Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Nelayan Akhir Perubahan Wilayah Pesisir Dan Modernisasi

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN AKIBAT PERUBAHAN WILAYAH PESISIR DAN MODERNISASI
1. Latar Belakang
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang intinya tidak sanggup dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial sanggup meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional, perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial, perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam, Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis, perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien dan lain sebagainya.

Perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang meliputi nilai-nilai budaya, pola sikap kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat sanggup diketahui dengan cara membandingkan keadaan masyarakat pada waktu tertentu dengan keadaan dimasa lampau. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan menjadikan ketidaksesuaian antara unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. Sehingga akan mengubah struktur dan fungsi sosial masyarakat tersebut.

Beberapa masyarakat pesisir secara kultural, masih tergolong masyarakat sederhana dan hidup berdasarkan tata kehidupan lingkungan laut, dikenal sebagai pengembara lautan (sea gypsies), yaitu hidup dengan mata pencaharian yang bersahabat hubungannya dengan lautan, serta mempunyai pengetahuan dan keterampilan menangkap ikan di lautan. Laut merupakan dua hal yang tidak sanggup dipisahkan dalam kultur masyarakat nelayan. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga mempunyai sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai tumpuan sikap mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik eksklusif maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya kelautan.

Sebagai komunitas, mereka juga mempunyai struktur sosial tersendiri yang mengakibatkan mereka mempunyai budaya, bahasa dan adat istiadat tersendiri. Sama halnya dengan masyarakat lain, masyarakat Bajo juga mempunyai kasus dalam kehidupannya, bahkan cenderung kompleks. Mulai dari kemiskinan yang membelenggu, tingkat pendidikan yang rendah, pola kehidupan yang hanya bergantung pada laut, tertinggal baik dalam pembangunan maupun mental, eksploitasi hasil bahari yang semua itu mengakibatkan mereka terkadang tidak ikut berpartisipasi dalam pembangunan.

Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga mempunyai sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai tumpuan sikap mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik eksklusif maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya kelautan.

Masyarakat pesisir ini merupakan lapisan masyarakat yang paling miskin jika dibandingkan dengan masyarakat lain di luar pesisir. Hal itu dikarenakan pendapatan yang diperoleh bersifat harian dengan jumlah yang tidak menentu. Selain itu pendapatan yang berfluktuasi tergantung pada animo dan status nelayan itu sendiri (pemilik kapal atau anak buah kapal). Berdasarkan ukuran yang sanggup dilihat yaitu dari rumah tempat tinggal, pakaian, gaya hidup, status sosial secara umum tergolong tidak sejahtera. Beberapa pemukiman masyarakat nelayan termasuk kumuh dan sederhana. Hanya ada beberapa nelayan yang mempunyai rumah relatif elok dan itu dimiliki oleh pemilik kapal atau juragan.

Beberapa hal yang menjadikan kemiskinan pada masyarakat nelayan suku bajo berdasarkan Aslan (2009:54), diantaranya ialah sumberdaya insan yang rendah, keterbatasan penguasaan teknologi, budaya kerja yang belum mendukung kemampuan manajerial yang masih rendah, keterbatasan modal usaha, rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan dan kesejahteraan sosial masyarakat yang rendah sehingga mempengaruhi mobilitas sosial mereka. Hal yang sangat bertolak belakang apabila dibandingkan dengan sumberdaya alam yang melimpah dari wilayah pesisir tempat tinggal mereka. Dimana potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah pesisir sangat bernilai irit tinggi apabila dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Misalnya, budidaya rumput laut, pengawetan ikan, dan lain sebagainya. Namun, hal itu tidak sanggup dilakukan dan dikembangkan alasannya ialah terhambat oleh kurangnya ilmu pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk mengelolanya menjadi bernilai ekonomis.

2. Perubahan Sosial Akibat Perubahan Lahan 
Pengetahuan Masyarakat Nelayan berkembang dengan sangat cepat dari waktu ke waktu. Manusia merupakan makhluk yang unik yang menjadi salah satu pecahan dari kajian filsafat,yang menyatakan bahwa insan tidak lain merupakan kajian mikro kosmos. Dalam filsafat pembagian itulah muncul suatu materi yang terbagi dua yaitu esensi dan eksistensi. Dari hal tersebut ,manusia mencoba memahami dirinya dan kehidupannya sendiri, kehidupan orang lain dan bagimana ia hidup sebagai individu maupun masyarakat. Demikianlah pengetahuan insan berkembang dari pengetahuan yang sangat sederhana hingga pada perkembangan pengetahuan yang muktakhir. Akibat perkembangan wilayah dan arus modernisasi tidak sanggup dibendung perkembangannya serta program-program pembangunan infrastruktur wilayah yang dilancarkan oleh pemerintah tak kuasa menahan masyarakat nelayan tradisional yang semakin tersisih dalam area penangkapan serta area perjuangan perikanannya.

Pada dasarnya setiap kegiatan yang bersentuhan eksklusif dengan masyarakat akan berdampak pada norma serta budaya lokal setempat. Demikian pula dengan kelestarian lingkungan laut, begitu juga dengan pantai yang menjadi sumber utama mata kegiatan nelayan. Kehidupan nelayan terutama pada lapisan buruh dalam kegiatan penangkapan ikannya tergantung pada kekerabatan dengan juragan (pemiliki modal dan kapal). Hal itu dikarenakan kekurangan modal atau finansial yang memadai. Kekurangan modal tersebut semakin menambah beban, tantangan serta persaingan yang besar dalam rangka pemanfaatan sumberdaya laut. Disatu sisi nelayan buruh dengan kemampuan dan keterampilan menangkap ikan yang merupakan potensi, disisi lain tidak adanya modal ialah kendala, mengingat wilayah bahari ialah wilayah terbuka yang sanggup dimanfaatkan oleh siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk mengolah sumber daya alam yang ada di dalamnya.

Tekanan pembangunan dan perubahan ruang pesisir sebahagian besar didaerah pesisir Indonesia menjadi masalah, dampak besar yang dirasakan ialah nelayan tradisional ialah berubahnya mata pencaharian nelayan, dampak tersebut akan secara sistemik menjadi berubahnya struktur sosial masyarakat pesisir. Pembangunan sebagai hasil dari modernisasi ini ditanggapi bermacam-macam oleh beberapa kelompok masyarakat nelayan. Dalam komunitas nelayan perubahan yang nampak ialah berubahnya pola kerja, sistem stratifikasi baik alasannya ialah dasar penguasaan alat produksi maupun meliputi pula kekuasaan. Perubahan stratifikasi juga terjadi pada organisasi penangkapan sebagai implikasi dari alih teknologi tersebut, sehingga kelembagaan nelayan yang telah terbangun sebelumnya biasanya akan terjadi perubahan juga.

3. Perubahan Sosial Akibat Penggusuran Lahan Nelayan
Masyarakat desa nelayan merupakan masyarakat marjinal yang menempati tempat kumuh di pinggiran kota yang berbatasan dengan laut. Berdasarkan tipologi komunitas kampung kumuh, sejumlah ciri penting komunitas pemukiman kumuh, yang diantaranya:
  1. Sarat problem agraria, khususnya ketidakpastian hak penguasaan dan kepemiikan atas lahan pemukiman.
  2. Komunitas miskin kota sebagai objek tekanan kekuatan eksternal (negara dan sektor kapitalis). Pihak yang kalah, di mana kaum miskin kota yang selalu diklaim sebagai pendatang ilegal dan tak dikehendaki oleh masyarakat kota.
  3. Konflik sosial dan perlawanan sosial, di mana kehidupan komunitas diwarnai oleh suasana konflik dengan kekuatan eksternal.
Desa nelayan sebagai pemukiman itu sendiri tercermin dari kondisi lingkungan perumahan yang relatif jelek sehingga kurang memenuhi standar kesehatan. Fasilitas air higienis tidak dimiliki oleh semua warga, melainkan milik bersama atau umum. Fasilitas kesehatan juga sulit didapat warga ini. Pelayanan fundamental bagi warga ini seharusnya disediakan oleh pemerintah, tetapi pemerintah tidak menunjukkan pelayanan ini bagi warga, bahkan pemerintah mempersulit proses-proses pelayanan.

Penggusuran merupakan proses sosial yang sanggup meyebabkan perubahan sosial masyarakat nelayan. Perubahan-perubahan ini sanggup mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, lapisan dalam masyarakat, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan dalam bidang ekonomi juga terjadi mengingat adanya perubahan tempat tinggal alasannya ialah penggusuran.

Keluarga nelayan biasanya merupakan keluarga batih, artinya dalam satu keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak (Soekanto, 2002). Dalam satu keluarga, tiap anggota mempunyai peranan masing-masing terutama dalam menjalankan perekonomian keluarga. Bapak sebagai kepala rumah tangga berperan utama dalam pencarian nafkah keluarga, biasanya bekerja sebagai nelayan. Istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang membantu pekerjaan suami mempersiapkan alat-alat atau hal-hal yang diharapkan untuk melaut, sedangkan anak masih merupakan tanggungan orang tua.

Sebagian besar keluarga nelayan menerima penghasilan ganda dari pekerjaannya (Kepas, 1987), antara lain penangkapan ikan dan pengolahan ikan. Pada ketika animo ikan, kebanyakan nelayan menangkap ikan tersebut dan menjualnya langsung, hanya sebagian ikan yang diolah. Lain halnya dengan kondisi yang dihadapai nelayan pada ketika bukan animo ikan, ikan-ikan hasil tangkapannya kebanyakan diolah menyerupai menjadi ikan asin dengan teknologi pengolahan yang rendah. Bila ekonomi keluarga tidak begitu kuat atau kurang, maka istri dan anak-anaknya ikut membantu mengupayakan suplemen penghasilan. Dengan adanya keluarga yang membantu unutk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan merupakan ciri dari keluarga miskin. 

Dengan adanya penggusuran di mana masyarakat nelayan dipindahkan ke tempat lain sebagai pemecahan kasus penggusuran, maka hal ini kuat pada kondisi sosial ekonomi keluarga nelayan tersebut. Adanya perubahan mata pencaharian nelayan dari melaut menjadi pekerja sektor informal merupakan mobilitas sosial horizontal jika dilihat dari pendapatan keluarga nelayan tersebut.
Dalam masyarakat terdapat dua gerak sosial yang mendasar, yaitu pertama, gerak sosial horizontal di mana status individu bergerak menjadi status individu atau kelompok gres yang sederajat. Sebagai contoh, seorang nelayan menjadi pedagang kaki lima. Kedua, gerak sosial vertikal yaitu peralihan status individu atau kelompok ke status yang gres yang tidak sederajat. Status ini bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari status sebelumnya.

Soekanto (2002) menjelaskan bahwa gerakan sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada.
Pembentukan kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
gerakan sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
  • Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
  • Turunnya derajat sekelompok individu yang sanggup berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.
4. Perubahan Sosial Akibat Modernisasi dan Globalisasi
Modernisasi ialah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di banyak sekali aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, sanggup dikatakan bahwa modernisasi ialah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara gres yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) sampaumur ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam wacana bagaimana suatu kebudayaan sanggup berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern. 

Pada Lingkungan Masyarakat Nelayan, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai contohnya modernisasi alat tangkap dan pola sistem melaut yang telah mengalami pergeseran dari tradisional menjadi modern. Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami wacana konsep modernisasi. Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dan kesalahan pemahaman wacana modernisasi, maka secara garis besar istilah modern sanggup diartikan berikut ini :
  1. Modern berarti kemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
  2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup. Agar modernisasi (sebagai suatu proses) tidak mengarah ke angan-angan belaka, maka modernisasi harus bisa memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat kini ke arah waktu-waktu yang akan datang.
Proses modernisasi tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Modernisasi sanggup terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini : 
  • Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat. 
  • Sistem manajemen negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi. 
  • Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur. 
  • Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. 
  • Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri. 
Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial. 
Hal yang harus kalian pahami ialah bahwa modernisasi berbeda dengan westernisasi. Jika modernisasi ialah suatu bentuk proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju; westernisasi ialah proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara terhadap kebudayaan dari negara-negara Barat yang dianggap lebih baik dari budaya daerahnya. 
Berdasarkan hal tersebut, pengertian modernisasi lebih baik daripada westernisasi. Akan tetapi, bersamaan dengan proses modernisasi biasanya juga terjadi proses westernisasi, alasannya ialah perkembangan masyarakat modern itu pada umumnya terjadi di dalam kebudayaan Barat yang tersaji dalam kemasan Barat pula.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel