Sejarah Dan Pengertian Semantik

SEMANTIK
A. Sejarah Semantik
Istilah semantik sudah ada semenjak kurun ke-17 bila dipertimbangkan dari semantic philosophy, tetapi istilah semantik gres muncul pada tahun 1894 yang diperkenalkan oleh organisasi filologi Amerika yang berjulukan “ American Philological Association “ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meaning : A Point in Semantic. Semantik gres dinyatakan sebagai ilmu makna pada tahun 1890-an dengan munculnya Essai de Semantique kaya Breal, yang kemudian disusul oleh karya dari Stern pada tahun 1931.

B. Pengertian Semantik
Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memperlihatkan tanda, penting, dari kata sema, tanda) yaitu cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan mudah simbol oleh distributor atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu.

C. Ilmu Makna
1. Istilah Makna
Menurut Djajasudarma (1993:5), makna yaitu pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata), Sedangkan berdasarkan Palmer (1976:30), makna hanya menyangkut unsur intrabahasa.

Dengan demikian makna merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa alasannya makna maka sebuah komunikasi sanggup terjadi dengan lancar dan saling mengerti. Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak saling mengerti makna yang ada dalam tuturan maka mustahil tuturan berbahasa bias berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.

2. Tipe Makna
a. Denotatif
Makna denotatif yaitu kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu:sifat objektif

b. Gramatikal
Makna grmatikal yaitu makna yang muncul sebagai akhir digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal sanggup pula timbul sebagai akhir dari proses gramatikal mirip afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

c. Leksikal
Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external meaning) yaitu makna kata yang bangun sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap mirip apa yang sanggup kita lihat dalam kamus.

d. Konotatif
Makna konotatif muncul sebagai akhir asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif yaitu makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya.

e. Kontekstual 
Makna kontekstual muncul sebagai akhir korelasi antara ujaran dengan situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural alasannya proses dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

f. Luas
Makna luas yaitu makna konseptual yang luas, umum, yang meliputi beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya, sekolah dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja meliputi gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata perjuangan sekolah bersangkutan.

g. Sempit
Makna sempit yaitu makna konseptual, khas, dan sempit. Misalnya jika berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.

h. Peribahasa
Misalnya: bagai air di daun talas, mirip telus di ujung tanduk, bagai pungguk merindukan bulan, guru kencing bangun murid kencing berlari, dan lain-lain.

i. Majas
Majas atau gaya bahasa yaitu pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam memberikan pikiran dan perasaan, baik secara verbal maupun tertulis.

1) Majas Perbandingan
  1. Alegori : Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Contoh : Perjalanan hidup insan mirip sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang kala sulit ditebak kedalamannya, yang rela mendapatkan segala sampah, dan yang pada jadinya berhenti dikala bertemu dengan laut.
  2. Alusio : Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan alasannya sudah dikenal. Contoh : Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya
  3. Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, mirip layaknya,bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai". contoh: Kau umpama air saya bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
  4. Metafora : Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata mirip layaknya, bagaikan, dll. contoh: Waspadalah terhadap lintah darat.
  5. Antropomorfisme : Metafora yang memakai kata atau bentuk lain yang berafiliasi dengan insan untuk hal yang bukan manusia.
  6. Sinestesia : Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
  7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis. Contoh : Si pincang, Si jangkung, Si kribo
  8. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
  9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Contoh : Kami ke rumah nenek naik kijang.
  10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang digunakan untuk memperlihatkan korelasi karib.
  11. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Contoh : Mampirlah ke gubuk saya (Padahal rumahnya besar dan mewah)
  12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Contoh : Ibu terkejut setengah mati, dikala mendengar anaknya kecelakaan.
  13. Personifikasi: Pengungkapan dengan memakai sikap insan yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Contoh : Awan menari – nari di angkasa, gres saja berjalan 8 km mobilnya sudah batuk – batuk.
  14. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
  15. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk memperlihatkan keseluruhan objek.
  16. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
  17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa agresif dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. Contoh : Para tunakarya itu perlu diperhatikan.
  18. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
  19. Fabel: Menyatakan sikap hewan sebagai insan yang sanggup berpikir dan bertutur kata.
  20. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
  21. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
  22. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
  23. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan memakai simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Contoh : Dia menjadi lintah darat
  24. Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. Contoh : Bagaikan harimau pulang kelaparan, mirip menyulam di kain yang lapuk.
2) Majas Sindiran
  1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang bergotong-royong dan menyampaikan kebalikan dari fakta tersebut. Contoh : Bagus sekali tulisanmu, hingga – hingga tidak sanggup dibaca.
  2. Sarkasme: Sindiran pribadi dan kasar
  3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau wangsit bahwa kebaikan terdapat pada insan (lebih agresif dari ironi). Contoh : Perilakumu membuatku kesal.
  4. Satire: Ungkapan yang memakai sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
  5. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
3) Majas Penegasan
  1. Apofasis: Penegasan dengan cara seperti menyangkal yang ditegaskan.
  2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah terang atau menambahkan keterangan yang bergotong-royong tidak diperlukan. Contoh : Mari naik ke atas supaya sanggup meliahat pemandangan.
  3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Contoh : Selamat tinggal pacarku, selamat tinggal kekasihku.
  4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan simpulan dalam kata atau potongan kata yang berlainan.
  5. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan. Contoh : Inikah Indahnya Impian ?
  6. Paralelisme: Pengungkapan dengan memakai kata, frase, atau klausa yang sejajar. Contoh : Hati ini biru Hati ini lagu Hati ini debu
  7. Tautologi: Pengulangan kata dengan memakai sinonimnya. Contoh : Saya khawatir dan was – was dengannya.
  8. Sigmatisme: Pengulangan suara "s" untuk imbas tertentu.
  9. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan. Contoh : Ibu membawa buah tangan, yaitu buah apel merah
  10. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Contoh : Semua anak – anak, remaja, dewasa, orang bau tanah dan kakek.
  11. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. Contoh : Para bupati, para camat, dan para kepala desa.
  12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya. Contoh : Aku dan ia telah bertemu > Telah bertemu, saya dan dia.
  13. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Contoh : Siapakah yang tidak ingin hidup ?.
  14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada. Contoh : Kami ke rumah nenek (penghilangan predikat pergi).
  15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
  16. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
  17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
  18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
  19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan memakai kata-kata seru.
  20. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian potongan demi potongan suatu keseluruhan.
  21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
  22. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
  23. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
  24. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis
  25. Zeugma: Silepsi dengan memakai kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

4) Majas Pertentangan
  1. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seperti bertentangan, namun bergotong-royong keduanya benar.
  2. Oksimoron: Majas yang antarbagiannya menyatakan sesuatu yang bertentangan. Contoh : Cinta membuatnya bahagia, tetapi juga membuatnya menangis
  3. Antitesis: Pengungkapan dengan memakai kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
  4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada potongan sebelumnya.
  5. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara insiden dengan waktunya.
D. Relasi Makna
Relasi makna yaitu korelasi antara makna yang satu dengan makna kata yang lain. Pada dasarnya prinsip kekerabatan makna ada empat jenis, yaitu : 

1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata sanggup mempunyai makna sama atau mirip. Prinsip ini sanggup mengakibatkan adanya kekerabatan makna yang disebut sinonim. 

Sinonim yaitu nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonim yaitu suatu istilah yang mengandung pengertian telaah, keadaan, nama lain. Contoh: pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap, mati, meninggal, berpulang, mangkat wafat . Sinonim tidak mutlak mempunyai arti yang sama tetapi mendekati sama atau mirip. Hal-hal yang sanggup mengakibatkan terjadinya sinonim yaitu absorpsi kata-kata asing, absorpsi kata-kata daerah, makna emotif dan evaluatif. Kata bersinonim tidak sanggup dipertukarkan tempatnya alasannya dipengaruhi oleh 
  1. faktor waktu, 
  2. faktor tempat atau daerah,
  3. faktor sosial, 
  4. faktor acara dan 
  5. faktor nuansa makna.
2. Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini sanggup mengakibatkan adanya kekerabatan makna yang disebut antonim. 
Antonim yaitu nama lain untuk benda lain pula atau kebalikannya. 
  • Oposisi kembar yaitu perlawanan kata yang merupakan pasangan atau kembaran yang meliputi dua anggota. Contoh: pria  perempuan      kaya  miskin      ayah  ibu 
  • Oposisi gradual yaitu penyimpangan dari oposisi kembar antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat sejumlah tingkatan antara. Contoh: kaya dan miskin, besar dan kecil 
  • Pada kata tersebut terdapat tingkatan (gradual) sangat kaya – cukup kaya – kaya – miskin – cukup miskin – sangat miskin, sangat besar – lebih besar – besar – kecil – lebih kecil – sangat kecil. 
  • Oposisi beragam yaitu oposisi yang meliputi suatu perangkat yang terdiri dari dua kata. Satu kata berlawanan dengan dua kata atau lebih. Contoh lawan dari kata membisu yakni bergerak, berbicara, bekerja, berdiri, berbaring, dsb.
  • Oposisi relasional yaitu oposisi antara dua kata yang mengandung kekerabatan kebalikan, kekerabatan kontradiksi yang bersifat saling melengkapi. Contoh: menjual beroposisi membeli suami beroposisi istri  utara beroposisi selatan 
  • Oposisi hirarkis, oposisi ini terjadi alasannya setiap istilah menduduki derajat yang berlainan. Oposisi ini pada hakikatnya sama dengan oposisi majemuk. Kata-kata yang beroposisi hirarkis yaitu kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi), satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya. Contoh: meter beroposisi dengan kilometer kuintal beroposisi dengan ton 
  • Oposisi inversi, oposisi ini terdapat pada pasangan kata mirip beberapa – semua, mungkin – wajib. Pengujian utama dalam tetapkan oposisi ini yaitu apakah kata itu mengikuti kaidah sinonim yang meliputi (a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan (b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan. Contoh: beberapa negara tidak mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai
3. Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata mempunyai makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip ini sanggup mengakibatkan adanya kekerabatan makna yang disebut homonym dan polisemi. 

Homonim yaitu kata-kata yang sama suara dan bentuknya tetapi mengandung makna dan pengertian yang berbeda. Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya homonim yaitu ( a ) kata-kata yang berhomonim itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan, ( b ) kata-kata yang berhomonim itu terjadi sebagaimana hasil proses morfologis. Homonim yang homograf dan homofon yaitu sama suara sama bentuknya.
Contoh:
sanggup  sanggup, dapat 


sanggup  racun ular 


jagal  pedagang kecil 

b. potongan dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan yang merupakan hal yang penting 
c. pemimpin atau ketua 
Dua cara untuk memilih bahwa suatu kata tergolong polisemi atau homonimi, Pertama melihat etimologi atau pertalian historisnya. Kata buku misalnya, yaitu homonimi yakni ( a ) buku yang merupakan kata orisinil bahasa Indonesia yang berarti ‘tulang sendi’ dan ( b ) buku yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti ‘kitab, pustaka’.Kedua, dengan mengetahui prinsip ekspansi makna dari suatu makna dasar.

4. Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata meliputi beberapa makna kata lain. Prinsip ini sanggup mengakibatkan adanya kekerabatan makna yang disebut hiponim. 
Hiponim ialah semacam kekerabatan antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain.

Hiponim adalah semacam kekerabatan antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Kelas atas meliputi sejumlah komponen yang lebih kecil, sedangkan kelas bawah merupakan komponen yang meliputi dalam kelas atas. Contoh: Januari, Februari, Maret, April hiponim dari kata bulan. Kelas atas disebut hipernim, contohnya, ikan hipernimnya tongkol, gabus, lele, teri.

DAFTAR PUSTAKA;
  • Chaer,Abdul.1994.Linguistik Umum.Jakarta : Rineka Cipta
  • Resmini dkk.2006.Kebahasaan(Fonologi,Morfologi,dan Semantik).Bandung : UPI PRESS

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel