Tata Krama Suku Bangsa Melayu Betawi (Budaya Daerah)

BUDAYA DAERAH
1. TATA KRAMA SUKU BANGSA MELAYU BETAWI
A. Berbicara dan Mendengarkan
Bahasa Betawi merupakan bahasa yang komunikatif bagi orang Betawi, yang dipergunakan dalam lingkunga eluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Sebagaimana bahasa Indonesia pada umumnya yang tidak mengenal tingkatan pemakaianya, baik bila berbicara dengan yang sebaya, lebih renta maupunberbicaradengan yang lebih muda. Hanya dalam penggunaan kata ganti orang pertama tungal, bila orang berbicara dengan yang lebih renta usianya, maka biasanya akan menyampaikan ‘saya’, tetapi bila dengan yang sebaya atau yang lebih muda usia, maka yang digunakan ialah ‘gua’, kecuali apabila yang sudah dekat betul dengan yang lebih renta pun akan menyampaikan ‘gua’.

Di dalam kehidupan tentunya ada orang yang dihormati, yakni mereka yang mempunyai usia yang lebih tua, dan bagi orang Betawi tatakrama lebih menitikberatkan pada usia yang dimiliki seseorang, sekalipun demikian sopan santun kekerabatan perlu menerima perhatian sesuai dengan kekerabatan yang berlaku.

Seorang anak apabila bericara dengan orang renta harus lebih lunak sekalipun yang digunakan ialah sama bahasa Betawi, lantaran bahasa Betawi tidak ada bahasa yang halus dankasar. Anak tidak boleh menyebut ‘lu’ kepada orang tua, khususnya kepada ibu bapaknya.

Akan tetapi sebaliknya, orang renta terhadap anak tidak ada aturan, kadang kala suami terhadap istripun lebih banyak menggunakan kata yang dianggap kasar, namun bagi orang Betawi sendiri dianggap biasa, jadi bukannya garang atau tidak hormat, iniseagai tanda keakraban antara satu dengan lainnya. Misalnya saja seoran anak berbicara dengan ayahnya: “Bapa, ini hari saya kagak bakal…..”, kata bapa ialah sebutan bagi ayah, sedangkan oran renta atau yang lebih renta kepada anak atau yang lebih muda akan mengatakan: “lu kagak pantes…..” noh gua…….” Makara dalam bahasa Betawi, sebagai pernyataan hormat akan ditandai dengan pengucapan kata ganti orang. Bila seseorang bertemu di jalan,maka akan menyampaikan “assalamualaikum” terlebih dahulu diucapkan yang usianya lebih muda, demikian pula bila anak bertemu orang renta di jalan akan menyapa “assalamualaikum” dan dibalas oleh orang tuanya “waalaikum salam” yang lebih muda selalu yang lebihdulu menyapa diiringi dengan perilaku yang agak membungkukkan badan. Selanjutnya sapaan diucapkan tergatung dari kekerabatan kekerabatan yang ada, ibarat menyapa kepada ibu, nyak/mak, sebaliknya orang renta menyebut anak perempuan dengan istilah noan, dan ntong untuk aak laki-laki. Sapaan kepada anak tersebut sebagai pernyataan syang orang tua. Saudara yang muda kepada yang lebih tua, menyebut mpok (perempuan) dan kakak (laki-laki). Apabila memerintah atau menyuruh: “Nyak lu, tolong ambilkan rokok gua”. Hal ini bila yang diperintah ialah istrinya. Cara melaran melaksanakan sesuatu: “lebih baik jangan lu kerjainitu, kagak ada artinya”, apabila yang tidak boleh ialah istri, anak, atau yang lebih muda. Cara menolak perintah: “segen” bila yang memerintah sederajad, akan tetapi bila yang lebih tua: “saya nggak mau”. Cara menyangkal perkataan: “ngomong jangan sembarangan, masa gua yang dikatain ……..”

B. Berpakaian dan Berdandan
Pada setiap orang Betawi tidaklah ada pakaian khusus yang harus dikenakan pada waktu tertentu, mereka bebas mengenakan pakaian apapun pada waktu santai, tidur dan melaksanakan kegiatan rumah tangga, kecuali waktu menghadiri pesta atau pergi mengaji. Untuk perempuan yang sudah berkeluarga biasanya menggunakan kain dengan kebaya panjang dilengkapi dengan kerudung, sedangkan untuk pria menggunakan celana panjang atau sarung dengan kemeja yang longgar menggunakan krah kemeja bangun (semacam kemeja Cina), yang disebut baju koko, dan peci.

Bagi pria yang sudah haji, biasanya ada tanda yang merupakan cirri khasnya, yaitu mengenakan ikat pinggang besar warna hijau yang disebut amben,sedangkan perempuan mengenakan stagen yang berwarna hijau pula. Untuk berpergian tentunya tidak sma dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari di rumah, biasanya bila berpergian pakaian yang dikenakan lebih manis dari pada pakaian sehari-hari. Orang renta tidak diperkenankan dan meanggalkan pakaian di hadapan belum dewasa yang sudah dewasa, demikian pula sebaliknya yang berlaku bagi belum dewasa yang sudah dewasa. Mereka biasanya pergi ke kamar, sehingga tidak diketahui oleh anak-anak. Dalam sopan santun membetulkan pakaian di hadapan orang banyak tidak diperkenankan. Bila suami sedang berhadapan dengan tamu misalnya, maka istri akan memanggil suami masuk untuk memberitahukan pakaian yang dikenakan tidak betul, kemudia suami sendirilah yang membetulkannya.

Bila menyusukan anak, tidak dilakukan di hadapan rang banyak, kecuali masih anggota keluarganya. Apabila sedang ada tamu atau bepergian, maka si ibu akan encari kawasan yang tertutupuntuk menyusukan anak. Hal ini sesuai dengan sopan santun yang berlaku, lagi pula tidak pantas mengeluarkan anggota tubuh di hadapa orang banyak,sekalipun anak sangat membutuhkannya. Apabila bepergian, biasanya ibu membawa dot yang diisi susu, supaya suatu ketika diharapkan sanggup diberikan pada bayi.

Hubungan Kebudayaan Antara Suku-Bangsa dan Golongan di Indonesia

Berdandan dengan rapi merupakan salah satu keharusan bagi wanita, selain bagi daya tarik, juga kerapian seseorang secara tidak pribadi sanggup merupakan citra pribadinya, dalam hal ini berdandan tidak perlu menyolok. Berdandan dengan rapi namun sederhana dilengkapi komplemen yang sederhana pula memberi ciri bahwa ia bahagia akan kehidupan yang sederhana.

C. Bersalam
Pada orang Betawi, tatakrama bersalam merupakan hal yang menonjol dalam kehidupannya, ini merupakan cirri khas dari orang Betawi. Ucapan assalamualaikum yang diucapkan ketika bertemu di jalan, diiringi dengan saling bersalaman tangan. Pada masyarakat Betawi ada empat macam salam yang membedakan satu dengan lainnya yaitu : 
  • Salam sebagai penghormatan, yakni salam dengan mencium tangan orang yang dihormati.
  • Salam medok (salam akrab), yakni salam dengan menjabat tangan erat-erat, kadang kala diikuti berpelukan dan menepuk pundak yangdisalami.
  • Salam curiga, yakni asisten saling berjabatan, sementara tangan kiri emegang lengan asisten orang yang dicurigai.
  • Salam diendus (mengendus), yaitu salam sambil mencium tangan tetapi tidak hingga kena, jadi hanya diendus. Salam inipun sebagai penghormatan, akan tetapi yang dihormati bukan anggota keluarga atau kerabat.
Cara bersalaman ibarat itu hanya berlaku bagi mereka yang sama jenis kelamin, kecuali apabilamereka yang bersalaman tersebut masih sebagai kerabat.

Salam yang pertama bertujuan untuk menghormati orang yang lebih tua, terutama ditujukan bagi orang tua, belum dewasa yang akan pergi, berangkat sekolah atau kerja selalu menyalami demikian, begitu pula sepulang dari kerja atau sekolah. Salam yang kedua bertujuan untuk memelihara atau meningkatkan kekakraban diantara kedua belah pihak. Berpelukan dan menepuk pundak biasanya sebagai pernyataan selamat atas keberhasilannya, kerinduan atau akan terjadi perpsahan. Salam yang ketiga bertujuan untuk melindungi diri, supaya yang dicurigai tidak melaksanakan tinakan semena-mea. Salam yang keempat bertujuan untuk menghormati orang yang patut dihormati, contohnya guru ngaji, tokoh-tokoh masyarakat, orang lain yang lebih renta usianya.

Bersalam ketika mendapatkan tamu, tergantung dari siapakah tamu tersebut, maka sanggup dilakukan salah satu dari keempat cara salam yang diuraikan di atas. Akan tetapi bila tamu tersebut gres dikenalnya, maka dilakukan dengan kedua belah tangan dengan perilaku agak membungkuk. Sebenarnya salam dengan kedua belah tangan ini bukanlah merupakan salam orisinil Betawi, namun orang-orang Betawi yang menyesuaikan dengan yang umum sering dilakukan.

D. Duduk
Pada masyarakat Betawi, tidak ada susunan (tempat) duduk yang menjadi ukuran tatakrama dalam keluarga batih, baik yang berlaku pada waktu santai, mendapatkan tamu dan membicarakan duduk masalah keluarga yang penting, hanya pada waktu makan, walaupun tidak mutlak harus dilakukan, tetapi masih ada keluarga yang masih mempunyai kebiasaan mengatur susunan duduk pada waktu makan.

Kesempatan duduk sanggup dibedakan antara duduk di atas tikar dengan duduk di atas kursi. Duduk di atas tikar pada masyarakat Betawi, mempunyai dua cara yang dianggap sopan, yaitu duduk bersila untuk laki-laki, dan duduk timpuh untuk perempuan. Duduk bersila ialah duduk dengan melipat kedua belah kaki, dengan sebelah kaki berada di bawah (dijepit) kaki sebelahnya.

Cara duduk bersila iniberlaku untuk segala acara, contohnya pada waktu makan, pada waktu santai, mendapatkan tamu dan membicarakan duduk masalah keluarga yang penting. Pada kesempatan yang sama, maka perempuan akan duduk bertimuh.

Kesempatan duduk di kursi, dianggap tidak sopan bila kaki diangkat, dan diinjakkan ke dingklik yang digunakan untuk duduk, perilaku yang patut untuk dilaksanakan ialah kedua belah kaki secara sejajar menginjak lantai, tubuh duduk tegak dan tangan berada di atas tangan dingklik atau di atas paha. Duduk di kursi, sementara yang sudah renta duduk di bawah/tikar, dinyatakan sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Disamping itu ada beberapa cara duduk yang dianggap tidak baik untuk dilakukan, lantaran tidak sesuai dengan sopan santun yang berlaku. Cara duduk tersebut diantaranya : 
  • Dekukul, yaitu kaki diangkat sebelah, dengan tangan saling tumpang di dengkul. Duduk ibarat ini seringkali dilakukan pada waktu santai sendiri, akan tetapi apabila berhadapan dengan orang lain, terutama yang lebih tua, tamu, atau kerabat, dinyatakan sebagai orang yang tidak tahu budbahasa sopan santun, tidak menghargai orang yang ada di sekelilingnya. 
  • Berdeku, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki dilipat ke belakang, posisi kaki di bawah pantat, kedua belah tangan diletakkan di atas paha. Cara duduk semacam ini, biasanya dilakukan padakesempatan upacara. 
  • Istiras, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki setengah dilipat, kedua belah tangan saling berpegangan, yang seakan-akan tergantung di dengkul. Cara duduk semacam ini biasanya dilakukan pada waktu istirahat bersama keluarga, dan tidak pantas apabila berhadapan dengan tamu atau kerabat yang patut dihormati. 
  • Loa-loa, yaitu duduk dengan mengangkat sebelah kaki, sementara jari-jari tangan saling menjepit yang diletakkan di dengul, cara duduk ibarat ini sangatlah tidak sopan apabila dilakukan di hadapan orang lain yang pantas dihormati. Para orang renta akan marah, apabila melihat belum dewasa duduk ibarat ini, kebiasaan duduk ibarat ini akan menciptakan orang jadi pemalas, dengan demikian rezekipun akan sulit didapat. Hal ini disebabkan apabilaorang sudah terbiasa duduk demikian, akan usang bergerak dari kawasan duduk, lantaran duduk ibarat ini mempunyai kenikmatan tersendiri. 
E. Makan Minum
Pada orang Betawi, kegiatan makan dan minum sanggup dilakukan di meja makan dan gelar tikar, yakni duduk gotong royong di lantai dengan beralaskan tikar. Makan di meja biasanya dilakukan bila gotong royong tamu atau kerabat yang sangat dihormati, kalau makan biasanya cukup duduk di atas tikar.

Istri/ibu atau anak perempuan yang sudah cukup umur yang mempersiapkan makan, pada keluarga yang mempunyai anak gadis, dianjurkan supaya dialah yang mempersiapkan segala sesuatu untuk makan, baik alat makannya, maupun santapannya. Anak gadis dari kecil sudah dididik segala sesuatu yang bekerjasama dengan dengan pekerjaan rumah tangga, dari mulai mempersiapkan hingga membereskannya. Dengan demikian dialah yang akan menggantikan tugas ibunya dalam rumah tangga, selagi ibunya tidak di rumah atau sebelum ia menikah.

Teori dan Pengertian Kebudayaan (Cultural)

Alat-alat makan yang dipersiapkan terdiri dari; piring, tesi (sendok), kobokan (tempat yang berisi air untuk basuh tangan) dan gelas, setiap alat tersebut tidak ditempatkan berdasarkan cara atau hukum tertentu. Biasanya piring-piring dibiarkan ditumpuk, demikian pula sendoknya, kadang kala diletakkan di atas tumpukan piring, kadang pula disamping piring. Kobokan hanya disediakan satu atau dua buah saja, sehingga bila orang yang makan banyak, basuh tangan dilakukan secara bergantian. Ikan dan nasi biasanya disajikan di tengah orang-orang yang makan, sedangkansayur disajikan dengan menggunakan cawan atau piring sayur, peletakan sayur tersebut tidak bersama lauk pauk yang lain, melainkan sudah disajikan di depan kawasan duduk masing-masing orang yang akan makan.

Cara duduk, suami berhadapan dengan istri, belum dewasa berada di sebelah kanan atau kiri orang tuanya. Istri biasanya duduk dekat nasi diletakkan, hal ini untuk memudahkan si istri menyendok nasi, lantaran istrilah yang biasa mengambilkan nasi untuk suami dan belum dewasa yang masih kecil, sedangkan lauk pauknya anak (anak-anak) mengambilnya masing-masing. Kecuali sayur istri biasanya mengambilkan pribadi dari kuali yang masih disimpan di dapur. Setiap orang yang makan akan mendapatkan sepiring sayur, kecuali belum dewasa tergantung dari kemauannya. Apabila ada yang ingin tambah sayur, maka istri jugalah yang mengambilkan di dapur, jadi khusus sayur tidak disajikan di kawasan makan.

Di ketika makan sehari-hari dalam keluarga, tidak ada kata mempersilahkan makan, kalau anak atau istri sudah tamat menyajikan makan, dengan sendirinya suami dan belum dewasa sudah berkumpul di kawasan makan tersebut. Ada kalanya sebelum makan siap disajikan, orang-orang sudah berkumpul di kawasan makan. Kecuali makan bersama tamu atau kerabat, maka biasanya istrilah yang mempersilakan makan. Istri mengambilkan nasi yang diperuntukkan bagi tamu atau kerabat yang lebih tua.

Cara duduk bila makan bersama tamu, tergantung dengan siapa tamu tersebut, pria atau perempuan. Apabila tamu tersebut laki-laki, maka duduk bersebelahan dengan suami, sebaliknya bila tamu tersebut perempuan duduknya dekat istri. Akan tetapi bila tamu itu terdiri dari beberapa orang laki-laki, maka suamilah yang menemani makan, demikian pula halnya bila tamu tersebut terdiri dari beberapa orang perempuan, maka istrilah yang menemani makan, hal inmi dilakukan untuk menghindari supaya tamu tersebut sanggup makan dengan leluasa an tidak canggung.




Ketika berlangsung program makan, belum dewasa tidak boleh sambil berbicara, hal ini untuk menghindari eselak, yaitu masuknya masakan tanpa dikunyah yang menjadikan batuk-batuk, tetapi bila makan bersama tamu, justru merupakan hal yang mengasikkan apabila makan sampil bercakap-cakap, hingga kadang kala tidak terasa lagi sudah berkali-kali nasi ditambah.

Anak-anak tidak selamanya harus makan bersama orang tuanya, kadang kala anak dianjurkan makan lebih dulu, sebelum orang renta menyajikan makan, belum dewasa tidak boleh mengganggu orang renta yang sedang makan. Makan merupakan salah satu kegiatan untuk menikmati karunia Tuhan, oleh lantaran itudi ketika makan, suasananya betul-betul tenang, sehingga masakan sanggup dinikmati sepuas mungkin. Orang renta akan murka bila ditengah makan, ada anaknya yang rewel, yang mengganggu apalagi makan bersama tamu, sedapat mungkin anak yang rewek tersebut dibawa keluar oleh ibunya. Namun tentunya murka tersebut tidak dilakukan di ketika makan, lantaran murka pada waktu makan akan menciptakan suasana tegang, sehingga makananpun tidak sanggup dinikmati. Mengeluarkan suara alat-alat makan, contohnya lantaran piring terantuk dengan piring, atau suara sendok yang beradu dengan piring, tidaklah merupakan larangan, asalkan tidak disengaja ibarat dianggap mainan. Justru dengan adanya suara tersebut meandakan orang di rumah itu sedang makan, sehingga apabila ingin bertamu, orang menjadi tahu diri, tidak mengganggu keluarga yang sedang makan.

Walaupun bukan merupakan larangan, namun bagi orang Betawi tidaklah pantas makan sambil bersendawa. Setiap orang Betawi apabila akan menambah masakan (nasi) tidaklah diperbolehkan menghabiskan nasi yang ada di piring makan, setidak-tidaknya masih ada tersisa sesuap atau sesendok di piring makan, gres nasi ditambah. Kebiasaan ini disebut long-longan, yang berarti tidak ada batasnya, tidakada kenyangnya. Kebiasaan itu berdasarkan anggapan bahwa rezeki harus dicari tanpa henti-hentinya, setiap rezeki yang tiba merupakan tambahan rezeki sebelumnya. Dengan kata lain dalam hidup ini, rezeki yang didapat tidak ada habisnya, bahkansebelum rezeki yang bakal datang, rezeki sebelumnya masih tersisa, tidak habis sama sekali. Dengan keyakinan ibarat itu, maka orang Betawi tidak mau menyalahi kebiasaan mereka. Setiap orang yang menambah nasi, menggunakan tangan kiri, apabila makan pakai tangan kanan, tetapi apabila makan dengan tesi (sendok), nasi harus diambil dengan tangan kanan, dengan lebih dulu meletakkan sendok secara terbuka di atas piring makan.Cara membukakan sendok di atas piring makan, menerangkan masih akan tambah nasi. Dalam kehidupan sehari-hari keluarga Betawi, jarang sekali menggunakan garpun sebagai alat makan, berdasarkan pandangan mereka makan dengan garpu merupakan imbas kebudayaan modern, dan tidak pantas makan duduk di atas tikar menggunakan garpu. Makan dengan sendok dan garpu hanya dilakukan pada pesta-pesta, sedangkan bagi orang Betawi, secara tradisional, dalam pestapun jarang dilakukan perjamuan makan, hanya sekedar camilan dan minum teh, nasi dan lauk pauk sudah ditata dalam kotak (besek), yaitu kawasan nasi yang dibentuk dri bamboo, khusus digunakan pada waktu selamatan atau pesta untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Minuman biasanya disajikan oleh ibu/istri sebagai slah satu cara pelayanan seorang istri terhadap suami, bahkan pada kesempatan itu pula istri ikut mendampingi suami sambil membicarakan maslah keluarga. Pisin atau piring kecil sering dijadikan sebagai alat bantu untuk menuangkan air dari gelas, apabila air yang akan diminum masih panas. Bila minum menggunakan pisin, gelas dipegang di tangan kanan, pisin di tangan kiri, air (teh atau kopi) dituang ke dalam pisin, kemudian diminum dengan tangan kiri pula. Minuman yang dihirup dari pisin biasanya menjadikan bunyi, justru di sinilah nikmatnya minum dengan menggunakan alat bantu pisin.

Dalam kesempatan minum ini ada kalanya disertai dengan masakan ringan, ibarat goring pisang, ubi atau singkong, terutama pada pagi hari, lantaran kebiasaan orang Betawi makan pertama sekitar pukul 10.00 – 11.00, jadi makan dan minum pagi itu dianggap sebagai sarapan pagi.

Makan yang kedua kali sekitar pukul 12.00 – 13.00, bagi orang Betawi disebut makan mindo, berarti makan yang kedua kalinya, makan malam dilakukan biasanya menjelang Magrib atau setelah shalat Magrib.

SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=2507451846163469865;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=0;src=link

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel