Pengertian,Jenis-Jenis Hakikat Membaca Berdasarkan Ahli

A. Deskripsi Teoretis 
1. Hakikat Membaca 
merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap individu. Tarigan (2008: 7), membaca yakni proses yang dilakukan serta dipakai oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis. Somadyo (2011: 1), membaca merupakan kegiatan interaktif untuk memetik dan memahami makna yang terkandung dalam materi tertulis. Lebih lanjut, dikatakan bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan dan dipakai oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis. Nuriadi (2008: 29), membaca yakni proses yang melibatkan kegiatan fisik dan mental. Salah satu kegiatan fisik dalam membaca yakni ketika pembaca menggerakkan mata sepanjang baris-baris goresan pena dalam sebuah teks bacaan. Membaca melibatkan kegiatan mental yang sanggup menjamin pemerolehan pemahaman menjadi maksimal. Membaca bukan hanya sekadar menggerakkan bola mata dari margin kiri ke kanan tetapi jauh dari itu, yakni kegiatan berpikir untuk memahami goresan pena demi tulisan. Menurut Harjasujana (1996: 5), membaca yakni kemampuan yang kompleks. Pembaca tidak hanya memandangi lambang-lambang tertulis semata, melainkan berupaya memahami makna lambang-lambang tertulis tersebut. Rahim (2008: 2), membaca yakni kegiatan rumit yang melibatkan kegiatan visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Subyantoro (2011: 9), membaca merupakan keterampilan yang lambat laun akan menjadi sikap keseharian seseorang. Pembaca mempunyai sikap tertentu, pada awal sebelum keterampilan membaca ini terbentuk. Berdasarkan pengertian membaca yang dipaparkan di atas, penulis sependapat dengan Tarigan, bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan serta dipakai oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui bahasa tulis. Dengan membaca, pembaca memperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut, yaitu sanggup memperluas pengetahuannya dan menggali pesanpesan tertulis yang terdapat dalam materi bacaan.

2. Tujuan Membaca 
Kegiatan membaca bukan merupakan kegiatan yang tidak bertujuan. Menurut Ahuja (2010: 15), merumuskan sembilan alasan seseorang membaca. Alasan tersebut yakni sebagai berikut. 
  • Untuk tertawa. 
  • Untuk menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman sehari-hari. 
  • Untuk menikmati kehidupan emosional dengan orang lain. 
  • Untuk memuaskan kepenasaran, khususnya kenapa orang berbuat sesuatu dengan cara mereka. 
  • menikmati situasi dramatik seperti mengalami sendiri. 
  • Untuk memperoleh informasi perihal dunia yang kita tempati 
  • Untuk mencicipi kehadiran orang dan menikmati tempat-tempat yang belum pernah kita lihat.
  • Untuk mengetahui seberapa cerdas kita menebak dan memecahkan problem dari pengarang. 
Menurut Anderson (via Tarigan, 2008: 9-11), terdapat 7 tujuan membaca. Ketujuh tujuan tersebut yakni sebagai berikut. 
  • Memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts). 
  • Memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). 
  • Mengetahui urutan atau susunan, organisasi dongeng (reading for sequence or organization). 
  • Membaca bertujuan untuk menyimpulkan isi yang terkandung dalam bacaan (reading for inference). 
  • Mengelompokkan atau mengklasifikasikan jenis bacaan (reading to classify). 
  • Menilai atau mengevaluasi isi wacana atau bacaan (reading to evaluate). 
  • Membandingkan atau mempertentangkan isi bacaan dengan kehidupan nyata (reading to compare or contrast). 
Berbagai tujuan membaca yang dikemukakan di atas, merupakan tujuantujuan yang bersifat khusus. Tujuan membaca secara umum yakni memperoleh informasi, meliputi isi, dan memahami makna yang terkandung dalam materi bacaan. Dengan membaca, seseorang sanggup memperluas wawasan dan pengetahuan.

3. Jenis-Jenis Membaca 
Ada beberapa jenis membaca yang sanggup dilakukan oleh seseorang. Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya bunyi pembaca, proses membaca terbagi atas membaca nyaring dan membaca dalam hati. Tarigan (2008: 23), membaca nyaring yakni suatu kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, atau pun pembaca bahu-membahu dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan pengarang. Membaca dalam hati yakni membaca dengan tidak bersuara. Lebih lanjut, dikatakan bahwa membaca dalam hati sanggup dibagi menjadi dua, yaitu (1) membaca ekstensif dan (2) membaca intensif. Kedua jenis membaca ini, mempunyai bagian-bagian tersendiri. Pembagian tersebut yakni sebagai berikut. a. Membaca ekstensif yakni membaca sebanyak mungkin teks bacaan dalam waktu sesingkat mungkin (Tarigan, 2008: 32). Tujuan membaca ekstensif untuk memahami isi yang penting dengan cepat secara efisien. Membaca ekstensif meliputi, (1) membaca survai (survey reading), (2) membaca sekilas (skimming), dan (3) membaca dangkal (superficial reading). b. Membaca intensif (intensive reading) meliputi, membaca telaah isi dan telaah bahasa. Membaca telaah isi terbagi atas, (1) membaca teliti, (2) membaca pemahaman, (3) membaca kritis, dan (4) membaca pandangan gres (Tarigan, 2008: 40). Membaca telaah bahasa mencakup, membaca bahasa dan membaca sastra.

4. Kemampuan Membaca Pemahaman 
a. Pengertian Membaca Pemahaman 
Dalam membaca suatu teks bacaan, pembaca memerlukan pemahaman untuk sanggup memperoleh informasi secara tepat. Yoakam via Ahuja (2010: 50), membaca pemahaman merupakan membaca dengan cara memahami materi bacaan yang melibatkan asosiasi (kaitan) yang benar antara makna dan lambang (simbol) kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, penyimpanan gagasan, dan pemakaiannya dalam banyak sekali kegiatan kini atau mendatang. Somadyo (2011: 10), membaca pemahaman merupakan proses pemerolehan makna secara aktif dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Terdapat tiga hal pokok dalam membaca pemahaman, yaitu: 
  1. pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki, 
  2. menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dengan teks yang akan dibaca, 
  3. proses pemerolehan makna secara aktif sesuai dengan pandangan yang dimiliki. 
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, sanggup disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca yang dilakukan oleh seseorang untuk memahami isi bacaan secara menyeluruh. Membaca pemahaman dilakukan dengan menghubungkan skemata atau pengetahuan awal yang dimiliki pembaca dan pengetahuan gres yang diperoleh ketika membaca, sehingga proses pemahaman terbangun secara maksimal.

b. Proses Membaca
Pemahaman Kehidupan dan pertumbuhan insan senantiasa dipengaruhi oleh kegiatan belajar, risikonya hal tersebut perlu dikuasai melalui proses belajar. Begitu pula dengan kemampuan membaca. Menurut Harjasujana dan Mulyati (1996: 5), mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan proses membaca, yakni sebagai berikut. 
1) Membaca sebagai suatu proses psikologis. Psikologis berkaitan dengan mental dan kejiwaan seseorang. Menurut Harjasujana dan Mulyati (1996: 6) hal-hal yang berkaitan dengan proses membaca, meliputi 
  • intelegensi, 
  • usia mental, 
  • jenis kelamin, 
  • tingkat sosial ekonomi, 
  • bahasa, 
  • ras, 
  • kepribadian, 
  • sikap, 
  • pertumbuhan fisik, 
  • kemampuan persepsi, dan 
  • tingkat kemampuan membaca. 
2) Membaca sebagai proses sensoris. 
Sensoris berkaitan dengan indera yang dimiliki oleh seseorang. Membaca tidak sanggup dipisahkan dari kenyataan bahwa awalnya, membaca merupakan proses sensoris. Isyarat dan rangsangan kegiatan membaca, pertama-tama masuk melalui indera pendengaran dan mata, sedangkan rangsangan karakter Braille masuk melalui syaraf-syaraf jari (Harjasujana dan Mulyati, 1996: 13). 

3) Membaca sebagai proses perseptual. 
Harjasujana dan Mulyati (1996: 15) secara umum, persepsi dimulai dengan melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan meraba. Dalam kegiatan membaca, pembaca cukup memperhatikan aspek penglihatan dan pendengaran. Persepsi umumnya mengandung stimulus, asosiasi makna, dan interpretasinya berdasarkan pengalaman perihal stimulus itu, serta respon yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambang. 

4) Membaca sebagai proses perkembangan. Membaca merupakan proses perkembangan sepanjang hayat. Perkembangan tersebut tidak akan diketahui kapan dimulai dan diakhiri. Dua hal yang perlu diperhatikan guru dalam mencamkan bahwa membaca sebagai proses perkembangan, yaitu 
  • guru harus sadar bahwa membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan bukan terjadi secara insidental dan 
  • meyakinkan bahwa membaca bukanlah suatu subjek melainkan suatu proses. 
5) Membaca sebagai proses perkembangan keterampilan. 
Dalam perkembangan keterampilan membaca, seorang pembaca harus mengenal tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan membaca. Menurut Harjasujana dan Mulyati (1996: 23), tahap-tahap keterampilan yang sanggup dikembangkan anak dalam membaca, yaitu 
  • perkembangan konsep, 
  • pengenalan dan identifikasi, dan 
  • interpretasi mengenai informasi.
5. Jenis Membaca Pemahaman 
Membaca pemahaman intinya yakni suatu proses membaca untuk membangun pemahaman. Dalam proses membaca ini, pembaca memakai beberapa jenis pemahaman. Pemahaman tersebut yakni pemahaman literal, interpretasi, kritis, dan kreatif (Somadyo, 2011: 19). Berikut ini, klarifikasi mengenai keempat jenis pemahaman tersebut
a. Pemahaman Literal 
Tingkatan membaca pemahaman yang pertama yakni pemahaman literal. Nurhadi (2010: 57), membaca literal yakni kemampuan mengenal dan menangkap materi bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tersurat atau tampak terang dalam materi bacaan. Pembaca tidak menangkap informasi yang tersirat dalam materi bacaan. Unsur-unsur dalam keterampilan membaca literal berdasarkan Nurhadi (2010: 58), antara lain sebagai berikut. 
  1. Keterampilan mengenal kata. 
  2. Keterampilan mengenal kalimat. 
  3. Keterampilan mengenal paragraf. 
  4. Keterampilan mengenal unsur detail. 
  5. Keterampilan mengenal unsur perbandingan.
  6. Keterampilan mengenal unsur urutan. 
  7. Keterampilan mengenal unsur hubungan lantaran akibat. 
  8. Keterampilan menjawab pertanyaan: apa, siapa, kapan, dan di mana. 
  9. Keterampilan menyatakan kembali unsur perbandingan. 
  10. Keterampilan menyatakan kembali unsur urutan. 
  11. Keterampilan menyatakan kembali unsur lantaran akibat. 
b. Pemahaman Interpretasi 
Tingkatan membaca pemahaman sehabis pemahaman literal yakni pemahaman interpretasi. Menurut Smith (via Ahuja, 2010: 55), pemahaman interpretasi berkaitan dengan proses memperoleh makna implisit (tak langsung) terhadap sebuah teks.. Nuttall (via Somadyo, 2011: 22), membaca interpretatif yakni membaca antarbaris untuk membuat inferensi. Membaca interpretatif merupakan proses pelacakan gagasan yang disampaikan secara tidak langsung. Membaca ini meliputi pembuatan simpulan, contohnya perihal gagasan utama bacaan, hubungan lantaran akibat, serta analisis bacaan ibarat menemukan tujuan pengarang menulis bacaan, ringkasan isi bacaan, dan penginterpretasian bahasa figuratif. Kedua pengertian tersebut sanggup disimpulkan bahwa membaca interpretasi yakni membaca untuk mengetahui gagasan, ide, atau informasi yang tersirat dalam bacaan. Informasi yang tersirat dalam bacaan, sanggup berupa simpulan, menemukan gagasan utama, menemukan hubungan sebab-akibat, dan menganalisis bacaan. 

c. Pemahaman Kritis 
Tingkatan membaca pemahaman yang ketiga yakni kemampuan membaca kritis. Pembacanya disebut pembaca kritis. Menurut Nurhadi (2010: 59), kemampuan membaca kritis merupakan kemampuan pembaca mengolah materi bacaan secara kritis yang berupaya untuk menemukan keseluruhan makna materi bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersirat, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis, dan menilai. Seseorang dikatakan sebagai pembaca kritis apabila mempunyai memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 
  1. Kegiatan membaca sepenuhnya melibatkan kemampuan berpikir kritis. 
  2. Tidak begitu saja menerima, apa yang dikatakan pengarang. 
  3. Membaca kritis yakni perjuangan mencari kebenaran yang hakiki. 
  4. Membaca kritis selalu terlibat dengan permasalahan mengenai gagasan dalam bacaan. 
  5. Membaca kritis yakni mengolah materi bacaan, bukan mengingat (menghafal). 
  6. Hasil membaca untuk diingat dan diterapkan, bukan untuk dilupakan. 
d. Pemahaman Kreatif 
Tingkatan pemahaman membaca yang terakhir yakni pemahaman kreatif. Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca seseorang. Menurut Nurhadi (2008: 60-61), dalam membaca kreatif, pembaca tidak hanya sekadar menangkap makna tersurat, makna antarbaris, dan makna di balik baris. Seseorang dikatakan mempunyai pemahaman membaca kreatif jika sanggup memenuhi kriteria sebagai berikut. 
  1. Kegiatan membaca tidak berhenti hingga pada ketika menutup buku. 
  2. Mampu menerapkan hasil untuk kepentingan hidup sehari-hari. 
  3. Munculnya perubahan sikap dan tingkah laris sehabis proses membaca selesai. 
  4. Hasil membaca berlaku sepanjang masa. 
  5. Mampu menilai secara kritis dan kreatif bahan-bahan bacaan, dan bisa memecahkan problem kehidupan sehari-hari berdasarkan hasil bacaan yang telah dibaca. 
  6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Membaca Pemahaman Banyak faktor yang mensugesti proses membaca pemahaman. 
Berikut yakni beberapa faktor-faktor yang mensugesti proses membaca pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli. Syafi’ie (via Somadyo, 2011: 27), faktor yang mensugesti proses pemahaman siswa terhadap materi bacaan yakni penguasaan struktur wacana atau teks bacaan. Ahuja (2010: 70-71), faktor-faktor yang mensugesti efisiensi membaca meliputi dua hal, yaitu faktor internal dan lingkungan. Faktor internal yakni faktor yang berasal dari dalam diri pembaca. Faktor internal meliputi, kemampuan mendengar bunyi, cacat wicara, kebiasaan dalam membaca, dan tujuan membaca. Faktor lingkungan yakni faktor yang berasal dari luar diri pembaca. Faktor ini meliputi, penerangan atau pencahayaan, keterbacaan materi bacaan, dan motivasi pembaca. Dari pendapat di atas mengenai faktor-faktor yang mensugesti kemampuan membaca, penulis sependapat dengan pandangan Ahuja, bahwa faktorfaktor yang sanggup mensugesti membaca pemahaman seseorang terbagi menjadi dua yaitu, faktor internal dan eksternal. Faktor internal yakni faktor yang berasal dari dalam pembaca. Faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar pembaca. Faktor internal meliputi kesehatan fisik, kebiasaan dalam membaca, dan tujuan dalam membaca, sedangkan faktor eksternal, meliputi keterbacaan teks, dan motivasi pembaca. 

7. Tahap-Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Pemahaman 
Dalam pembelajaran membaca, guru hendaknya mendorong siswa untuk sanggup memahami banyak sekali materi bacaan. Menurut Rahim (2008: 99), ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman. Ketiga tahapan membaca pemahaman tersebut yakni tahap prabaca, ketika baca, dan pascabaca.
a. Tahap Prabaca Rahim (2008: 99), kegiatan prabaca yakni kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fokus kegiatan pembelajaran pada tahap prabaca yakni untuk membangkitkan skemata siswa perihal topik atau materi sehingga siswa sanggup memakai pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Skemata yakni latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa perihal suatu informasi atau konsep perihal sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau peristiwa. Nuriadi (2008: 47), prabaca merupakan sebuah teknik membaca yang mempunyai tujuan menjadikan pembaca mengenal materi yang akan dibaca secara mendalam. Aktivitas membaca akan lebih gampang dilakukan dengan adanya citra awal sehingga sangat membantu pembaca. Dengan melaksanakan kegiatan prabaca, seseorang akan lebih cepat dalam memahami materi yang dibaca. 
b. Tahap Saat Baca Setelah melaksanakan kegiatan prabaca, tahap selanjutnya yakni tahap ketika baca (during reading). Strategi yang sanggup dipakai dalam tahap ini yakni memakai seni administrasi metakognitif. Menurut Burns (via Rahim, 2008: 102), penggunaan seni administrasi metakognitif secara efektif besar lengan berkuasa positif terhadap pemahaman. Lebih lanjut, dikatakan bahwa serpihan dari proses metakognitif yakni menentukan tipe kiprah yang dibutuhkan untuk mencapai pemahaman. Pembaca sanggup menanyakan pada dirinya sendiri, pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut
  1. Apakah tanggapan yang dibutuhkan terdapat dalam materi bacaan? Jika ya, pembaca sanggup mencari kata kunci untuk menemukan tanggapan tersebut. 
  2. Apakah teks tersebut mengimplikasikan tanggapan dengan memperlihatkan petunjuk yang terang atau tanggapan berdasarkan fakta-fakta yang terdapat dalam bacaan, sehingga pembaca sanggup menentukan tanggapan yang sesuai. 
  3. Apakah tanggapan berasal dari pengetahuan dan gagasan pembaca, yang berkaitan dengan cerita? Apabila ya, pembaca harus menghubungkan isi bacaan dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga mendapatkan tanggapan yang sesuai.
c. Tahap Pascabaca Setelah melaksanakan kegiatan prabaca dan ketika baca, tahap selanjutnya yang harus dilakukan yakni tahap pascabaca. Burns (via Rahim, 2008: 105), kegiatan pascabaca dipakai untuk membantu siswa memadukan informasi gres yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Kegiatan pascabaca sanggup dikembangkan dengan cara 
  1. siswa diberikan kesempatan menemukan informasi lanjutan perihal topik, 
  2. siswa diberikan sejumlah pertanyaan perihal isi bacaan, 
  3. siswa diberikan kesempatan mengorganisasikan materi yang akan dipresentasikan, dan 
  4. siswa diberikan kesempatan mengerjakan tugas-tugas untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan.
Ada beberapa taksonomi yang sanggup dipakai dalam pembelajaran membaca pemahaman. Salah satu taksonomi pembelajaran membaca pemahaman yakni taksonomi Ruddell. Ruddell mengklasifikasikan tujuh subketerampilan utama dari keterampilan komprehensi yang sanggup digolongkan dalam tingkat komprehensi faktual, interpretif, dan aplikatif (Zuchdi, 2008: 100). Tingkatan faktual berkaitan dengan kemampuan pembaca dalam memahami informasi yang tersurat dalam wacana. Tingkatan interpretif berkaitan dengan kemampuan pembaca dalam memahami informasi yang tersirat, sedangkan tingkatan aplikatif berkaitan dengan kemampuan pembaca dalam menerapkan isi bacaan untuk menemukan apa yang dikatakan dan dimaksudkan oleh pengarang, dan bagaimana memakai ide-ide yang disampaikan pengarang dalam wacana. Ketujuh subketerampilan yang dikategorikan oleh Ruddell yakni sebagai berikut. 
  1. Kompetensi keterampilan ide-ide penjelas yang ada dalam bacaan, yaitu dengan melaksanakan identifikasi terhadap sejumlah ide, membandingkan pandangan gres yang satu dengan pandangan gres yang lain dalam bacaan atau menggolongkan ide-ide yang sama dan ide-ide yang berbeda yang ditemukan dalam bacaan. 
  2. Kompetensi keterampilan mengurutkan informasi dalam bacaan. Pada kompetensi keterampilan ini Ruddell membagi urutan komprehensi yang harus dikuasai oleh pembaca
  3. Kompetensi keterampilan menemukan hubungan lantaran dan akhir berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk menemukan hubungan lantaran akhir dari teks yang dibaca, baik dengan menemukan hubungan lantaran akhir secara pribadi lewat informasi yang tersurat dalam teks maupun dengan mencari hubungan lantaran akhir yang tersurat dalam teks yang dibaca maupun dengan informasi lain yang tidak tersurat dalam teks. 
  4. Kompetensi keterampilan menemukan ide-ide pokok berkaitan dengan kemampuan pembaca menentukan pandangan gres utama yang ditulis oleh penulis dalam teks yang dibaca. 
  5. Kompetensi memprediksi berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk memprediksi atau mencoba mencari informasi yang mungkin merupakan hal utama, jawaban, atau permasalahan yang dikemukakan oleh penulis. 
  6. Kompetensi keterampilan menilai berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk memperlihatkan penilaian terhadap pribadi, identifikasi perwatakan, dan identifikasi motif pengarang. 
  7. Kompetensi keterampilan pemecahan problem berkaitan dengan kemampuan pembaca menemukan alternatif pemecahan problem sehabis membaca teks. 
  8. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dalam konteks implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mengajar bukan hanya sekadar memberikan materi pelajaran, tetapi juga merupakan proses mengatur lingkungan biar siswa belajar. 
Makna lain mengajar yang demikian, sering diistilahkan dengan pembelajaran (BP. Putra Bhakti Mandiri, 2008: 152). Pembelajaran dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan. Salah satu pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama yakni pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP, menekankan pada kemampuan membaca dan menulis. Pada simpulan pendidikan di SMP/MTs, akseptor didik dibutuhkan telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan 3 buku nonsastra (BSNP, 2006: 1). Berdasarkan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama kelas VII, standar kompetensi membaca yaitu memahami ragam teks nonsastra dengan banyak sekali cara membaca, memahami isi banyak sekali teks bacaan dengan membaca, memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai, serta memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku dongeng anak. Untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran membaca, guru harus menentukan seni administrasi yang sempurna untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, guru harus membuat suasana mencar ilmu yang menyenangkan, contohnya dengan memakai teknik dan media pembelajaran yang menarik siswa untuk mengikuti pembelajaran membaca dengan baik. 

10. Bahan Tes Kemampuan 
Membaca Tes kemampuan membaca bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan. Oleh lantaran itu, bacaan yang akan diujikan harus mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Pemilihan bacaan atau wacana hendaknya mempertimbangkan segi tingkat kesulitan, panjang pendek, isi, dan jenis atau bentuk wacana (Nurgiyantoro, 2001: 249).
  1. Tingkat Kesulitan Wacana Nurgiyantoro (2001: 249) tingkat kesulitan suatu wacana ditentukan oleh kekompleksan kosakata dan struktur. Semakin sulit kedua aspek tersebut, maka akan semakin sulit wacana yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya. Jumlah atau tingkat kesulitan kosakata umumnya dipakai untuk menentukan tingkat kesulitan wacana. Tingkat kesulitan kosakata ditentukan oleh frekuensi pemunculannya. Kemudian, tingkat kesulitan wacana dilihat dari tingkat kesulitan dan jumlah kosakata yang digunakan. Misalnya, wacana dengan tingkat kesulitan 250, 400, 700, atau 1.400 kata. 
  2. Isi Wacana Nurgiyantoro (2001: 250), bacaan yang baik yakni yang sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa, minat, kebutuhan, atau menarik perhatian siswa. Isi wacana hendaknya mempertimbangkan tingkat kematangan siswa. Isi wacana sanggup berupa pengembangan sikap dan nilai-nilai pada diri siswa. 
  3. Panjang Pendek Wacana Menurut Nurgiyantoro (2001: 251) wacana yang diteskan atau diujikan sebaiknya tidak terlalu panjang. Beberapa wacana yang pendek, lebih baik daripada sebuah wacana yang panjang. Sepuluh butir soal yang diteskan dari 3 atau 4 wacana lebih baik daripada hanya dari sebuah wacana yang panjang. Dengan wacana yang pendek, sanggup dibentuk soal perihal banyak sekali hal. Wacana pendek tersebut sanggup berupa satu atau dua alinea, atau kira-kira sebanyak 50 hingga 100 kata.
  4. Bentuk-bentuk Wacana Bentuk-bentuk wacana yang sanggup dijadikan sebagai materi tes kemampuan membaca yaitu sanggup berupa wacana berbentuk prosa (narasi), obrolan (drama), ataupun puisi (Nurgiyantoro, 2001: 251). Wacana yang paling umum dipakai oleh orang yakni wacana berbentuk prosa. Ketiga bentuk wacana tersebut sama-sama efektif apabila dipakai dengan cara yang tepat. 
  • Wacana Bentuk Prosa Nurgiyantoro (2001: 252), materi yang sanggup disajikan dalam tes wacana berbentuk prosa sanggup berupa karya fiksi atau nonfiksi, sanggup dikutip dari buku-buku karya sastra, buku literatur, buku pelajaran, majalah, jurnal, surat kabar, dan sebagainya. Pemilihan wacana berbentuk prosa didasarkan pada tiga kriteria yakni, tingkat kesulitan, isi, dan panjang pendek. 
  • Wacana Bentuk Dialog Nurgiyantoro (2001: 252), wacana berbentuk obrolan sanggup berupa kutipan suatu naskah drama. Wacana ini akrab sekali dengan bahasa verbal yang sehari-hari dipakai oleh masyarakat. Wacana untuk tes kemampuan membaca terdiri dari beberapa potong obrolan yang lebih panjang. 
  • Wacana Bentuk Puisi Nurgiyantoro (2001: 252), wacana berbentuk puisi lebih sulit dipahami dibandingkan dengan wacana berbentuk prosa. Wacana berbentuk puisi yang diteskan sanggup berupa puisi yang sederhana, baik dari segi isi maupun bahasanya. Secara umum, puisi untuk tes pemahaman bacaan hendaknya tidak terlalu abnormal sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perbedaan pemahaman.
B. Penelitian yang Relevan 
1. Nur Kadarsih (2010), dalam penelitiannya berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Strategi Pemetaan Makna di Kelas XI IPS 2 Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Pundong. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), sehingga penelitian yang dilakukan oleh Nur Kadarsih berbeda dengan penelitian yang memakai pendekatan survai. Penelitian tindakan Kelas (PTK) ini, dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus 1 sebanyak 5 kali pertemuan, dan siklus 2 sebanyak 3 kali pertemuan. Hasil penelitian memperlihatkan pembelajaran membaca pemahaman dengan seni administrasi pemetaan makna, bisa meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI IPS 2 Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Pundong. Hasil tes menunjukan adanya peningkatan skor rerata dari pratindakan dan pascatindakan siklus 1 dan 2. Skor rerata pratindakan sebesar 56.67 menjadi 70.74 atau meningkat sebesar 14.07 (24.83%) pada siklus 1. Pada siklus 2 skor rerata meningkat menjadi 80.15 atau meningkat sebesar 9.41 (13.30%). 2. Deni Damayanti (2010), dalam penelitiannya berjudul “ Keefektifan Prosedur Bertanya dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Komprehensi Siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas Negeri 3 Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen control group pretest-posstest design, sehingga berbeda dengan penelitian survai. Penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan yang positif dan signifikan, antara kemampuan membaca siswa yang diajarkan memakai mekanisme bertanya dengan siswa yang diajarkan dengan tanpa memakai mekanisme bertanya. Nilai rerata tes awal (pretest) kelompok eksperimen 16.25 27 dan rerata tes simpulan (posstest) sebesar 21.11 yang berarti, meningkat 4.86%. Kelas kontrol tes awal (pretest) 16.67 dan tes simpulan (posstest) meningkat menjadi 19.53 yang berarti, meningkat 2.68%. 3. Nurhadi (2011), dalam jurnal penelitiannya berjudul “Budaya Baca Siswa Sekolah Menengah Pertama di Era Internet”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Kategori deskriptif kuantitatif yang dipakai adalah, deskriptif kuantitatif analisis status untuk menjawab problem dan deskriptif kuantitatif dengan korelasi, sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survai. Hasil penelitian ditemukan bahwa rata-rata kecepatan membaca siswa Sekolah Menengah Pertama di Kodya Malang yakni 216 kata permenit, dengan tingkat pemahaman 60.4%. 4. St. Y. Slamet (2006) dalam jurnal penelitiannya berjudul “Kemampuan Membaca Pemahaman Mahasiswa Ditinjau dari Penguasaan Diksi dan Kompetensi Semantik Sebuah Survai di Program Studi PGSD UNS”. Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan korelasi, sehingga berbeda dengan penelitian deskriptif kuantitatif melalui metode survai. Survai dengan hubungan memperlihatkan ada atau tidak hubungan antara penguasaan diksi dan kompetensi semantik dengan kemampuan membaca pemahaman. Hasil penelitian ini yakni terdapat hubungan positif antara penguasaan diksi dan kompetensi semantik dengan kemampuan membaca pemahaman mahasiswa.

C. Kerangka Pikir 
Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu. Dengan membaca, seseorang akan mengetahui banyak informasi dari belahan dunia mana pun. Pembaca yang baik yakni pembaca yang tidak hanya sekedar membaca saja, melainkan sanggup memahami dan menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis dalam bacaan yang dihadapinya. Dengan demikian, membaca dalam pengertian ini akan berkaitan dengan membaca pemahaman. Kemampuan membaca pemahaman siswa kurang diperhatikan oleh guru. Masalah siswa dalam pembelajaran membaca lantaran kurangnya penguasaan siswa terhadap kosakata, kurangnya kemampuan siswa dalam menangkap gagasan utama suatu paragraf, pandangan gres pokok, pandangan gres penjelas, bahkan strategi, teknik, dan media pembelajaran membaca pemahaman yang diterapkan oleh guru. Untuk mengatasi problem tersebut, perlu adanya upaya peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa. Sebelum guru meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami suatu bacaan, perlu terlebih dahulu diketahui sejauh mana tingkat kemampuan siswanya dalam membaca pemahaman. Maka dari itu, perlu diadakan penelitian survai untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Hasil yang akan diperoleh dari penelitian survai perihal kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta akan menjadi contoh guru atau peneliti lain dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Peningkatan tersebut mungkin saja dilakukan 29 dengan menerapkan seni administrasi pembelajaran yang tepat, teknik yang sesuai, ataupun media pembelajaran yang efektif, sehingga dibutuhkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta sanggup meningkat, baik dari segi proses maupun hasil pembelajaran.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel