwa implementasi kebijakan ialah sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa cita-cita atau planning anggun yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan dengan baik atau hanya sebagai hiasan semata.
Untuk sanggup mengimplementasikan kebijakn secara sempuran (Perfect implementation), maka model implementasi kebijakan yang dikembang oleh Hogwood dan Gunn mempunyai beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut ialah :
- The circumtances external to the implementating agency do not impose crippling contstraints,
- That adequate time and sufficient resources are made available to the programme,
- That the required combination of resources is actually available,
- That the policy to be implemented is based upon a valid theory of cause and effect,
- That the relationship between cause and effect is direct and that there are few if any, intervening links,
- That dependency relationship is minimal,
- That there is undestanding of agreement on objectives,
- Those tasks are fully specified in correct sequence,
- That there is perfect communication and co-ordination,
- That those in authority can demand and obtain in perfect compliance”. (hogwood&Gunn, 1984:1999)
Lebih rinci, Riant Nugroho menyebarkan model-model implementasi kebijakan publik yang efektif dalam 4 prinsip yang sempurna antara lain:
- Tepat kebijakan
Apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya ialah how excellent is the policy?. Sisi kedua dari kebijakan apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan huruf masalah yang hendak dipecahkan.sisi ketiga adalah, apakah kebijakan dibuat oleh forum yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan huruf kebijakannya.
- Tepat Pelaksana
Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. ada tiga forum yang sanggup menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakat/swasta , atau implementasikan kebijakn yang di swastakan (privatization atau contracting out).
- Tepat Target
Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah sasaran yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diintervensi, ataukah tidak.
- Tepat Lingkungan
Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan, yaitu interaksi diantara perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dan forum yang terkait. (Riant Nugroho, Kebijakan Publik Untuk Negara Berkembang, 2006: 137-140)
F. Metode Penelitian
- Tipe dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Untuk melihat permasalahan wacana bagaimana implementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Karena penelitian ini lebih mengutamkan kualitas data yang diperoleh lantaran yang akan diteliti merupakan data analisis dari penyampaian informan terkait dengan masalah ini dan data-data yang diperoleh melalui media sekender. Peneliti akan menggunakan metode ini untuk mengetahu persoalan-persoalan yang dihadapi oleh implementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur tersebut dengan mengamati fakta empiris di lapangan. Tipe penelitian deskriptif ini berdasarkan Bungin “mampu membuat suatu gamabaran yang mendalam mengenai situsai dan bencana sebagaimana mestinya. Kemudian memperlihatkan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasasr, menarik, dan unik di lapangan” (Bungin, 2003:54)
- Cakupan Wilayah (Lokasi Penelitian)
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Agam khususnya di dinas-dinas yang terkait dengan impelementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur dan di Koperasi Amur sertadi Pasar Amur sendiri.
- Pemilihan Informan
Meurut Moleong informan ialah orang yang dipilih untuk sanggup menrangkan dan memperlihatkan informasi sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Pemilihan informan dilakukan berdasrkan teknik-teknik tertentu yang tujuannya ialah untuk menjaring informasi sebanyak-banyaknya. (Moleong, 2002:90).Teknik pemilihan informan yan akan digunakan dalam penlitian ini ialah dengan cara sengaja atau Purposive sampling , dimana informan yang dipilih berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk memilih informan yang dibutuhkan sebagai sumber data berdasarkan perkiraan bahwa informan tersebut mempunyai karaktersitik yang sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Jumlah informan tergantung pada orang yang masuk kategori yang akan diwawancarai di lapangan. Namun dalam penelitian ini peneliti membagi informan atas dua kelompok yaitu informan kunci dan informan biasa, terdiri dari :
- Kepala Koperasi Amur
- Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Agam
- Kepala PU Kabupaten Agam
- Ketua Bappeda Kabupaten Agam
- Pedagang-pedagang di Pasar Amur
- Informan kunci, berfungsi untuk mendapat data primer yang akan digunakan untuk menganalisis data yang berkenaan dengan permasalahan penlitian. Informan tersebut ialah :Kepala Dinas Koperasi Perdagangan dan Industri Kabupaten Agam
- Teknik Pengumpulan Data
Menurut Yin pengumpulan data ialah “prosedur yang sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan. Bukti atau data yang dibutuhkan untuk permasalahan ini akan menggunakan multi sumber bukti”. (Yin, 1996:103-110). Dalam upaya untuk mengumpulkan data ini berdasarkan Malo menggunakan beberapa cara atau sumber data :
- Studi kepustakaan, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mempeljari, serta menganalisis teori-teori serta data-data tertulis melalui literatur, buku-buku, atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu imepelmentasi kebijakan.
- Studi lapangan, yaitu melaksanakan penelitian secara langsusng ke lokasi yang menjadi objek penelitian, dilakukan dengan cara :
- Observasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalaui pengamatan langsusng di lapangan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
- Wawancara, yaitu mendapat data lebih dari satu orang secara verbal dan eksklusif dengan banyak sekali pihak yang bersangkutan secara eksklusif dengan masalah yang sedang diteliti.
Teknik Analisis Data
Analisis data ialah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih gampang dan sederhana, dimana proses penyederhanaan data tersebut terdiri atas catatan lapangan, hasil rekaman, dokeumen berupa laporan, dengan cara mengumpulkan, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengaktegorikannya data sehingga gampang untuk diinterpretasikan dan dipahami.Seluruh data akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif melalui interpretasi etik dan emik. Dalam penelitian kualitatif informasi etik merupakan pandangan dari peneliti sedangkan informasi emik merupakan pandangan dari informan. Kedua informasi ini tidak hanya sanggup ditafsirkan berdasarkan metode, teknik, dan pandangan peneliti sendiri saja, melainkan juga disertai dengan literatur yang ada. Selanjutnya dari pandangan etik dan emik ini diakhiri dengan membuat suatu penjelsan wacana permasalahan penelitian.
TEMUAN POKOK PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dilapangan, telah didapat data-data yang akan dianalisa sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Untuk menjawab pertanyaan penelitian diatas, intinya ada “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal kefektifan implementasi kebijakan.
1. Tepat kebijakan
Pembangunan Pasar Perbelanjaan Amur telah dimulai semenjak tahun 1997, dengan surat izin prinsip pembangunan yang dikeluarkan oleh Bupati Agam No. 511.3/431/Perek-1997 pada tanggal 30 Mei 1997 kepada Koperasi Konveksi Amur sebagai pelaksana pembangunan tersebut. Setelah melewati rentan waktu yang cukup panjang sekitar lima tahun, hasilnya pasar tersebut telah selesai dan diresmikan eksklusif oleh Bapak Menteri Koperasi dan PKM RI Bapak Ali Marwan Hanan pada tanggal 11 Agustus 2002.
Berdasarkan hasil observasi, pembangunan Pasar Perbelanjaan Amur awalnya merupakan cetusan ilham dari masyarakat terutama pengusaha kecil dan menengah menyerupai perjuangan konveksi, bordir dan sulaman, yang terhimpun dalam wadah koperasi konveksi Agam Timur (Amur). Aspirasi yang dicetuskan oleh wadah yang didirikan 18 Juli 1996 ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap semakin banyaknya para pedagang yang tidak mendapat tempat penjualan yang layak bahkan tidak sanggup ditampung lagi oleh Pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi, yang selama ini merupakan sentra pemasaran banyak sekali macam produk-produk yang dihasilkan oleh industri rumah tangga.
Pasar merupakan suatu infrastruktur ekonomi yang sangat memilih dalam kehidupan masyarakat. Karena Semua kegiatan ekonomi menyerupai produksi, distribusi dan konsumsi terdapat dalam pasar. Atas dasar kebutuhan akan pentingnya eksistensi pasar tersebutlah para pedagang konveksi kecil dan menengah yang selama ini berjualan di pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi sangat mengharapkan dan menginginkan akan adanya sebuah pasar atau tempat penjualan barang-barang yang mereka produksi, sebagaimana yang disampaikan oleh salah seorang pendiri pasar Amur:
“Melihat situasi Aur waktu itu, sekitar tahun 1996-an, sering sekali bongkar-pindah bongkar pindah, sehabis disiapkan tempat jualan, ternyata pindah lagi, dibongkar lagi. Makara dengan kondisi yang menyerupai itu hancur lah kami orang-orang konveksi ini. Makara berdasarkan kondisi menyerupai itu ingin pulalah kami mempunyai tempat pemasaran yang aman. Dari sana planning awalnya ditepi jalan Padang-Bukittinggi menyerupai orang yang berjualan kerupuk sanjai dan Bika, menyerupai itu saja dulu, walau hanya sepuluh atau berapa tempat saja. Waktu itu kami gres ada 24 orang, jadi 24 saja yang dibuat dulu. Tapi sehabis itu kami yang ber 24 orang ini terpikir untuk membuat koperasi dengan tujuan hanya membuat dan mengelola pasar, hingga mencari dananya bagaimana, mengurus izinnya menyerupai apa. Dan Akhirnya kami yang 24 orang ini berhasil membuat koperasi dan telah keluar tubuh usahanya” (wawancara dengan Elinzon Fauzi bendaharawan pasar Amur, 6 Juni 2006)
Sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, kepentingan utama yang menjadi landasan bergerak pemerintah untuk semaksimal mungkin mendorong dan memajukan pasar ini ialah untuk menyebarkan perekonomian yang berbasis kerakyatan. Adanya kesadaran dan ilham dari pengusaha kecil dan menengah untuk berkumpul, membuat koperasi dan mendirikan pasar dianggap pemerintah sebagai suatu partisipasi yang sangat aktif dari masayrakat sendiri untuk sanggup meningkatkan perekonomian dan teraf hidupnya, dan secara tidak eksklusif tentu hal ini sudah sangat membantu pekerjaan dan kiprah pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Syafirman:
“Kita kan ingin membangkitkan ekonomi kerakyatan. Hal ini masuk dalam skala prioritas pembangunan Kabupaten Agam, pemberdayaan ekonomi terutama ekonomi kerakyatan. Kita mempunyai 5600 UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), ini yang akan kita bangkitkan. Salah satu di antaranya telah muncul melalui Amur. Pemerintah punya tanggung jawab, kewajiban sesuai dengan kiprah dan fungsinya. Maka didoronglah” (Wawancara dengan Kepala dinas Promosi Kabupaten Agam, 21 Juni 2006)
Substansi dari pendirian kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah tepat, menggunakan prinsip how excellent is the policy? Dimana permasalahan yang dipaparkan diatas diselesaikan dengan sebuah kebijakan yang bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Kemudian kebijakan yang dikeluarkan terkait dengan permasalahan yang dihadapi sudah dirumuskan sesuai dengan huruf masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga adalah, apakah kebijakan dibuat oleh forum yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan huruf kebijakannya. Sesuai dengan temuan data di lapangan, kebijakan yang dirumuskan melibatkan masyarakat dan pemerintah tetapi sayangnya kebijakan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk peraturan tempat yang bersifat strategis. Pemerintah hanya berusaha untuk mengakomodir keinginan masyarakat tanpa memperlihatkan legitimasi. Rasionalisasi yang muncul lantaran pasar berasal dari ilham masyarakat dan juga bukan merupakan pasar pemerintah tempat melainkan milik Koperasi Pedagang Amur.
2. Tepat Pelaksana
Ide yang muncul dari koperasi Amur untuk terlibat aktif dalam pembangunan ekonomi masyarakat merupakan sebuah partisipasi aktif yang sanggup meningkatkan taraf hidup anggota dan masyarakat. Sedangkan kepentingan lain dari pemerintah menyerupai untuk menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) dengan pungutan retribusi dibantah oleh Bapak Hadi Suryadi yang menyampaikan bahwa:
“…yang kita inginkan gotong royong berkembangnya ekonomi kerakyatan, dengan meningkatnya ekonomi kerakyatan tentu taraf hidup masyarakat ikut meningkat. Tujuan pemerintah tidak ada yang lain, kalau dibilang untuk meningkatkan PAD, belum sejauh itu, apalagi ini bukan pasar pemerintah, tapi milik koperasi. Meningkatnya perekonomian masyarakat itu yang lebih utama” (Wawancara dengan Kasubdin KU Koperindag, 19 Juni 2006).
Bahkan eksistensi koperasi Amur dengan pasarnya ini bisa dianggap satu-satunya di Indonesia, menyerupai yang diungkapkan oleh Bapak Syafirman:
“Amurkan didirikan oleh koperasi. Barangkali merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia, yang cukup dibanggakan, menteri pun telah mengakui itu. Koperasi yang bisa membuat suatu kompleks pasar yang cukup besar”(translate dalam bahasa Indonesia)
Kebanggaan terhadap koperasi Amur tidak hanya tiba dari pemerintah Kabupaten Agam, tapi juga tiba dari pemerintah sentra sehingga nama Amur telah begitu dikenal, bahkan telah mendapat kunjungan oleh Wapres RI, dan beberapa waktu kemudian dikunjungi oleh Bapak Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bapak Adi Sasono pata tanggal 2 dan 3 Juni lalu. Dengan adanya perhatian pemerintah sentra ini, maka pemerintah Kabupaten bersama pemerintah Propinsi akan terus mencari jalan keluar dan peluang terbaik untuk pengembangan pasar dan memfungsikan kembali pasar Amur tersebut.
Namun dalam pencapaian kepentingannya ini, pemerintah tidak sanggup menguasai spenuhnya Pasar Amur, lantaran prinsip dasarnya pasar bukanlah milik pemerintah dan pemerintah hanya bersifat sebagai fasilitator dan kawan dari koperasi semoga sanggup meramaikan pasar kembali. Disini kekuasaan pemerintah terbatas.Karena Pasar Amur merupakan pasar milik koperasi, maka secara eksklusif pengurus koperasi merupakan pemilik kekuasaan dalam pasar, yang akan mengelola dan mengeluarkan kebijakan semoga pasar sanggup berfungsi dengan baik. Hal ini juga telah diakui oleh pemerintah dengan keluarnya surat persetujuan hak pengelolaan Pasar Amur No 511-2/724/Perek-2000 tanggal 3 September 2000 dari Bupati Agam kepada pengurus koperasi Amur yang berisikan penyetujuan hak pengelolaan pasar kepada pengurus koperasi Amur.
Dengan adanya ratifikasi ini, maka pengurus mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk mengelola dan mengatur pasar, namun tetap bertanggung jawab kepada rapat anggota.Tepat kedua ialah “ sempurna pelaksanaannya.” Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. ada tiga forum yang sanggup menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakat/swasta , atau implementasikan kebijakn yang di swastakan (privatization atau contracting out). Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat menyerupai pendirian pasar amur ini, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah bersama masyarakat.
Sesuai dengan temuan data di lapangan, dominasi kiprah Koperasi dalam implementasi kebijakan menjadikan tren berkembangnya paham pragmatisme yang sangat kentara dalam implementasi kebijakan. Pendekatan yang menyerahkan mekanisme kepada pasar ternyata tidak menjamin keberhasilan dalam impelementasi kebijakan. Ternyata Pasar Amur yang belum berfungsi secara optimal dikala ini masih membutuhkan paham kebijakan yang berpola government driven atau partnership dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan Pasar Amur.
Disamping adanya pengurus koperasi, dalam Pasar Amur juga terdapat pemerintah sebagai forum yang mempunyai kewenangan dan legitimasi untuk mengatur dan mengurus masyarakat banyak. Keberadaan pemerintah ini lebih bersifat sebagai fasilitator yang membantu semoga pasar sanggup berfungsi kembali sesuai dengan yang diharapkan. Namun, kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah terhadap Pasar Amur sangat terbatas dan sesuai dengan kebutuhan koperasi. Dalam setiap perjuangan dan kerjasama yang dilakukan oleh pengurus koperasi selalu melibatkan meminta pendapat dan saran dari pemerintah, bahkan dalam pencarian investor dan promosipun pengurus koperasi selalu mendapat pendampingan dari pihak pemerintah. tetapi belum juga bisa mengoptimalkan fungsi Pasar Amur. Dalam hal ini, eksistensi pemerintah tidak signifikan dan tidak kuat dalam optimalisasi fungsi pasar.
Berdasarkan kenyataan diatas, maka semoga pasar sanggup berfungsi dengan baik, dibutuhkan sebuah pengelolaan yang terpisah antara pengelolaan koperasi Amur dengan pengelola pasar. Berdasarkan hal tersebut maka Bupati Agam yang mempunyai perhatian besar terhadap Pasar Amur ini, menyarankan semoga dibuat pengurus pengelola pasar.Ketika dilakukan pertemuan dengan Bupati Agam, didapatlah akad untuk membentuk pengelola pasar yang terpisah dari pengurus koperasi Amur. Setelah dibuat pengelola pasar yang terpisah dari pengurus koperasi ditentukanlah batasan dan ruang kerja masing-masing pengelola tersebut, pengurus koperasi khusus mengelola koperasi dan pengelola pasar fokus pada perjuangan dan upaya untuk meramaikan dan memfungsikan pasar Amur sendiri. Hal ini berarti kekuasaan pengurus koperasi mulai dibagi-bagi kepada penglola pasar yang dipilih oleh wakil dari seluruh pemilik toko.
Namun dalam kenyataannya, hal ini tidak berjalan dengan mulus, bahkan menimbulkan masalah baru, menyerupai yang diungkapkan oleh ketua pengelola pasar yang menyampaikan bahwa:
“…tapi ketika mulai berjalan, koperasi tetap saja ingin tampil kedepan, mereka tidak memlepaskan kami, dan tidak diberikan kepercayaan. Dengan demikian bias dikatakan pasrah tapi tak rela. Bukti tak rela kami selalu dirantainya. Sebagai contohnya, sayakan sebagai seorang ketua, banyak sekali upaya telah saya lakukan terutama menghubungi orang-orang yang ada disekitar pasar ini termasuk bukittinggi, padang, hingga ke Jakarta untuk mencari inverstor untuk meramaikan pasar ini. Aa….ketiak saya sudah menemkan orangnya, sudah mulai ramai, dimana dalam tempo 2 bulan tersebut saya sudah lebih dari 300 orang ingin meramaikan pasar. Para penjual besi renta yang pasarnya sudah dibangun di pasar banto, sudah diajak, sekitar 80% mereka bisa bergabung. Ketika beberapa pedagang tersebut datang, ketua koperasi eksklusif menegur: tempat kalian bukan disitu katanya. Makara orang-orang eksklusif dihalangi, jadi bagaimana akan maju? ” (wawancara dengan ketua pengelola pasar, 25 Juni 2006)
Dari keterangan yang disampaikan oleh ketua pengurus diatas, sanggup dilihat bahwa dalam pelaksanaannya ternyata terdapat ketidak serasian antara kerja yang dijalankan oleh pengurus koperasi dengan pengelola pasar. Pengurus koperasi ingin tetap menguasai pasar dan berusaha semoga kekuasaannya ini tidak hilang. Namun eksistensi pengelola pasar juga tidak kalah pentingnya, lantaran pengelola tersebut dipilih oleh anggota pemilik toko dan bertanggung jawab eksklusif kepada pemilik toko. Konflik yang terjadi antara pengelola pasar dengan pengurus koperasi Amur ini menimbulkan setiap langkah yang dilakukan oleh pengelola pasar tidak pernah berhasi, malah selalu dihalang-halangi oleh pengurus koperasi, padahal pengelola pasar telah melaksanakan kerjanya dengan semaksimal mungkin.
3. Tepat Target
Sesuai dengan konsep awal pendirian pasar, yang ditujukan untuk mewujudkan suatu tempat pemasaran bagi para anggota yang merupakan orang konveksi, maka kepentingan koperasi ialah untuk menjadikan pasar Amur sebagai pasar khusus untuk barang-barang konveksi. Dengan kepentingan tersebut pengurus koperasi mengeluarkan peraturan yang melarang masuk dan dijualnya barang komoditas lain dalam pasar Amur.Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dilapangan, hal ini memang ditemui. Dari 1.048 petak toko yang terdapat di pasar Amur, hampir seluruhnya bermerekan nama toko yang menjual barang-barang konveksi menyerupai pakaian, kain-kain, sulaman, bordiran dan barang konveksi lainnya.
Namun, dalam perjalanannya, peraturan yang dikeluarkan oleh koperasi ini ternyata menjadi penghalang dan penyebab tidak sanggup berfungsinya pasar dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubdin KU Koperindag, yang menyampaikan bahwa penyebab belum hidupnya pasar ialah adanya kebijakan dari pengurus koperasi untuk menjadikan Pasar Amur sebagai pasar khusus untuk barang-barang konveksi, sedangkan barang-barang atau komoditas lain dihentikan masuk dan dijual di dalam area pasar, termasuk para pedagang sayur, kaki lima dan penjaja masakan keliling, yang biasanya berasal dari masyarakat disekitar pasar. Beliau mengatakan:
“Saya, waktu merancang pasar ini, saya katakan, ini kita akan membuat pasar, jangan satu komoditi?, tapi mereka maunya” ya kami membuat pakaian disini, tentulah pakaian jua yang kami jual”. Ya… kalau orang ke pasar Cuma mau beli pakaian, tidak ada yang beli gula, beli susu, beli garam, mengapa mereka kesini, kalau Cuma untuk membeli pakaian bisa dengan banyak sekali cara, bisa ditempat lain. Disitu hambatan kita dahulu, lantaran hanya satu komoditi yang dijual disitu. Yah… mati”( wawancara dengan Kasubdin KU Koperindag19 Juni 2006 )
Peraturan yang dikeluarkan oleh pengurus untuk menjadikan pasar Amur sebagai pasar yang khusus menjual barang-barang konveksi didasari atas kepentingan para pendiri dan anggota yang berasal dari orang konveksi, namun kenyataan yang ditemui di lapangan, hal ini sangat sulit untuk dilaksanakan, lantaran ternyata tidak semua anggota dan pengguna jasa koperasi yang bergerak dibidang konveksi. Kebijakan ini sangat merugikan anggota dan pemilik toko yang bukan merupakan orang konveksi dan hasilnya mereka yang tidak bergerak dibidang konveksi ini tidak jadi berjualan dan meninggalkan tokonya begitu saja. Seperti yang disampaikan oleh salah seorang anggota Koperasi Pasar Amur:
“…ya pengurus menyampaikan yang dijual itu harus kain, konveksi. Sedangkan sebagian ada yang orang konveksi dan sebagian lagi bukan orang konveksi. Makara dikarenakan telah dikeluarkan peraturan menyerupai itu, orang tersebut tidak jadi berjualan disini. Ya…itu yang mematikan sebagian”(wawancara dengan koordinator kecamatan Sungai Puar RH tanggal 25 Juni 2006)
Peraturan yang melarang masuknya barang lain ini dianggap tidak mengakomodir kepentingan anggota dan pemilik toko, lantaran menyerupai yang disebutkan diatas, tidak semua anggota dan pemilik toko yang menjual atau bergerak dibidang konveksi, sehingga sanggup menghambat keinginan pemilik toko yang menjual barang selain konveksi untuk berjualan atau membuka tokonya. Disamping itu juga menimbulkan kesulitan bagi para pedagang yang sudah ada untuk tetap bertahan berjualan di pasar Amur, menyerupai yang disampaikan oleh anggota:
“…setiap orang yang berjualan dilarang, setiap kaki lima yang masuk dilarang. Orang yang boleh berjualan disini hanya semacam saja, yaitu menjual kain saja yang boleh. Bercampur kain dengan aqua ditegurnya, penjual keliling dilarang. Itu sebabnya. Misalnya saja saya, jika ada kedai aqua akrab ini tentu gampang dibeli, tapi ini jauh sekali kebelakang membelinya, harus disengaja dulu untruk membelinya.”(wawancara dengan HT 25 Juni 2006)
“Terlebih lagi ibu-ibu ini pulang dari berjualan tentu akan memasak dirumah, terpaksa belanja kepasar lain dulu, apakah itu untuk beli sayur, beli daging…jadi putaran pasar ini tidak menyerupai pasar, menyerupai pabrik aja”. (wawancara dengan pedagang NF 25 Juni 2006)
Kendala juga dirasakan oleh para pedagang yang sudah berjualan dan membuka tokonya di pasar. Mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka ketika menjaga dan menghuni tokonya, menyerupai kebutuhan makan dan minum, kebutuhan barang harian lainnya, yang gotong royong sanggup memberi kemudahan bagi lancarnya aktifitas mereka dalam pasar
Tepat ketiga ialah “tepat target”. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah sasaran yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah sesuai dengan sasaran yang direncanakan yaitu sebagai peruntukkan pasar konveksi dan akan tetapi tidak mempertimbangkan kondisi pasar yang ada di regional yang sama (Pasar Aur Kota Bukittingi) sehingga sempurna sasaran ini menajdi tidak terpenuhi.
4. Tepat Lingkunga
Keberadaan pasar tentu berdampak eksklusif kepada masyarakat yang berada disekitar pasar. Apalagi tanah yang menjadi tempat berdirinya pasar merupakan tanah milik masyarakat yang digunakan dengan system sewa. Keberadaan pasar Amur bagi masyarakat pada awalnya dijadikan sebagai pasar tempat mereka menjual hasil produksi pertaniannya bahkan mungkin membuka peluang perjuangan lain. Namun adanya peraturan yang dikeluarkan oleh koperasi, menjadikan masyarakat apatis dan tidak peduli dengan eksistensi pasar. Seperti yang disampaikan oleh Bapak wali Nagari Batupalano:
“90 % lebih masyarakat disini ialah petani, dan tempat ini dikenal sebagai tempat sentra penghasl sayur. Kebiasaan masyarakat disini, kalau ke pasar mereka membawa sayur hasil tanamannya, mereka jual, sehabis itu sanggup uang dan uang inilah yang mereka belanjakan untuk membeli barang kebutuhannya sehari-hari. Makara kalau saya lihat pasar Amur ini, kah dikhususkan hanya untuk menjual baju-baju saja atau barang konveksi saja. Tentu secara eksklusif kepentingan masyarakat untuk dating keditu tidak ada. Kecuali…ada juga pasar harian disana, tentu masyarakat akan membawa sayur hasil produksinya kepasar tersebut” (wawancara dengan wali nagari Batu Palano 13 Juni 2006)
Munculnya Pasar Amur sebagai pasar khusus konveksi tentu tidak mengakomodir kepentingan dari masyarakat sekitar, tidak hanya lantaran masyarakat tidak bisa menjual hasil pertaniannya disitu, tapi juga menghambat peluang munculnya masyarakat yang ingin menambah mata pencaharian menyerupai penjual keliling dan sebagainya. Padahal untuk tahap awal pasar seharusnya bisa diramaikan oleh masyarakat sekitar yang berbelanja ke pasar tersebut.
Selain tidak terakomodasinya kepentingan pedagang dan masyarakat sekitar, eksistensi pasar dengan kondisi yang ada juga belum bisa mengakomodir kepentingan dari para pembeli yang akan berbelanja kedaerah tersebut. Setiap pembeli tentu berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya dengan dana yang dimilikinya. Kepuasan pembeli ini bersifat kompleks dan menyeluruh. Mulai dari adanya sarana jalan yang nyaman dan memadai, kelengkapan barang yang dijual dalam pasar tersebut dan fasilitas umum lainnya. Jika dikaji lebih mendalam semua fasilitas ini belum sepenuhnya terdapat dalam pasar Amur.
Hal utama lantaran komoditi yang dijual hanya satu jenis, tentu mengurangi keiginan pembeli untuk berbelannja ke pasar tersebut. Kemudian Lokasi pasar yang terletak dijalur regional padang-Bukittinggi dan merupakan lintas sumatera, menjadikan tempat tersebut selalu padat dilewati oleh kendaraan. Sedangkan akses yang dimiliki oleh pasar Amur masih bersifat satu pintu, sehingga menimbulkan kemacetan setiap kali kendaraan masuk dan berputar . disamping itu terminal yang tersedia gres terminal tipe C yang tidak cukup menampung lebih banyak kendaraan atau bus. Seperti yang disampaikan oleh Wali nagari Batu Palano, yang menyampaikan bahwa:
“…kemudian jalannya…jalan masuk dan keluar itu seharusnya jauh, contohnya masuk dari selatan dan keluar dari utara, kalau yang ada kini masuk di situ dan keluar disitu. Kalau ada akses utara dan keluar selatan, kadang orang lewat tidak mempunyai niat untuk membeli, tapi lantaran udah nampak. Kalau kini orang yang tiba kesitu harus disengaja. Tapi kalau sudah ada akses utara dan keluar selatan, orang yang lewat apa pakai Honda, motor, ketika melihat barang, dari rumah tidak punya niat untuk membeli jadi berniat untuk membeli. Kalau sudah banyak yang tahu, tentu beliau akan menginformasikan kepada kawannya yang lain. Pasar berantai ini yang akan meramaikan pasar.”(wawancara dengan wali nagai Batu Palano 13 Juni 2006)
Pendapat diatas didukung oleh informasi yang disampaikan oleh Bapak Syafirman, yang menyampaikan bahwa:
“…fasilitas pasar gotong royong sudah cukup, hanya tinggal terminalnya saja. Terminal yang ada gres terminal tipe C, seharusnya agak besar, semoga bus bisa masuk, contohnya terminal tipe A. Sebab terminal sangat perlu dalam suatu pasar, semoga kendaraan beroda empat bisa masuk kedalamnya…”(wawancara dengan Syafirman)
Dari segi fisik ternyata eksistensi terminal yang hanya terminal tipe C belum memadai untuk berfungsinya pasar Amur, apalagi akses yang dimiliki hanya satu pintu, yang menimbulkan kemacetan jika kendaraan masuk dan berputar di pasar tersebut.
Belum terakomodirnya kepentingan-kepentingan dari unsur-unsur yang terlibat dan bersentuhan dengan pasar Amur ini menjadi hambatan selanjutnya yang menimbulkan pasar tidak sanggup berfungsi dengan baik. Jika koperasi bersama anggota dan pemerintah mau untuk bekerja sama mencari jalan keluar dari kekurangan yang ditemui tersebut, maka besar kemugkinan pasar akan ramai dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Tepat keempat ialah “tepat lingkungan.” Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan, yaitu interaksi diantara perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dan forum yang terkait. Sesuai dengan temuan data di lapangan, implementasi kebijakan pembangunan pasar Amur telah memperlihatkan keterlibatan aktor-aktor yang terkait tidak sinergis, dominasi kiprah pengurus koperasi, dan pemerintah hanya terlibat secara parsial ketika kegagalan koperasi Pasar Amur dalam mengeksekusi kebijakan yang dibuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Donald J. Calista menyebutkan sebagi variable endogen, yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring dari banyak sekali organisasi yang terlibat dengan kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, dan implementasi setting yang berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dengan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan.
H. Kesimpulan
Masalah Pasar Amur merupakan masalah yang sangat rumit dan menarik untuk diteliti lebih lanjut. Karena masalah ini merupakan masalah yang menyangkut masyarakat banyak, menyangkut dana puluhan milyar rupiah dan menyangkut masalah pengembangan ekonomi masyarakat Agam umumnya dan anggota koperasi Amur khususnya. Pasar Amur dibangun oleh para pengusaha mikro dan kecil yang bergabung dalam forum Koperasi Amur dan bertujuan untuk meningkatkan dan menyebarkan usahanya serta menjadi sarana perekonomian Kabupaten Agam khususnya dan Propinsi Sumatera Barat umunya. Namun hingga kini pasar belum berfungsi sebagaimana diharapkan.
Permasalahan yang terdapat dalam Pasar Amur ternyata sangat kompleks dan saling berkait satu sama lain. Berdasarkan empat prinsip implementasi kebijakan publik yang efektif yang dikembangakan oleh Riant Nugroho cukup bisa untuk menjelaskan implementasi kebijakan pembangunan pasar Amur.
Untuk prinsip “Tepat Kebijakan” secara substansial, Substansi dari pendirian kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah tepat, menggunakan prinsip how excellent is the policy? Dimana permasalahan yang dipaparkan diatas diselesaikan dengan sebuah kebijakan yang bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Tetapi, kebijakan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk peraturan tempat yang bersifat strategis. Pemerintah hanya berusaha untuk mengakomodir keinginan masyarakat tanpa memperlihatkan legitimasi.
Sedangkan untuk prinsip “Tepat Pelaksana” bahwa adanya dominasi kiprah Koperasi dalam implementasi kebijakan ternyata tidak menjamin keberhasilan dalam impelementasi kebijakan tersebut. Sehingga uuntuk prinsip sempurna pelaksana dalam implementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur kurang terpenuhi.Sementara untuk prinsip “Tepat Target” Kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah sesuai dengan sasaran yang direncanakan yaitu sebagai peruntukkan pasar konveksi, akan tetapi sasaran tersebut tidak mempertimbangkan kondisi pasar yang ada di regional yang sama (Pasar Aur Kota Bukittingi) sehingga sempurna sasaran ini menjadi tidak terpenuhi.
Terakhir, untuk prinsip “Tepat Lingkungan”, implementasi kebijakan pembangunan pasar Amur telah memperlihatkan keterlibatan aktor-aktor yang terkait tidak sinergis, dominasi kiprah pengurus koperasi, dan pemerintah hanya terlibat secara parsial ketika kegagalan koperasi Pasar Amur dalam mengeksekusi kebijakan yang dibuat
I. Rekomendasi
Dari apa yang telah dipaparkan, bisa dirumuskan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Perlu melaksanakan Evaluasi komprehensif terhadap eksistensi Pasar Amur.
2. Reorientasi visi dan misi serta tujuan didirikannya Pasar Amur.
3. Mensosialisasikan tujuan dan visi tersebut kepada para anggota dan pemilik modal secara terperinci dan merata.
4. Mensosialisasikn tujuan dan visi tersebut kepada masyarakat sekitar, menjalin kerjasama dan kekerabatan baik dengan masyarakat dengan cara membuka peluang bagi masyarakat untuk sanggup memanfaatkan eksistensi pasar dengan tetap menjaga ketertiban dan kerapian pasar sesuai dengan tujuan awal tadi.
5. Mempercepat kerja dari tim yang telah dibuat untuk mermfungsikan Pasar Amur kembali.
6. Menjadi fasilitator antara koperasi dengan pihak investor dari dalam dan luar negeri dan berusaha untuk merealisasikan kerjasama yang telah dibuat tersebut secepatnya.
7. Tetap memperlihatkan bimbingan dan perhatian kepada koperasi dan pengusaha mikro semoga sanggup terus megembangkan dan meningkatkan usahanya sebagai tiang utama ekonomi kerakyatan.
8. Mewujudkan adanya sebuah manajemen professional dengan seorang manajer yang andal dan berpengalaman untuk mengelola pasar Amur, serta mempunyai kewenangan untuk melahirkan kebijakan yang tidak dicampuri oleh pengurus koperasi, namun tetap bertanggung jawab kepada pengurus dan anggota lewat laporan yang berkala.
J. Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Kualitatif. Jakarta:Rajawali Press.
Dunn, N. William. 1992. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Dye, Thomas R. 1975. Understanding Public Policy. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J..
Hoogerwerf. 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Erlangga.
Hogwood, Brian W., and Lewis A.Gunn. 1986. Policy analysis for the real world. Oxford Univeristy Press
Islamy, M.Irfan. 1988. Prinsip-prinsip Permusan Kebijakan Negara. Jakarta:Bumi Aksara
Jenkins, W.I. 1978. Policy Analysis. Oxford:Martin Robertson.
Moleong, Lexy J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Yayasan Obor Indonesia.
Malo, Manasse. 1985. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta:UT.
Nugroho, D. Riant, Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang, Elexmedia, Jakarta, 2006
Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2005
Yin, Robert K. 1996. Studi Kasus, Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Winarno, Budi. 1996. Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahab, S.A. 1997. Analisis Kebijakan Publik: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan. Jakarta:PT. Bumi Aksara
2004. UU.No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU.No.33 Tahun 2004 wacana Perimbangan Keuangan, Jakarta:Forum Indonesia Maju.