Manfaat Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing
Sunday, April 5, 2020
Edit
Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
Keberadaan bahasa nasional Indonesia hingga ketika ini, tidak bisa dilepaskan dari 2 insiden yang sangat bersejarah. Pertama, ketika para putra dan putri berikrar “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 yang lalu. Kedua, ketika bahasa persatuan yang dijunjung itu dimantapkan posisinya sebagai “bahasa negara” dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945. Sejak ketika itu bahasa Indonesia (BI) terus bermetamorfosis bahasa yang bisa mengemban banyak fungsi. Yang berkembang tidak hanya segi substansi bahasa itu sendiri, seperti: ejaan, ucapan, kosakata dan tatakalimat, tetapi juga jumlah pemakaiannya. Dari tahun ke tahun jumlah itu terus meningkat.
Pada tahun 1920-an, pemakai bahasa Indonesia (pada ketika itu berjulukan bahasa Melayu) telah mencapai 4,9% atau 2,8 juta orang dari jumlah penduduk sebanyak 57 juta orang. Pada tahun 1940-an jumlah itu meningkat menjadi 5,2% dari jumlah penduduk 72 juta orang, atau sama dengan 3,75 juta orang. Selanjutnya, menurut hasil sensus tahun 1990, dari jumlah penduduk sebanyak 179 juta meningkat menjadi 73,1% atau 131 juta orang.
Meskipun dari 73,1% itu yang memakai bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari gres 18,4 % atau 24 juta orang, namun jumlah itu sudah memperlihatkan peningkatan yang sangat membanggakan. Bahkan, ada sekitar 19 juta orang penutur atau 14,5 % yang mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa pertamanya.
Makin meningkatnya pamakai BI menunjukan bahwa BI bisa menjadi alat komunikasi secara nasional yang efektif bagi warga 483 suku bangsa Indonesia. Dapat dibayangkan betapa sulitnya mempersatukan dan mendekatkan kekerabatan antarsuku yang mempunyai alat komunikasi berbeda-beda.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, kehadiran BI sanggup diterima oleh seluruh warga suku bangsa dengan tangan terbuka. Belum pernah terdengar informasi wacana penolakan penggunaan BI sebagai bahsa nasional. Bahkan, warga masing-masing suku bangsa telah ikut membina dan membuatkan BI menjadi bahasa yang maju. Dalam hal ini BI telah terbukti bisa menjadi wahana pemersatu banyak sekali suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, agama berbeda-beda, menjadai satu bangsa, bangsa Indonesia.
Di samping itu BI juga telah terbukti bisa menjadi bahsa negara. Berbagai insiden kenegaraan dan penulisan dokumen-dokumen resmi sanggup dilaksanakan dengan baik oleh BI. Demikian pula halnya dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan lainnya seperti: ekonomi, politik, pertahanan, olah raga, budaya dan pariwisata sanggup berjalan lancar berkat peranan BI.
Peranana lain yang telah dibuktikan oleh BI yakni dalam kedudukannya sebagai wahana transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak sekali sumber melalui proses belajar-mengajar, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga pendidikan tinggi, sanggup terealisasi dengan baik dan lancar. Hal ini menunjukan bahwa BI telah bisa menyelaraskan diri dengan banyak sekali perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia luar.
Bagian yang paling penting untuk tidak kita lupakan yakni bahwa BI telah diposisikan sebagai salah satu wujud aktual terbentuknya kebudayaan nasional Indonesia. Seperti yang diamanatkan oleh pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”, BI telah menjadi lambang jati diri (identitas) bangsa, yang sanggup menumbuhkan kebanggan dan kecintaan terhadap nusa dan bangsa Indonesia. BI telah memegang peranan yang sangat memilih terhadap keberadaan (eksistensi) dan kelangsungan hidup bangasa Indonesia secara keseluruhan.
Setelah BI diikrarkan 73 yahun yang lalau, atau 56 tahun sesudah ditetapkan sebagai bahasa negara, BI menuju ke arah kemantapan sebagai wahana komunikasi yang efektif dalam lingkup yang lebih luas lagi. BI tidak hanya digunakan oleh para penutur di dalam negeri, tetapi juga diminati oleh penutur berkebangsaan asing.
Minat itu telah tumbuh semenjak tahun 1795, atau 206 tahun yang lalu, ketika sebuah institut di Perancis mempelajari bahasa Melayu. Berdasarkan data yang ada, hingga kini tidak kurang dari 35 negara di dunia yang telah melaksanakan pengajaran BI melalui pendidikan formal di perguruan tinggi dan kursus-kursus. Di Amerika Serikat, misalnya, terdapat 9 universitas yang mengajarkan BI. Di Jerman ada 6 universitas dan di Jepang ada 28 universitas, sementara di Australia selain diajarkan di 13 perguruan tinggi, BI juga diajarkan di banyak sekali sekolah menengah. Bahkan di Inggris yang bahasanya dipilih sebagai bahasa komunikasi internasional, BI dan sastra Indonesia dipalajari untuk memperoleh gelar akademik hingga dengan jenjang pascasarjana (di School of Oriental and Africans Studies, London).
Gambaran wacana perkembangan pemakai BI bagi warga ajaib itu belum termasuk sejumlah universitas di Indonesia. Beberapa perguruan tinggi menyerupai Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, Universitas Nasional (Jakarta), Universitas Gajah Mada (Yogyakarta), Universitas Pendidikan Indonesia (Bandung), Universitas Katolik Satya Wacana (Salatiga, Jawa Tengah) dan Universitas Negeri Malang (Malang, Jawa Timur) telah mengajarkan BI untuk mahasiswa dari luar Indonesia yang tiba di perguruan tinggi tersebut.
Memasuki era 21 telah berkembang fenomena gres yang disebut sebagai era kesejagatan atau globalisasi, yang mengandung makna insan hidup dalam zaman dunia tanpa batas (borderless world). Istilah ini sering diartikan dalam konteks ekonomi saja. Hal ini tidak mengherankan alasannya yakni banyak sekali negara berupaya keras untuk mengglobalisasi ekonomi, sehingga muncul banyak sekali institusi seperti: GATT, WTO, APEC, AFTA, dan NAFTA.
Dalam kenyataan, globalisasi itu tidak hanya bidang ekonomi saja tetapi juga mengimbas ke bidang politik dan kebudayaan. Interaksi antarbangsa yang terjadi sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi – alasannya yakni intinya insan yakni insan economicus – telah mengakibatkan juga terjadinya globalisasi kebudayaan. Bahasa sebagai unsur kebudayaan mempunyai peranan penting dalam era globalisasi sebagai wahana mencapai pemenuhuan kebutuhan ekonomi., disamping pemenuhan kebutuhan yang lain.
Sebagai sebuah negara berkembang dan mempunyai sumber daya alam dan budaya yang besar, Indonesia menjadi negara tujuan bagi banyak warga negara ajaib untuk bekerjasama dengan Indonesia. Meskipun telah ada wahana komunikasi internasional yaitu bahasa Inggris, namun banyak di antara mereka yang mendambakan untuk sanggup bertutur dengan BI dalam melaksanakan kerja samanya.
Dari segi kesiapan untuk menjadi bahasa pilihan penutur asing, BI telah siap meskipun harus diakui masih mempunyai kelemahan, menyerupai yang dinyatakan oleh sebagian hebat bahasa. Untuk menjadi bahasa komunikasi yang lebih luas, BI harus berani melaksanakan efisiensi dan memperkaya kosa kata semoga sanggup menampung pengungkapan konsep modern dengan setepat-tepatnya. Di samping kelemahan juga diakui BI mempunyai kelebihan, antara lain tergolong gampang dipelajari.
Peluang ini mempunyai nilai yang amat strategis dalam upaya memposisikan BI sebagai salah satu bahasa di dunia yang sanggup menjadi “jembatan” untuk membangun persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Bagi kebudayaan juga merupakan peluang yang amat baik, alasannya yakni BI menjadi “jendela”, untuk sanggup melihat keanekaragaman budaya Indonesia. Dengan menguasai dam bisa bertutur BI, masyarakat ajaib akan lebih gampang dalam mengekspresikan kebudayaan Indonesia dan menikmati perjalanan wisatanya.
Dari citra di atas menawarkan indikasi bahwa BI telah menjadi wahana komunikasi yang efektif dan bisa menjalankan fungsinya dengan baik. BI telah bermetamorfosis bahasa yang menarik minat warga ajaib untuk berguru dan bisa menggunakannya. Minat itu makin meningkat seiring dengan tuntuan era globalisasi. Kenyataan yang sangat membanggakan itu perlu terus dijaga dan dikembangkan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: “bagaimana kebijakan pembinaan dan pengembangan selanjutnya semoga BI benar-benar menjadi bahasa yang sanggup berlompetisi dengan bahasa-bahasa lainnya?”
Berbicara wacana kebijakan di bidang bahasa, sudah saatnya untuk diarahkan pada 2 target secara proporsional. Arah pertama, yakni kebijakan pembinaan dan pengembangan bahasa yang bersifat ke dalam dan, kedua, kebijakan arah ke luar. Kebijakan ke dalam lebih ditekankan pada pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dan tempat sebagai bab dari kebudayaan serta dalam fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa negara, bahasa persatuan dan bahasa iptek. Di samping itu juga diarahkan pada upaya pemasyarakatan penggunaan BI bagi warga negara Indonesia secara baik dan benar.
Seangkan arah ke luar dimaksudkan sebagai kebijakan pada pengenalan dan pengajaran BI bagi para penutur asing, menyerupai halnya yang dilakukan banyak sekali negara ajaib dalam memperkenalkan dan mengajarkan bahasanya di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa perhatian terhadap bidang yang penting ini masih terbatas dan perlu ditingkatkan. Dalam buku “Setengah Abad Kiprah Kebahasaan dan Kesusastraan Indonesia 1947-1997” halaman 2 dinyatakan ada 3 duduk kasus bahasa yang ditangani oleh Pusat Bahasa, yaitu (1) duduk kasus bahasa nasional. (2) duduk kasus bahasa daerah, dan (3) duduk kasus pengajaran bahasa asing
Masalah pengajaran BI bagi penutur ajaib dipandang belum merupakan duduk kasus nasional dan bahkan tidak disinggung dalam buku laporan tersebut. Memang kita telah melaksanakan banyak sekali kolaborasi kebahasaan dengan negara lain termasuk melalui Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Malaysia-Indonesia (MABBIM), namun sasarannya masih terbatas pada duduk kasus kebahasaan itu sendiri, pendidikan lanjutan (beasiswa) dan training kebahasaan.
Oleh alasannya yakni itu, sekaranglah saatnya kita memperhatikan hal ini, alasannya yakni keberhasilan dalam meningkatkan jumlah penutur BI bagi orang ajaib tidak hanya menawarkan dampak positif pada bidang bahasa tetapi juga bidang-bidang lainnya. Sekaranglah saatnya kita mengarahkan kebijakan bagaimana memperkenalkan kebudayaan kita ke luar negeri, dan tidak lagi hanya mengarahkan pikiran pada bagaimana menangkal dampak negatif kebudayaan ajaib saja.
Apa yang telah dilakukan oleh para warga ajaib merintis dan membuatkan pengajaran BI bagi penutur ajaib di 35 negara di dunia ini yakni prestasi yang luar biasa dan patut mendapat penghargaan yang tinggi. Upaya ini harus terus didorong dan didukung secara luas apabila kita menghendaki BI sanggup menjadi bahasa internasional pilihan di samping bahasa Inggris.
Oleh alasannya yakni itu lahirnya lembaga “Bahasa Indonesia bagi Pentur Asing”, disingkat BIPA, atas inisiatif beberapa negara penyelenggara pengajaran BI sangatlah tepat. Melalui wadah ini sanggup dijalin kolaborasi BIPA antarnegara. Di samping itu BIPA juga sanggup menyelenggarakan lembaga diskusi, seminar, kongres atau konferensi menyerupai yang kini sedang berlangsung, untuk membahas banyak sekali hal berkenaan dengan pengajaran BIPA. Dalam kaitan dengan hal ini kolaborasi antara Pusat Bahasa dan Perguruan Tinggi di Indonesia dengan BIPA sangat diperlukan.
Sebagaimana halnya pengajaran bahasa ajaib di Indonesia, pengajaran BIPA juag memerlukan derma banyak sekali sarana dan prasarana. Disamping BI itu sendiri harus terus ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya, bahan bahasa yang akan diajarkan bagi penutur ajaib perlu dirancang dengan sebaik-baiknya. Diperlukan kurikulum, buku asuh (termasuk penyusunan kamus dwibahasa), metodologi yang tepat, dan peralatan laboratorium bahasa yang memadai.
Untuk mengerakkan aktivitas pengajaran BIPA diharapkan sejumlah tenaga pengajar yang mempunyai kemampuan teknis dan kemamuan yang berpengaruh untuk ditempatkan di luar negeri. BIPA perlu didukung oleh tenaga pengajar yang tidak hanya menguasai BI tetapi juga memahamai bahasa penutur ajaib yang bersangkutan. Tenaga tersebut perlu dipersiapkan semenjak dini melalui pendidikan dan training khusus, yang tidak hanya berasal dari tenaga Pusat Bahasa dan perguruan Tinggi saja, tetapi juga dari masyarakat atau guru BI.
Seperti halnya pengajaran bahasa Inggris bagi penutur ajaib dilengkapi dengan standar pengujian kemampuan atau Test of English as a Foreign Language (TOEFL), maka pengajaran BI bagi penutur ajaib perlu dilengkapi pula dengan instrumen yang sama. Instrumen ini amat diharapkan untuk banyak sekali kepentingan, terutama untuk mengetahui tingkat kemahiran berbahasa. Dalam kaitan dengan hal ini, Pusat Bahasa ketika ini sedang membuatkan sarana pengujian itu, yang diberi nama Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia disingkat UKBI.
Sementara itu, Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata sedang melaksanakan studi wacana pendirian “Pusat Kebudayaan Indonesia di Luar Negeri.” Lembaga ini diharapkan sanggup menawarkan pelayanan kepada warga negara ajaib yang ingin berguru atau mendapat informasi wacana kebudayaan dan pariwisata Indonesia. Dalam hal ini pengajaran BI harus dijadikan aktivitas utama, untuk mempermudah mereka mengenali dan memahami kebudayaan Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Pusat Kebudayaan Indonesia yang didirikan oleh Prof. Koh Young Hun dari Hankuk University bersama KBRI di Korea Selatan tiga bulan yang lalu, juga memprioritaskan pengajaran BI bagi warga Korea yang berminat.
Demikian beberapa hal yangd apat saya sampaikan pada konferensi ini. Mudah-mudahan konferensi ini berhasil merumuskan kesepakatan yang berkhasiat bagi penyusunan kebikajan di bidang kebahasaan dan kesastraan Indonesia.
- Bahan bacaan:
- Kongres Bahasa Indonesia VII (1998)
- Mengemban Tugas: Pengembangan SDM, Prof. Dr. Ing- Wardiman Djojonegoro (1998)
- Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Dr. M. Junus Melalatoa (1995)
- Setengah Abad Kiprah Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia 1947-1997 (1998)
- *) Disampaikan pada Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV, tanggal 1 – 3 Oktober 2001, di Denpasar, Bali.