Pengertian Biografi Berdasarkan Para Ahli
Monday, April 22, 2019
Edit
2.1 Pengertian Biografi
Pengertian biografi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu bi.o.gra.fi [n] riwayat hidup (seseorang) yg ditulis oleh orang lain. Biografi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios dan graphien yang berarti hidup dan tulis. Sehingga sanggup diartikan sebagai kisah riwayat hidup seseorang. Biografi sanggup memuat, menganalisa dan mengambarkan fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan kiprah pentingnya. Biografi sanggup bercerita wacana tokoh sejarah ataupun tokoh yang masih hidup, orang populer ataupun orang yang tidak terkenal. Kebanyakan biografi ditulis secara kronologis, dan dibagi kepada beberapa bagian. Adapula beberapa biografi yang hanya berfokus kepada bagian-bagian atau pencapaian-pencapaian tertentu.
2.2 Pengertian sejarah
2.2.1 Pengertian Etimologis (Lughawi)
Istilah sejarah dalam bahasa arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata arrakha (a-r-kh),yang berarti menulis atau mencatat; dan catatan wacana waktu serta peristiwa. Akan tetapi, istilah tersebut tidak serta merta hanya berasal dari kata ini. Malah ada pendapat bahwa istilah sejarah itu berasaldari istilah bahasa Arab syajarah, yang berarti pohon atau silsilah.
Makna silsilah ini lebih tertuju pada makna padanan tarikh tadi; termasuk kemudian dengan padanan pengertian babad, mitos, legenda dan seterusnya Syajara berarti terjadi, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari banyak sekali bahasa di atas sanggup ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh lantaran itu problem waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi problem ini dengan menciptakan periodesasi.
2.2.2 Pengertian Terminologis (Istilahi)
Istilah sejarah, dalam pengertian terminologis atau istilahi, juga mempunyai beberapa variasi redaksi. R.G. Collingwood, contohnya mendefinisikan sejarah dengan ungkapan history is the history of thought (Sejarah yaitu sejarah pemikiran), history is a kind of research or inquiry (Sejarah yaitu sejenis penelitian atau penyelidikan). Pada kesempatan lain, Collingwood memaknakan sejarah (dalam artian penulisan sejarah atau historiografi), menyerupai membangun dunia fantasi (are peaple who bulid up a fantasy-word).
Hegel berpendapat, bahwa sejarah terbagi menjadi sejarah asli, sejarah reflektif, dan sejarah filsafati. Pertama sejarah asli, yang memaparkan sebagian besar terbatas pada perbuatan, kejadian dan keadaan masyarakat yang ditemukan di hadapan mereka. Kedua sejarah reflektif, yaitu sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang dengannya penulis sejarah berhubungan. Ketiga sejarah filsafati. Jenis ini tidak memakai sarana apapun kecuali pertimbangan pemikiran terhadapnya.
Menurut sejarawan Sartono Kartodidjo, sejarah sanggup dibedakan dalam tiga jenis, yaitu sejarah mentalitas (mentalited history), sejarah sosial (sosiological history), dan sejarah struktural (structural history). Akan Tetapi pada perkembangan penulisan sejarah masa kini menjelma tiga jalur : (1) perkembangan sejarah politik yang dominan, (2) perkembangan sejarah sebagai biografi, dan (3) teori sejarah orang besar.
Sejarah yaitu rekonstruksi masa lalu, yaitu merekonstruksi apa saja yang sudah dipikirkan, dikejakan, dikatakan, dirasakan, dan dialami oleh orang. Namun, perlu ditegaskan bahwa membangun kembali masa kemudian bukan untuk kepentingan masa kemudian itu sendiri Sejarah mempunyai kepentingan masa kini dan, bahkan, untuk masa akan datang. Oleh kerenanya, orang tidak akan berguru sejarah bila tidak ada gunanya. Kenyataannya, sejarah terus ditulis orang, di semua peradaban dan disepanjang waktu. Hal ini, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu.
2.3 Latar Belakang Riwayat Raden Mas Said
Raden Mas Said dilahirkan di keraton Kartosuro pada hari Minggu legi tanggal 4 Ruwah tahun Jimakir 1650, windu Adiwuku Warigagung atau tanggal 7 April 1725. Ayahnya berjulukan Kanjeng Pangeran Arya Mangkunagoro yang dibuang oleh Belanda ke Srilanka (Ceylon). Ibunya bernama. R.A Wulan, putri Pangeran Blitar.
Seorang penulis Belanda, De Jange menyebutkan bahwa pembuangan terhadap R.A Mangkunagoro disebabkan oleh fitnah yang dikarang oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo, dua orang wali raja (karena raja masih berumur 16 tahun).. Dalam fitnah itu dikatakan bahwa ia berzinah dengan seorang selir Paku Buwono II, yakni Mas Ayu Larasati. Pada mulanya ia dijatuhi eksekusi mati, namun kemudian diubah menjadi eksekusi buang. Peristiwa itu terjadi ketika R.M Said berumur dua tahun.
Dalam masa kecil sebenarnya ia sudah diintai bahaya. Patih Danurejo yang sangat pro Belanda, berusaha melenyapkan anak kecil ini. Dikhawatirkan R.M Said kelak akan mengetahui diam-diam pembuangan ayahnya dan lantaran itu akan membalas dendam. Rencana Patih Danurejo dihalangi oleh seorang tokoh lain.
Sejak ditinggalkan oleh ayah dan ibunya, R.M Said bersama dengan dua orang adiknya, R.M Ambiya dan R.M Sabar, hidup dalam suasana kemelaratan dan hampir tersisih dari kehidupan keluarga Istana. Tidak tampak gejala bahwa mereka yaitu putra dari calon raja. Disebabkan oleh kehidupan yang demikian, R.M Said merasa lebih dekat dengan rakyat kecil ia terbiasa bermain-main dan bercanda dengan bawah umur abdi dalem yang sebaya dengannya. namun tetapi lantaran mereka mengetahui siapa sebenarnya R.M Said maka mereka tetap menaruh hormat padanya.
Bukanlah hal yang asing apabila R.M Said dan adik-adiknya tidur berjulukan teman-teman mereka di sangkar kuda. Salah satu sahabat akrabnya ialah R. Sutawijaya. III, cucu Patih Danurejo atau anak dari Raden Tumenggung Wirasuta. Raden Sutawijaya kelak populer dengan nama R. Ngabehi Rangga Panambang.
Persahabatan yang dibina dimasa kecil itu berlanjut hingga masa dewasa, hingga saatnya mereka bersama-sama melancarkan perlawanan menentang kekuasaan Belanda. Teman masa kecil lainnya kelak juga berjuang bersama. R.M Said ialah Suradiwangsa, berasal dari Nglaroh. Bahkan Suradiwangsa diangkat menjadi Patih dengan gelar Kyai Patih Ngabehi Kudanawarsa.
Menjelang usia 14 tahun, atas kehendak Pakubuwana. II, R.M Said diangkat menjadi Mantri Gandek Keraton Kartosura . dengan riama R.M Ng. Suryokusumo. Untuk jabatan ia memperoleh tanah lungguh seluas 50 jung. Adik-adiknya R. Ambiya bergelar R.M Ng. Martokusumo dan R.M Sabar bergelar R.M Ng. Wirokusumo. Mereka menerima tanah lungguh masing-masing seluas 25 jung. Semua tanah abang beradik ini terletak di daerah Ngawen, Gunung Kidul.
2.4 Sosok Raden Mas Said dan Penggambarannya
Sosok Raden Mas Said yaitu sosok yang misterius, tidak pernah digambar sehingga tak ada lukisan yang merekam sosoknya. Bila memasuki ndalem Mangkunegaran, pengunjung bisa melihat foto-foto silsilah raja-raja Mangkunegara. Di posisi paling atas sendiri, yakni posisi Mangkunegara I, profil gambarnya-digantikan dengan lambang kerajaan.
Menurut budayawan M.T. Arifin, sosok Mangkunegara I memang dihentikan dibuatkan gambar lantaran efek dari mertuanya, Kiai Kasan Nuriman yang mempunyai keyakinan berpengaruh pembuatan gambar itu haram. Berdasarkan dongeng lisan, M.T. Arifin bisa melukiskan sosok Mangkunegara I. "Dia mempunyai perawakan gagah, tubuhnya tidak terlalu tinggi. Wajahnya tampan tetapi pipinya agak sedikit bopeng lantaran bekas terkena cacar," ujarnya.
Yosodipura, pujangga Keraton Solo, pernah mendeskripsikan sosok Mangkunegara I. Menurut dia, badan Mangkunegara I kecil, tak ubahnya anak-anak, tapi sorotnya tajam memancarkan semangat menyala-menyala. Melihat potongan tubuhnya, Nicolas Hartingh, penguasa Belanda, kaget. Sebagaimana digambarkan Yosodipura, Nicolas menyaksikan bahwa pemberontak yang selama ini merepotkannya ternyata perawakannya kecil, dan pendek.
2.5 Perjuangan Raden Mas Said
Menjelang R.M Said berusia 16 tahun, yakni pada tahun 1740, di Batavia (Jakarta) terjadi pemberontakan masyarakat Cina terhadap Belanda. Pernberontakari ini meluas hingga ke tempat-tempat lain, dan menghipnotis perilaku rakyat Mataram. Mereka berkemas-kemas untuk melancarkan pemberontakan.
Ketika ternyata Pakubuwana II memihak Belanda, maka rakyatpun menyerbu keraton. R.M. Said bersama adik-adiknya dan 10 orang sahabat mereka yang semuanya masih berumur belasan tahun, menggabungkan diri ke dalam pasukan rakyat, turut bertempur melawan pasukan Belanda. Pakubuwana II melarikan diri ke Ponorogo (Juni 1742). Rakyat Mataram mengangkat R.M. Garendi sebagai raja. Ketika Pakubuwana II dengan pemberian Belanda berhasil merebut Keraton (Desember 1742), R.M. Said dan adik-adiknya masih tinggal di keraton. Mereka menunggu perkembangan lebih lanjut, khususnya mengenai perilaku Sunan.
Pengertian dan Sejarah Biografi
Pengertian dan Sejarah Biografi
Sementara itu, didalam diri R.M. Said timbul kekhawatiran kalau-kalau ia dan adik-adiknya ditangkap Belanda. Kekhawatiran itu mendorong untuk meninggalkan keraton apalagi mereka pernah dihina oleh Patih Natakusuma. Keputusan untuk meninggalkan Keraton mereka laksanakan pada tahun 1741. Dalam rombongan ini ikut serta beberapa sahabat R.M. Said, antara lain Sutawijaya dan Wirasuta serta Suradiwangsa. Atas saran Suradiwangsa, mereka pergi ke Nglaroh, tempat asal Suradiwangsa.
Setelah berada di Nglaroh, R.M. Said segera melaksanakan persiapan-persiapan untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Mula-mula ia mengangkat para pejabat yang akan membantu dalam perjuangan. Umumnya mereka yaitu teman-teman yang ikut bersamanya meninggalkan Kartasura. Semua nama mereka diberi awalan Jaya, contohnya Jayawiguna, Jayasuttirta, Jayadiputra , Jayalayengan dan lain-lain.
Nama R. Sutawijaya diganti menjadi R. Ngabehi Rangga Panambang. Nama Panambang diberikan, lantaran Sutawijaya yang memang anak orang kaya, telah cukup banyak menyumbang dana, Kudanawarsa dijadikan patihnya dengan gelar Kyai Ngabehi Patih Kudanawarsa. Selama berada di Nglaroh, R.M. Said bersama-sama adik- adiknya dan segenap punggawa-punggawanya serta rakyat dari Nglaroh melaksanakan latihan perang-perangan.
Mereka menjelajahi daerah dari gunung yang satu, menuju gunung yang lainnya, menuruni jurang lembah yang sulit dan sukar, yang kesemuanya dijadikan sebagai medan latihan bagi pasukan R.M. Said yang kebanyakan berkuda dari daerah satu ke daerah lainnya.Setelah persiapan dirasakan cukup, atas proposal Patih Kudanawarsa, R.M. Said menemui Sunan Kuning di Randulawang untuk menggabungkan diri. Dengan cara demikian diperlukan pasukan R.M. Said akan terlatih mengenal medan tempur yang sesungguhnya.
2.6 Beberapa Pertempuran yang menentukan
Pada hakekatnya usaha R.M. Said atau populer dengan sebutan Pangeran Sambernyawa (Pangeran Penyebar Maut) selama 16 tahun (1740-1757), sanggup dibagi 3 bagian.
Bagian pertama, dimulai dari masa bergabung dengan Sunan Kuning di Randulawang, sekitar tahun 1741 - 1742, atau kurang lebih 2/3 tahun. R.M. Said berkedudukan sebagai panglima perang dan bergelar Pangeran Prangwadana Pamot Besur, selanjutnya pada tahun 1743 is memegang jabatan sebagai Pangeran Adipati Mangkunegoro dalam pasukan gabungan, antara Pangeran Singasari (Prabu Jaka) dan Adipati Sujanapura di Sukawati. Pusat pertahanan R.M. Said terletak di Majarata Wanasemang.
Bagian kedua, sekitar tahun 1743 - 1752 (selama kira-kira 9 tahun) ia bergabung dengan bapak mertuanya Kanjeng Pangeran Mangkubumi sebagai Patih dan panglima perang.
Bagian ketiga, sekitar tahun 1752 - 1757 (kurang iebih selama 5 tahun) R.M. Said berjuang berdikari melawan Belanda (VOC), Sultan Hamengkubuwana I (Pangeran Mangkubumi) dan Susuhunan Pakubuwana III.
2.7 Daya Tempur Pasukan Raden Mas Said
Selama perlawanan yang berlangsung 16 tahun itu, R.M. Said bergerak dengan pasukan yang kecil, tetapi mempunyai daya tujuan yang berpengaruh dan sanggup bergerak cepat. Selain itu pasukan ini mengenal dengan baik medan pertempuran. Dalam pertempuran pasukan diperintahkan untuk menghindari papagan (vuurcontact), apabila tidak cukup meyakinkan akan memperoleh kemenangan.
Taktik yang dipakai ialah mundur, menyerang dari kiri, kanan, depan, belakang musuh secara mendadak, sehingga merupakan sergapan simpulan hayat bagi musuh yang diserang. Taktik berputar-putar kemudian menyerang dengan mendadak dari .semua arah yang memungkinkan terhadap titik lemah lawan, dikenal dalam Pangeran Sambernyowo dengan nama "wewelutan" (welut/ikan belut), "dedemitan" (demit syetan), "jejemblungan" (jemblung gila, edan-edanan).
Setiap anggota pasukan pada dasarnya mempunyai daya tempur yang sangat tinggi, pantang mengalah dan niscaya mendapatkan hasil yang gemilang mengakibatkan korban yang banyak di pihak lawan. Dalam situasi apapun, andaikata terjebak mereka harus sanggup menghindar (lolos) dari musuh-musuhnya. Mereka pintar sekali menyaru atau menyamar (camouflage) sebagai pasukan lawan, sehingga acapkali musuh tertipu, dalam keadaan yang demikian memperlihatkan kesempatan yang baik bagi pasukan R.M. Said untuk menghancurkan musuhnya.
Selama usaha yang sangat panjang itu, eyang (neneknya) R.A. Sumanarsa, istri (Kanjeng Ratu Bandana.), Mas Ayu Kusuma Patahati, Ampildalem (selir), serta putra putri beliau, dan kerabat terdekat turut mendampingi R.M. Said. Mereka terlatih duduk di atas punggung kuda, terbiasa berkuda dari gunung ke gunung, menuruni lembah atau menyeberang sungai. Mereka mengenal baik segala hutan, juga yang sanggup dijadikan makanan (jenis ubi-ubi yang tumbuh di hutan). Karena itulah pasukan Pangeran Sambernyawa tidak mengenal kelaparan.
Di daerah-daerah yang telah didudukinya, R.M Said mengangkat pejabat yang dipercayakan menyediakan logistik untuk keperluan perang. Pertempuran-pertempuran yang mengesankan bagi Pangeran Sambernyawa dalam kurun waktu 16 tahun tersebut, antara lain pertempuran di sebelah selatan kota Rembang di hutan Sida kepyak, dan pertempuran di Benteng kompeni Belanda (Yogyakarta).
Mulanya pasukan Pangeran Sambernyawa bergabung dengan pasukan Sunan Kuning yang kemudian disusul dengan bergabungnya pasukan Pangeran Singasari (Prabu Jaka) dan Adipati Sujanapura, tetapi keadaan itu tidak bertahan lama, alasannya yaitu Sunan Kuning memutuskan bergerak ke arah timur (Pasuruhan) sedang Pangeran Sambernyawa menginginkan bertempur di daerah Bumi Mataram yang medannya dikenali dengan balk.
Sembilan tahun lamanya R.M. Said berjuang bersama-sama dengan Mangkubumi. Namun pada risikonya mereka terpaksa berpisah lantaran adanya perbedaan pendapat. R.M. Said tidak baiklah dengan rencana Mangkubumi untuk berdamai dengan Belanda. Sejak ketika itu R.M. Said berjuang secara mandiri. Ia bertujuan untuk menyatukan bumi Mataram. Dalam hal ini ia menghadapi tiga lawan sekaligus, yakni Belanda, Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta.
Pada awal memisahkan diri itu, terjadi pertempuran yang hebat sekali melawan pasukan Mangkubumi di desa Ksatrian barat daya kota Ponorogo lama. Pertempuran itu terjadi pada hari Jumat Kliwon tanggal 16 Sawal tahun Jawa 1678 (tahun 1752). Setelah kota-kota tersebut dibakar, ia memerintahkan segenap pasukan untuk keluar dari kota. Ponorogo, yakni di desa Ksatrian. Pangeran Mangkubumi yang pada waktu itu berada di Bancar mendapatkan laporan bahu-membahu Madiun, Magetan dan Ponorogo telah diduduki oleh Pasukan R.M. Said. Dengan tergesa-gesa diperintahkan seluruh pasukannya di Bancar untuk mengejar R.M. Said yang masih diperkirakan masih berada di Ponorogo. Setelah Pangeran Mangkubumi memasuki Ponorogo ternyata kota itu telah dibakar dan pasukan R.M. Said sudah keluar kota, berada di desa. Ksatrian. Pangeran Mangkubumi mengejarnya dan pada hari itu juga terjadilah pertempuran yang begitu hebat, korban yang amat besar berjatuhan di pihak Sultan.
Kalau pertempuran di Ksatrian Ponorogo terjadi pada tahun 1752, maka 4 tahun kemudian tepatnya pada hari Senin Pahing, tanggal 17 Suro tahun Wawu, atau tahun Masehi 1756, terjadi pertempuran yang sangat hebat di hutan Sitakepyak, sebelah selatan kota Rembang. Pertempuran itu menjadikan korban yang begitu besar di pihak Kompeni Belanda, yakni 1 Detachement pasukan Belanda di pimpin kapten Van der Pol sanggup dihancurkan. Detachement lainnya dibawah pimpinan Kapten Beiman, juga diporak-porandakan.
2.8 Prajurit pengikut Raden Mas Said
Dalam bukunya De Jonge Het bleek dat. hly het heist zou zien datJava door een vorst bestuurd werd (de Jonge, X, 1878: 314) menceritakan, dengan para prajuritnya yang tidak seberapa jumlahnya namun bermental jujur dan setia, Pangeran Sambernyawa memperlihatkan bahwasanya dirinya yaitu seorang prajurit yang tidak gampang dihancurkan. Dia yaitu seorang pimpinan yang jago dalam taktik menghimpun dan menyesatkan lawan-lawannya, lagipula pasukannya populer dengan getak-geraknya yang sangat cepat. Di sebuah hutan dekat kota Blora, Pangeran Sambernyowo berhasil menghancurkan 1 detachement pasukan Kompeni, dimana komandan pasukan mati di peperangan.
Pangeran Sambernyawa tidak mempergunakan pasukan yang besar lantaran memang tidak berkemampuan demikian. Hanya pasukan yang relatif kecil menyertainya, namun mempunyai daya tempur yang tinggi. Demikian pula pasukannya terlatih benar-benar jago mempergunakan segala senjata, dari senjata panjang, senjata pendek, pistol, kelewang, tombak untuk bertempur di darat, talempak (tombak pendek) untuk bertempur jarak pendek, panah dengan busurnya yang panjang untuk bertempur diatas punggung kuda, keris Bali untuk bertempur dalam jarak pendek didarat maupun di atas punggung kuda.
Semua senjata didapat dan bandangan (rampasan) musuh-musuhnya, khususnya dari pasukan Belanda, demikian pula obat dan mesiunya. Kecuali itu Pasukan Sambernyowo memang berkemampuan untuk menciptakan peluru sendiri (kogel).
Kenekatan Pangeran Sambernyowo dengan pasukannya dalam pertempuran cukup menggegerkan pihak lawan, menyerupai dikutip dari sejarawan Louw "Berulangkali pasukan Pangeran Sambernyowo sanggup dipukul dan dicerai-beraikan, berkali-kali pula bangkit kembali dan lebih perkasa, dikarenakan rakyat mendukung perjuangannya melawan kompeni Belanda, tiba berduyun-duyun membantu bagi pada sang Pangeran".
Kesuksesan di medan laga, memang bertumpu pada keyakinan perjuangannya untuk mengusir Belanda Mengingat kejadian-kejadian yang terdahulu semasa di Kartasuro dan selama Pangeran Sambernyowo bergabung dengan pasukan-pasukan lainnya, yang terakhir dengan Pangeran Mangkubumi. Ketika ia berjuang berdikari (tahun 1752-1757), bulatlah sudah rasa persatuan antara pimpinan dan yang dipimpin (kawula gusti), dalam bertindak.
Tidak pernah Pangeran Sambernyowo bertindak memutuskan suatu siasat perang (gelar) sendiri, tetapi selalu dikajinya terlebih dahulu dengan Patih Kudanawarsa, dengan adik-adiknya dan para pejabat lain. Suatu hal yang sangat terpuji ialah semua punggawa maupun patihnya sendiri bebas mengemukakan pendapatnya dalam rnenghadapi musuh, apakah patut dihadapi eksklusif (papakan), mundur, untuk berputar-putar risikonya menyerang musuh dari depan, belakang, kiri, kanan menyamping.
Pangeran Sambernyowo memimpin penyerbuan, penghadangan, pendadakan (serangan tak terduga) dengan suatu kayakinan yang bertumpu pada kekuasaan Tuhan Yang Maha. Esa, dan percaya kepada kekuatan lahir dan batin pasukannya. Dengan kata-kata yang melengking bergemuruh di atas punggung kuda masing-masing mereka berseru "Allahu Akbar! biarlah mati dalam perang sabil, mereka maju bagaikan Harimau lapar menerjang musuh-musuhnya.
Sejak meninggalkan Kartasura, R.M. Said dan taman-temannya sudah berikrar bersama-sama. Setelah berperang melawan Belanda didengungkan slogan juangnya "TIJI - TIBEH" atau mati siji mati kabeh. Sebaliknya sanggup juga berarti Mukti Siji Mukti Kabeh, yang berarti bila satu mati, matilah semaunya, dan bila satu bahagia, semaunyapun akan bahagia. Slogan tersebutlah yang mengikat tali batin antara Gusti (pimpinan) dan kawula (rakyat). Mereka luluh menjadi satu dalam Rata dan perbautan, maju dalam langkah dan derap yang serasi.
Kepemimpinan dan kecerdasan R.M. Said tergambar dalam pelarian di hutan Sitakepyak, suatu hutan yang rapat dengan jajaran pohon-pohon jati yang besar-besar dan didiami oleh banyak hewan buas. Suatu medan yang sulit bagi lawan,namun hutan tersebut sangat bersahabat dengan Pangeran Sambernyowo dan semua prajuritnya. Siasat yang direntangkan merupakan killing ground bagi detasemen Belanda pimpinan Kapten Van der Pol, dan detasemen pimpinan Kapten Beiman. Mereka terjebak dalam arena pertarungan yang sulit, dan menjadui sasaran empuk bagi pasukan R.M. Said.
Dalam pertempuran ini korban yang jatuh pada pihak Belanda sebanyak 85 (delapan puluh lima) orang mati dan sejumlah besar senjata berhasil dirampas oleh pasukan R.M. Said. Sedang di pihak R.M. Said terdapat beberapa orang gugur dan luka-luka.
2.9 Latar Belakang Perjanjian Salatiga
Kurang lebih tiga bulan sebelum simpulan tahun 1757, terjadilah lagi suatu pertempuran yang merubah politik Belanda, khususnya terhadap sikapnya kepada Pangeran Sambernyowo. Benteng Kompeni Belanda yang berada di Yogyakarta diporakporandakan oleh Pangeran Sambernyowo yang hanya berkekuatan relatif kecil. Pertahanan Belanda di Yogyakarta yang populer berpengaruh dan sentosa itu bagi Pangeran Sambernyowo bukan merupakan halangan untuk tidak di coba diserbunya.
Peristiwa bobolnya pertahanan Belanda di benteng Yogyakarta sempat memusingkan kepala Nicholas Hartingh, Resimen Belanda untuk Yogyakarta. Cepat-cepat Nicholas Hartingh menganjurkan kepada Pakubuwana III semoga segera mengadakan kontak dengan Pangeran Sambernyowo. Sesuai seruan itu, Pakubuwana III memanggil Pangeran Sambernyowo untuk segera menemuinya, dengan maksud untuk dimintai pemberian dalam menjalankan pemerintahan di Surakarta. Pada waktu itu Pangeran Sambernyowo sedang berada di daerah Ngadiraja. Sesudah sepuluh hari berada di sana datanglah seorang perempuan Nyai Gareji yang diutus oleh Kyai Wongsoniti, Lurah Suranata Keraton Surakarta.
Pangeran Sambernyowo ragu, apakah benar Raja. Pakubuwana III berkehendak akan mengajaknya bertemu. Untuk mencari kepastian R.M. Said mengirim adiknya yang berjulukan Pangeran Mangkudiningrat beserta Pringgalaya, menemui Pakubuwana III. Berdasar laporan Mangkudiningrat sehabis kembali dari Keraton Surakarta keraguan R.M. Said menjadi hilang.
Sesudah itu dimulailah perjalanan menuju Surakarta untuk memenuhi seruan Pakubuwana III, dari Ngadiraja, Wonorejo, Mulur, Gemblung dan risikonya Tunggon. Ditempat terakhir ini R.M. Said sudah dinantikan oleh Sunan Pakubuwana III yang didampingi Adipati Mangkuprojo, Arungbinang, Tumenggung Mangkuyuda, Uprup Abrem, Sekretaris Sungat, Deler (delheer) dan Uprup (opperhoofd).
Pertemuan antara adik abang antara Pangeran Sambernyowo dan Pakubuwana III yang terpisah selama 16 tahun, sungguh merupakan kenang-kenangan tersendiri bagi sang Pangeran maupun bagi segenap kerabat yang hadir dalam pertemuan di Tunggon itu. Mereka berjanji bersama-sama, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, pada tanggal 4 Jumadilakir, jatuh pada hari Kamis Pahing, 1682 A. atau 1756 Masehi.
Ketika Pangeran Sambernyowo bersama-sama pasukannya menyeberangi bengawan Semanggi (sekarang dikenal Bengawan Solo), is beserta pasukannya kemudian menempati daerah milik Tumenggung Mangkuyuda. Di tepi kali Pepe, Pangeran Sambernyowo membangun istananya yang pertama. Seluruh keluarga kembali berkumpul ditempat kediaman Baru Salakarta, suatu awal kehidupan yang penuh kedamaian, suatu simpulan perjalanan yang terhormat, dalam harapan mempersatukan Mataram sehabis melanglang perang selama 16 tahun.
2.10 Perjanjian Salatiga
Tepatnya pada hari Sabtu Legi tanggal 5 Jumadilawal, tahun Alip Windu Kuntara, tahun Jawa 1638 atau 17 Maret 1757, diadakanlah kelanjutan dari perjanjian yang terdahulu antara Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Adipati Mangkunegoro, dengan Sultan Hamengkubuwono I.
Menurut perjanjian Salatiga itu Pangeran Adipati Ario Mangkunagoro tak beda dengan raja-raja Jawa lainnya, hanya berbeda tidak diperkenankan duduk di atas singgasana, mendirikan balai winata, mempunyai alun-alun beserta sepasang pohon beringin dan Tanah yang dikuasai seluas 4000 karya, tersebar mulai dari tanah di Kaduang, Laroh, Matesih, Wiroko, Hariboyo, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan selatan dari jalan post Kartasura-Solo, Mataram (ditengah-tengah Kota. Yogya) dan Kedu.
Dari Buku Pada Legiun Mangkunegaran (1808-1943), karya Iwan Santosa. Dicatat pada tanggal 17 Maret 1757 di dusun Kalicacing, Salatiga, negosiasi tersebut sanggup terlaksana. Menurut buku Babad KGPAA.Mangkunegara I,susunan deretan para penerima negosiasi yaitu sebagai berikut : Nicholas Harting sebagai wakil dari Gubernur Jenderal Belanda, yang dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator duduk di tengah, di apit oleh Pakubuwono III, disebelah kanan dan Hamengkubuwono I dikirinya. Di hadapan mereka duduk Pangeran Sambernyawa. Perundingan ini disaksikan oleh kepala perwakilan VOC dan kedua patih, baik dari Surakarta maupun Yogyakarta, yaitu Mangkupraja dan Suryanegara.
Perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan sebagai berikut :
- Pangeran Sambernyawa di angkat sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati Mangkunegara I
- Beliau berhak menguasai tanah seluas 4000 karya, serta semua daerah yang pernah dilewati selama mengadakan pemberontakan dan menjalankan roda pemerintahannya.
- Beliau berhak mendirikan sebuah istana atau Puro sebagai sentra pemerintahannya di Surakarta, tetapi dengan syarat :
- Dilarang menciptakan singgasana
- Dilarang menciptakan alun-alun dengan beringin kurung
- Dilarang menciptakan Siti Inggil dan balaiurung
- Dilarang menjatuhkan eksekusi mati
2.11 Lahirnya Praja Mangkunagaran
Dari buku Konflik Berdarah di Tanah Jawa, Kisah Para Pemberontak Jawa,(2008) karya Raka Revolta dituliskan bahwa cikal bakal dari Legiun Mangkunegaran ialah para anggota pasukan yang memberontak pada VOC, yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyowo yang nanti dikenal sebagai Mangkunegaran I. Ketangguhan tempur pasukan ini mulai populer semenjak mereka dibawah Pangeran Suryokusumo (nama lain dari Pangeran Sambernyowo), melaksanakan penyerangan pos-pos militer Belanda di daerah Salatiga, waktu pemberontakan orang Cina pada tahun 1744. Setelah Pangeran Sambernyowo atau RM. Said menjadi kepala Praja Mangkunegaran pada tahun 1757, pasukan tersebut merupakan cuilan resmi dari Praja Mangkunegaran.
Berdirinya Mangkunegaran juga menjadi awal berdirinya praja Mangkunegaran dengan Kepala pemerintahan Pangeran Sambernyowo bergelar Kanjeng Adipati Aryo Mangkunagoro I, yang selama 40 tahun memerintah praja menjadi Kepala. Keluarga sekaligus Pengayom seluruh kerabatnya (24 Februari 1757 s/d 28 Desember 1795).
Lahirnya Praja Mangkunagaran yaitu semenjak R.M. Said sanggup dibujuk untuk menghentikan peperangan. Maka sehabis perjanjian Salatiga ditanda tangani pada tahun 1757, ia dan pengikut-pengikutnya menuju Surakarta (Kraton Kartasura pada tahun 1745 dipindah ke Surakarta) dan diangkat oleh Pakubuwana III sebagai Adipati dan Pangeran Miji yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya. Mangkunagoro Senopati Ngayuda Lelana Jayasemita. Prawira Hadiningrat Satria Praja. Mataram. Dan menerima tanah seluas 4000 karya. Setelah Praja Mangkunagara tercipta, Mangkunagoro I tidak melupakan para pengikutnya sehingga lahir ikrar yang populer dengan TRI DHARMA.
2.12 Ajaran Pangeran Sambernyawa
Pangeran Sambernyawa dalam perjuangannya dan pemberontakannya terhadap Belanda waktu itu selalu memperlihatkan motivasi kepada prajuritnya, selalu memperlihatkan semangat tempur yang luar biasa, sehingga pasukan Pangeran Sambernyawa selalu disegani dan di takuti oleh Belanda, Gunung Gambar Kecamatan Ngawen sebagai salah satu tempat untuk mengatur taktik pertempuran dan juga tempat untuk menyepi bagi beliau. Kepada Prajuritnya dia selalu menanamkan Tri Dharma untuk bekal dalam pertempuran dan kehidupan, adapun Tri Dharma itu yaitu :
- Rumangsa melu handarbeni -Wajib ikut memiliki
- Waji melu hangopeni -Merasa ikut dipertahankan
- Mulat sarira hangrasa wani -Setelah mawas diri, merasa berani untuk berbuat
Selain Tri Dharma diatas untuk menghadapi pertempuran dengan Belanda dan juga menjalani kehidupan bermasyarakat Pangeran Sambernyawa selalu memperlihatkan pendidikan Moral dan Mental pada prajuritnya, yaitu :
- Samakaton
- Adisana
- Adirasa
- Mangadeg
- Vaandel (tombak)
- Kerangka tambur
Yang mengadung maksud sebagai berikut:
Samakaton artinya, kesemua hal sanggup terlihat apabila insan mau tiba menyepi ditempat yang indah.
Adisana artinya tempat yang indah, apabila insan berani laris menyepi di tempat yang indah itu akan mendapatkan rasa yang indah pula yang risikonya mengakibatkan kemurnian dihati nuraninya.
Adirasa artinya rasa yang indah. Dalam hal 1, 2, 3 tersebut diatas kenyataannya apabila insan sanggup berdiri (mangadeg – mendirikan Imannya) kepada Yang Maha Kuasa menyerupai tegaknya vaandel tersebut. Tombak atau Vaandel simbol kejayaan apabila ditambahkan dengan rasa suci, sunyi, kosong, kang Hamengku Hana (ada) yang dinisbatkan dengan : Kerangka tambur digunung Mangadeg.
KGPAA MANGKUNAGARA I disamping dikenal sebagai Panglima Perang yang mumpuni, Pejuang yang tidak kenal menyerah, Pendiri Praja Mangkunegaran, dia dikenal sebagai kreator tari.
Tiga karya tari yang populer ciptaan dia antara lain:
- Bedhaya Mataram-Senapaten Anglirmendung, yang diciptakan sebagai peringatan usaha perang Kesatrian Ponorogo. Ditarikan 7 penari wanita, pesinden dan penabuh wanita.
- Bedhaya Mataram-Senapaten Diradameta, merupakan monumen usaha perang di Hutan Sitakepyak. Ditarikan 7 penari pria, pesinden dan penabuh pria.
- Bedhaya Mataram-Senapaten Sukapratama, merupakan monumen usaha perang bedah benteng Vredenburg di Yogyakarta. Ditarikan 7 penri pria, pesinden dan penabuh pria.
2.13Apresiasi Negara Terhadap Perjuangan Raden Mas Said
Pemerintah Indonesia sangat menghargai jasa Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I sebagai pejuang kemerdekaan nasional. Hal itu terbukti dengan pengangkatan dia sebagai jagoan kemerdekaan nasional menyerupai yang tertuang dalam keputusan Presiden RI. No. 048/TK tahun 1988, tanggal 17 Agustus 1988. Setelah Mangkunegara I wafat, dia digantikan oleh Mangkunegara II dan seterusnya, hingga ketika ini yang menjabat sebagai pimpinan Pura Mangkunegaran yaitu Sri Paduka Mangkunegara IX.
2.14 Tokoh-tokoh yang berkaitan dengan Legiun Mangkunegaran
- Raden Mas Said
- Hamengkubuwono I
- Pakubuwono III
- Nicholas Harting
- Patih Danureja
2.15 Warisan Legiun Mangkunegaran
Sejak pemerintahan Mangkunegara I hingga Mangkunegara IX, Pura Mangkunegaran telah memperlihatkan sumbangan yang besar bagi bangsa dan kebesaran nama Indonesia.
Karya-karya tari dan sastra, serta banyak sekali ragam seni budaya bermutu tinggi banyak yang lahir dari lingkungan Mangkunegaran.Peranan Pura Mangkunegaran di bidang pendidikan menghasilkan tokoh-tokoh nasional, serta putera bangsa yang berbobot.Dalam usaha kemerdekaan nasional, banyak kerabat Mangkunegaran yang eksklusif terlibat dalam usaha fisik maupun non fisik.
2.16 Animasi Dokumenter
Film animasi dokumenter pertama kali dikenalkan oleh Windsor Mckay dalam film The Sinking of Lusitania (1918) dimana ia memakai animasi untuk menampilkan kejadian tenggelamnya kapal RMS Lusitania lantaran terkena serangan torpedo. Dimana tidak ada rekaman faktual dari kejadian ini. Contoh lain dari film Animasi Dokumenter yaitu Abductees (2005) karya Paul Vester, film ini menampilkan wawancara dengan beberapa orang yang mengaku pernah diculik oleh makhluk luar angkasa, dari wawancara tersebut pengalam mereka ditampilkan kembali dalam bentuk animasi.
Dari hal tersebut, kita sanggup melihat penggunaan animasi dalam mewujudkan suatu kejadian yang mustahil diwujudukan lagi atau suatu kejadian yang tidak pernah terekam atau terdokumentasikan ke dalam sebuah film, selain itu yang menjadi kekuataan animasi yaitu fungsinya untuk menghibur walaupun tema yang diangkat ke dalam film animasi dokumenter tersebut yaitu tema yang berat, dengan animasi juga sanggup memudahkan penyampain data-data atau informasi penting yang harus disampaikan dalam sebuah dokumenter.
Dalam konteks kiprah simpulan ini, penulis memakai animasi untuk menggambarkan kembali beberapa hal yang pernah terjadi dengan memakai animasi sebagai media untuk memberikan tema yang diangkat ke dalam sebuah film. Karena dengan media film animasi dokumenter permasalahan yang diangkat penulis bisa lebih menarik dan lebih gampang untuk dipaparkan dalam penyampaiannya.
2.16 Target Audiens
Berusia sekitar 17-25 tahun, laki-laki atau perempuan, tinggal di Jakarta atau kota besar lainnya, mempunyai pengetahuan dan pendidikan minimal Sekolah Menengan Atas atau Perguruan Tinggi, mempunyai ketertarikan di bidang sejarah, ilmu pengetahuan, film, animasi, komik. Tingkat kemampuan ekonomi menengah hingga atas.
2.17 Analisa Kasus
2.18 Faktor Pendukung dan Penghambat
2.18.1 Faktor Pendukung
- Masih jarangnya serial animasi di Indonesia yang mengangkat dongeng dari tokoh sejarah atau pahlawan.
- Animasi kini banyak diminati masyarakat sehingga menciptakan film animasi sanggup menjadi salah satu daya tarik tersendiri untuk masyarakat Indonesia.
- Menjadi salah satu pilihan tontonan alternatif sebagai hiburan sekaligus membuka wawasan wacana sejarah, terutama wacana kisah legiun mangkunegaran yang sebelumnya tidak banyak diungkap.
- Medium Animasi sanggup merekonstruksi kembali kejadian-kejadian sejarah yang pernah terjadi.
2.18.2 Faktor Penghambat :
- Masih banyak masyarakat yang kurang tertarik untuk mengetahui sejarah atau kisah para jagoan bangsa
- Tema yang akan diangkat masih dianggap beberapa pihak sebagai tema yang sensitif lantaran masih berkaitan dengan jaman penjajahan yang terjadi di indonesia.
- Karena keterbatasan waktu sehingga tidak semua detail kiprah pangeran Sambenyawa di tanah air sanggup disampaikan.
2.19Analisa riwayat Pangeran Sambernyawa dan penerapannya
Melihat dari sumber-sumber yang menjadi dasar penulis dalam menciptakan dokumenter animasi ini. Maka akan dibentuk dokumenter Animasi riwayat usaha Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) dalam peristiwa-peristiwa peperangan bersejarah di indonesia, modernisasi organisasinya serta tokoh-tokoh penting yang berkaitan dengannya. Dimana hal-hal tersebut bekerjasama dengan sisi nasionalisme usaha dan awal menuju pembentukan militer modern di Indonesia.