Teori Kinerja Pegawai

Kinerja Pegawai 
Kinerja pegawai merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pegawai tersebut dalam pekerjaanya berdasarkan kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Menurut Robbins (2003) bahwa kinerja pegawai yaitu sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi. Dalam studi manajemen kinerja pekerja atau pegawai ada hal yang memerlukan pertimbangan yang penting alasannya yaitu kinerja individual seorang pegawai dalam organisasi merupakan cuilan dari kinerja organisasi, dan sanggup memilih kinerja dari organisasi tersebut. Berhasil tidaknya kinerja pegawai yang telah dicapai organisasi tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari pegawai secara individu maupun kelompok. Kinerja (ferformance) merupakan sikap organisasional yang secara pribadi berafiliasi dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Kinerja seringkali difikirkan sebagai pencapaian tugas, dimana istilah kiprah sendiri berasal dari aliran kegiatan yang dibutuhkan oleh pekerja (Gibson, 1997). Yukl (1998) menggunakan istilah proficiency yang mengandung arti yang lebih luas. Kinerja meliputi segi usaha, loyalitas, potensi, kepemimpinan, dan moral kerja. Profisiensi dilihat dari tiga segi, yaitu: perilaku-perilaku yang ditunjukan seseorang dalam bekerja, hasil nyata atau outcomes yang dicapai pekerja, dan penilaian-penilaian pada faktor-faktor ibarat motivasi, komitmen, inisiatif, potensi kepemimpinan dan moral kerja. Gibson (1997) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi seperti, kualitas, efesiensi, dan kriteria efektifitas lainya. Kinerja merefleksikan seberapa baik dan seberapa sempurna seorang individu memenuhi seruan pekerjaan. 

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, kinerja dipandang sebagai hasil yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi dipengaruhi oleh tingkat kinerja pegawai secara individu maupun kelompok, dimana kinerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan dalam studi yang tergantung dengan ukuran kinerja secara umum, kemudian diterjemahkan kedalam evaluasi sikap secara fundamental yang sanggup meliputi banyak sekali hal yaitu: kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, pendapat atau pernyataan yang disampaikan, keputusan yang diambil dalam melaksanakan pekerjaan dan deskripsi pekerjaan. Untuk mengukur kinerja secara individual, McKenna dan Beech (1995) ada beberapa indikator, indikator-indikator dari kinerja yang sering dipergunakan untuk menilai kinerja individu pegawai berdasarkan McKenna dan Beech adalah: ƒ Pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pada pekerjaan/kompeten ƒ Sikap kerja, diekspresikan sebagai antusiasme, janji dan motivasi ƒ Kualitas pekerjaan ƒ Interaksi, contohnya keterampilan komunikasi dan kemampuan untuk berafiliasi dengan orang lain dalam satu tim. 

2.1.2 Kepuasan Kerja 
Seseorang yang mempunyai kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri (Robbins, 2003). Menurut George dan Jones (2002), kepuasan kerja yaitu perasaan yang dimiliki oleh pegawai perihal kondisi daerah kerja merka dikala ini. Kemudian berdasarkan Church (1995), kepuasan kerja merupakan hasil dari banyak sekali macam sikap (attitude) yang dipunyai seorang pegawai. 

Dalam hal ini yang dimaksud dengan sikap tersebut yaitu hal-hal yang berafiliasi dengan pekerjaan beserta faktor-faktor yang spesifik ibarat pengawasan/supervisi, honor dan tunjangan, kesempatan untuk mendapatkan promosi atau kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman kerja, korelasi sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap pegawai. McNesee Smith (1996) yang menyampaikan bahwa kepuasan kerja yaitu perasaan pekerja atau pegawai terhadap pekerjaanya, hal ini merupakan sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan evaluasi aspek yang berada dalam pekerjaan. 

Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan juga keinginan dimasa mendatang. Kepuasan kerja seorang pegawai tergantung karesteristik pegawai dan situasi pekerjaan. Setiap pegawai akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya.. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan kepentingan dan keinginan pegawai tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya. Vroom (1964) dalam Luthan (2005) menggambarkan kepuasan kerja sebagai sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. 

Bukti-bukti penelitian terhadap kepuasan kerja sanggup dibagi menjadi beberapa katagori seperti, kepemimpinan, kebutuhan psikologis, penghargaan atas usaha, manajemen ideologi dan nilai-nilai, faktor-faktor rancangan pekerjaan dan muatan kerja. Selanjutnya, berdasarkan Locke (1976) dalam Luthan (2005) kepuasan kerja yaitu suatu keadaan emosional positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari evaluasi pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke membagi sembilan dimensi pekerjaan yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dan mempunyai bantuan yang kuat terhadap kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi, peng-akuan, benefit, kondisi kerja, supervisi, rekan sekerja, dan perusahaan (manajemen). Berdasarkan Luthan (2005), kepuasan kerja yaitu hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memperlihatkan hal yang dinilai penting. Misalnya, jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bekerja terlalu keras daripada yang lain dalam depertemen, tetapi mendapatkan penghargaan lebih sedikit, maka mereka mungkin akan mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan, dan atau rekan kerja mereka. Mereka tidak puas. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, maka mereka mungkin akan mempunyai sikap positif terhadap pekerjaan mereka. Mereka merasa puas. 

Sedangkan Luthan (2005) membagi dimensi-dimensi pekerjaan yang mempunyai korelasi dengan kepusan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja. Berdasarkan uraian diatas, terlihat ada enam dimensi serupa dalam penelitianpenelitian yang dilakukan oleh Church, Luthan, dan Locke tersebut, sehingga dimensi-dimensi ini dianggap paling mempengaruhi kepuasan kerja yang dinginkan. Keenam dimensi tersebut yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji/tunjangan, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja. 

2.1.3 Peran Kepemimpinan 
Peran kepemimpinan (Challagalla dan Shervani, 2006) yaitu pemimpin atau manajer yang berorentasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan keterampilan-keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai. Peran yaitu sejauh mana kiprah dipandang penting untuk keberhasilan keseluruhan perjuangan implementasi level tinggi signifikansi kiprah yang dipersepsikan akan dikaitkan dengan tanggung jawab implementasi, kontrol kecakapan yang dilakukan pimpinan (supervisor/manajer) dengan kata lain menekankan pengembangan keahlian dan kemampuan individu (Challagalla dan Shervani, 2006). 

Ini sebuah perjuangan untuk mempengaruhi kinerja dengan memastikan bahwa para pegawai mempunyai perangkat keahlian dan kemampuan yang memungkinkan tumbunya kinerja yang baik. Kontrol kecakapan termasuk menetapkan tujuan untuk tingkat keahlian dan kemampuan yang harus dimiliki para pegawai, memonitor keahlian dan kemampuan mereka, memberi bimbingan untuk tujuan perbaikanperbaikan yang dibutuhkan, memberi ganjaran (reward) dan eksekusi kepada pegawai atas dasar tingkat keahlian dan kemampuannya (Lawler, 1990 dalam Challagalla dan Shervani, 2006). Peran kepemimpinan dalam setiap organisasi berbeda tergantung pada spesifikasinya. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis organisasi, situasi sosial dalam organisasi dan jumlah anggota kelompok dalam organisasi tersebut. 

Peran dari manajemen organisasi sanggup diidentifikasikan sebagai membangun suatu kebijakan dalam organisasi, membangun dan menyebar tujuan dari kebijakan, menyediakan sumber daya yang ada, menyediakan pembinaan orientasi pada permasalahan dan menstimulasi pengembangan atau kemajuan dari organisasi (Juran dan Gyrna, 1993). Kepemimpinan yaitu kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain bisa memperlihatkan kontribusinya demi efektifitas dan keberhasilan organisasi (House et. al, 1999) dalam Yukl (2005). Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya (Burns, 1978) dalam Yukl (2005) Pakar lainya (seperti Bass, 1990; Hickman, 1990; Kotler; Mintzberg 1997; Rost, 1991) dalam Yukl (2005) kiprah kepemimpinan meliputi memotivasi bawahan dan membuat kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan, kepemimpinan berusaha untuk membuat perubahan dalam organisasi dengan
  1. menyusun visi masa depan dan seni manajemen untuk membuat perubahan yang dibutuhkan, 
  2. mengkomunikasikan dan memperjelas visi, dan 
  3. memotivasi dan memberi ilham kepada orang lain untuk mencapai visi itu, dan kepemimpinan sebagai korelasi efek ke banyak sekali arah antara pemimpin dan bawahannya yang mempunyai tujuan yang sama dalam mencapai perubahan yang sebenarnya. 
Dalam penelitian definisi operasional dari kepemimpinan akan tergantung pada seberapa luas tujuan para peneliti (Campbell, 1977) dalam Yulk (2000) . Tujuannya mungkin untuk mengindentifikasikan pemimpin, untuk memilih bagaimana mereka dipilih, mengetahui apa yang mereka lakukan, untuk mengetahui mengapa mereka efektif atau memilih apakah mereka dibutuhkan. Konsekuensinya sangat sulit bila hanya menggunakan satu definisi kepemimpinan yang cukup umum sehingga bisa mengakomodasikan banyak sekali makna ini dan cukup sepesifik sehingga bisa berfungsi sebagai operasional variabel.

 Di sisi lain, kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memperdayakan pegawai akan mempengaruhi kinerja. (Lodge dan Derek, 1993) menyebutkan, kiprah kepemimpin mempunyai dampak signifikan terhadap sikap, sikap dan kinerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi karakteristik bawahannya dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dikatakan tidak berhasil apabila tidak sanggup memotivasi, menggerakkan dan memuaskan pegawai pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Peran pemimpin yaitu mendorong bawahan supaya mempunyai kompetensi dan kesempatan berkembang dalam megantisipasi setiap tantangan dan peluang dalam bekerja. 

2.1.4 Motivasi 
Morrison (1994) memperlihatkan pengertian motivasi sebagai kecendrungan seseorang melibatkan diri dalam kegiatan yang mengarah sasaran. Jika sikap tersebut mengarah pada suatu obyek (sasaranya) maka dengan motivasi tersebut akan diperoleh pencapaian sasaran atau sasaran yang sebesar-besarnya sehingga pelaksanaan kiprah sanggup dikerjakan dengan sebaik-baiknya, sehingga efektivitas kerja sanggup dicapai. Menurut Gibson (1997), motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang mengakibatkan dan mengarahkan perilaku. Makara lebih lanjut sanggup disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu rangkaian kegitan pemberian dorongan, yaitu bukan hanya kepada orang lain tetapi juga kepada diri sendiri. Sehingga melalui dorongan ini dibutuhkan akan sanggup bertindak kearah tujuan yang diinginkan. Vroom (1964) dalam Luthan (2005) menyampaikan kekuatan motivasi yaitu valensi dan harapan. 

Teori pengharapan berargumentasi bahwa motivasi kerja ditentukan oleh keyakinan individu yang berafiliasi dengan, korelasi usaha-kinerja (expectancy = pengharapan), korelasi kerja-hasil (instrumentalitas = perantara), dan persepsi pentingnya banyak sekali macam hasil pekerjaan (valence = valensi). Motivasi sebagaimana didefinisikan oleh Robbins (2003) merupakan kemauan untuk menggunakan perjuangan tingkat tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan perjuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu. Dalam definisi ini ada tiga (3) elemen penting yaitu; usaha, tujuan dan kebutuhan. Elemen perjuangan merupakan pengukuran intensitas. Usaha yang diarahkan menuju dan konsisten dengan tujuan organisasi merupakan jenis perjuangan yang seharusnya dicari, dan motivasi merupakan proses pemenuhan kebutuhan. Jae (2000) menunjukan bahwa motivasi pegawai sangat efektif untuk meningkatkan dan memenuhi kepuasan kerja pegawai dimana faktor-faktor motivasi tersebut diukur melaui faktor intrinsik (kebutuhan prestasi dan kepentingan) dan faktor ekstrinsik (keamanan kerja, honor dan promosi). 

2.1.5 Komitmen Organisasi 
Komitmen organisasi secara umum sanggup diartikan sebagai keterikatan pegawai pada organiasasi dimana pegawai tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi biar sumber daya insan yang komputen dalam organisasi sanggup terjaga dan terpelihara dengan baik. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai pengukur kekuatan pegawai yang berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi (McNesee-Smith, 1996). Porter et al (1974) dalam Robbins (2003) menemukan efek janji organisasi terhadap kepuasan kerja. Desiana dan Soetjipto (2006) Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasai yang menunjukan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memperlihatkan segala perjuangan yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. 

Porter et al. (dalam Desiana dan Soetjipto, 2006) janji organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi dicirikan oleh tiga faktor psikologis: 
  1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. 
  2. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi. 
  3. Kepercayaan yang niscaya dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Steers (1977) dalam Robbins (2003) membagi variabel janji organisasi dalam tiga katagori yaitu: 
  • (karakteristik personel dari setiap anggota organisasi yang meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan kebutuhan akan pencapaian; 
  • karakteristik yang berafiliasi dengan pekerjaan yang terdiri dari beberapa variabel ibarat pengutamaan kiprah (konflik dan ketidakjelasan peran) serta ( karakteristik kiprah dan pengalaman kerja yang meliputi variabel ibarat sikap kepemimpinan (inisiatif dari organisasi dan pertimbangan dari pimpinan) serta struktur organisasi (formalisasi dan pertisipasi dalam pengambilan keputusan). 
Mengingat fokus penelitian ini yaitu pada faktor-faktor organisasi maka penelitian ini hanya dibatasi kepada karakteristik-karakteristik yang berafiliasi dengan pekerjaan serta pengalaman kerja. Meskipun kedua variabel tersebut dibutuhkan berkaitan dengan sampel penelitian yang diberikan, pada dikala yang bersamaan, sangatlah mungkin bila pekerja yang memegang kepercayaan positif dan cinta kepada organisasi serta tujuan dan nilainya, tetapi tidak suka dengan pelaksanaan aspek-aspek tertentu pada pekerjaan tertentu di organisasi tersebut dan sebaliknya. 

Komitmen organisasi didasarkan pada sikap yang terutama berasal dari ketidakleluasaan menggunakan ketrampilan pekerja sehingga meninggalkan organisasi yang mengikatnya. Saat janji dicontohkan sebagai fungsi kepercayaan terhadap organisasi dan pengalaman kerja, karakteristrik organisasi harusnya menjadi faktor yang mempengaruhi kepercayaan pegawai terhadap organisasi dan oleh lantaran itu pada level janji pegawai; karakteristik kerja harusnya menjadi faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja dari pegawai. McNeese-Smith (1996) juga menemukan bahwa janji organisasi berafiliasi signifikan positif yang ditunjukan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (significance pada level 0,001) terhadap kinerja pegawai. 

2.2 Penelitian Terdahulu 
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaanya untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian yang berkaitan dengan kiprah kepemimpinan dan kepuasan kerja ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Challagalla dan Shervani, (2006) terhadap 270 pegawai di 5 divisi produk industri dari dua perusahaan fortune 500. temuan-temuan tersebut mengisyaratkan bahwa para pemimpin (manajer) harus secara hati-hati mencocokkan kontrol yang berlaku dengan hasil-hasil yang diinginkan. 

Secara keseluruhan, hasil-hasil tersebut menunjukan bahwa informasi dan imbas penguatan berubah-ubah, yang mengisyaratkan perlunya membedakan antara informasi yang tersedia dan penguatan kasatmata yang diembankan kepada pegawai. Mereka juga menunjukan bahwa kontrol aktifitas dan kontrol kecakapan mempunyai imbas yang berbeda-beda dan menunjukan pembedaan yang tajam antara dua jenis kontrol perilaku. Akhirnya hasil tersebut menunjukan bahwa kiprah pemimpin (supervisor) besar lengan berkuasa positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. 

Penelitian yang dilakukan oleh Jurkeiwick. (2001) perihal perbandingan motivasi antara pegawai (karyawan) sektor publik dan sektor swasta, serta para supervisor sektor publik dan sektor swasta memperlihatkan hasil yang berbeda diantara kedua sektor tersebut. Sampel diambil terhadap 296 pegawai (karyawan) sektor publik, yakni kepolisian, pemadam kebakaran dan bidang manajemen publik. Sedangkan untuk sektor swasta, sampel sejumlah 333 diambil dari perusahaan jasa telekomunikasi dan jasa keuangan, khususnya karyawan yang bekerja pada divisi pemasaran, SDM, akutansi, dan costumer service. Responden diminta untuk merangking 15 faktor yang berafiliasi dengan motivasi kerja karyawan yang mendasarkan pada keinginan karyawan (wants), selanjutnya karyawan diminta untuk merangking 15 faktor yang sama dengan mendasarkan pada yang mereka rasakan dikala ini terkait dengan pekerjaan (gets). 

Hasilnya menunjukan motivasi pegawai (karyawan) besar lengan berkuasa signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai (karyawan). Penelitian yang dilakukan oleh Smith et al. (2000) juga menemukan bahwa motivasi besar lengan berkuasa positif terhadap kepuasan kerja. McNeese-Smith (1996) menemukan bahwa janji organisasi berafiliasi signifikan positif yang ditunjukan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (significance pada level 0,001) terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Suliman (2002) dalam penelitiannya dengan melaksanakan kuesioner kepada 1000 karyawan yang dilakukan dengan teknik random sampling dari 20 perusahaan di Timur Tengah menguji efek janji organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai (karyawan) dimana janji organisasi diukur melalui dua dimensi yaitu janji yang timbul secara pribadi (affective commitment) maupun janji yang berkelanjutan (continuance commitment), hasil penelitiannya menunjukan bahwa janji yang kuat baik melalui janji yang timbul secara pribadi (affective Commitment) maupun janji yang berkelanjutan (continuance commitment) memperlihatkan bantuan yang tinggi dalam meningkatkan dan memenuhi kepuasan kerja pegawai. 

Dengan janji yang kuat, pegawai akan termotivasi untuk bekerja keras untuk kemajuan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ostroff (2003) terhadap 13.808 pengajar di 298 sekolah menengah pada negara cuilan Amerika dan kanada. Hasil penelitinya menemukan bahwa ada korelasi yang positif antara kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan oleh Laschinger, Finegen dan Shamian (2001) juga menemukan bahwa kepuasan kerja mempunyai korelasi yang positif terhadap kinerja pegawai.  

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis 
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu Challagalla dan Shervani (2006) dalam penelitian menemukan bahwa kiprah kepemimpinan dan motivasi berafiliasi positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Jurkeiwick (2001) dan Smith et al. (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa motivasi pegawai berafiliasi positif dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi motivasi pegawai akan berdampak terhadap kepuasan kerja pegawai lebih baik dibandingakan pegawai yang tidak memilki motivasi. McNeese-Smith (1996) menyatakan bahwa janji organisasional berafiliasi positif dengan kepuasan kerja dan kinerja pegawai pada level kurang dari 1%. Hasil tersebut didukung oleh Suliman (2002) yang memperlihatkan hasil bahwa janji organisasional pada 20 perusahaan di Timur Tengah mempunyai efek yang signifikan positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. 

Selanjutnya Ostroff (2003) dan Laschinger, Finegen dan Shamian (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan kerja berafiliasi positif dengan kinerja pegwai. Semakin terpenuhinya dan meningkatnya kepuasan kerja pegawai akan berdampak positif terhadap sikap kinerja pegawai. 2.4 Indikator Variabel 

2.4.1 Indikator Peran Kepemimpinan 
Pemimpin (manajer) yang berorentasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan keterampilan-keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai. Variabel ini diukur melalui enam dimensi yaitu: energi dan keteguhan hati, memilih tujuan (visi), menantang dan mendorong, pengambil resiko, memberi ilham dan membantu pegawai merasa dihargai, yang dikembangkan oleh (Mansour dan Waldman, 2003) dalam Fuad Mas’ud (2004). Angket terdiri dari pertanyaan berskala 1-7 sebanyak 6 pertanyaan yang akan menghasilkan skor minimum 6 dan skor maksimum 42. keenam dimensi tersebut 

 2.4.2 Indikator Motivasi 
Merupakan kemauan untuk menggunakan perjuangan tingkat tinggi untuk tujuan organisasi. yang dikondisikan oleh kemampuan perjuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu, variabel ini diukur melalui enam dimensi yaitu: prestasi kerja, pengaruh, pengendalian, ketergantungan, ekspansi (pengembangan) dan Pertalian (afiliasi), yang dikembangkan oleh (Udai, 1985) dalam Fuad Mas’ud (2004). Dengan menggunakan angket terdiri dari pertanyaan berskala 1-7 sebanyak 6 pertanyaan yang akan menghasilkan skor minimum 6 dan skor maksimum 42. keenam dimensi tersebut 

2.4.3 Indikator Komitmen 
Organisasi Suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukan bahwa individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Variabel ini diukur melalui enam dimensi yaitu: Terikat secara emosional, merasakan, kebutuhan dan keinginan, biaya (pengorbanan), percaya (setia) dan loyalitas dengan merujuk pada (Allen, Meyer dan Smith,1993) dalam Fuad Mas’ud (2004). Dengan menggunakan angket terdiri dari pertanyaan berskala 1-7 sebanyak 6 pertanyaan yang akan menghasilkan skor minimum 6 dan skor maksimum 42. keenam dimensi tersebut 

2.4.4 Indikator Kepuasan Kerja 
Merupakan suatu keadaan emosional positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari evaluasi pekerjaan atau pengalaman kerja. Variabel kepuasan kerja merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, variabel ini diukur melalui enam dimensi yaitu: pekerjaan itu sendiri, gaji/honor, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja, yang dikembangkan oleh (Church, 1995, Locke, 1976 dan Luthan, 2005). Angket terdiri dari pertanyaan berskala 1-7 sebanyak 6 pertanyaan yang akan menghasilkan skor minimum 6 dan skor maksimum 42. 

2.4.5 Indikator Kinerja 
Pegawai Merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pegawai tersebut dalam pekerjaannya berdasarkan kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Variabel ini diukur melalui enam dimensi yaitu: Kuantitas kerja pegawai, Kualitas kerja pegawai, Efesiensi kerja pegawai, Sikap kerja pegawai, Stándar kualitas kerja pegawai dan Kemampuan kerja pegawai, yang dikembangkan oleh (Tsui, Pearce & Porter, 1997) dalam Fuad Mas’ud, 2004) dengan menggunakan angket terdiri dari pertanyaan berskala 1-7 sebanyak 6 pertanyaan yang akan menghasilkan skor minimum 12 dan skor maksimum 42. 2.7 Pengaruh Antar Variabel 

2.7.1 Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja 
Peran pemimpin (supervisi/pengawas) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja (Luthan, 2005) dikatankan bahwa ada dua dimensi kiprah pemimpin (supervisi/pengawas) yang mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama yaitu berpusat pada pegawai, diukur berdasarkan tingkat di mana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada pegawai. Hal itu secara umum dimanifestasikan dalam cara-cara ibarat meneliti seberapa baik kerja pegawai, memperlihatkan nasihat dan pertolongan pada individu, dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. 

Terdapat bukti empiris bahwa salah satu alasan utama pegawai keluar dari perusahaan (organisasi) yaitu lantaran penyelia tidak peduli dengan mereka. Yang kedua yaitu partisipasi atau pengaruh, ibarat diilustrasikan oleh manajer yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus, cara ini mengakibatkan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Misalnya, meta-analisis menyimpulkan bahwa partisipasi mempunyai imbas positif pada kepuasan kerja. Iklim partisipasi yang diciptakan penyelia mempunyai imbas yang lebih penting pada kepuasan kerja daripada partisipasi pada keputusan tertentu (Luthan, 2005). Peran kepemimpinan yaitu pemimpin (manajer) yang berorentasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan keterampilan-keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai (Challagalla dan Shervani, 2006). 

Temuan-temuan tersebut mengisyaratkan bahwa para pemimpin (manajer) harus secara hati-hati mencocokkan kontrol yang berlaku dengan hasil-hasil yang diinginkan. Secara keseluruhan, hasil-hasil tersebut memperlihatkan bahwa informasi dan imbas penguatan beru-ubah, yang mengisyaratkan perlunya membedakan antara informasi yang tersedia dan penguatan actual yang diemban kepada pegawai. Mereka juga memperlihatkan bahwa kontrol aktifitas dan kontrol kecakapan mempunyai imbas yang berbeda-beda dan dan menggambarkan pembedaan yang tajam antara dua jenis kontrol perilaku. Selanjutnya berdasarkan Challagalla dan Shervani (2006) kiprah kontrol pimmpinan (supervisor) memilki imbas positif secara pribadi dan tidak pribadi terhadap kepuasan kerja pegawai. Variabel kiprah kepemimpinan diukur melalui energi dan keteguhan hati, memilih tujuan (visi), menantang dan mendorong, pengambil resiko, memberi inspirasi, dan membantu pegawai merasa dihargai. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif pertama (H1): H1 : Peran Kepemimpinan besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. 

 2.7.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja 
Motivasi sebagaimana didefinisikan oleh Robbins (1996) merupakan kemauan untuk menggunakan perjuangan tingkat tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan perjuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu. Salah satu kiprah utama manajer yaitu memotivasi para personel organisasi biar mempunyai kepuasan kerja dan kinerja tinggi (Fuad Mas’ud, 2004). Manajer yang sanggup memperlihatkan motivasi yang sempurna untuk para personelnya akan membuahkan produktivitas yang maksimal, kepuasan kerja yang tinggi serta pertanggung tanggapan organisasi yang lebih baik (Jurkeiwick, 2001). Variabel motivasi diukur melalui prestasi kerja, pengaruh, pengendalian, ketergantungan, ekspansi (pengembangan) dan pertalian (afiliasi). Sementara itu kepuasan kerja dari pegawai itu sendiri mungkin mempengaruhi kehadirannya pada jam kerja, dan keinginan untuk ganti pekerjaan juga bisa mempengaruhi kesedian untuk bekerja. Kesediaan atau motivasi seorang pegawai untuk bekerja biasanya ditunjukan oleh kegiatan yang terus-menerus, dan yang berorentasi tujuan. Jae (2000) menunjukan bahwa motivasi pegawai sangat efektif untuk memenuhi dan meningkatkan kepuasan kerja pegawai dimana faktor-faktor motivasi tersebut diukur melaui faktor intrinsik (kebutuhan prestasi dan kepentingan) dan faktor ekstrinsik (keamanan kerja, honor dan promosi). Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif kedua (H2): H2 : Motivasi besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. 

 2.7.3 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan 
Kerja. Komitmen organisasi (Allen et al, 1993). Desiana dan Soetjipto (2006) Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasai yang menunjukan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerja dan organisasinya. Individu akan berusaha memperlihatkan segala perjuangan yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Porter et al. (dalam Desiana dan Soetjipto, 2006). Variabel janji organisasi diukur melalui terikat secara emosional pada organisasi, merasakan, kebutuhan dan keinginan, biaya (pengorbanan), percaya (setia) dan loyalitas. McNeese-Smith (1996) juga menemukan bahwa janji organisasi berafiliasi signifikan positif yang ditunjukan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (significance pada level 0,001) terhadap kepuasan kerja pegawai. Suliman (2002) dalam penelitiannya dengan melaksanakan kuesioner kepada 1000 karyawan yang dilakukan dengan teknik random sampling dari 20 perusahaan di Timur Tengah menguji efek janji organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan dimana janji organisasi diukur melalui dua dimensi yaitu janji yang timbul secara pribadi (affective commitment) maupun janji yang berkelanjutan (continuance commitment), hasil penelitiannya menunjukan bahwa janji yang kuat baik melalui janji yang timbul secara pribadi (affective Commitment) maupun janji yang berkelanjutan (continuance commitment) memperlihatkan bantuan yang tinggi dalam memenuhi dan meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif ketiga (H3). H3 : Komitmen organisasi besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. 

2.7.4 Pengaruh Kepuasan 
Kerja Terhadap Kinerja Pegawai. Kepuasan kerja diartikan sebagai sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya atau sanggup juga diartikan sebagai perbedaan antara jumlah imbalan/penghargaan yang diterima oleh pegawai dan jumlah yang seharusnya mereka daptkan (Robbins, 2003). Kepuasan kerja telah diindentifikasikan sebagai variabel yang paling banyak dipelajari dalam penelitian-penelitian perihal organisasi. Ada yang beranggapan bahwa pegawai atau pekerja yang merasa puasa yaitu pekerja yang prodiktif (Robbins, 2003). Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa kepuasan kerja seorang individu akan sanggup mempengaruhi kinerjanya. Penelitian yang dilakukan oleh Ostrof (2003) mengadakan penelitian perihal analisis korelasi antara kepuasan, sikap dan kinerja pada suatu organisasi. Hasil penelitiannya bahwa ada korelasi yang positif antara kepuasan kerja, sikap, dan kinerja. Selanjutnya berdasarkan Laschinger, Finegan dan Shamian (2001) kepuasan kerja besar lengan berkuasa signifikan positif terhadap kinerja pegawai. Berdasarkan uraian diatas, terlihat ada enam dimensi serupa dalam penelitianpenelitian yang dilakukan oleh Church, Luthan, dan Locke tersebut, sehingga dimensi-dimensi ini dianggap paling mempengaruhi kepuasan kerja yang dinginkan. Keenam dimensi tersebut yaitu pekerjaan itu sendiri, gajih, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif keempat (H4). H4 : Kepuasan kerja besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. 

 2.7.5 Pengaruh Peran 
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Peran kepemimpinan yaitu pemimpin (manajer) yang berorentasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan keterampilan-keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai (Challagalla dan Shervani, 2006). Temuan-temuan tersebut mengisyaratkan bahwa para pemimpin (manajer) harus secara hati-hati mencocokkan kontrol yang berlaku dengan hasil-hasil yang diinginkan. Secara keseluruhan, hasil-hasil tersebut memperlihatkan bahwa informasi dan imbas penguatan beru-ubah, yang mengisyaratkan perlunya membedakan antara informasi yang tersedia dan penguatan kasatmata yang diemban kepada pegawai. Mereka juga memperlihatkan bahwa kontrol aktifitas dan kontrol kecakapan mempunyai imbas yang berbeda-beda dan dan menggambarkan pembedaan yang tajam antara dua jenis kontrol perilaku. Selanjutnya berdasarkan Challagalla dan Shervani (2006) kiprah kontrol pimmpinan (supervisor) memilki imbas positif secara pribadi dan tidak pribadi terhadap kinerja pegawai. Variabel kiprah kepemimpinan diukur melalui energi dan keteguhan hati, memilih tujuan (visi), menantang dan mendorong, pengambil resiko, memberi inspirasi, dan membantu pegawai merasa dihargai. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif kelima (H5): H5 : Peran Kepemimpinan besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. 

2.7.6 Pengaruh Komitmen 
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai pengukur kekuatan pegawai yang berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi (McNesee-Smith, 1996). Steers (1977) dalam Robbins (2003) membagi variabel janji organisasi dalam tiga katagori yaitu:
  •  karakteristik personel dari setiap anggota organisasi yang meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan kebutuhan akan pencapaian; 
  • karakteristik yang berafiliasi dengan pekerjaan yang terdiri dari beberapa variabel ibarat pengutamaan kiprah (konflik dan ketidakjelasan peran) serta ( karakteristik kiprah dan pengalaman kerja yang meliputi variabel ibarat sikap kepemimpinan (inisiatif dari organisasi dan pertimbangan dari pimpinan) serta struktur organisasi (formalisasi dan pertisipasi dalam pengambilan keputusan). 
Mengingat fokus penelitian ini yaitu pada faktorfaktor organisasi maka penelitian ini hanya dibatasi kepada karakteristikkarakteristik yang berafiliasi dengan pekerjaan serta pengalaman kerja. Meskipun kedua variabel tersebut dibutuhkan berkaitan dengan sampel penelitian yang diberikan, pada dikala yang bersamaan, sangatlah mungkin bila pekerja yang memegang kepercayaan positif dan cinta kepada organisasi serta tujuan dan nilainya, tetapi tidak suka dengan pelaksanaan aspek-aspek tertentu pada pekerjaan tertentu di organisasi tersebut dan sebaliknya. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu sanggup dirumuskan hipotesis alternatif keenam (H6) H6 : Komitmen organisasi besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. 

DAPTAR PUSTAKA;
Allen, N.J. & Meyer, J.P, 1990, ”The Measurement and Antecedents of Aaffective, Continuance and Normative Commitment to The Organization”, Journal of Occupational Psychology, Vol. 63, p. 1-18 

Allen, N.J. & Meyer, J.P, 1990, ”A Theree- Component Conceptualization of Organizational Commitment”, Human Resource Management Review, Vol. 1, p. 61-89 

Allen, N.J., Meyer, J.P, & Smith, C.A, “Commitment to Organizations and Occupations: Extension and Test of a Three-Component Conceptualization”, Journal of Applied Psychology, Vol.78, No.4, p.538-351 

Allison, M & Hartley, J, 2000, “The Role Of Leadership of in the Moderenisasi and Improfment of Public Service”, Public Money And Management, April-June Augusty Ferdinand, 2006, Structural Equation 

Modeling Dalam Penelitian Manajemen, BP. Undip, Semarang Bititci, U. S & Tunner, Trevor, 2000, “Dynamics of Performance Measurement Systems”, International Journal of Operation and Production Management, Vol. 20, No.6, p.692-704 

Burke, W.W & Litwin, G.H, 1992, “A Causal Model of Organizational Performance and Change”,Journal of Management, Vol. 18, p. 523-545 Celluci, J. Anthony & DeVeries L. David, 1978, “Measuring 

Managerial Satisfaction: A Manual for the MJSQ Tehnical Report II”, Center for Creative Leadership 

Challagalla, N. Goutham & Shervani, A. Tasadduq, 2006, ”Dimensional and type of Supervisory Control: Effect on Sallesperson Performance and Satisfaction”, Journal of Marketing, Vol. 60. January 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel