Munculnya Model Kerja Sama Dalam Belajar

MUNCULNYA MODEL KOLABORASI DALAM BELAJAR
Pembelajaran kolaboratif sanggup menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu :
  1. Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan acara kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
  2. Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk sanggup belajar, seseorang harus mempunyai pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk berguru wacana kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama wacana pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
  1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing.
  2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
  3. Pengetahuan yaitu berkembang, tidak bersifat tetap.
  4. Kegiatan berguru hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
  5. Pendidikan harus meliputi kegiatan berguru dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya mekanisme demokratis sangat penting.
  6. Kegiatan berguru hendaknya bekerjasama dengan dunia kasatmata dan bertujuan membuatkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses berguru sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992) :
  • Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari materi pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan materi itu. Siswa perlu mengintegrasikan materi gres ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang gres yang terkait dengan materi pelajaran.
  • Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada kiprah atau perkara menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat pribadi dalam penyelesaian kiprah atau pemecahan perkara itu.
  • Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, ibarat latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diharapkan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
  • Belajar itu bersifat sosial
Proses berguru merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.

Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu : 
  • Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota. 
  •  Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan perilaku saling menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
  •  Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif lantaran pembelajaran tersebut akan menawarkan lingkungan yang aman bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan membuat situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.

Piaget dengan konsepnya “active learning” beropini bahwa para siswa berguru lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, berdasarkan pikiran mereka maka oleh alasannya yaitu itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan keras. Piaget juga beropini bila suatu kelompok aktif klompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam berguru lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).

TUJUAN MODEL KOLABORASI
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran kiprah si berguru (MacGregor, 2005) :
  1. Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah perkara yang aktif, pemberi masukan dan suka diskusi. 
  2. Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke persiapan kelas dengan harapan yang tinggi. 
  3. Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan. 
  4. Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya. 
  5. Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kerja sama antar teman sejawat. 
  6. Dari tanggung jawab dan berguru mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan berguru saling ketergantungan. 
  7. Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang mempunyai otoritas dan sumber pengetahuan kini guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak sumber berguru lainnya yang sanggup digali dari komunitas kelompoknya. 
Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian kerja sama sendiri yaitu:
  1.  Keohane beropini bahwa kerja sama yaitu bekerja bersama dengan yang lain, kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama.
  2. Patel beropini bahwa kerja sama yaitu suatu proses saling ketergantungan fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and rewards.
Dari pengertian kerja sama yang diungkapkan oleh banyak sekali hebat tersebut, sanggup disimpulkan bahwa pengertian berguru kerja sama yaitu suatu taktik pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Kaprikornus situasi berguru kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan. Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui berguru kelompok. Dalam berguru kolaboratif, tidak ada perbedaan kiprah untuk masing-masing individu, melainkan kiprah itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan berguru siswa.Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam berguru kolaboratif yaitu bagaimana cara semoga siswa dalam acara berguru kelompok terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.

Selain itu, sanggup disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif yaitu sebagai berikut :

  1. Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
  2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
  3. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan materi pelajaran dan proses belajar.
  4. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
  5. Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
  6. Mendorong eksplorasi materi pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
  7. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
  8. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan di antara siswa dan guru.
  9. Membangun semangat berguru sepanjang hayat.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif :

  1.  Para siswa dalam kelompok memutuskan tujuan berguru dan membagi kiprah sendiri-sendiri.
  2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
  3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban kiprah atau perkara dalam Lomba Kompetensi Siswa atau perkara yang ditemukan sendiri.
  4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
  5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan semoga semua kelompok sanggup giliran ke depan) untuk melaksanakan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
  6.  Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melaksanakan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
  7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
  8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
MACAM-MACAM PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para hebat maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para hebat Student Team Learning pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu :

  •  Learning Together
Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menuntaskan kiprah yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya mendapatkan dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok. 

  •  Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah berguru bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok. 


  •  Group Investigation (GI)
Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan perkara yang dihadapi. Kelompok memilih apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan lembaga kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok. 


  •  Academic-Constructive Controversy (AC)
Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil berguru masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya. 


  •  Jigsaw Proscedure (JP)
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi kiprah yang berbeda-beda wacana suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota sanggup memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok. 


  • Student Team Achievement Divisions (STAD)
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling berguru dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya yaitu keberhasilan seorang akan besar lengan berkuasa terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan besar lengan berkuasa terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil berguru individual maupun kelompok.


  • Complex Instruction (CI)
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya yaitu menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya dipakai dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.


  • Team Accelerated Instruction (TAI)
Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan evaluasi bahu-membahu dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum sanggup menuntaskan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menuntaskan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil berguru individual maupun kelompok. 


  •  Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibuat dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila balasan tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran. 


  • Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini ibarat dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun mulut di dalam kelompoknya.

Keterampilan yang dibutuhkan oleh akseptor yang berpartisipasi dalam model pembelajaran kolaboratif adalah:

  1. Pembentukan kelompok
  2. Bekerja dalam satu kelompok
  3.  Pemecahan perkara kelompok
  4. Manajemen perbedaan kelompok
Menurut Reid (2004) dalam menggembangkan collaborative learning ada lima tahapan yang harus dilakukan, yaitu:

  • Engagement
Pada tahap ini, pengajar melaksanakan evaluasi terhadap kemampuan, minat, talenta dan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan yang di dalamnya terdapat siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah prestasinya.

  • Exploration
Setelah dilakukan pengelompokkan, kemudian pengajar mulai memberi tugas, contohnya dengan memberi permasalahan semoga dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan perkara yang diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya.

  • Transformation
Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, kemudian setiap anggota saling bertukar pikiran dan melaksanakan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa yang semula mempunyai prestasi rendah, usang kelamaan akan sanggup menaikkan prestasinya lantaran adanya proses transformasi dari siswa yang mempunyai prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya rendah.

  • Presentation
Setelah selesai melaksanakan diskusi dan menyusun laporan, kemudian setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Pada dikala salah satu kelompok melaksanakan presentasi, maka kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi.

  • Reflection
Setelah selesai melaksanakan presentasi, kemudian terjadi proses Tanya-jawab antar kelompok. Kelompok yang melaksanakan presentasi akan mendapatkan pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan baik.

Brandt (2004) menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan semoga kerjasama dalam proses pembelajaran sanggup sukses, yaitu :

  •  Possitive interdependence (saling ketergantungan positif)
Yaitu siswa harus percaya bahwa mereka yaitu proses berguru bersama dan mereka peduli pada berguru siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab menguasai materi pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses. 

  • Verbal, face to face interaction (interaksi pribadi antarsiswa)
Yaitu hasil berguru yang terbaik sanggup diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus menjelaskan, berargumen, elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka pelajari kini untuk mengikat apa yang mereka pelajari sebelumnya. 

  •  Individual accountability (pertanggungjawaban individu)
Yaitu setiap kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok siswa sanggup menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil berguru kelompok.

  • Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling berguru dan membelajarkan sebagai bab dari proses berguru kolaboratif. Siswa harus berguru dan diajar kepemimpian, komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam memecahkan konflik. 

  • Group processing (keefektifan proses kelompok)
Yaitu kelompok harus bisa menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan bagaimana mereka sanggup melaksanakan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang sanggup menyumbang berguru dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang sanggup dilanjutkan atau yang perlu diubah.

Tiga teladan pengelompokkan, yaitu :

  •  The two-person group (tutoring)
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa sanggup berperan sebagai pengajar yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.

  •  The small group (interactive recitation; discussion)
Adalah cara penyampaian baha pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun banyak sekali alternative pemecahan masalah.

  •  Small or large group (recitation)
Yaitu suatu metode mengajar dan pengajar menawarkan kiprah untuk mempelajari sesuatu kepada pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar sanggup dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di daerah lain.

Karakteristik dalam berguru kolaboratif yaitu :

  1. Siswa berguru dalam satu kelompok dan mempunyai rasa ketergantungan dalam proses belajar, penyelesaian kiprah kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.
  2. Interaksi intensif secara tatap muka antar anggota kelompok
  3. Masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap kiprah yang telah disepakati.
  4. Siswa harus berguru dan mempunyai ketrampilan komunikasi interpesonal.
  5. Peran guru sebagai mediator.
  6. Adanya sharing pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.
  7. pengelompokkan secara heterogen.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

  • . Kelebihan

  1. Siswa berguru bermusyawarah
  2. Siswa berguru menghargai pendapat orang lain
  3. Dapat membuatkan cara berpikir kritis dan rasional
  4. Dapat memupuk rasa kerja sama
  5. Adanya persaingan yang sehat

  • Kelemahan

  1. Pendapat serta pertanyaan siswa sanggup menyimpang dari pokok persoalan.
  2. Membutuhkan waktu cukup banyak.
  3. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
  4. Kebulatan atau kesimpulan materi kadang sukar dicapai.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel