Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif

DASAR-DASAR PENELITIAN KUALITATIF 
Paradigma Metode Penelitian 
Ada dua metode berfikir dalam perkembangan pengetahuan, yaitu metode deduktif yang dikembangkan oleh Aristoteles dan metode induktif yang dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif ialah metode berfikir yang berpangkal dari hal-hal yang umum atau teori menuju pada hal-hal yang khusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif ialah sebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebut dibutuhkan dalam penelitian. 

Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode evaluasi yang baik, lantaran memakai alat-alat atau intrumen untuk mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik. Tetapi dalam perkembangannya, data yang berupa angka dan pengolahan matematis tidak sanggup menunjukan kebenaran secara meyakinkan. Oleh alasannya ialah itu dipakai metode kualitatif yang dianggap bisa menunjukan tanda-tanda atau fenomena secara lengkap dan menyeluruh. 

Tiap penelitian berpegang pada paradigma tertentu. Paradigma menjadi tidak lebih banyak didominasi lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti bersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa ingin berusaha untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme. 

Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa peneliti sanggup dengan sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan melaksanakan banyak sekali eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa positivisme. 

Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah oleh pendirian gres yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolak belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak sanggup diikat oleh satu teori tertentu saja. 

Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara kronologis berurutan yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan post-positivisme. 

Ciri-ciri Penelitian Kualitatif 
Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian lain. Untuk mengetahui perbedaan tersebut ada 15 ciri penelitian kualitatif yaitu: 
  1. Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam kondisi yang orisinil atau alamiah (natural setting). 
  2. Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan dan wawancara 
  3. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. 
  4. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam pengumpulan data sering memperhatikan hasil dan tanggapan dari banyak sekali variabel yang saling mempengaruhi. 
  5. Latar belakang tingkah laris atau perbuatan dicari maknanya. Dengan demikian maka apa yang ada di balik tingkah laris insan merupakan hal yang pokok bagi penelitian kualitatif. Mengutamakan data eksklusif atau “first hand”. Penelitian kualitatif menuntut sebanyak mungkin kepada penelitinya untuk melaksanakan sendiri acara penelitian di lapangan. 
  6. Dalam penelitian kualitatif dipakai metode triangulasi yang dilakukan secara ekstensif baik tringulasi metode maupun triangulasi sumber data. 
  7. Mementingkan rincian kontekstual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan duduk kasus yang diteliti. 
  8. Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti, jadi tidak sebagai objek atau yang lebih rendah kedudukannya. 
  9. Mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dan segi pendiriannya. 
  10. Verifikasi. Penerapan metode ini antara lain melalui masalah yang bertentangan atau negatif. 
  11. Pengambilan sampel secara purposif. Metode kualitatif memakai sampel yang sedikit dan dipilih berdasarkan tujuan penelitian. 
  12. Menggunakan “Audit trail”. Metode yang dimaksud ialah dengan mencantumkan metode pengumpulan dan analisa data. 
  13. Mengadakan analisis semenjak awal penelitian. Data yang diperoleh eksklusif dianalisa, dilanjutkan dengan pencarian data lagi dan dianalisis, demikian seterusnya hingga dianggap mencapai hasil yang memadai. 
  14. Teori bersifat dari dasar. Dengan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan sanggup dirumuskan kesimpulan atau teori. 
Dasar Teoritis Penelitian 

Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang peneliti dalam acara penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah: 
  1. Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti kejadian dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. 
  2. Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan kejadian tidak mempunyai pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan. 
  3. Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan berdasarkan perspektif ini seorang peneliti mungkin sanggup memikirkan suatu kejadian di mana insan diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti dengan pendekatan ini menyampaikan bahwa bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan. 
  4. Pendekatan etnometodologi. Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia daerah mereka hidup. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan kejadian sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek penelitiannya. 

KEDUDUKAN DAN RAGAM PARADIGMA 
Kedudukan Paradigma Dalam Metode Penelitian Kualitatif 
Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan inovasi dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda. Dari sini sanggup dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka cabang studi itu haruslah mempunyai unsur-unsur inovasi dan pengorganisasian, yang mencakup pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan, prinsip-prinsip serta metoda-metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan peneliti di dalam mencari kebenaran melalui acara penelitian. 

Dasar-dasar untuk melaksanakan kebenaran itu biasa disebut sebagai paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah perkiraan yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Ada banyak sekali macam paradigma yang mendasari acara penelitian ilmu-ilmu sosial. Paradigma-paradigma yang bermacam-macam tersebut tidak terlepas dari adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan Hermeneutika. 

Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba pasti. Sedangkan Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat. 

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu sanggup dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut. 

Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh peneliti sangat ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya. Oleh lantaran itu pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu dilakukan oleh para peneliti. Bagi acara penelitian, paradigma tersebut berkedudukan sebagai landasan berpijak atau fondasi dalam melaksanakan proses penelitian selengkapnya. 

Ragam Paradigma Dalam Metode Penelitian 
Dalam rangka melaksanakan pengumpulan fakta-fakta para ilmuwan atau peneliti terlebih dahulu akan menentukan landasan atau fondasi bagi langkah-langkah penelitiannya. Landasan atau fondasi tersebut akan dijadikan sebagai prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar maupun aksioma, yang dalam bahasanya Moleong disebut sebagai paradigma. 

Menurut Bogdan dan Biklen paradigma dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah perkiraan yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. 

Paradigma didalam ilmu pengetahuan sosial mempunyai ragam yang demikian banyak, baik yang berlandaskan pada pedoman pemikiran Logico Empiricism maupun Hermeneutic. Masing-masing paradigma tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh lantaran itu para peneliti harus mempunyai pemahaman yang cukup terhadap dasar pemikiran paradigma-paradigma yang ada sehingga sebelum melaksanakan acara penelitiannya, para peneliti sanggup menentukan paradigma sebagai landasan penelitiannya secara tepat. 

Menurut Meta Spencer paradigma di dalam ilmu sosial mencakup (1) perspektif evolusionisme, (2) interaksionisme simbolik, (3) model konflik, dan (4) struktural fungsional. Menurut George Ritzer paradigma di dalam ilmu sosial terdiri atas (1) fakta sosial, (2) definisi sosial, dan (3) sikap sosial. 

Perbedaan dan keragaman paradigma dan atau teori yang berkembang di dalam ilmu pengetahuan sosial, menuntut para peneliti untuk mencermatinya di dalam rangka menentukan paradigma yang sempurna bagi permasalahan dan tujuan penelitiannya. 

PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN 
Pengertian dan Fungsi Perumusan Masalah 
Perumusan duduk kasus merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam acara penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu acara penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. 

Perumusan duduk kasus atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. 

Mengingat demikian pentingnya kedudukan perumusan duduk kasus di dalam acara penelitian, sampai-sampai memunculkan suatu anggapan yang menyatakan bahwa acara melaksanakan perumusan masalah, merupakan acara separuh dari penelitian itu sendiri. 

Perumusan duduk kasus penelitian sanggup dibedakan dalam dua sifat, mencakup perumusan duduk kasus deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena, dan perumusan duduk kasus eksplanatoris, apabila rumusannya memperlihatkan adanya relasi atau dampak antara dua atau lebih fenomena. 

Perumusan duduk kasus mempunyai fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama ialah sebagai pendorong suatu acara penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab acara penelitian itu menjadi ada dan sanggup dilakukan. Fungsi kedua, ialah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan duduk kasus ini tidak berharga mati, akan tetapi sanggup berkembang dan berubah sehabis peneliti hingga di lapangan. Fungsi ketiga dari perumusan masalah, ialah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan menentukan data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu sanggup dilakukan peneliti, lantaran melalui perumusan duduk kasus peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi acara penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan duduk kasus ialah dengan adanya perumusan duduk kasus penelitian, maka para peneliti menjadi sanggup dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian. 

Kriteria-kriteria Perumusan Masalah 
Ada setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan sanggup dipenuhi dalam perumusan duduk kasus penelitian yaitu kriteria pertama dari suatu perumusan duduk kasus ialah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau tanda-tanda di dalam kehidupan manusaia. 

Kriteria Kedua dari suatu duduk kasus penelitian ialah bermanfaat atau berafiliasi dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan sanggup menyampaikan pertolongan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori gres maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada. 

Kriteria ketiga, ialah bahwa suatu perumusan duduk kasus yang baik, juga hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menyampaikan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan sanggup diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan duduk kasus bagi kehidupan manusia. 

Berkenaan dengan penempatan rumusan duduk kasus penelitian, didapati beberapa variasi, antara lain (1) Ada yang menempatkannya di cuilan paling awal dari suatu sistematika peneliti, (2) Ada yang menempatkan sehabis latar belakang atau gotong royong dengan latar belakang penelitian dan (3) Ada pula yang menempatkannya sehabis tujuan penelitian. 

Di manapun rumusan duduk kasus penelitian ditempatkan, bergotong-royong tidak terlalu penting dan tidak akan mengganggu acara penelitian yang bersangkutan, lantaran yang penting ialah bagaimana acara penelitian itu dilakukan dengan memperhatikan rumusan duduk kasus sebagai pengarah dari acara penelitiannya. Artinya, acara penelitian yang dilakukan oleh siapapun, hendaknya mempunyai sifat yang konsisten dengan judul dan perumusan duduk kasus yang ada. Kesimpulan yang didapat dari suatu acara penelitian, hendaknya kembali mengacu pada judul dan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan. 

Sumber Buku Metode Penelitian Kualitatif

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel