Program Evakuasi Hutan, Tanah Dan Air
Thursday, February 3, 2022
Edit
Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program ini bertujuan untuk melestarikan fungsi dan kemampuan sumber alam hayati dan non hayati serta lingkungan hidup melalui evakuasi hutan, tanah dan air yang merupakan sumber alam dan sekaligus pula lingkungan hidup. Oleh alasannya itu pengelolaan secara terarah sumber-sumber alam ini akan sangat memilih keseimbangan sistem pengendalian tata air, laju erosi, daya dukung lahan dan besaran akumulasi sedimentasinya.
Dalam jadwal ini, aktivitas utamanya berkaitan dengan peningkatan kapasitas pengelolaan daerah suaka alam dan daerah pelestarian alam baik daratan maupun lautan termasuk aktivitas pelestarian flora, fauna dan keunikan alamnya, untuk melindungi dan memelihara keanekaragaman hayati plasma nutfah beserta ekosistemnya.
Dalam Repelita VI hingga tahun keempat penetapan jumlah, luas dan lokasi daerah konservasi terus meningkat. Dalam kurun waktu tersebut telah dikembangkan daerah konservasi darat dan bahari sebanyak 20 unit yang terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, dan taman laut. Secara keseluruhan, hingga dengan tahun 1997/98 jumlah daerah konservasi sumber daya alam telah mencapai 337 unit dengan luas 12,1 juta hektare. Disamping itu, dalam Repelita VI telah ditetapkan 11 taman nasional gres sehingga secara keseluruhannya jumlah taman nasional menjadi 36 unit dengan luas 14,1 juta hektare pada tahun 1997/98 atau bertambah seluas 8,5 juta hektare apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94.
Dalam rangka pemantapan koordinasi pengelolaan taman nasional dan peningkatan keterpaduan pengelolaannya dengan pembangunan daerah, telah dibuat banyak sekali lembaga komunikasi pengelolaan taman-taman nasional untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Peningkatan tugas serta masyarakat dalam pengelolaan taman nasional juga terus dilakukan antara lain dengan telah ditetapkannya 210 desa penyangga dari sasaran sebanyak 682 desa dan banyak sekali upaya untuk melibatkan kelompok masyarakat di sekitar taman nasional dalam penyusunan rencana pengelolaan taman nasional di 26 propinsi. Perlindungan ekosistem hutan selain dilakukan dengan melibatkan tugas serta masyarakat di sekitar daerah hutan, juga dilaksanakan dengan mengadakan training tenaga Jagawana sebanyak 7.100 orang atau telah mencapai 50% dari sasaran pengadaan tenaga Jagawana sebanyak 15.000 orang selama Repelita VI.
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang melanda sebagian wilayah Indonesia pada simpulan tahun 1997 merupakan peristiwa lingkungan yang terburuk selama lima belas tahun terakhir. Sampai dengan bulan Oktober 1997 tercatat sekitar 330.772 hektar hutan dan lahan yang terbakar dan berakibat pada terganggunya kehidupan bagi sekitar 20 juta orang. Dalam menghadapi peristiwa kebakaran lahan dan hutan yang sering mengakibatkan permasalahan lingkungan antarnegara telah dilakukan banyak sekali perjuangan pengendalian baik di lokasi insiden maupun penyempurnaan sistem pengendaliannya, antara lain melalui penyusunan asumsi daerah rawan kebakaran di 26 propinsi dengan memutuskan nilai potensi terbakar secara kualitatif, penyusunan mekanisme tetap pengendalian kebakaran hutan dan lahan, penyusunan peta rawan kebakaran wilayah Sumatera dan Kalimantan, dan penyempurnaan sistem tanggap darurat untuk tiap unit pelaksana pembukaan lahan.
Disamping itu telah dilakukan training pencegahan, pengendalian dan mitigasi kebakaran hutan bagi masyarakat yang diikuti oleh 5.840 orang (537 regu).
Perlindungan dan pelestarian fungsi sumber alam lainnya yang penting terutama sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan pedoman keuntungannya diupayakan harmonis dengan penyusunan penataan ruang. Mulai tahun 1997/98 pengelolaan daerah lindung nasional seluas 34 juta hektare diserahkan pelaksanaannya kepada Pemda Tingkat I melalui Bantuan Pengelolaan Kawasan Lindung yang dilaksanakan dengan mekanisme Inpres. Pengelolaan daerah lindung yang dipadukan dengan pengembangan daerah khususnya daerah lindung yang berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan, daerah resapan air, danau, atau situ dilakukan dengan pendekatan pengelolaan ekosistem wilayah pedoman sungai yang melihat tata air secara menyeluruh mulai dari sumber air di pegunungan hingga ke muara sungai. Pendekatan ini dibutuhkan sanggup menjamin sediaan air secara berkelanjutan.
Pengelolaan sumber daya air juga dilaksanakan melalui aktivitas penatagunaan sungai, yang terkait dengan pengembangan wilayah dan upaya penanggulangan peristiwa alam. Tujuan utamanya ialah untuk mengendalikan daya rusak dari pedoman air dalam suatu daerah melalui banyak sekali upaya teknis dan sosial. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, aktivitas perbaikan, pengaturan, dan pemeliharaan sungai yang telah dilaksanakan di seluruh wilayah tanah air telah mencapai areal seluas 2,3 juta hektare. Apabila dibandingkan dengan pelaksanaan pada tahun 1993/94 terdapat ekspansi sebesar 288,3 ribu hektare (Tabel XI-2). Kemampuan dalam pemulihan kualitas lingkungan di tingkat regional ini menunjukkan peningkatan 8 kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada simpulan Repelita
Upaya konservasi untuk daerah tertentu juga dilakukan melalui penggunaan lahan yang ekonomis terutama pada daerah resapan air. Penggunaan lahan yang tidak boros tersebut ditempuh antara lain dengan penetapan keseimbangan yang harmonis antara koefisien dasar ruang terbuka hijau dan koefisien kerapatan dasar bangunan dan lingkungan. Upaya pengaturan koefisien sebagai persyaratan daerah resapan air ditempuh terutama untuk penataan ruang skala tapak. Dalam kaitan ini untuk meningkatkan mutu daerah resapan air, hingga dengan tahun 1997/98 telah disusun rencana pengelolaan dan pengembangan Taman Hutan Raya yang merupakan daerah yang mempunyai potensi resapan air besar di 11 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk menjamin pengelolaan Taman Hutan Raya yang terkait dengan pengembangan wilayah, maka mulai tahun 1997/98 pengelolaannya diserahkan kepada Pemda Tingkat I.
Perluasan cakupan kegiatan-kegiatan dalam jadwal evakuasi hutan, tanah dan air akan terus berlangsung hingga simpulan Repelita VI. Diharapkan hingga dengan tahun 1998/99 sebesar 10 persen dari ekosistem alam sanggup disisihkan untuk keperluan pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan terpeliharanya daerah konservasi, hutan lindung, dan daerah yang mempunyai fungsi ekosistem khusus. Dalam tahun 1998/99 dibutuhkan leas daerah konservasi alam akan bertambah seluas 6,5 juta hektare diikuti penunjukan 4 taman nasional baru, serta peningkatan koordinasi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link