Pengertian Membaca Berdasarkan Para Ahli

1. Pengertian Membaca 
Membaca ialah suatu proses yang kompleks dan rumit. Kompleks berarti dalam proses membaca terlibat aneka macam faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan lain sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, latar belakang sosial dan ekonomi, dan tradisi membaca. Rumit artinya faktor eksternal dan internal saling berafiliasi membentuk koordinasi yang rumit untuk menunjang pemahaman bacaan (Nurhadi, 2008 : 13). Kegiatan membaca meliputi 3 keterampilan dasar yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiakannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem goresan pena yang digunakan. Proses decoding merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Sedangkan meaning merupakan proses memahami makna yang berlangsung dari tingkat pemahaman, pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Proses recording dan decoding berlangsung pada siswa kelas awal, sedangkan meaning lebih ditekankan pada kelas tinggi (Farida Rahim, 2008: 2). Samsu Somadayo (2011: 4) mengungkapkan bahwa membaca ialah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam materi tulis. Pendapat tersebut didukung Henry Guntur, Tarigan (1985: 9) yang menjelaskan bahwa membaca ialah memahami pola-pola bahasa dari citra tulisannya. Dari beberapa pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa membaca ialah proses pengasosiaan huruf, penerjemahan, dan pemahaman makna isi bacaan. 

2. Tujuan Membaca 
Menurut Farida Rahim (2008: 11) ada beberapa tujuan membaca yang mencakup: 
  • kesenangan, 
  • menyempurnakan membaca nyaring, 
  • menggunakan seni administrasi tertentu, 
  • memperbaharui pengetahuannya wacana suatu topik, 
  • mengaitkan informasi gres dengan informasi yang telah diketahuinya, 
  • memperoleh informasi untuk laporan mulut dan tertulis, 
  • mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 
  • menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain, 
  • mempelajari wacana struktur teks, dan 
  • menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. 
Sedangkan berdasarkan Henry Guntur Tarigan (1985: 9) tujuan membaca ialah memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta, memperoleh ideide utama, mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita, membaca untuk menyimpulkan, mengelompokkan atau mengklasifikasi, menilai dan mengevaluasi, serta memperbandingkan atau mempertentangkan. Dari uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tujuan membaca yang paling utama ialah memperoleh informasi. Setelah informasi diperoleh pembaca akan melaksanakan tindak lanjut yang sanggup berupa kegiatan menyimpulkan, menilai, dan membandingkan isi bacaan. 

3. Ciri-ciri Membaca 
Anderson (Sabarti Akhadiah, dkk., 1992: 23-24) menjelaskan bahwa ada lima ciri membaca yaitu membaca ialah proses konstruktif, membaca harus lancar, membaca harus dilakukan dengan seni administrasi yang tepat, membaca memerlukan motivasi, serta membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan. 

Dalam memahami dan menafsirkan bacaan memerlukan dukungan latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca. Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23) menjelaskan bahwa pemahaman pembaca mengenai suatu goresan pena merupakan hasil pengolahan berdasarkan informasi yang terdapat dalam goresan pena itu dipadukan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Di samping itu Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23) juga menjelaskan bahwa kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus sanggup menghubungkan goresan pena dengan maknanya. Dari hasil penelitian ternyata konteks yang bermakna sanggup mempercepat pengenalan itu. 

Akhadiah, dkk. (1992: 23-24) memberikan bahwa pembaca yang terampil dengan sendirinya akan menyesuaikan seni administrasi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya wacana topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Pembaca akan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan topik tersebut dan memantau pemahamannya wacana bacaan yang dihadapinya, serta menyesuaikan strateginya bila ia tidak berhasil memahaminya. Selanjutnya, Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 24) menjelaskan bahwa membaca memerlukan motivasi. Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam membaca. Membaca intinya ialah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi pembelajaran membaca mungkin membosankan terutama pada siswa yang sering menemukan kegagalan. Untuk itu siswa harus diberi motivasi dalam berlatih membaca. Hal itu berafiliasi dengan keterampilan membaca tidak sanggup diperoleh secara mendadak. Keterampilan membaca diperoleh melalui belajar, tahap demi tahap dan terus menerus. 

4. Komponen Kegiatan Membaca 
Farida Rahim (2008: 12) memberikan bahwa kegiatan membaca terdiri dari dua komponen yaitu: 
  • proses membaca, dan 
  • produk membaca. 
a. Proses Membaca 
Farida Rahim (2008: 12) memberikan bahwa proses membaca terdiri dari 9 aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan. Proses sensori visual berdasarkan Farida Rahim (2008: 12) diperoleh dengan pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indra penglihatan. Anak-anak mencar ilmu membedakan secara visual simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang dipakai untuk mempresentasikan materi lisan. Kegiatan perseptual dijelaskan Farida Rahim (2008: 12) sebagai acara mengenal suatu kata hingga pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Aspek urutan merupakan kegiatan mengikuti rangkaian goresan pena yang tersusun secara linear, yang umumnya tampil dalam satu halaman dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. 

Farida Rahim (2008: 12) memberikan bahwa belum dewasa yang mempunyai pengalaman banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi dalam membaca dibandingkan dengan belum dewasa yang mempunyai pengalaman terbatas. Untuk memahami makna bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya. Kemudian pembaca menciptakan simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat dalam materi bacaan. Agar proses ini sanggup berlangsung pembaca harus berpikir sistematis, logis, dan kreatif. Guru sanggup membimbing siswa meningkatkan kemampuan berpikir melalui membaca dengan cara memperlihatkan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Adapun pertanyaanpertanyaan yang diberikan sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan tanggapan yang berupa fakta. 

Proses membaca selanjutnya yaitu aspek asosiasi meliputi mengenal kekerabatan antara simbol dengan bunyi bahsa dan makna (Farida Rahim, 2008: 13). Selanjutnya, Farida Rahim (2008: 13) membuktikan bahwa masih ada aspek proses membaca yang lain yaitu perilaku atau afektif berkenaan dengan kegiatan memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca, menumbuhkan motivasi membaca dikala sedang membaca. Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan perhatian pada membaca. Aspek dari proses membaca yang terakhir berdasarkan Farida Rahim (2008: 13) ialah pemberian gagasan dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi. Makna dibangun berdasarkan pada teks yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya ditemui di dalam teks. Pembaca akan menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang sama jika pengalaman dan reaksi afektif dari pembaca tersebut berbeda (Farida Rahim, 2008: 14). 

b. Produk Membaca 
Komponen kegiatan membaca yang kedua yaitu produk membaca. Farida Rahim (2008: 12) menjelaskan bahwa produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan dalam teks. Komunikasi dalam membaca tergantung pada pemahaman yang dipengaruhi oleh seluruh aspek proses membaca. 

5. Aspek-aspek Membaca 
Henry Guntur Tarigan (1985: 11) menjelaskan ada dua aspek penting dari membaca yaitu keterampilan yang bersifat mekanis dan keterampilan yang bersifat pemahaman. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yaitu keterampilan yang berada pada kedudukan yang lebih rendah. Aspek ini berdasarkan Henry Guntur Tarigan (1985: 11) meliputi pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain), pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan materi tertulis), dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Adapun keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) berdasarkan Henry Guntur Tarigan (1985: 11) yaitu keterampilan yang berada pada kedudukan yang lebih tinggi. 

Aspek ini meliputi memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), memahami signifikasi atau makna, penilaian atau penilaian, kecepatan membaca fleksibel, yang gampang diadaptasi dengan keadaan. Untuk mencapai tujuan dari dua keterampilan tersebut diharapkan acara membaca yang berbeda. Seperti yang diungkapkan Henry Guntur Tarigan (1985: 12) yaitu supaya keterampilan yang bersifat pemahaman sanggup diperoleh maka acara membaca yang sempurna yaitu membaca dalam hati, sedangkan untuk sanggup memperoleh keterampilan yang bersifat mekanis maka acara yang perlu dikembangkan ialah membaca nyaring. Henry Guntur Tarigan (1985: 13) membagi jenis-jenis membaca yang menjadi bab dari membaca dalam hati sebagai berikut. 
  • Membaca ekstensif Membaca ekstensif ini meliputi membaca survey, membaca sekilas, dan membaca dangkal. 
  • Membaca intensif Membaca intensif dibagi membaca telaah isi yang meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide. Bagian yang kedua dari membaca intensif yaitu membaca telaah bahasa, meliputi membaca bahasa abnormal dan membaca sastra.
6. Kemampuan Membaca Pemahaman a. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman D.P. Tampubolon (1990: 7) menjelaskan bahwa kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan secara keseluruhan. Sedangkan Puji Santosa, dkk. (2010: 3.20) menjelaskan bahwa membaca pemahaman merupakan lanjutan dari membaca dalam hati, mulai diberikan di kelas 3, membaca tanpa bunyi dengan tujuan untuk memahami isi bacaan. Pendapat tersebut didukung Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 37) yang mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan sub pokok bahasan dari membaca lanjut. Tujuannya supaya siswa bisa memahami, menafsirkan, serta menghayati isi bacaan. Aktivitas membaca pemahaman sanggup diklasifikasi menjadi pemahaman literal, pemahaman interpretasi, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Selanjutnya Henry Guntur Tarigan (1985: 56) menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan jenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis serta pola-pola fiksi. Lebih lanjut, Samsu Somadayo (2011: 10) menjelaskan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan.

Dari uraian tersebut sanggup disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman ialah kemampuan dalam memperoleh makna baik tersurat maupun tersirat dan menerapkan informasi dari bacaan dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Aktivitas membaca yang sempurna untuk memperoleh keterampilan pemahaman ini ialah dengan membaca dalam hati. 

b. Prinsip-prinsip Membaca Pemahaman Prinsip-prinsip membaca pemahaman berdasarkan Farida Rahim (2008: 3-4), ialah menyerupai yang dikemukakan berikut ini. 
  1. Pemahaman merupakan proses kontruktivis sosial. 
  2. Keseimbangan kemahiraksaraan ialah kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman. 
  3. Guru membaca yang profesional menghipnotis mencar ilmu siswa. 
  4. Pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca. 
  5. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna. 
  6. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari aneka macam teks pada aneka macam tingkat kelas. 
  7. Perkembangan kosakata dan pembelajaran menghipnotis pemahaman membaca. 
  8. Pengikutsertaan ialah suatu faktor kunci pada proses pemahaman. 
  9. Strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan.
  10. Asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman. 
c. Bahan Penilaian Kemampuan Membaca Pemahaman 
Nurgiyantoro (2010: 371) memberikan bahwa penilaian kemampuan membaca bertujuan untuk mengukur kompetensi akseptor didik dalam memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, panjang pendek isi, dan jenis atau bentuk wacana. Tingkat Kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekomplekan kosakata dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit pemahaman wacana yang bersangkutan. 

Demikian pula yang terkait dengan isi wacana. Jika isi wacana tersebut bersifat umum, konkret, dalam jangkauan pengalaman akseptor didik atau dalam bidang keilmuan yang sama, wacana tersebut relatif tidak sulit bagi mereka. Secara umum sanggup dikatakan bahwa wacana yang baik untuk materi tes kompetensi membaca ialah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan akseptor didik (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 371). Wacana yang diteskan untuk membaca pemahaman sebaiknya tidak terlalu panjang. Sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik daripada hanya dari sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang pendek, kita sanggup menciptakan soal wacana aneka macam hal sehingga lebih komprehensif. Kecuali alasan tersebut secara psikologis akseptor didik juga lebih bahagia dengan wacana pendek lantaran tidak membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan wacana pendek terlihat lebih mudah. Wacana pendek yang dimaksud yaitu berupa satu atau dua alenia atau kira-kira sebanyak 50 hingga 100 kata (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 373). Wacana yang dipergunakan sebagai materi untuk tes kompetensi membaca sanggup berupa wacana yang berjenis prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan, tabel, diagram, iklan, dan lain-lain. 

Berbagai wacana tersebut sanggup efektif untuk dipakai apabila dimanfaatkan secara sempurna (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 373). Wacana berbentuk obrolan ialah wacana yang berisi percakapan dalam membuatkan konteks namun sebaiknya dipilih percakapan yang formal atau semiformal. Wacana kesastraan sebaiknya juga dipakai dikala soal tes kompetensi membaca terdiri dari beberapa wacana. Wacana ini sanggup berupa kutipan fiksi (cerpen, novel), puisi, maupun teks drama. Karena informasi yang dikandung di dalam puisi lebih sulit dipahami, maka tes pemahaman dengan bentuk puisi belum dipergunakan untuk sekolah dasar (SD dan SMP). Namun demikian puisi juga perlu diteskan di tingkat sekolah dasar (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 374). Wacana lain yang dimaksud di sini ialah aneka macam bentuk komunikasi yang dikemukakan selain ketiga cara di atas. Makara sanggup berwujud surat, tabel, diagram, iklan, telegram, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini tes kemampuan membaca pemahaman memakai wacana prosa nonfiksi dan wacana kesastraan yang tidak terlalu panjang. Satu wacana dipakai untuk 2-5 butir soal supaya siswa tidak merasa bosan. Adapun tingkat kesukaran wacana dipilih dengan memperkirakan tingkat kosakata dan informasi yang dikandung pada taraf sedang untuk siswa kelas IV. d. Tingkatan Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Tingkatan tes kemampuan membaca pemahaman berdasarkan Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1999: 254) memakai taksonomi Bloom (1913-1999). Pendapat ini didukung Burhan Nurgiyantoro (2010: 61), yang membagi jenjang berpikir menjadi dua yaitu jenjang berpikir sederhana (ingatan, pemahaman, penerapan) dan jenjang berpikir kompleks (analisis, sintesis, evaluasi). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2009: 12) mengungkapkan jenjang berpikir yang cocok diterapkan untuk SD ialah ingatan, pemahaman, dan aplikasi. Untuk itu, kemampuan membaca pemahaman yang dipakai dalam penelitian ini ialah jenjang berpikir ingatan, pemahaman, dan penerapan yang akan dijelaskan berikut ini. 
  1. Tes membaca tingkat ingatan, yakni kemampuan menyebutkan kembali fakta, definisi, konsep yang terkandung dalam wacana. Tes ini meminta akseptor didik untuk menyebutkan, mengenal, atau mengingat kembali fakta atau informasi yang telah ditemukan sebelumnya. Kata-kata operasional yang sanggup dipakai yaitumendefinisikan, mengidentifikasikan, menjodohkan, menyebutkan, memperluas, menyatakan, memilih, mendeskripsikan, menyimpulkan, dan mendaftar. 
  2. Tes membaca tingkat pemahaman, yakni kemampuan memahami wacana, mencari kekerabatan antarhal, mencari kekerabatan lantaran akibat, perbedaan dan persamaan antarhal dalam wacana. Tes ini menanyakan wangsit pokok, gagasan, tema, dan makna. Kata-kata operasional yang sanggup dipakai yaitu mempertahankan, menduga, membedakan, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggenerelalisasikan, memberi contoh, memperkirakan, menjelaskan, menafsirkan, meramalkan, dan meringkas. 
  3. Tes membaca tingkat penerapan, yakni kemampuan untuk menerapkan pemahamannya pada situasi atau hal yang berkaitan. Misalnya menerapkan atau memberi pola gres dari suatu konsep, ide, pengertian, atau pikiran yang terdapat di dalam teks. Kata-kata operasional yang sanggup dipakai yaitu mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan. Sedangkan Samsu Somadayo (2011: 19-26) memaparkan wacana jenis-jenis atau tingkatan membaca pemahaman yaitu pemahaman literal, pemahaman interpretasi, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Menurut Farida Rahim (2008: 113) tingkat ingatan dan pemahaman sanggup dikategorikan dalam jenis pemahaman literal, tingkat penerapan sanggup masuk kategori jenis pemahaman interpretatif, tingkat analisis sanggup masuk pemahaman kritis, dan tingkat sintesis serta penilaian sanggup dikategorikan pemahaman kreatif. Jenjang kognitif untuk siswa SD meliputi ingatan, pemahaman, dan aplikasi. 
Ketiganya termasuk pemahaman literal dan interpretasi. Untuk itu di sini hanya dijelaskan wacana pemahaman literal dan pemahaman interpretasi saja. Pemahaman literal merupakan kegiatan membaca sebatas mengenal dan menangkap arti yang tertera secara tersurat sehingga pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang terletak secara literal dalam bacaan dan tidak berusaha menangkap makna yang lebih dalam. Kata tanya yang sanggup dipakai sebagai aba-aba yaitu siapa, apa, kapan, bagaimana, dan mengapa. Dalam pemahaman interpretasi pembaca berusaha mengetahui apa yang dimaksudkan penulis yang tidak secara pribadi dinyatakan dalam teks bacaan. Kegiatan ini meliputi menarik kesimpulan, menciptakan generalisasi, memahami kekerabatan lantaran akibat, menciptakan perbandingan, menemukan kekerabatan gres antara fakta-fakta yang disebut dalam bacaan. 

e. Pembuatan Penilaian Kemampuan Membaca 
Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) mengungkapkan bahwa ada dua macam tes kompetensi membaca yaitu tes kompetensi membaca dengan merespon tanggapan dan tes kompetensi membaca dengan mengonstruksi tanggapan sendiri. Tes kompetensi membaca dengan merespon tanggapan berdasarkan Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) dipakai untuk mengukur kemampuan akseptor didik dengan cara menentukan tanggapan yang disediakan oleh pembuat soal. Soal ini biasanya berbentuk objektif pilihan ganda. Dalam soal dari jenis wacana prosa sebaiknya kita dihentikan menanyakan hal yang sudah umum diketahui tanpa membaca. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) soal yang sanggup ditanyakan antara lain tema, gagasan pokok, gagasan penjelas makna tersurat dan tersirat, bahkan juga makna istilah dan ungkapan. 

Jika wacana yang diteskan agak panjang, satu wacana sanggup dibentuk menjadi beberapa soal, namun harus ada kejelasan perintah. Wacana obrolan yang sanggup dipakai sebagai tes kompetensi membaca berdasarkan Burhan Nurgiyantoro (2010: 374) yaitu pembicaraan atau rekaman telepon dan aneka macam bentuk obrolan lain yang melibatkan aneka macam orang dalam aneka macam profesi. Bahan tes yang diambil dari teks kesastraan tidak jauh berbeda dengan wacana yang bukan kesastraan. Pada teks kesastraan sering dikaitkan dengan unsur-unsur intrinsik pembangun teks. Burhan Nurgiyantoro (2010: 285) juga menjelaskan wacana wacana surat yang diujikan sebaiknya dibatasi pada aneka macam surat resmi. 

Hal yang sanggup ditanyakan dalam soal antara lain terkait dengan komponen pendukung, isi pesan, duduk kasus makna dan ungkapan. Sebuah surat resmi, tabel, dan iklan atau bentuk yang lain sanggup dibentuk menjadi satu atau beberapa soal tergantung kopleksitas wacana tersebut. Pada tes jenis mengonstruksi jawaban, akseptor ujian harus mengemukakan tanggapan sendiri dengan mengreasikan bahasa berdasarkan informasi yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 389) ada dua macam pertanyaan dalam tes kompetensi membaca dengan mengonstruksi tanggapan yaitu pertanyaan terbuka dan kiprah menceritakan kembali. Agar lebih efektif dan efisien, peneliti memakai tes kompetensi membaca yang berbentuk merespon tanggapan berupa pilihan ganda.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel