Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Wednesday, February 2, 2022
Edit
Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk mengurangi kemerosotan mutu dan fungsi lingkungan hidup perairan darat dan laut, tanah, dan udara yang disebabkan oleh makin meningkatnya acara pembangunan. Dalam agenda ini terdapat majemuk agenda aksi. Salah satunya yang penting, Program Kali Bersih (Prokasih) yang pertama kali dicanangkan pada tahun 1989/1990 bertujuan untuk meningkatkan kualitas air sungai, melalui penurunan beban pencemaran, dan peningkatan kapasitas kelembagaan pengendaliannya hingga tingkat daerah. Sampai dengan tahun 1997/98 lingkup acara Prokasih sebanyak 37 ruas sungai telah melampaui sasaran Repelita VI sebanyak 35 ruas sungai di 17 propinsi yang mencakup Propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Bali. Hasil terpenting dari pelaksanaan Prokasih ini ialah menurunnya beban pencemaran buangan limbah cair pada tubuh air sungai yang memperlihatkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat khususnya dunia perjuangan untuk ikut berperan serta dalam pengendalian pencemaran air sungai.
Disamping itu dalam perjuangan minimisasi limbah dilanjutkan pembinaan terhadap pengelolaan limbah industri kecil. Sampai dengan tahun keempat pelaksanaan Repelita VI telah dibangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) Terpadu di 3 (tiga) lokasi yaitu pusat penyamakan kulit di Garut, pusat pengolahan tapioka di Pati dan pusat produksi tempe di Sidoarjo.
Mulai tahun 1994/95 diterapkan taktik gres pengendalian pencemaran melalui pendekatan penaatan dan penegakan aturan dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan Prokasih, yaitu dengan memasyarakatkan hasil evaluasi kinerja pengolahan limbah di tiap unit industri sebagai informasi publik. Hal tersebut dilaksanakan dengan penyebarluasan informasi kinerja pengelolaan limbah dari 270 unit industri melalui Program Peringkat (Proper) pada tahun 1996/97. Penentuan peringkat kinerja tersebut selain bertujuan untuk memperbesar pengurangan limbah, juga membantu industri dalam meningkatkan daya saingnya di dunia internasional. Upaya-upaya tersebut telah meningkatkan kesadaran dunia perjuangan untuk melaksanakan pengelolaan limbah industrinya secara lebih baik terutama dalam memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan. Atas keberhasilan agenda ini, dalam tahun 1996/97 Indonesia memperoleh penghargaan Leadership Award on Zero Emissions dari Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam rangka pengendalian pencemaran udara, semenjak tahun 1996/97 telah dilaksanakan Program Langit Biru. Dalam rangka itu, terutama untuk acara pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak, telah dilaksanakan pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta, yang disertai upaya untuk mendorong pemakaian materi bakar gas dan materi bakar minyak tanpa timah hitam (Pb). Untuk pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak telah ditetapkan baku mutu emisi bagi empat jenis industri yaitu industri baja, industri semen, industri kertas dan pulp, serta pembangkit listrik yang memakai materi bakar batubara. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah industri yang dipantau mencapai 54 industri. Upaya ini akan terus ditingkatkan utamanya pada daerah perkotaan dan padat pembangunan.
Pengendalian pencemaran lainnya terns ditingkatkan terutama untuk mengendalikan efek merugikan dari limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang makin besar jumlahnya. Secara keseluruhannya, hingga dengan tahun 1997/98, Pusat Pengolahan Limbah Industri-B3 (PPLI-B3) di Cileungsi Bogor telah mengolah sebanyak 68.362 ton limbah B3. Selain itu mulai tahun 1995/96 telah dilaksanakan acara pemantauan terhadap penaatan pengelolaan limbah B3 melalui Program Kemitraan dalam Pengelolaan Limbah B3 (Kendali B3). Dalam empat tahun pelaksanaan Repelita VI sebanyak 199 industri di DKI Jaya, Jawa Barat, dan Jawa Timur telah menjadi akseptor agenda tersebut. Selanjutnya dalam upaya untuk mengurangi perpindahan materi pencemar B3 antar negara telah dikembangkan kerjasama internasional. Lokasi pendidikan dan training di Indonesia pengelolaannya dilaksanakan bersama dengan Cina untuk selanjutnya berfungsi sebagai Pusat Regional untuk Pelatihan dan Transfer Teknologi bagi daerah Asia Pasifik. Tujuannya ialah untuk membantu negara-negara di daerah ini biar sanggup menerapkan Konvensi Basel perihal acara minimisasi limbah dan pengawasan perpindahan limas batas limbah B3. Selain itu dikembangkan pula jaringan pemantauan fatwa limbah B3 berikut pembangunan jaringan sistem tanggap daruratnya.
Upaya lain dalam pengendalian pencemaran lingkungan yang bersifat tidak eksklusif ialah kampanye produksi higienis (Produksih) dengan tujuan mengurangi atau mencegah terjadinya pencemaran lingkungan eksklusif dari sumbernya. Dalam kaitan dengan pendekatan produksi bersih, mulai tahun 1996 telah dikembangkan pendekatan nir emisi bagi industri pulp dan kertas, tekstil, dan pengolahan materi kimia. Pendekatan yang bersifat sukarela ini berupaya untuk mengubah model linier dalam proses produksi suatu industri menjadi model terpadu, dengan menitikberatkan bahwa secara keseluruhan sumberdaya dalam proses produksi sanggup memperlihatkan manfaat dan tidak menghasilkan limbah (produksi bersih).
Sejalan dengan pengembangan produksi higienis juga dilaksanakan aneka macam acara yang berkaitan dengan penerapan ekolabel. Pembentukan Lembaga Ekolabel Indonesia, penyusunan konsep standar dan kriteria ekolabel untuk produk kertas tisu dan kertas kemasan merupakan langkah awal dalam mendukung berkembangnya industri yang berwawasan lingkungan. Pada tahun 1996/97 telah dibuat Komite Tenaga Ahli Ekolabel Indonesia yang bertugas merumuskan pokok-pokok acara dan produk barang/ jasa yang diatur dalam agenda Ekolabel. Hal ini juga dilaksanakan sebagai antisipasi terhadap penerapan ISO seri 14000 oleh dunia usaha.
Upaya lain dalam pengendalian pencemaran juga dilaksanakan melalui sistem insentif. Pengembangan sistem insentif ini dilakukan melalui dukungan pinjaman lunak untuk pembangunan infrastruktur pengolahan limbah khususnya bagi industri berskala besar. Sistem insentif tersebut diperlukan sanggup mendorong dunia perjuangan untuk Lebih mentaati baku mutu limbah dan emisi yang telah ditetapkan.
Dalam tahun 1998/99 upaya pengendalian pencemaran akan ditingkatkan dengan menyebarkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan prasarana pendukung pengendalian pencemaran terutama pencemaran udara, serta peningkatan upaya pengendalian kerusakan lingkungan dalam daerah hutan dan dalam pembukaan lahan-lahan gres untuk kepentingan perkebunan maupun transmigrasi.
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link