Hubungan Aturan Internasional Dengan Aturan Nasional
Sunday, May 15, 2022
Edit
Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Dari segi teoretis, kasus korelasi aturan nasional dengan aturan internasional sangat tergantung pada dari mana kita memandang persoalan itu, atau sangat tergantung dari sudut pandang pembahas (Kusumaatmadja, 1982). Dalam teori ada dua pandangan wacana hukuminternasional, yaitu pandangan voluntarisme dan obyektivis. Voluntarisme mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara.
Sedangkan pandangan obyektivis menganggap ada dan berlakunya aturan internasonal ini lepas dari kemauan negara. Pandangan yang berbeda tersebut akan membawa akhir yang berbeda, pandangan pertama menjadikan adanya hukum nasional dan aturan internasional sebagai dua perangkat aturan yang hidup berdampingan dan terpisah, sedangkan pandangan obyektif menganggapnya sebagai dua bab dari satu kesatuan perangkat hukum.
Menurut pandangan pertama di atas, bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum sanggup berlaku di dalam lingkungan aturan nasional. Kusumaatmadja menyimpulkan, bahwa apabila kita menghendaki adanya masyarakat internasional yang kondusif dan sejahtera, maka kita harus mengakui adanya hukum internasional yang mengatur masyarakat internasional. Konsekuensinya ialah hukum nasional mau tidak mau harus tunduk pada hukum internasional. Dengan demikian berlakunya hukum internasional tergantung pada kemauan negara.
Dalam korelasi antaranegara secara empirik, apabila ada perkembangan aturan baru, negaranegara diharapkan melaksanakan pengesahan hukum baru tersebut ke dalam aturan nasionalnya masingmasing. Demikian sebaliknya, aturan internasional dalam pelaksanaannya bersifat komplementer, artinya untuk menangani kasus tertentu mengutamakan berlakunya aturan nasional.
Apabila dalam kasus tertentu aturan internasional tidak mengatur, maka aturan internasional mempersilahkan menyelesaiakan berdasarkan hukum nasional masing-masing. Pada umumnya setiap hukum nasional mengandung dimensi hubungan hukum internasional, demikian juga hukum internasional memberi peluang berlakunya hukum nasional. Secara mudah dalam hubungan antarbangsa, para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian internasional, pada umumnya setiap perjanjian memuat klausul terutama tentang hukum mana yang digunakan, jikalau terjadi pelanggaran terhadap hak dan kewajiban dalam perjanjian internasional itu. Dalam hal ini nampak ada korelasi yang sangat akrab antara hukum nasional dengan aturan internasional.
2. Ruang Lingkup Hukum Internasional
Secara garis besar, aturan internasional dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional.
Hukum Perdata Internasional, merupakan asas, kaidah, aturan aturan yang mengatur hubungan antarnegara, badan-badan internasional dan bangsa dalam bidang perdata, khususnya perdagangan. Secara lebih gamblang van Brakel (Sunaryati Hartono, 1976), mengatakan: “Internationaal Privaatrecht is nationaal recht voor internationaal rechtsverhoudingen geschreven” (Hukum Perdata Internasional adalah aturan nasional yang didakan untuk hubungan-hubungan internasional). Juga Gou Giok
Siong (1961) mengatakan, bahwa Hukum Perdata Internasional bukanlah aturan internasional, tetapi hukum nasional. Kaprikornus Hukum Perdata Internasional bukan sumber hukumnya internasional, tetapi materinya yaitu hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwa yang merupakan obyeknyalah yang internasional. Bahkan ada pandangan yang agak berlainan, misalnya, Niboyet (Sunaryati Hartono, 1976) menganggap bahwa Hukum Perdata Internasional termasuk aturan publik. Selain ini ada pula yang beropini bahwa
Hukum Perdata Internasional bukan hukum perdata, alasannya ialah ini terdiri-dari kaedah-kaedah penunjuk, jadi tidak memuat kaedah-kaedah hukum materiil. Terhadap pandangan ini, Schnitzer mengemukakan, bahwa kini makin usang makin banyak terdapat kaedah tersendiri yang mengatur hubungan-hubungan internasional secara materiil dan khusus, secara berbeda dengan aturan perdata intern, dan tidak hanya menunjuk kepada kaeda salah satu sistem aturan yang ada. Hal ini terutama terdapat di bidang aturan perjanjian internasional seperti aturan perdagangan internasional, pengangkutan internasional, devisa dan sebagainya. Kaprikornus sanggup dikatakan bahwa hukum perdata internasional timbul alasannya ialah adanya unsur asing dalam suatu insiden aturan perdata.
Karena adanya unsur absurd itu, maka timbul pertanyaan: kaedah aturan mana yang harus berlaku? Bagaimana perkembangan Hukum Perdata Internasional Indonesia sekarang? Hukum Perdata Internasional Indonesia sudah mulai berkembang, sebagai akhir bertambah rumitnya pergaulan (terutama hubungan perdagangan) antara orang Indonesia dengan orang asing, khususnya sehabis terbuka kembali kemungkinan orang absurd menanamkan modalnya di Indonesia.
Hukum Publik Internasional, merupakan asas, kaidah, aturan aturan yang mengatur hubungan antarnegara, badan-badan internasional dan bangsa (gejala perkembangan hukum internasional sedang berproses terus, misalnya hukum diplomatik, aturan laut, aturan ruang angkasa, aturan humaniter, dan aturan hak azasi manusia). Hukum Pidana Internasional sebagai bagian dari Hukum Publik Internasional perkembangannya sangat pesat, dengan komitmen negara-negara yang menjadi anggota PBB untuk memberikan jaminan santunan terhadap hak azasi manusia.
Setelah Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jerman dan sekutunya, pihak negaranegara yang menang mengeluarkan piagam tentang peradilan penjahat perang dan kemanusiaan, yang dikenal dengan Charter of the international Military Tribunal tahun 1945, sebagai landasan untuk mendirikan Peradilan Militer Internasional (International Milaitary Tribunal). Setelah Perang Dunia II cukup banyak Peradilan Militer Internasional yang dibuat untuk mengadili para penjahat perang, antara lain:
International Military Nuremberg, tahun 1945, International Military Tribunal for the far East (IMTFE) Tokyo 1946, International Tribunal for the prosecution of persons responsible for serious violations of International Humanitarian Law Commited in the Territory of the former Yugoslavia since 1991 (ICTY), International Criminal Tribunal For Rwanda (ICTR) sesuai dengan Resolusi DK PBB No. 955 tahun 1994.
Dalam hal terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di Timor Timur, berdasarkan Report of the Commission of Inquiry dalam UN Doc.5/2000/59 direkomendasikan pembentukan “International Human Right Tribunal” ad hoc, untuk mengadili para pelaku kejahatan kemanusiaan di Timor Timur.