Pengertian Kesejahteraan Sosial

KESEJAHTERAAN SOSIAL
1. Pendahuluan.
Dalam rangka perjuangan untuk mewujutkan pembangunan kese­jahteraan Sosial, sebagaimana te1ah digariskan dalam Ketetap- an MPRS No. XXVIII/1966, dan Repelita I maka arah kegiatan ditujukan terutama kepada dua target pokok yakni: Pertama, membantu merehabilitir anggota-anggota masyarakat yang ter­hambat kesanggupannya baik jasmaniah, kejiwaan maupun so­-sial dan memperlihatkan latihan-latihan yang diperlukan, semoga me­reka sanggup menjadi anggota masyarakat yang layak serta sanggup turut-berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan. Kedua, mendorong berkembangnya rasa dan kemampuan untuk meng­atasi perkara yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan, sehingga diharapkan makin meningkatnya ke­sadaran membangun oleh masyarakat sendri.

Dalam rangka pelaksanaan Repelita I, semenjak tahun 1969 ber- ­bagai kegiatan telah dilakukan dibidang ini, dan perkembangan hasil-hasil yang dicapai diuraikan dalam bagian-bagian se- ­lanjutnya.

2. Pembinaan Kesejahteraan, Sosial Desa.
Usaha-usaha dibidang kesejahteraan sosial desa dilakukan melalui peningkatan mutu Lembaga-lembaga Sosial Desa. Untuk itu telah diselenggarakan Penyuluhan dan Bimbingan Sosial, Latihan kerja dan Kursus-kursus Kepemimpinan, cara-cara me­laksanakan program-program sosial serta memperlihatkan perang­sang berupa peralatan pertukangan dan usaha-usaha lainnja. Kursus tersebut selalu dikaitkan dengan pemecahan masalah- perkara sosial yang mendesak untuk memperbaharui kreativitas kehidupan dipedesaan. Pembinaan dan pengembangan Lembaga Sosial Desa (L.S.D.) semenjak tahun 1952 dimulai dengan 213 buah 577 310383-(37). 

L.S.D. Hingga tamat tahun 1971 diseluruh Indonesia telah ter­bentuk 39.205 L.S.D. dan telah membangun karya phisik secara gotong-royong antara lain: Lumbung Desa, Pusat Kesejahtera­- an Keluarga, Dam, Jembatan, Sekolahan dan lain-lain.

Sejak tahun, 1971, sesuai dengan Keputusan Presiden R.I. No. 81 Tahun 1971 tanggal 18 Nopember 1971, pelatihan L.S.D. telah dialihkan dari Departemen Sosial R.I. kepada De- partemen Dalam Negeri. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu langkah untuk melakukan pengintegrasian aneka macam perjuangan pembangunan desa (Lembaga Sosial Desa, Pendidikan Masyarakat dan Pembangunan Masyarakat Desa) sebagaimana dimaksudkan oleh Ketetapan MPRS No. XXVIII tahun 1966.

Hasil-hasil fisik kegiatan Lembaga Sosial Desa sanggup dilihat

3. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga dan Masyarakat.
Tujuan utama pelatihan kesejahteraan keluarga yakni pe- ngembangan kemampuan hemat golongan keluarga yang ber- penghasilan amat rendah dengan cara mengerahkan kegiatan untuk menggali potensi-potensi setempat. Sasaran acara ini. yakni keluarga-keluarga yang tinggal dibeberapa tempat pede­saan yang minus dan tandus, tempat yang terisolir, dan tempat yang padat penduduknya.

Didaerah Segaraten (Sukabumi) keluarga-keluarga yang da­lam tahun 1972/73 mendapat pemberian peralatan dan bahan- materi kerajinan tangan telah memperlihatkan kemajuan dengan mendapat komplemen penghasilan hingga dengan 2 liter beras se­hari. Sedangkan didaerah Gunung Kidul (Yogyakarta) keluarga yang mendapat peralatan untuk menggali watu alam mendapat­-kan komplemen penghasilan 25 rupiah sehari. Yang nampak me­nonjol akibatnya yakni perjuangan produksi tahu/oncom dengan me­libatkan 5 kepala keluarga pada setiap unit perusahaan telah menghasilkan komplemen penghasilan 75-100 rupiah setiap kelu­arga. Lebih penting lagi yakni bahwa perjuangan tersebut telah me­nimbulkan efek positip terhadap masyarakat sekitarnya. yakni beberapa perorangan telah tertarik untuk mengadakan

Dalam jangka panjang diharapkan bahwa dengan adanya penambahan penghasilan dari golongan keluarga tersebut di­- atas akan sanggup membuat dan membuatkan prasarana sosial setempat yang akan digunakan sebagai landasan pelayanan kesejahteraan sosial. Diperkirakan dalam masa 1969-1972 perjuangan tersebut telah menggerakkan kegiatan sejumlah 1.300 K.K. di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Disamping itu telah pula dibangun 6 buah gedung Serba Guna yang diperuntukkan bagi tempat penyelenggaraan pelatihan kesejahteraan keluarga dan anak di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jakarta. Pembangunan gedung tersebut dimaksudkan untuk dijadikan proyek percontohan guna peningkatan P.K3.A (Pusat Kegunaan Kesejahteraan Keluarga dan Anak) yang ada diseki­tarnya. Jumlah P.K3.A yang ada tersebar diseluruh Indonesia semenjak tahun 1969 hingga tamat tahun 1972 tercatat sebanyak 688 buah. Dalam rangka pemberian pelayanan sosial kepada para warga masyarakat yang lanjut usia (jompo) yang memer­lukan, maka telah selesai dibangun sebuah Panti Wredha, yaitu P.W. Budi Dharma di Jakarta. Diseluruh Indonesia dalam tahun 1972 tercatat sebanyak 48 Panti Wredha.

4. Pembinaan Kesejahteraan Anak dan Taruna.
Kegiatan dibidang ini meliputi hal-hal yang bersangkutan de­ngan perkara belum dewasa terlantar, belum dewasa tuna sosial dan belum dewasa cacat. Tujuannya yakni meningkatkan kegiatan­-kegiatan yang bersifat edukatip dan kreatip diluar kegiatan pendidikan sekolah. Ini dimaksudkan semoga sekaligus merupakan perjuangan yang bersifat preventip dalam penanggulangan perkara kenakalan anak remaja.

Penanggulangan belum dewasa terlantar dilakukan antara lain melalui penampungan belum dewasa di Panti-Panti Asuhan dengan sistim pengasuhannya secara "cottage style system".

Selain itu diselenggarakan pula „program foster care” yakni menampung anak terlantar dengan sistim asuhan keluarga, yang disertai pemberian acara pengembangan ekonomi keluarga. Dalam tahun 1972 Panti Asuhan diseluruh Indonesia telah men­capai jumlah 287 buah dengan 12.796 anak (Tabel XIV - 2). Dalam rangka pemberian bagi anak terlantar beberapa organisasi Luar Negeri, seperti: Foster Parents Plan Inc., SOS Kinderdorf International dan UNICEF memperlihatkan pula bantuannya. Untuk memperlihatkan pelayanan sosial kepada belum dewasa sekolah yang tidak bisa dan memerlukan istirahat ditempat terten- ­tu, maka telah dibangun dua tempat Peristirahatan di Batu, Malang dan di Tawangmangu, Surakarta. Dalam rangka pening­katan Usaha Panti-Panti Sosial semoga bisa berdiri sendiri dan produktip, telah diberikan perangsang berupa perjuangan ternak ayam kepada 22 Panti Asuhan. Dalam perjuangan membuatkan talenta dan kreativitas belum dewasa sampaumur disediakan Karang Taruna untuk melayani kebutuhannya diwaktu luang. Adanya suatu karang taruna dalam suatu lingkungan sanggup membantu:

  1. memberi kesempatan kepada anak/pemuda dari semua go­longan masyarakat untuk bertemu dan bergaul tanpa terpe­ngaruh oleh status sosial-ekonomi orang tuanya masing­masing.
  2. mengembangkan mental dan bakatnya.
  3. mencegah pemuda-pemuda berkeliaran tanpa tujuan yang sanggup menjurus kepelanggaran aturan dan norma-norma ke­hidupan masyarakat.
Oleh alasannya itu peningkatan dan penyebaran Karang Taruna didaerah-daerah dengan fasilitas-fasilitasnya, sangat diperlukan. Dalam tahun 1972 telah tercatat 333 buah Karang Taruna dise­luruh Indonesia.

Dalam rangka perjuangan pelatihan generasi muda telah dilak­sanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

  1. Konperensi Nasional wacana Anak dan Pemuda dalam Pe- rencanaan Pembangunan Nasional (tahun 1969).
  2. Loka-karya untuk menghimpun, meneliti, mempelajari dan membahas peraturan-peraturan/perundang-undangan yang menyangkut anak dan pemda (tahun 1970). Diusahakan pula saran-saran perubahan dan penyempurnaan terhadap perundang-undangan tersebut, sesuai dengan perkembangan keadaan.
  3. Penelitian didaerah pedesaan (tahun 1971) untuk mendapat­kan bahan-bahan guna peneiptaan lapangan pekerjaan dan lain-lain bagi para cowok didesa sekaligus dalam rangka penanggulangan perkara urbanisasi.
  4. Seminar nasional pelatihan generasi muda Indonesia (tahun 1972).
  5. Team studi untuk mempelajari perkara kenakalan anak/ sampaumur dan perjuangan penanggulangannya, serta team studi mengenai perjuangan rehabilitasi mental para sampaumur korban narkotika.
5. Pembangunan Masyarakat Suku Terasing.
Tujuan dari pembangunan masyarakat suku-suku terasing yakni meningkatkan taraf kehidupan sosial-ekomomi mereka setahap demi setahap semoga sanggup turut menikmati taraf kese­jahteraan sebagaimana warga Masyarakat Indonesia lainnya. Disamping itu diharapkan pula semoga mereka sanggup ikut aktip dalam proses pembangunan. Pembamgunan masyarakat suku­-suku terasing yang pada umumnja bertempat tinggal dan ber­-mata pencaharian secara berpindah-pindah, hingga mereka ber­sedia tinggal bertani menetap memerlukan proses akulturasi yang panjang dan tidak cukup dalam jangka waktu 4-5 tahun. Kegiatan pokok dilapangan ini yakni :

  1. penelitian data sosiologis, kulturil dan lain sebagainya ; 
  2. penyediaan prasarana dasar perkampungan ; rumah, tempat-tempat pendidikan dan pengobatan, kantor petu­-gas sosial dlsb ;
  3. pembinaan tata perkampungan dan pembentukan kader ; 
  4. penyediaan alat-alat pertanian dan pertukangan.
6. Pembinaan/Bantuan Kesejahteraan Pejuang dan Pah­lawan Nasional.
Kegiatan ini ditujukan untuk membina serta memelihara perilaku penghargaan kepada para Pahlawan Nasional, yang se­kaligus juga merupakan pelatihan kesadaran kepahlawanan bagi generasi muda. Dalam rangka kegiatan ini telah diadakan perjuangan untuk memperbaiki makam-makam jagoan (375 Taman Makam Pahlawan dan 47.118 Makam Pahlawan yang tersebar diseluruh tanah air) serta penulisan riwayat hidup 60 orang Pahlawan Naaianal. Bantuan/penghargaan kepada keluarga jagoan telah diperluas pula dengan pemberian bantuan, dan penghargaan kepada keluarga jagoan revolusi dan jagoan Ampera. Secara terang hasil kegiatan-kegi­-atan antara lain sanggup dikemukakan sebagai berikut :

  1. mengadakan pendaftaran dan her-registrasi para Pahla­wan Nasional;
  2. Up grading Taman Makam Pahlawan;
  3. memberikan pemberian kepada 56 orang keluarga Pahla- ­wan Nasional;
  4. perbaikan dan pemeliharaan 130 Makam Pahlawan;
  5. bantuan kesejahteraan/pendidikan terhadap 60 orang keluarga Pahlawan Nasional ;
  6. bantuan-kesejahteraan kepada 100 pejuang lainnya; 
  7. bantuan kepada 272 Sukwan/Sukwati ;
  8. membangun sebuah gedung menampung belum dewasa Pah­lawan/Pejuang yang kurang bisa dan yang melan­-jutkan pelajarannya di Jakarta ;
  9. imenerbitkah buku seri Pahlawan Nasional.
7. Rehabilitasi Penderita Cacat.
Penyelenggaraan pemberian rehabilitasi bagi para penderita cacat meliputi cacat tubuh, cacat mental dan tunanetra. Pada hakekatnya kegiatan-kegiatan yang menyangkut bidang ban­- tuan terhadap penderita cacat meliputi dua perkara pokok: Pertama, mengusahakan penyantunan dan pendidikan semoga seorang penderita cacat sanggup bisa bekerja mengatasi ke­cederaannya serta membentuk kepribadiannya semoga sanggup memiliki kepercayaan pada diri sendiri. Kedua, mengusaha-kan semoga para penderita cacat yang telah memiliki ketram­-pilan kerja sanggup memperoleh lapangan kerja yang layak, yang sanggup menjamin kebutuhan hidup keluarganya.

Maka untuk meningkatkan pelayanan kepada para penderita cacat, beberapa Lembaga Rehabilitasi telah diperluas dan di sempurnakan perlengkapannya:

  1. Memperbaiki dan melengkapu peralatan Lembaga Rehabi­- litasi Penderita Cacat di Solo serta cabangnya di Makassar (Ujung Pandang), dan melanjutkan pembangunan cabang Rehabilitasi Penca di Palembang berupa asrama, ruang belajar, kantor serta alat perlengkapannya.
  2. Memperbaiki dan memperluas serta melengkapi peralatan Pusat penyantunan dan Pendidikan Keuangan Tunanetra di Palembang dan cabangnya di Temanggung. Penyediaan per­alatan untuk latihan kerja Perbengkelan serta membangun satu unit keluarga yang sanggup menampung 12 anak tunane­- tra di Jakarta. Begmtupun di Menado dan Kupang telah sanggup pula dibangun gedung pendidikan dan asrama tunanetra. Dalam rangka meningkatkan perjuangan pengaturan tunanetra di Wiyata Guna Bandung, telah dibangun 8 buah rumah yang diperuntukkan bagi keluarga tunanetra yang dipan- ­dang telah cukup bisa mencari nafkah dengan perjuangan sendiri.
  3. Di Cibadak telah sanggup diwujutkan bangunan perumahan petugas dan asrama serta perlengkapannya yang sanggup me­nampung 60 penderita cacat mental.
Sedangkan di Proyek Percontohan Rehabilitasi Cacat Men- ­tal Temanggung telah sanggup dibangun ruangan kerja, asra- ­ma dan ruangan therapy workshop.

8. Rehabilitasi Tuna Karya.
Tuna Karya yang lazim disebut kaum gelandangan merupa- ­kan salah satu perkara sosial yang harus ditanggulangi seba- ­gai akhir tekanan arus penduduk ke kota-kota besar. Kelom- ­pok orang-orang gelandangan ini secara ber-pindah-pindah me­lakukan pekerjaan yang tidak layak, sehingga secara menyo­- lok mengganggu ketertiban, keamanan dan keindahan kota. Rehabilitasi Tuna Karya ini bermaksud merubah mereka dari tenaga yang bersifat konsumitip/nonproduktip kearah tenaga kerja yang produktip guna menunjang aneka macam sektor pem­bangunan khususnya bidang pertanian. Usaha tersebut dalam prakteknya menghadapi dua aspek yang sangat penting, yaitu ketidak normalan mental psikhologis dan hemat lemah se-bagai akhir kegagalan-kegagalan hidup yang mereka alami. Setelah melalui rehabilitasi dan peningkatan keadaan ekono- ­minya maka mereka disalurkan keproyek perjuangan pertanian di- ­luar Jawa (Pola Nasional) disamping perjuangan penyaluran ke- ­tempat lainnya (Pola Regional). Gambaran perkembangan rehabilitasi tuna karya antara tahun 1968-1972 sanggup dilihat pada tabel XIV - 4 dan Grafik XIV - 1. Dengan direalisasi- ­kannya rehabilitasi Tuna Karya ini ke proyek produksi khu- ­susnya pertanian maka baik secara regional maupun nasional akan memiliki arti yang sangat penting bagi pembangunan, antara lain :

  1. memperluas lapangan kerja dengan memanfaatkan tenaga kerja secara potensiil dalam pembangunan masyarakat desa.
  2. peningkatan sosial ekonomi, khususnya hasil produksi di-­bidang pertanian, perkebunan dan peternakan.
  3. mengurangi tekanan penduduk didaerah-daenah yang padat khususnya kota-kota besar.
9. Rehabilitasi Korban Bencana Alam.
Setiap petaka yang terjadi, akan menjadikan banyak kerugian, kerusakan serta penderitaan, baik yang menyangkut perkara manusianya (segi sosial) maupun bidang prasarana menyerupai rusaknya tanggul-tanggul, jembatan, jalan dan lain-lain. Pemecahan perkara tersebut yang bersifat menyeluruh tidak hanya membutuhkan pemberian pemberian pertama (first aid ) menyerupai pangan, pakaian, obat-obatan dan tempat penampungan sementara, tetapi juga merehabiliter kehidupan sosialnya semoga mereka sanggup berfungsi lagi dalam masyarakat. Hal itu sesuai dengan tujuan pekerjaan sosial, yakni menumbuhkan dan membuatkan swadaya masyarakat. Dengan demikian ditem­puhlah perjuangan untuk memindahkan para korban petaka yang bersifat khronis ke tempat gres dimana diharapkan mereka akan sanggup memperbaiki serta meningkatkan penghidupannya. Usaha tersebut secara tidak eksklusif menunjang kebijaksanaan penyebaran penduduk dan tenaga kerja. Dalam penyantunan korban petaka telah dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Daerah pengirim :

  • pengerahan dan penampungan korban alam.
  • penyediaan perlengkapan/peralatan.
  • penyaluran ketempat obyek penempatan.
  • pemeliharaan kesehatan selama diperjalanan.
Daerah penempatan :

  • pembukaan tanah, penyediaan perumahan dan lain-lain. 
  • penyediaan pangan selama delapan bulan.
  • pemeliharaan kesehatan.
  • pembinaan sosial-ekonomi dan pengembangan selanjutnya.
Penyelenggaraannya dilakukan dengan kolaborasi antara Direktorat Jenderal Transmigrasi dan Departemen Sosial dalam bentuk persetujuan bersama wacana penyelenggaraan Transmi­grasi Sektoral Korban Bencana Alam yang meliputi bidang teknis serta keuangan. Selain itu juga diadakan kerjasama dengan Pemda setempat, khususnya dalam rangka rehabilitasi Korban Bencana Alam. Sejak tahun 1969 hingga dengan tahun 1972 telah disalurkan sejumlah 2.608 K.K. yang terdiri dari 11.428 jiwa, termasuk pindahan lokal di Nusa Teng­gara Timur. (Tabel XIV - 5). Sementara itu untuk meningkatkan usaha-usaha rehabilitasi para korban tragedi alam, telah di­-adakan reorganisasi Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam dan Team Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam. Dalam tahun 1971 Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan para andal dalam lapangan petaka se Asia Tenggara sehingga diharapkan selanjutnya sanggup dikem­bangkan sistem kerjasama antara para anggota ASEAN dalam satu wadah Pusat Pengendalian Bencana-bencana Alam (ASEAN Centre for Natural Disasters Control). Mengingat bahwa sifat dari tragedi yang tidak mengenal tempat dan waktu, maka tersedianya dana sebagai dana cadangan sangat diharapkan semoga setiap terjadi tragedi sanggup segera ditanggu-langi. Sehubungan dengan itu, didalam kegiatan pengumpulan dana-dana sosial dari masyarakat serta penertiban pengguna­-annya, selama ini telah dihimpunkan dana dan disalurkan guna kepentingan masyarakat dan rehabilitasi sosial.

10. Pendidikan dan Latihan Institutionil.
Usaha-usaha dalam acara Pendidikan dan Latihan Insti­tutionil terutama yakni kegiatan-kegiatan lanjutan yang berupa rehabilitasi/menyelesaikan pembangunan ruang kuliah, asrama, melengkapi perpustakaan dan praktek kerja bidang pekerjaan sosial serta up-grading petugas untuk sesuatu keca­kapan. Selama ini oleh Kursus Kejuruan Sosial tingkat Mene- ­ngah di Medan dan di Kupang telah diselenggarakan praktek kerja sosial pada Lembaga-lembaga Sosial setempat, dan penambahan perlengkapan perpustakaan. Sedang untuk Kursus Kejuruan Sosial tingkat Menengah di Jakarta dan Padang, selain telah dilengkapi perpustakaan juga telah selesai dibangunruang belajar/kelas dan asrama untuk Balai Pendidikan Tenaga Sosial di Yogyakarta. Demikian juga bagi Propinsi Irian Jaya telah selesai dibangun sebuah asrama untuk siswa-siswa Keju-­ruan Sosial Pertama dan Menengah. Dalam tahun 1971 oleh Balai Pendidikan Tenaga Sosial telah diadakan upgrading selama satu bulan bagi 40 orang tenaga dalam bidang adminis­trasi kesejahteraan sosial. Selanjutnya bagi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial di Bandung selain perbaikan ruang ku­liah/asrama dan penambahan jperpustakaan juga telah di- ­bangun 4 (empat) buah rumah dinas untuk dosen dan tenaga staf lainnya. Semua kegiatan dah usaha-usaha tersebut yakni tidak lepas dari perjuangan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga Kesejahteraan Sosial yang memiliki kemam­- puan dan kecakapan untuk melakukan kiprah Pekerjaan Sosial, baik untuk pelaksana tingkat menengah dan tingkat tinggi. Demikian pula telah dilaksanakan pendidikan tenaga- tenaga teras dan tenaga pimpinan Departemen dalam dua ang-katan dengan jumlah penerima 49 orang. Disamp-ing itu untuk menambah pengetahuan para petugas dibidang kepegawaian telah diadakan pula upgrading manajemen kepegawaian.

11. Peningkatan Penelitian dan Survey.
Penelitian/Survey kesejahteraan sosial diharapkan untuk mendapat data yang relevant bagi penyusunan kebijak­- sanaan dan berusaha mendapat metode yang paling sesuai bagi pelaksanaan pelayanan pekerjaan sosial di Indonesia. Kegiatan mengenai pengolahan data sebagian besar dipusatkan di Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial di Yogyakarta.

Pada dasarnya target penelitian meliputi 2 (dua) perkara pokok :

  • Masalah Kesejahteraan Sosial yang bersifat pathologis, dimaksudkan, untuk mempelajani perkara pokok yang merupakan kendala dalam sistem pelayanan kesejahtera- ­an sosial, dan sejauh mungkin merumuskan suatu pola rehabilitasi yang sanggup merubah para tuna dari sifatnya yang konsumtip menjadi produktip.
  • Masalah Kesejahteraan Sosial yang bersifat non-patho- ­logis; titik berat penelitian yakni mengenai masalah-masa- ­lah kendala daripada partisipasi masyarakat/organisasi sosial swasta dalam melakukan pembangunan disektor Kesejahteraan Sosial.
Dalam kerangka permasalahan tersebut telah pula dilaksana­- kan penelitian dalam perjuangan penyusunan Pola Dasar pemba­- ngunan Kesejahteraan Sosial untuk Repelita II.

12. Peningkatan Effisiensi dan Penyempurnaan Prasarana Fisik.
Program ini meliputi usaha-usaha perencanaan dan penga­wasan/pengendalian proyek semoga tugas-tugas sektoral sanggup dilaksanakan lebih efektip dan efisien dalam proporsi pem­bangunan yang menyeluruh. Dalam rangka itu pula ditempuh perjuangan penyempurnaan prasarana fisik yang berupa pemba- ­ngunan gedung Kantor, Rumah Dinas, Kendaraan dan lain seba­gainya.

Selama ini telah dibangun 19 Gedung Kantor, 24 Rumah Dinas, 40 Kendaraan, baik untuk jawatan sosial/Perwakilan Departemen Sosial di Propinsi-propinsi maupun untuk keper- luan Departemen.

13. Penyelenggaraan Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri.
Dalam rangka kiprah menyelenggarakan kesejahteraan pega­- wai, maka melalui Lembaga Penyelenggara Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri telah diberikan pemberian kepada pegawai-pega­- wai yang mengalami ajal suami/isteri, ajal anak, kelahiran, perkawinan, dan korban tragedi alam, berasal dari potongan wajib 0.66% honor pegawai. Sejak tahun 1968 hingga tahun 1972 jumlah dana yang telah disampaikan yakni sejum­- lah Rp. 971.306.928,­-

14. Dalam kegiatan menyelenggarakan perencanaan dan peraturan per-undang-undangan dibidang sosial, telah disiapkan Rancangan Undang-undang :

  • Rancangan Undang-undang wacana Kesejahteraan Sosial
  • Rancangan Undang-undang wacana Kesejahteraan anak. 
  • Rancangan Undang-undang wacana Gelandangan dan Pe­ngemis.
  • Rancangan Undang-undang wacana Pemberantasan Pela­- curan dan Perdagangan manusia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel