Pembelajaran Pembangunan Abjad Administrasi Pendidikan

2.1 Pembelajaran Pembangunan Karakter dalam Perspektif Manajemen Pendidikan
Terminologi administrasi kerapkali dipandang sebagai ilmu, dan sebagai strategi. Manajemen dikatakan sebagai ilmu oleh lantaran dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana mencapai target melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Sedangkan sebagai strategi, lantaran manejemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional yang dituntun oleh suatu kode etik. 48 Dalam proses administrasi terlibat fungsi-fungsi pokok berupa: Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pemimpinan (Leading), dan Pengawasan (Controlling). Oleh lantaran itu, administrasi diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya supaya tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Aspek perencanaan berfungsi untuk memilih tujuan atau kerangka tindakan yang diharapkan untuk pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi, memilih kesempatan dan ancaman, memilih strategi, kebijakan, taktik dan program. Semua itu dilakukan menurut proses pengambilan keputusan secara ilmiah. Aspek pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, kekerabatan dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi ke dalam fungsi garis, staf, dan fungsional.

Hubungan terdiri atas tanggung jawab dan wewenang, dengan struktur horizontal dan vertikal. Aspek pemimpin menggambarkan bagaimana manajer mengarahkan dan mempengaruhi para bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan kiprah yang esensial dengan membuat suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama. Sedangkan aspek pengawasan meliputi penentuan standar, supervisi dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standar dan memperlihatkan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai. Produk dari aspek pengawasan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan, oleh lantaran melalui pengawasan efektivitas administrasi sanggup diukur. 49 Manajemen tidak hanya dipandang sebagai ilmu, melainkan juga sebagai seni. Adalah Stoner (2006:15) menyatakan bahwa administrasi sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang. Dia menegaskan ”The art of getting things done through people”.

Definisi ini perlu mendapat perhatian lantaran menurut kenyataan, administrasi mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain. Hal senada juga diungkapkan Botinger (2005:23), administrasi sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsur, yaitu: pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen. Oleh lantaran itu, keterampilan perlu dikembangkan melalui pembinaan manajemen, mirip halnya melatih seniman. Pada masa yang akan tiba ada kemungkinan bidang administrasi akan lebih banyak ibarat seni daripada ilmu. Semakin banyak berguru perihal manajemen, dalam banyak hal sanggup memperoleh informasi perihal seperangkat tindakan. Demikian pula dalam hal kekerabatan antar manusia, struktur sosial, dan organisasi menuntut seorang manajer memahami ilmu sikap yang mendasari manajemen. Akan tetapi, sebelum pengetahuan tersebut dikuasai, manajer harus bergantung pada intuisinya sendiri (karena informasi tidak memadai) dan melaksanakan penilaian sendiri. Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa meskipun banyak aspek administrasi telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur administrasi yang tetap merupakan kiat tersendiri seorang manajer. Menurut Wikipedia (2007:176) dikatakan bahwa prinsip-prinsip umum dalam administrasi terdiri dari
  1. pembagian kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian,
  2. wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang diikuti pertanggungjawaban,
  3. disiplin yang berupa ketaatan dan kepatuhan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab,
  4. kesatuan perintah dalam melaksanakan pekerjaan,
  5. kesatuan pengarahan menuju sasaran,
  6. mengutamakan organisasi di atas kepentingan sendiri, penggajian pegawai yang menumbuhkan kedisiplinan dan kegairahan kerja,
  7. pemusatan wewenang menuju pemusatan tanggung jawab,
  8. hirarki puncak dan bawahan,
  9. ketertiban dalam melaksanakan tugas
  10. keadilan dan kejujuran moral karyawan,
  11. stabilitas kondisi karyawan,
  12.  prakarsa mewujudkan suatu yang berkhasiat bagi penyelesaian pekerjaan dengan baik, dan
  13. semangat kesatuan.
Dengan memakai prinsip-prinsip administrasi tersebut seorang manajer akan melaksanakan seluruh kegiatannya dengan berpijak pada tahapantahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (Terry dalam Handoko, 1998:78; Wikipedia, 2007:176). Fungsi administrasi yang meliputi tahap-tahap tersebut akan selalu dijadikan contoh oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Pencapaian suatu tujuan pada sebuah organisasi atau forum memerlukan anasir manajemen, yang memerlukan pemberdayaannya secara simultan. Anasir administrasi tersebut dikenal dengan 6M yaitu men, money, materials, machines, methods, dan market (Wikipedia, 2007:135). Kendatipun anasir administrasi terdiri atas aneka macam elemen, akan tetapi elemen insan (men) merupakan unsur yang paling memilih dalam manajemen. Manajemen timbul lantaran adanya orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan.

Manusia yang membuat tujuan dan insan pula yang melaksanakan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada insan tidak ada proses kerja, alasannya yaitu intinya insan yaitu makhluk kerja (Rachman, 2007:142). Unsur uang (money) merupakan salah satu unsur yang tidak sanggup diabaikan dalam manajemen. Besar kecilnya hasil kegiatan diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan, lantaran uang merupakan pengukur nilai sebuah organisasi. Oleh lantaran itu, uang merupakan sarana yang penting untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya unsur material merupakan materi yang diharapkan untuk berlangsungnya suatu kegiatan. Dalam dunia usaha, untuk mencapai hasil yang baik, selain insan yang andal dalam bidangnya juga harus memakai bahan/materi sebagai salah satu sarana. Manusia dan materi tidak sanggup dipisahkan, tanpa materi organisasi sulit mencapai tujuan. Sedangkan unsur mesin merupakan sarana yang sanggup membawa kemudahan dalam mencapai keuntungan. Dalam sebuah perusahaan, mesin sangat diharapkan supaya terjadi efisiensi kerja. Selanjutnya unsur metode (methode) merupakan cara-cara kerja. Metode ini dipakai dalam penetapan cara pelaksanaan kerja suatu kiprah yang memperlihatkan aneka macam pertimbangan kepada sasaran, fasilitas, waktu, dan uang dalam kegiatan usaha.

Dari seluruh anasir manajemen, pada kesannya unsur insan yang menjadi core dari proses-proses manajemen. Begitu juga dalam konteks 52 administrasi pendidikan, anasir insan menjadi sentra dari seluruh kegiatan administrasi pendidikan. Hal ini disebabkan lantaran insan yaitu salah satu bidang garapan manajemen, dan sekaligus juga menjadi target bidang pendidikan. Oleh lantaran itu, di dalam proses pendidikan manusialah yang menjadi fokus garapannya guna membuatkan segala potensi yang dimilikinya. Menurut Mulyasa (2004:48) administrasi pendidikan yaitu suatu proses pengembangan kegiatan kolaborasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses pengembangan kegiatan tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan; sebagai suatu proses untuk mewujudkan visi menjadi aksi. Oleh lantaran itu kerangka kerja administrasi secara umum diterapkan juga dalam administrasi pendidikan, baik anasir maupun fungsi-fungsinya. Oleh lantaran administrasi merupakan serangkaian kegiatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, dan membuatkan segala upaya untuk mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 1998; Hersey dan Blanchard, 1996; Stoner, 1986; Sugiyono, 2002; Sudjana, 2004), maka begitu juga halnya dengan administrasi pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan penataan, pengelolaan, pengaturan, dan kegiatan-kegiatan lain sejenisnya yang berkenaan dengan forum pendidikan beserta segala komponennya dan dalam kaitannya dengan pranata dan forum lain 53 (Sudjana, 2004:137).

Dengan demikian, administrasi pendidikan yaitu proses untuk mencapai tujuan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. Manajemen pembelajaran di kelas yang merupakan fokus kajian dalam penelitian ini, merupakan salah satu aspek kajian dalam administrasi pendidikan, khususnya yaitu administrasi persekolahan. Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, yang diwujudkan melalui proses pembelajaran, guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Agar proses pembelajaran sanggup dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dengan memberdayakan potensi yang ada di sekolah, maka diharapkan kegiatan administrasi kegiatan pembelajaran. Yaitu keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang bertujuan supaya seluruh kegiatan pembelajaran terealisasi secara efektif dan efisien.

Menurut Susilo (2007:32), terdapat tiga dimensi penting dalam administrasi persekolahan, yaitu dimensi organisasi, dimensi komponen pendidikan, dan dimensi proses. Dimensi organisasi berkenaan dengan struktur, kultur, dan teknologi, dimensi komponen pendidikan meliputi pendidik, akseptor didik, kurikulum, biaya, sarana, dan sejenisnya, sedangkan dimensi proses berkenaan dengan proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, termasuk di dalamnya proses pembimbingan, pelatihan, dan semacamnya. Secara substansial administrasi pembelajaran ini terjadi pada dimensi proses pendidikan di dunia persekolahan.Sebagai sebuah proses manajemen, pembelajaran di dalam kelas haruslah terbangun dari seluruh pentahapan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, hingga pada penilaian /pengendalian; yang merupakan pilar-pilar dari administrasi pendidikan. Dalam kajian ini, mainstream-nya yaitu bagaimana pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sanggup dijadikan wahana Pembangunan Karakter bagi akseptor didik.

2.2 Pembelajaran sebagai Suatu Sistem
Istilah sistem menunjuk pada suatu konsep yang abstrak. Sistem merupakan seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam skala yang lebih luas, suatu sistem sanggup saja menjadi sebuah sub sistem dari sistem yang lebih kompleks. Suatu sistem pada hakikatnya yaitu sistem of interest, yang sanggup diidentifikasi melalui hubungan-hubungan pokok antara sistem dan lingkungan, yakni antara input dan lingkungan dengan sistem antara output dan sistem dengan lingkungan

Pada mulanya pendekatan sistem dipakai dalam bidang teknik yang pertama-tama dilaksanakan untuk mendesain sistem-sistem elektronik, mekanik, dan militer, kemudian merambah pada bidang keorganisasian dan manajemen. Pada selesai tahun 1950 dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai dipergunakan dalam bidang latihan dan pendidikan; khususnya dalam hal perumusan masalah, analisis masalah, desain metode dan materi instruksional, pelaksanaan secara eksperimental, dan kesannya menilai dan merevisi.

Pendekatan sistem mengandung dua aspek, yakni aspek filosofis dan aspek proses. Aspek filosofis yaitu pandangan hidup yang mendasari sikap perancang sistem yang terarah pada kenyataan. Aspek proses yaitu suatu proses dan suatu perangkat alat konseptual. Gagasan inti sistem filosofis ialah bahwa suatu sistem merupakan kumpulan dan sejumlah komponen, yang saling berinteraksi dan saling bergantungan satu sama lain. Untuk mengenal suatu sistem, kita harus mengenal semua komponen yang beroperasi didalamnya. Perubahan suatu sistem harus pula dilihat dari perubahan komponen-komponen tersebut. Kita tak mungkin mengubah suatu sistem tanpa perubahan sistem secara menyeluruh. Sistem filosofis cenderung untuk mengkondisi pendekatan tertentu terhadap duduk kasus dengan cara membentuk sikap dan persepsi. Sikap terhadap sistem yaitu sensitivitas terhadap hakikat sistemis dan kenyataan, sikap sensitif terhadap variabel-variabel dalam sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Itu sebabnya para perancang sistem harus bersikap pragmatis, senantiasa tanggap terhadap kenyataan yang sesungguhnya. Pendekatan sistem merupakan suatu perangkat alat atau teknik. Alat-alat itu berbentuk kemampuan (abilitas) dalam:
  1. merumuskan tujuan-tujuan secara operasional;
  2. mengembangkan deskripsi tugas-tugas secara lengkap dan akurat;
  3. melaksanakan analisis tugas-tugas
Analisis kiprah memang lebih penting alasannya yaitu berkenaan dengan aplikasi (keterlaksanaan) prinsip-prinsip berguru (human learning principles) secara ilmiah. Analisis kiprah juga sanggup dipercaya dalam rangkaian pembelajaran perihal konsep, prinsip, dan keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai hasil berguru yang diharapkan, yang telah dirumuskan sebagai tujuan berguru dan mengajar. Alat-alat dan pendekatan rancangan sistem pembelajaran menuntut para guru supaya pembelajaran (instruction) menyediakan kondisi berguru bagi siswa. Jadi, prinsip-prinsip berguru merupakan petunjuk bagi guru dalam menata kondisi berguru yang efektif. Ada dua ciri pendekatan sistem pengajaran, yakni sebagai berikut.
  1. Pendekatan sistem merupakan suatu pendapat tertentu yang mengarah ke proses berguru mengajar. Proses berguru mengajar yaitu suatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama lain untuk memperlihatkan kemudahan bagi siswa belajar.
  2. Penggunaan metodologi khusus untuk mendesain sistem pengajaran. Metodologi khusus itu terdiri atas mekanisme sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses berguru mengajar. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus dan didasarkan pada penelitian dalam berguru dan komunikasi. Penerapan metodologi tersebut akan menghasilkan suatu sistem berguru yang memanfaatkan sumber manusiawi dan nonmanusiawi secara efisien dan efektif. Dengan demikian, pendekatan sistem merupakan suatu panduan dalam rangka perencanaan dan penyelenggaraan pengajaran.
Kedua ciri tersebut pada hakikatnya sejalan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach). Pendapat ilmiah ditandai oleh keyakinan perihal kekerabatan alasannya yaitu jawaban antara peristiwa-peristiwa, konsep perihal zat yang tak sanggup rusak, dan keteraturan alam semesta fisik. Metode ilmiah ditandai oleh teknik-teknik untuk mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa alami, mekanisme eksperimental yang memperlihatkan perlakuan dan pengontrolan variabel-variabel, dan metode analisis dan penafsiran data. Sistem pembelajaran yaitu suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan mekanisme yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Sesuai dengan rumusan itu, orang yang terlibat dalam sistem pembelajaran yaitu siswa, pengajar (guru), dan tenaga lainnya, contohnya tenaga yang membantu dalam laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide, film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruangan kelas, perlengkapan audiovisual, bahkan juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, penyediaan untuk praktek, belajar, pengetesan dan penentuan tingkat, dan sebagainya. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang dan tingkat keunikan. Sistem pembelajaran sanggup dilaksanakan dalam bentuk membaca buku, Sistem berguru di kelas atau di sekolah, di perguruan tinggi tinggi, atau di sebuah kota. Sistem pembelajaran senantiasa ditandai oleh organisasi dan interaksi antar komponen untuk mendidik siswa.

Berdasarkan rumusan di atas, ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pengajaran, sebagai berikut. 
  1. Rencana, penataan intensional orang, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem pembelajaran sesuai dengan suatu planning khusus, sehingga tidak mengambang.
  2. Kesalingtergantungan (interdependent), unsur-unsur suatu sistem merupakan kepingan yang koheren dalam keseluruhan, masing-masing kepingan bersifat esensial, satu sama lain saling memperlihatkan sumbangan tertentu.
  3. Tujuan, setiap sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu.
The goal is the purpose for which the sistem is designed. Ciri itu menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibentuk oleh insan dan sistem-sistem alami (natural). Sistem yang dibentuk oleh manusia, mirip sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya mempunyai tujuan. Sistem natural, mirip sistem ekologi, sistem persyaratan pada hewan, mempunyai unsur-unsur yang saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lain disusun sesuai dengan planning tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan atau maksud. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran yaitu siswa yang belajar. Tugas seorang perancang sistem yaitu mengorganisasi orang, material, dan mekanisme supaya siswa berguru secara efisien. Karena itu, melalui proses mendesain sistem, si perancang membuat rancangan keputusan atas dasar pinjaman kemudahan untuk mencapai tujuan sistem.

Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran yaitu seorang siswa, suatu tujuan dan suatu mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini, guru (pengajar) tidak termasuk sebagai unsur sistem, lantaran fungsinya mungkin dalam kondisi tertentu sanggup digantikan atau dialihkan kepada media lain sebagai pengganti mirip buku, film, slide, teks yang telah diprogram, dan sebagainya. Sebaliknya, direktur mungkin menjadi salah satu unsur sistem lantaran ada kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan pelaksanaan sistem. Fungsi guru dalam suatu sistem pembelajaran ialah sebagai perancang dan sebagai guru yang mengajar (unsur suatu sistem). Pelaksanaan fungsi pertama, guru bertugas menyusun suatu sistem pengajaran, sedangkan pelaksanaannya mungkin digantikan atau dilaksanakan oleh tenaga lain atau dengan media lainnya. Pelaksanaan fungsi kedua yaitu guru berfungsi mendesain sistem pengajaran, sedangkan ia sendiri eksklusif bertindak sebagai pelaksana. Fungsi kedua itu memang masuk akal lantaran guru telah menguasai bidang pengajaran. Di samping itu, guru telah berpengalaman dalam hubungannya dengan para siswanya dan menguasai prinsip-prinsip dan teknik pengajaran. Dalam hal itu, berarti guru mendesain dirinya sendiri dalam kerangka sistem berguru yang dikembangkannya.

Dalam khazanah pendidikan persekolahan di Indonesia, kajian di sekitar pembelajaran mulai berkembang semenjak tahun 1970-an. Yaitu ketika diterapkan secara terkenal Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional yang disingkat PPSI, khususnya dalam mengiringi munculnya Kurikulum 1975 yang berlaku untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Sejak ketika itu kajian pengembangan pembelajaran menjadi kegiatan yang lebih menonjol, tidak saja di tingkat sekolah dasar dan menengah, tetapi juga di perguruan tinggi tinggi dan forum pendidikan dan latihan (diklat). Sejalan dengan inovasi-inovasi di bidang pendidikan, perencanaan pebelajaran merupakan bidang kajian yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Para andal pembelajaran kerapkali memakai istilah lain untuk menyebut proses pembelajaran yaitu “pengembangan sistem instruksional (instructional sistems development), atau desain instruksional (instructional design). Baker (1991:243) menjelaskan bahwa sistem instruksional yaitu semua materi pembelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktik yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya.

Sejalan dengan pendapat di atas, Briggs (1998:75) juga menegaskan bahwa desain instruksional yaitu keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan berguru serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar. Bagi Briggs desain sistem instruksional yaitu pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Semua komponen sistem tersebut (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lainnya dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dahulu diuji coba efektivitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya. Sedangkan Ely (1999:127) memperlihatkan penegasan bahwa pengembangan sistem instruksional yaitu suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pembelajaran supaya bisa mendapat pemecahan yang teruji validitasnya, dan mudah dilaksanakan. Selanjutnya salah satu pakar pendidikan Indonesia Suparlan (2001:74) menggarisbawahi bahwa pengembangan instruksional yaitu proses yang sistematik dalam mencapai tujuan instruksional secara efektif dan efisien melalui pengidentifikasian masalah, pengembangan taktik dan materi instruksional, serta pengevaluasian terhadap strategi.

Bahan instruksional tersebut untuk memilih apa yang harus direvisi. Substansi dari proses pengembangan pembelajaran dimulai dengan mengidentifikasi masalah, dilanjutkan dengan membuatkan taktik dan materi pembelajaran, dan diakhiri dengan mengevaluasi efektivitas dan efisiensinya. Sebagai suatu sistem, pembelajaran mempunyai ciri sistem secara umum sebagaimana sistem-sistem yang lain. Sistem yaitu benda, peristiwa, kejadian, atau cara yang terorganisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil, dan seluruh kepingan tersebut secara tolong-menolong berfungsi untuk rnencapai tujuan tertentu. Setidaknya terdapat empat indikator dari sebuah sistem, yaitu.
  • 1) Memiliki atau sanggup dibagi menjadi kepingan yang lebih kecil atau subsistem.
  • 2) Setiap kepingan mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
  • 3) Seluruh kepingan itu melaksanakan fungsi secara bersama.
  • 4) Fungsi bersama tersebut mempunyai tujuan tertentu. (Hamalik, 2005:93).
Secara sederhana, pembelajaran sebagai suatu sistem, haruslah mempunyai empat indikator tersebut. Model ini terdiri atas komponen input, proses, dan output, bahkan sanggup dilengkapi dengan outcome.

Indikator input sistem pembelajaran sanggup berupa siswa, materi, metode, alat, media pembelajaran, perangkat-perangkat pembelajaran yang lain termasuk persiapan atau perencanaan pembelajaran. Indikator proses berupa daerah atau aktifitas berinteraksinya aneka macam input, baik raw input (masukan siswa), instrumental input (masukan berupa alat-alat termasuk guru dankurikulum), maupun environmental input (masukan lingkungan fisik maupun non fisik). Hasil dari proses pembelajaran yaitu keluaran (output), yang merupakan indikator ketiga. Dengan kata lain, output merupakan cerminan eksklusif maupun tidak eksklusif dari proses pembelajaran yang berlangsung. Output pembelajaran sanggup berupa prestasi belajar, perubahan sikap, perubahan perilaku, skor atau nilai penguasaan materi suatu mata pelajaran, dan lain-lain semacamnya. Indikator keempat yaitu outcome. Outcome dalam sebuah sistem pembelajaran merupakan kebermaknaan output di dalam sistem yang lebih luas atau sistem lain yang relevan. Di sisi lain, outcome sanggup juga dimaknai sebagai dampak dihasilkannya output.

Dengan demikian maka outcome merupakan ukuran kebermaknaan output. Jika dikaitkan dengan contoh output di atas, outcome pembelajaran sanggup berupa seberapa jauh nilai atau prestasi berguru yang dicapai dalam pembelajaran tertentu mempunyai makna atau sanggup menopang keberhasilan pembelajaran lain yang relevan. Proses pembelajaran di kelas sebagai suatu sistem dengan sendirinya merupakan komposisi bagian-bagian dan fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Jika salah satu kepingan ada yang tidak berfungsi dengan baik dan sinkron dengan komponen lain, maka tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tidak sanggup dicapai dengan optimal.

Tinjauan sebuah sistem yang ditekankan pada keseluruhan kepingan atau komponen tersebut dalam teori sistem dikelompokkan pada sistem dalam arti wujud. Di samping itu, proses pembelajaran sanggup pula didekati secara sistem dalam arti “metode atau cara”. Tinjauan ini dikenal dengan pendekatan sistem (sistem approach) (Hamalik, 2005:119)

Suparlan (1997:83) kemudian menjelaskan model pendekatan sistem dalam proses pembelajaran tersebut dengan rincian yang memperlihatkan langkah-langkah dalam menyusun sistem pembelajaran. Tahap mengidentifikasi sebagaimana yang terdapat dalam denah sederhana meliputi tiga langkah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan menulis tujuan pembelajaran umum.
  2. Melakukan analisis pembelajaran.
  3. Mengidentifikasi sikap dan karakteristik awal siswa.
Sedangkan tahap membuatkan dijabarkan menjadi empat langkah sebagai berikut:
  1. Menulis tujuan pembelajaran (instruksional) khusus.
  2. Menulis tes contoh patokan.
  3. Menyusun taktik pembelajaran.
  4. Mengembangkan materi pembelajaran.
Kegiatan mengevaluasi dan merevisi berisi langkah mendesain dan melaksanakan penilaian formatif yang didalamnya termasuk kegiatan merevisi. Sebagai hasil selesai dari kedelapan langkah tersebut yaitu planning sistem pembelajaran yang siap diterapkan dalam pembelajaran. Namun demikian, jika sekolah dipandang sebagai suatu kompleksitas yang tidak sanggup dipisahkan dari masyarakat penggunanya, maka pembelajaran sebagai suatu sistem berotasi lebih luas pula, dengan mempertimbangkan kepentingan dan keinginan pemangku kepentingan di masyarakat. Dalam konteks demikian, keterkaitan antara proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam suatu sistem yang kompleks tidak sanggup dipisahkan. Menggunakan kerangka analisis sistem Makmun (seperti dikutip oleh Widodo, 2005:86), kompleksitas sistem akan tergambar sebagai berikut.

Dari gambar di atas terlihat bahwa sistem pembelajaran yang meliputi anasir input, proses, dan out put hanya merupakan kepingan dari sebuah sistem yang mengkait dengan kehidupan masyarakat. Masyarakat sebagai stake holder (pemangku kepentingan), sangat mengharapkan hasil dari pembelajaran PKn yaitu akseptor didik yang mempunyai moral mulia dan moral yang baik. Keinginan dan keinginan masyarakat ini merupakan aspirasi yang harus diakomodasikan oleh para guru dalam memutuskan tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas. Aspirasi pemangku kepentingan tersebut dijadikan salah satu pertimbangan dalam merancang pembelajaran mengenai persyaratan ambang, yaitu persyaratan yang harus terjadi dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kelas.

Persyaratan ambang itu berupa input yang terdiri atas row input, instrumental input, dan environmental input; proses yang didalamnya harus terjadi internalisasi nilai, pelibatan potensi afeksi akseptor didik, suasana pembelajaran character building; serta output berupa kompetensi akseptor didik berkenaan dengan karakter, meliputi indikator knowing the good, desiring the good, doing the good, habits of the mind, habits of heart, dan habits of action. Kompetensi yang dimiliki akseptor didik tersebut pada kesannya mengarah pada terbentuknya atribut kompetensi “smart and good citizenship” yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sebagai warga negara, dan sekali gus untuk menjawab keinginan dari masyarakat dimana akseptor didik kelak bertempat tinggal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel