Makalah Kebudayaan Suku Sunda
Tuesday, April 7, 2020
Edit
KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat beragam yang mempunyai keanekaragaman di dalam aneka macam aspek kehidupan. Bukti konkret adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak sanggup kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa insan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia. Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak mempunyai kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Melihat realita bahwa bangsa Indonesia yakni bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya aneka macam suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda mempunyai kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada jadinya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk emudahkan dalam pembahasan dilema maka penulis membatasi pada
- Seperti apakah kebudayaan suku Sunda ?
- Bagaimana dilema sosial yang ada dalam masyarakat Sunda ?
- Bagaimana sistem interaksi dalam masyarakat Sunda ?
- Bagaimana stratifikasi masyarakat Sunda ?
C. TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
- Mengetahui kebudayaan suku Sunda.
- Memahami salah satu bentuk dilema sosial yang ada dalam masyarakat Sunda.
- Menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian suku Sunda.
- Mengetahui akan stratifikasi suku Sunda.
BAB II
PEMBAHASAN
Suku Sunda yakni kelompok etnis yang berasal dari belahan barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah manajemen propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat yakni Suku Sunda yang merupakan penduduk orisinil provinsi ini. Suku lainnya yakni Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah belahan utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah belahan barat yang bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar di Jawa Barat, mirip Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.
A. KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
1. SISTEM KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha.Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan gaib masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.
Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, yakni lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan insan (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
2. MATA PENCAHARIAN
Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama yakni hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan yakni pengembangan sumber daya insan yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.
3. KESENIAN KIRAB HELARAN
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan yakni suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus mirip ; menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari-hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang dari perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa arak-arakan yang pernah digelar pada dikala Hari Kaprikornus ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini yang bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju tempat perkantoran Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, mirip sisingaan, gotong gagak, kendang rampak, calung, engrang, reog, barongsai, dan klub motor.
KARYA SASTRA
Di bawah ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca mengenal karya sastra lainnya dalam bahasa Jawa namun berasal dari daerah Sunda,
- Babad Cerbon
- Cariosan Prabu Siliwangi
- Carita Ratu Galuh
- Carita Purwaka Caruban Nagari
- Carita Waruga Guru
- Kitab Waruga Jagat
- Layang Syekh Gawaran
- Pustaka Raja Purwa
- Sajarah Banten
- Suluk Wuyung Aya
- Wahosan Tumpawarang
- Wawacan Angling Darma
- Wawacan Syekh Baginda Mardan
- Kitab Pramayoga/jipta Sara
PENCAK SIALAT CIKALONG
Pencak silat Cikalong tumbuh dikenal dan menyebar, penduduk tempatan menyebutnya "Maempo Cikalong". Khususnya di Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada umumnya, hampir seluruh perguruan tinggi pencak silat melengkapi teknik perguruannya dengan ajaran ini.
Daerah Cianjur sudah semenjak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang hingga kini dipergunakan dll.
SENI TARI
a. TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan) dikenal mempunyai aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan yakni salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen lantaran merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan bermacam-macam alat musik mirip Kendang, Go'ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini yakni musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
b. TARI MERAK
c. TARI TOPENG
SENI MUSIK DAN SUARA
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang perempuan yang dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang sanggup menyanyikan lagu yang dibawakan Sinden lantaran nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari.Dibawah ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda :
- Bubuy Bulan
- Es Lilin
- Manuk Dadali
- Tokecang
- Warung Pojok
WAYANG GOLEK
Jepang boleh terkenal dengan 'Boneka Jepangnya', maka tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek yakni pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi bunyi yang disebut Dalang. Seorang Dalang mempunyai keahlian dalam menirukan aneka macam bunyi manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 - 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, mirip Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam kisah mengambil nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang Golek, ada 'tokoh' yang sangat ditunggu pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, mirip Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari lantaran mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan kiprah lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pandai akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.
ALAT MUSIK
- Calung yakni alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung yakni dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun berdasarkan titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibentuk dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
- Angklung yakni sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local atau tradisional
KETUK TILU
Ketuk Tilu yakni suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan epilog kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan moral tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh lantaran itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
SENI BANGRENG
Seni Bangreng yakni pengembangan dari seni "Terbang" dan "Ronggeng". Seni terbang itu sendiri merupakan kesenian yang menggunakan "Terbang", yaitu semacam rebana tetapi besarnya tiga kali dari alat rebana. Dimainkan oleh lima pemain dan dua orang penabu gendang besar dan kecil.
RENGKONG
Rengkong yakni salah satu kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhur masyarakat Sunda. Muncul sekitar tahun 1964 di daerah Kabupaten Cianjur dan orang yang pertama kali memunculkan dan mempopulerkannya yakni H. Sopjan. Bentuk kesenian ini sudah diambil dari tata cara masyarakat sunda dahulu ketika menanam padi hingga dengan menuainya
KUDA RENGGONG
Kuda Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu jenis kesenian helaran yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang. Cara penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni, budak sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut dihias mirip seorang Raja atau Satria, bisa pula menjiplak pakaian para Dalem Baheula, menggunakan Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
KECAPI SULING
Kacapi Suling yakni salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan bunyi alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh dunia.
4. SISTEM KEKERABATAN
Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi moral istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk memperlihatkan hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang bekerjasama langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang bekerjasama tidak eksklusif dan horizontal mirip anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang bekerjasama tidak eksklusif dan eksklusif serta vertikal mirip keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah yakni susun galur/garis keturunan.
5. BAHASA
Bahasa yang dipakai oleh suku ini yakni bahasa Sunda. Bahasa Sunda yakni bahasa yang diciptakan dan dipakai sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu bahasa Sunda merupakan belahan dari budaya yang memberi huruf yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
6. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Masalah pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang baik.Ini terlihat dari kiprah dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat mempunyai kiprah dalam memperlihatkan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi Pemerintah Jawa Barat, yakni "Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010" merupakan kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu belahan yang sangat vital dan mendasar untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan yakni membangun potensi insan yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa Barat yang lebih banyak didominasi suku Sunda mempunyai potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah diakui mempunyai makna mendalam yakni cageur, bageur, bener, pinter, tur singer. Dalam kaitan ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan setiap rencana pembangunan, termasuk di bidang pendidikan. Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur, amanah, penyayang dan takwa. Pinter, mempunyai ilmu pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif.Sebagai sebuah upaya mewujudkan pembangunan pendidikan berfalsafahkan cageur, bageur, bener, pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan social cultural heritage approach. Melalui pendekatan ini dibutuhkan akan lahir kiprah aktif masyarakat dalam menyukseskan acara pembangunan pendidikan yang digulirkan pemerintah
7. ADAT ISTIADAT
UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU SUNDA
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian acaranya sanggup dilihat berikut ini.
- Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang renta atau utusan pihak laki-laki yang berminat mempersunting seorang gadis.
- Lamaran. Dilaksanakan orang renta calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian perempuan sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
- Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
- Seserahan (3 - 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin laki-laki membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
- Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum janji nikah.)
- Dipimpin pengeuyeuk.
- Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin biar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang renta serta memperlihatkan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
- Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk
- Disawer beras, biar hidup sejahtera.
- dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat biar memupuk kasih sayang dan ulet bekerja.
- Membuka kain putih epilog pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih higienis dan belum ternoda.
- Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna biar keduanya saling mencintai dan sanggup menyesuaikan diri.
- Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).
- Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang renta dan para tamu yang hadir. Maknanya, biar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan sanggup dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
- Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
- Upacara Prosesi Pernikahan
- Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
- Ngabageakeun, ibu calon pengantin perempuan menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang renta calon pengantin perempuan untuk masuk menuju pelaminan.
- Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin laki-laki sudah berada di tempat nikah. Kedua orang renta menjemput pengantin perempuan dari kamar, kemudian didudukkan di sebelah kiri pengantin laki-laki dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung gres dibuka dikala kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
- Sungkeman, Wejangan, oleh ayah pengantin perempuan atau keluarganya.
- Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang renta pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
- Meuleum harupat, pengantin perempuan menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin perempuan dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
- Nincak endog, pengantin laki-laki menginjak telur dan elekan hingga pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
- Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan
B. MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda bekerjsama termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan teladan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda. Dalam perkembangannya kebudayaan Sunda kini mirip sedang kehilangan ruhnya kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan menyesuaikan diri kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons aneka macam tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, sanggup dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda mirip tidak mempunyai daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin usang semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas orang Sunda tampak semakin jarang dipakai oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan "keterbelakangan", untuk tidak menyampaikan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada orang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa "gengsi" ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang bekerjsama merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya yakni pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.
Adanya kondisi yang memperlihatkan lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda disebabkan lantaran ketidakjelasan seni manajemen dalam berbagi kebudayaan Sunda serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan verbal (baca, berbeda pendapat) di kalangan komunitas Sunda. Ketidakjelasan seni manajemen kebudayaan yang benar dan tahan uji dalam berbagi kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya "pegangan bersama" yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan ihwal upaya melestarikan dan berbagi secara lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Apalagi jika kita menengok kini ini kebudayaan Sunda dihadapkan pada efek budaya luar. Jika kita tidak pandai- pandai dalam memanajemen masuknya budaya luar maka kebudayaan Sunda ini usang kelamaan akan luntur bersama waktu.
Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang bekerjsama sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak tidak menerima sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, aneka macam masakan tradisional yang dimiliki orang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu, apakah ada seni manajemen besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab biar bisa diterima komunitas yang lebih luas.
Lemahnya budaya baca, tulis, dan verbal ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak eksklusif merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini yakni minimnya karya-karya tulis ihwal kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh orang Sunda
C. SISTEM INTERAKSI DALAM SUKU SUNDA
Jalinan hubungan antara individu- individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan sehari- hari berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda mempunyai sifat someah hade ka semah. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah surut berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya. Lebih jauh lagi, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang. Ini juga sebuah fakta yang memperlihatkan bahwa orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang dan tamu.
Diakui pula oleh etnik lainnya di negeri ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda memang telah menjalin hubungan yang serasi dan bermakna dengan kaum pendatang dan mukimin. Hal ini ditandai oleh hubungan mendalam penuh tenggang rasa dan persahabatan Tidaklah mengherankan bahwa persahabatan, saling pengertian, dan bahkan persaudaraan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara warga Sunda dan kaum pendatang. Hubungan urang Sunda dengan kaum pendatang dari aneka macam etnik dalam konteks apa pun-keseharian, pendidikan, bisnis, politik, dan sebagainya-dilakukan melalui komunikasi yang efektif. Akan tetapi tidak sanggup dipungkiri bahwa kesalahpahaman dan konflik antarbudaya antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi penyebab utamanya yakni komunikasi dari posisi-posisi yang terpolarisasikan, yakni ketidakmampuan untuk memercayai atau secara serius menganggap pandangan sendiri salah dan pendapat orang lain benar.
Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya dan ragam bahasa (termasuk logat bicara), cara bicara (paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara menyapa, cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut memengaruhi berhasil tidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati orang Sunda, bekerjsama masih sangat kental sehingga halini menjadi penunjang di dalamterjalinnya system interaksi yang berjalan harmonis.
D. STRATIFIKASI SUKU SUNDA
Masyarakat Jawa Barat, yaitu masyarakat Sunda, mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat. Nilai individu sangat tergantung pada evaluasi masyarakat. Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan, mirip terhadap perkawinan, pekerjaan, dll., seseorang tidak sanggup lepas dari keputusan yang ditentukan oleh kaum keluarganya. Dalam masyarakat yang lebih luas, contohnya dalam suatu desa, kehidupan masyarakatnya sangat banyak dikontrol oleh pamong desa. Pak Lurah dalam suatu desa merupakan “top leader” yang mengelola pemerintahan setempat, berikut perkara-perkara moral dan keagamaan. Selain pamong desa ini, masih ada golongan lain yang sanggup dikatakan sebagai kelompok elite, yaitu tokoh-tokoh agama. Mereka ini turut selalu di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan bagi kepentingan kehidupan dan perkembangan desa yang bersangkutan. Paul Hiebert dan Eugene Nida, menggambarkan struktur masyarakat yang demikian sebagai masyarakat suku atau agraris.[i]
Perbedaan status di antara kelompok elite dengan masyarakat umum sanggup terjadi berdasarkan status kedudukan, pendidikan, ekonomi, prestige sosial dan kuasa. Robert Wessing, yang telah meneliti masyarakat Jawa Barat menyampaikan bahwa ada kelompok “in group” dan “out group” dalam struktur masyarakat. Kaum memandang sesamanya sebagai “in group” sedang di luar status mereka dipandang sebagai “out group.
W.M.F. Hofsteede, dalam disertasinya Decision–making Process in Four West Java Villages (1971) juga menyimpulkan bahwa ada stratifikasi masyarakat ke dalam kelompok elite dan massa. Elite setempat terdiri dari lurah, pegawai-pegawai daerah dan pusat, guru, tokoh-tokoh politik, agama dan petani-petani kaya. Selanjutnya, petani menengah, buruh tani, serta pedagang kecil termasuk pada kelompok massa. Informal leaders, yaitu mereka yang tidak mempunyai jabatan resmi di desanya sangat kuat di desa tersebut, dan diakui sebagai pemimpin kelompok khusus atau seluruh desa.
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam lingkungan kerabat atau keluarga dalam masyarakat Sunda menempati kedudukan yang sangat penting. Hal itu bukan hanya tercermin dari adanya istilah atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan itu yang eksklusif dan vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak, incu) maupun yang tidak eksklusif dan horisontal (dulur, dulur misan, besan), melainkan juga berdampak kepada dilema ketertiban dan kerukunan sosial. Bapa/indung, aki/nini, buyut, bao menempati kedudukan lebih tinggi dalam struktur hubungan kekerabatan (pancakaki) daripada anak, incu, alo, suan. Begitu pula lanceuk (kakak) lebih tinggi dari adi (adik), ua lebih tinggi dari paman/bibi. Soalnya, hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain akan memilih kedudukan seseorang dalam struktur kekerabatan keluarga besarnya, memilih bentuk hormat menghormati, harga menghargai, kerjasama, dan saling menolong di antara sesamanya, serta memilih kemungkinan terjadi-tidaknya pernikahan di antara anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti baru.
Pancakaki sanggup pula dipakai sebagai media pendekatan oleh seseorang untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapinya. Dalam hubungan ini yang lebih tinggi derajat pancakaki-nya hendaknya dihormati oleh yang lebih rendah, melebihi dari yang sama dan lebih rendah derajat pancakaki-nya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda mempunyai kharakteristik yang unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Kekharakteristikannya itu tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa, kesenian, moral istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan menciptakan makalah suku Sunda ini dibutuhkan sanggup lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Sunda tersebut dan sanggup menambah wawasan serta pengetahuan yang pada kelanjutannya sanggup bermanfaat dalam dunia kependidikan.
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/06/0802.htm
- http://www.kpsnusantara.com/reflect/malay/Riwayat%20Singkat%20Pencak%20Silat%20Cikalong.htm
- http://www.bogor.indo.net.id/bogor/kebudayaan.htm
- http://www.bogor.indo.net.id/bogor/kebudayaan.htm
- http://roron.wordpress.com/2007/08/05/pancakaki/
- http://mustikaayu-wedding.com/pengantin_sunda_singer.jpg
- http://www.indonesiamedia.com/2004/06/early/budaya/images/melayujawa/Pg-180.jpg
- http://uploader.allbandung.com/files/6/images.jpg
- http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/032007/23/07-box%2520ujian%2520tari.gif&imgrefurl=http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/032007/23/07a.htm&h=371&w=350&sz=88&hl=id&start=5&tbnid=GzSx1ujfSKoLlM:&tbnh=122&tbnw=115&prev=/images%3Fq%3Dkesenian%2Bsunda%26gbv%3D2%26svnum%3D10%26hl%3Did%26sa%3D
- http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/10/belia/belia-aksi.gif&imgrefurl=http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/10/belia/aksi.htm&h=375&w=250&sz=58&hl=id&start=6&tbnid=Chjb41wLGEaUtM:&tbnh=122&tbnw=81&prev=/images%3Fq%3Dkesenian%2Bsunda%26gbv%3D2%26svnum%3D10%26hl%3Did%26sa%3DG