Pengertian Sentra Rehabilitasi Pasca-Stroke
Thursday, November 12, 2020
Edit
Pengertian Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke
Kasus yang dipilih ialah salah satu pecahan dari fasilitas kesehatan. Bentuk-bentuk fasilitas kesehatan ialah pusat rehabilitasi, rumah sakit, klinik dan poliklinik. Selain di atas masih ada bentuk lain yang konsentrasi pada kecantikan perempuan atau kesehatan tubuh jasmani. Definisi rumah sakit berdasarkan Depkes RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik adalah, forum yang bersifat dasar sebagai subspesialistik. Lima misi rumah sakit berdasarkan Depkes RI ialah perawatan, pengobatan, rehabilitasi, pendidikan dan penelitian. Namun pada perkembangannya, untuk melayani kelima kebutuhan tersebut tidak harus dilakukan pada satu fasilitas.
Perbedaan Pusat Rehabilitasi dan Rumah Sakit
Pusat Rehabilitasi ialah tempat yang menjadi referensi rumah sakit jika penyakitnya sudah terang dan memerlukan penanganan khusus untuk pemulihan pasien. Pusat Rehabilitasi bertujuan menolong pasiennya untuk mencapai tingkat independesi setinggi mungkin. Dinamakan Pusat Rehabilitasi lantaran di dalamnya terdapat banyak sekali macam fasilitas yang saling berintegrasi untuk memaksimalkan proses rehabilitasi (pemulihan).
Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke, membantu orang-orang yang telah mengalami serangan stroke, atau yang biasa disebut dengan IPS (Insan Penderita Stroke), untuk memperoleh kembali kemampuan yang hilang lantaran terjadinya kerusakan pada pecahan otak pada ketika mereka mengalami serangan stroke. Misalnya, kemampuan mengkordinasi pergerakan kaki untuk berjalan ataupun untuk melangkah. Rehabilitasi juga mengajarkan kepada para IPS cara gres untuk melaksanakan acara sehari-hari. Pasien mungkin harus berguru untuk mandi dan berpakaian dengan memakai hanya satu tangan, atau cara berkomunikasi yang efektif jika mereka kehilangan kemampuan mereka untuk memakai bahasa. Ada konsensi yang besar lengan berkuasa diantara para hebat rehabilitasi bahwa elemen yang paling penting di semua acara rehabilitasi ialah carefully directed, well-focused, repetitive practice.
Stroke ialah jenis penyakit yang sering disebut oleh terapis fisik sebagai kecelakaan pada Cerebro Vaskular atau CVA (Cerebrovascular Accident). Penyakit ini muncul jawaban gangguan secara tiba-tiba pada otak yang tidak bekerjasama dengan trauma. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Pada stroke iskemik, anutan darah ke otak terhenti lantaran aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat anutan darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu kawasan di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Menurut National Institutes of Health, tipe-tipe tingkatan abnormalitas yang diakibatkan oleh stroke tergantung pada pecahan mana pada otak yang rusak. Secara garis besar, stroke sanggup menimbulkan 5 tipe kecacatan, antara lain :
1. Paralysis atau persoalan dalam mengontrol pergerakan (kontrol motorik)
Paralysis atau persoalan dalam mengontrol pergerakan ialah salah satu abnormalitas yang paling sering diakibatkan oleh serangan stroke. Paralysis biasanya terjadi pada pecahan tubuh yang berseberangan dengan pecahan otak yang mengalami kerusakan, contohnya apabila pada ketika terjadi serangan stroke, otak sebelah kiri mengalami kerusakan maka pecahan tubuh yang akan mengalami gangguan motorik ialah pecahan tubuh sebelah kanan. Paralysis pada satu pecahan tubuh ini disebut hemiplegia. Pasien stroke yang mengidap hemiparesis akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan acara sehari-hari, ibarat berjalan atau memegang barang. Beberapa pasien penderita stroke mengalami kesulitan dalam menelan, biasa disebut dysphagia, hal ini disebabkan rusaknya pecahan otak yang mengontrol otot untuk menelan. Kerusakan pada pecahan otak bawah, cerebellum, sanggup mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengkordinasikan gerak, tanda-tanda ini disebut ataxia, yang sanggup menimbulkan persoalan pada postur tubuh, kemampuan berjalan dan keseimbangan.
2. Gangguan Sensorik
Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan untuk mencicipi rabaan, sakit, temperature ataupun posisi. Gangguan sensorik juga sanggup menimbulkan penurunan kemampuan untuk mengenali objek. Beberapa pasien stroke yang mencicipi kesakitan, kekebalan ataupun perasaan geli ibarat ditusuk pada pecahan yang lumpuh, kondisi ini dikenal dengan nama paresthesia.
Pasien yang selamat dari serangan stroke mempunyai kecenderungan mengalami sindrom penyakit kronik yang diakibatkan dari stroke yang merusak system saraf (neuropathic pain). Pasien yang telah sangat lemah dan lenganya mengalami kelumpuhan sering mencicipi kesakitan yang menjalar dari punggung. Namun yang paling sering terjadi rasa sakit diakibatkan lantaran sendi menjadi lumpuh lantaran kekurangan pergerakan dan tendon serta ligament disekitar sendi menjadi macet di satu posisi. Hal ini biasa disebut dengan ‘sendi kaku’. Pada beberapa pasien stroke, jalur pengirim sensasi ke otak telah rusak, menimbulkan pengiriman signal yang salah yang menimbulkan rasa sakit pada tungkai dan lengan atau pecahan tubuh yang lain yang mengalami defisit sensorik. Sindrom rasa sakit ini yang paling sering terjadi biasa disebut ‘thalamic pain syndrome’, yang akan sulit disembuhkan sekalipun dengan perawatan.
Penderita stroke juga mungkin kehilangan kemampuan untuk mencicipi keinginan untuk buang air kecil maupun air besar. Beberapa mungkin kekurangan kemampuan untuk bergerak ke toilet pada waktunya. Keadaan ini mungkin hanya sementara terjadi, namun ketidakmampuan ini walapun hanya sementara ternyata cukup mengganggu penderita secara fisik maupun emosional.
3. Aphasia atau gangguan dalam memakai dan mengerti bahasa
Sekurangnya ¼ dari penderita stroke mengalami language impairments, termasuk kemampuan untuk berbicara, menulis dan mengerti bahasa verbal dan tulisan. Stroke menimbulkan luka pada pecahan otak yang mengontrol komunikasi yang menimbulkan gangguan komunikasi verbal. Kerusakan pada pusat bahasa yang terletak pada pecahan otak dominan, yang dikenal dengan nama area Broca, menimbulkan expressive aphasia. Manusia dengan tipe aphasia akan mengalami kesulitan menerjemahkan pikiran mereka ke dalam kata-kata atau tulisan. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata yang mereka pikirkan dan untuk mengatur kata-kata secara koheren, dan benar secara tata bahasa. Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi pada pusat bahasa yang terletak pada pecahan otak belakang, disebut dengan area wernicke, menimbulkan receptive aphasiai.
Penderita kondisi ini mempunyai kesulitan mengerti bahasa verbal maupun goresan pena dan kadang mengalami kesulitan berbicara atau berbicara tidak jelas. Walaupun mereka sanggup membentuk kata-kata yang benar secara tata bahasa, pengucapan mereka kadang berbeda dengan yang dimaksudkan. Bentuk aphasia yang paling berat ialah global aphasia, disebabkan oleh kerusakan pada beberapa area termasuk pada fungsi bahasa. Penderita global aphasia kehilangan hampir semua kemampuan linguistik, mereka tidak bisa mengerti bahasa atau bahkan memikirkannya. Bentuk aphasia yang lebih ringan, biasa disebut anomic atau amnesic aphasia, berlaku ketika hanya terjadi sedikit kerusakan pada otak; efeknya kadang beragam. Penderita anomic aphasia mungkin secara selektif melupakan beberapa kelompok kata, ibarat nama orang atau objek tertentu.
4. Gangguan Pikiran dan Ingatan
Stroke sanggup menimbulkan kerusakan pada pecahan otak yang bertanggung jawab terhadap ingatan, pengetahuan, dan kesadaran. Penderita stroke mungkin secara dramatis memperpendek jarak perhatian atau mungkin mengalami defisit pada ingatan jangka pendek. Individu juga mungkin kehilangan kemampuan untuk menciptakan rencana, mengartikan, mempelajari aktifitas baru, atau melaksanakan aktifitas mental yang lebih kompleks lainnya. Dua kekurangan yang sering diakibatkan lantaran stroke ialah anosognosia, ketidakmampuan untuk mengenali kenyataan kerusakan fisik jawaban stroke, dan neglect, kehilangan kemampuan untuk merespon objek atau rangsangan sensor yang terletak pada salah satu pecahan tubuh, biasanya pada pecahan yang rusak lantaran stroke.
5. Gangguan Emosional
Banyak orang yang pernah mengalami serangan stroke mencicipi ketakuatan, kegelisahan, kemarahan, kesedihan, dan perasaan berduka lantaran kehilangan kemampuan fisik dan mental mereka. Perasaan ini merupakan respon yang natura terhadap psikologis sesudah mengalami stress berat stroke. Beberapa gangguan emosional dan perubahan kepribadian disebabkan oleh imbas fisik rusaknya otak. Depresi klinis, yaitu perasaan hilang impian yang mengacaukan kemampuan individu untuk berfungsi, sering menjadi gangguan emosional yang dialami oleh penderita pasca-stroke. Tanda-tanda dari depresi klinis termasuk gangguan tidur, perubahan radikal pada contoh makan yang akan menimbulkan hilangnya atau bertambahnya berat tubuh secara drastis, kelesuan, penarikan diri dari sosial, lekas marah, kelelahan, kebencian terhadap diri sendiri, dan keinginan untuk bunuh diri. Depresi pasca-stroke bisa diobati dengan pengobatan antidepresi dan konseling psikologis.
Menurut Jeffrey S. Hecht MD, dari Associate Professor and Chief, Division of Surgical Rehabilitation Department of Surgery, University of Tennessee Graduate, School of Medicine, ada dua hal yang mendasari situasi diatas. Pertama, keterbatasan pada pedalaman mengenai rehabilitasi dan kurangnya tenaga hebat di dalam sekolah tinggi tinggi untuk menghasilkan dokte-dokter yang cukup kompeten dan mengakomodasi jumlah pasien yang ditangani. Pasien dan keluarganya berkemungkinan mempunyai pandangan yang salah mengenai stroke dan kurang motivasi untuk menaklukkna ketidakmampuan jawaban stroke. Jika kesembuhan telah mencapai tingkat mustahil, pasien membutuhkan konseling dan dorongan dalam menghadapi ketidakmampuan fisiknya. Tujuan final dari rehabilitasi ialah mengembalikan fungsi-fungsi organ yang telah terganggu seoptimal mungkin.
Pasien yang menderita stroke mempunyai komplikasi pada system pecahan tubuh lainnya (di luar yang mengalami kelumpuhan). Kulit harus dilindungi untuk menghindari sakit pada kulit jawaban ukiran dengan tempat tidur (decubitus ulcers), tempat tampungan urin atau bladder harus diperhatikan secara baik untuk menghindari komplikasi dan pasien harus tetap dimonotori lantaran resiko besar terhadap pendarahan kaki. Perhatian yang intensif diharapkan juga untuk menghindari pneumonia. Pasien harus sanggup dipindahkan semudah mungkin untuk menghindari kelemahan jawaban berbaring terlalu usang di tempat tidur dan komplikasi yang telah disebutkan di atas.Untuk meningkatkan optimism dalam penyembuhan, rehabilitasi harus dilaksanakan sedini mungkin sesudah mengalami serangan stroke atau sesudah kondisi dianggap telah stabil kembali oleh dokter. Pertanyaan apapun yang muncul , hebat patologi harus sanggup mendukung konsultasi ini untuk memilih nutrisi yang ptimal untuk menghindari pneumonia dan malnutrisi. Cairan yang encer justru sulit untuk ditelan pasien. Biasnaya, mereka merasa gampang mengunyah masakan yang lembut ibarat pudding. Terapis berbicara juga membantu kesulitan-kesulitan tersebut di atas dengan cara mengajak berbicara.
Jika pasien sudah berada pada level layak untuk direhabilitasi, yaitu berada pada kondisi Stabil Sistem Organ, para petugas rumah sakit ibarat perawat, pekerja sosial dan konselor rehab sebelumnya berdiskusi sebagai tim untuk perawatan. Keluarga juga diajak untuk berdiskusi mengenai pemindahan pasien ke level berikutnya. Untuk memulai semoga pasien terlibat secara aktif, terapis fisik membantu latihan pergerakan sendi dan pergerakan dasar.
Ada beberapa level perawatan yaitu LTACH (Long Term Acute Care Hospital) untuk pasien yang memilki perawatan dan perhatian yang sangat intensif. Pasien ini masih berada dalam keadaan yang tidak sadar dan mempunyai luka yang kompleks. Biasanya pasien memerlukan mesin tunjangan untuk keberlangsungan perawatannya. Oleh lantaran itu, ruangan harus cukup untuk peralatan ini. Kemudian SNF (Skilled Nursing Facility), untuk pasien yang lebih stabil keadaanya dibandingkan dengan pasien LTACH atau rehabilitasi akut untuk pasien yang relative stabil, membutuhkan perhatian harian perawat. Pasien dalam SNF tidak membutuhkan perhatian intensif dari perawat. Oleh lantaran itu, persyaratan ruang tidak sama dengan pasien LTACH. Hanya dibutuhkan empat jam sehari untuk pengawasan dan berganti pakaian. Pasien ini dikunjungi tiga kali oleh dokter dalam seminggu. Terapi dilakukan selama satu sampai dua jam setiap harinya. Pasien sanggup berpindah pada tingkatan tersebut, bergantung dari kebutuhan terapinya.
Dalam rawat jalan, psikiatri secara efektif mengatur acara rehabilitasi dengan bekerjasama dengan terapis fisik utama atau okter neurologi yang bertitik tolak pada informasi medis akut yang non-rehabilitatif ibarat antikoagulasi, tekanan darah, kolestrol dan diabetes mellitus.
Hal yang paling efektif dalam rehabilitasi ialah memperlakukan pasien dan keluarganya secara holistik atau menyeluruh. Segala kerusakan jawaban stroke harus sanggup diidentifikasikan dan diperbaiki. Rehabilitrasi harus sanggup menolong pasien dan keluarganya menemukan pengertian dan pertumbuhan pribadi melalui pengalaman yang sulit ini.