Fisiologi Jantung

Fisiologi Jantung 
a. Siklus Jantung 
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akhir penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul sesudah repolarisasi jantung. Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Karena fatwa masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir pribadi dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel perlahan – lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi.

Pada selesai diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menjadikan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup. Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat (Sherwood, 2001) hingga tekanan tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal) (Guyton, 2006). Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik (Sherwood, 2001). Pada ketika tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. 

Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada selesai sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar mengakibatkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar (Guyton, 2006). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka alasannya yaitu tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.

b. Curah Jantung dan Kontrolnya 
Curah jantung (cardiac output) yaitu volume darah yang dipompa oleh tiap – tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, sanggup terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung yaitu kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). 

Kecepatan denyut jantung rata – rata yaitu 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata –rata yaitu 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata – rata yaitu 4.900 ml/menit atau mendekati 5 liter/menit. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh dampak otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal yaitu pemacu jantung alasannya yaitu mempunyai kecepatan depolarisasi impulsif tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial agresi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata – rata yaitu 70 kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang sanggup memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). 

Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA yaitu menurunkan kecepatan denyut jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV yaitu menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah dampak parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah. Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi – situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA yaitu meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial agresi di seluruh jalur penghantar khusus. Komponen lain yang menentukan curah jantung yaitu volume sekuncup. 

Terdapat dua jenis kontrol yang menghipnotis volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak fatwa balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan pribadi antara volume diastolik selesai dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup. Semakin besar pengisian ketika diastol, semakin besar volume diastolik selesai dan jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. 

Hubungan antara volume diastolik selesai dan volume sekuncup ini dikenal sebagai aturan Frank-Starling pada jantung. Secara sederhana, aturan Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan fatwa balik vena mengakibatkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, alasannya yaitu merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel ketika berkontraksi disebut sebagai afterload alasannya yaitu merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung sesudah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung, diantaranya yaitu imbas saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001). 

c. Tekanan Darah 
Tekanan darah yaitu tekanan hidrostatik yang diakibatkan alasannya yaitu aksentuasi darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik yaitu tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik yaitu tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012). Tekanan arteri rata – rata (mean arterial pressure) yaitu tekanan rata – rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung.

Dalam Cardiovascular Health, Nutrition and Physical Activity Section (2003), mekanisme pengukuran tekanan darah yaitu sebagai berikut: 
  • Memeriksa kelengkapan alat, meletakkan manometer menghadap ke arah pemeriksa, kemudian menentukan ukuran cuff yang sesuai. 
  • mempalpasi lokasi arteri brakialis, kemudian melilitkan pecahan bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, pecahan bawah cuff berada 2,5 cm di atas fosa antekubiti, sejajar dengan jantung. Lengan pasien diletakkan di atas meja, diposisikan sedikit fleksi dengan pecahan palmar menghadap ke atas. 
  • Untuk estimasi tekanan sistol, pemeriksa memompa cuff hingga pulsasi arteri radialis menghilang. Kemudian cuff dikempiskan secara perlahan hingga pulsasi kembali dirasakan. Kemudian, menunggu 15 – 30 detik sebelum dilakukan pengukuran selanjutnya. 
  • Menghitung maximum inflation level (MIL) dengan menambahkan estimasi tekanan sistol dengan 30 mmHg. 
  • Memasang stetoskop dan meletakkan bell atau diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. 
  • Memompa cuff hingga level yang telah ditentukan pada poin 4. 
  • Mengempiskan cuff secara perlahan dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Ketika bunyi pertama kali terdengar, angka yang ditunjukkan sfigmomanometer yaitu tekanan sistol. Sedangkan angka yang ditunjukkan ketika bunyi menghilang tepat yaitu tekanan diastol. 
  • Mengempiskan cuff secara cepat dan sempurna, kemudian mendokumentasikan hasil pengukuran tekanan darah

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel