Pengertian Sosiologi Politik Dan Konsep Sosiologi
Sunday, May 12, 2019
Edit
A. Pengertian Sosiologi Politik
Sebelum membahas perkembangan, pendekatan dan peranan sosiologi politik, terlebih dahulu perlu memahami pengertian dan hakikat sosiologi politik. Hal ini penting, semoga dalam mempelajari bahan selanjutnya mempunyai pemahaman yang terang mengenai apa itu sosiologi politik, apa cakupannya dan di mana posisinya antara sosiologi dan ilmu politik? Apakah sebagai cabang dari sosiologi, atau merupakan pokok bahasan tersendiri terpisah dari kedua disiplin ilmu tersebut? Sosiologi politik berasal dari dua kata, yang secara terpisah mempunyai arti sendiri-sendiri sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan politik. Istilah "sosiologi" pertama kali dimunculkan oleh Auguste Comte (1798-1857), salah seorang pendiri disiplin ilmu ini, pada tahun 1839 di dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, jilid IV (Duverger, 1989, hal 1). Secara sederhana "sosiologi" berarti studi wacana masyarakat dipandang dari suatu segi tertentu. Comte dan 'Spencer (1820-1903) yang juga seorang pendiri lainnya (Rush & Althoff, 1990: 1), menekankan masyarakat sebagai unit dasar dari analisis sosiologis. Sementara, banyak sekali forum lainnya, seperti.. keluarga, dan lembaga-lembaga politik, ekonomi dan keagamaan dan interelasi antara lembaga-lembaga tersebut merupakan sub-unit dari analisk Para sosiolog modern mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu pengetahuan yang membahas kelompok-kelompok sosial" (Jhonson, 1961: 2) dan "studi mengenai interaksi-interaksi insan dan interrelasinya" (Ginsburg, 1934: 7). Dari sudut pandang ini, sosiologi menawarkan pusat perhatian pada tingkah laris individual dan tingkah laris kolektifnya secara terpisah dari masyarakat, alasannya hal ini bukan merupakan bidang kajian psikiarti dan psikologi, melainkan tingkah laris insan dalam konteks sosial. Dari uraian di atas, sanggup kita ikhtisarkan beberapa pengertian sosiologi sebagai berikut:
- sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari wacana masyarakat;
- sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari wacana kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat;
- sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laris manusia, baik individu maupun kelompok dan relasinya dengan masyarakat, atau tingkah laris insan dalam konteks sosial. Setelah dipahami apa itu sosiologi, selanjutnya perlu dipahami apa itu "politik". Banyak batasan mengenai apa itu "politik".
Beragamnya batasan ini sangat tergantung dari sudut pandang para pembuat batasan itu masingmasing. Para pembuat batasan hanya meneropong satu aspek atau unsur saja dari politik. Unsur itu diperiakukannya sebagai konsep pokok, yang dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lainnya. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan kita untuk memahami apa itu politik. Namun demikian untuk menawarkan citra mengenai apa itu politik, berikut akan diuraikan konsep-konsep pokok yang mendasari perumusan atasan mengenai politik. Miriam Budiarjo (7) mengemukakan bahwa konsep-konsep pokok mengenai politik yaitu "negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), budi (policys beleid) dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)".
Secara terurai, Miriam Budiarjo menjelaskan bahwa politik yaitu "bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik atau negara yang menyangkut proses memilih tujuan-tujuan dari sistem itu dan melakukan tujuan-tujuan itu yang di dalamnya terdapat proses pengambilan keputusan". Dalam melakukan tujuan-tujuan tersebut perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (pubilc policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu perlu dimiliki kekuasaaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik, untuk membina kerjasama maupun untuk menuntaskan konflik yang timbul dalam proses ini. Penjelasan yang lebih kurang sama, dikemukakan oleh Rush dan Althoff mengenai esensi dari politik. Menurutnya batasan mengenai politik bermacammacam. Politik sanggup diartikan sebagai proses penyelesaian dari konflik-konflik manusia: atau proses dimana masyarakat menciptakan keputusan-keputusan ataupun membuatkan kebijakan-kebijakan tertentu: atau secara otoritatif mengalokasikan sumber-sumber dan nilai-nilai tertentu', atau berupa pelaksanaan kekuasaan dan dampak di dalam masyarakat.
Namun demikian, berdasarkan Rush dan Althoff, meskipun politik itu mempunyai batasan yang bermacam-macam, akan sangat membantu apabila menganggap kekuasaan sebagai titik sentral dari studi politik. Batasan ini juga disepakati oleh Duverger (1989) dan beberapa pakar lainnya. Dengan demikian sepertinya kita menyepakati bahwa politik dibatasi sebagai "masalah kekuasaan", dan tentunya kita pun setuju pula membatasi ilmu politik sebagai "ilmu wacana kekuasaan". Dua pengertian, yaitu "sosiologi" dan "politik" atau "ilmu politik" telah dipahami dengan baik. Selanjutnya perlu dipahami apa itu "sosiologi politik", bagaimana konsepsi dasarnya? Apakah pengertiannya merupakan adonan dari pengertian sosiologi dan pengertian politik atau mempunyai pengertian tersendiri. Uraian berikut akan menawarkan pemahaman? Mengacu pada anutan Duverger (1989), ada dua arti mengenai "sosiologi politik". Pengertian pertama, menganggap sosiologi politik sebagai "ilmu wacana negara", dan yang kedua, menganggap sosiologi politik sebagai "ilmu wacana kekuasaan".
B. Konsep Sosiologi Politik sebagai Ilmu Negara dan sebagai llmu Tentang Kekuasaan
Konsep ini mempergunakan kata politik dalam konotasi yang biasa, yaitu yang bekerjasama dengan "negara". Kata negara di sini dimaksudkan untuk mengartikan kategori khusus dari kelompokkelompok insan atau masyarakat. Pertama negara bangsa (nation state) dan kedua negara pemerintah (government state). Negara bangsa memperlihatkan masyarakat nasional, yaitu komunitas yang muncul pada kiamat pertengahan dan kini menjadi paling berpengaruh terorganisir dan paling utuh berintegrasi. Negara pemerintah memperlihatkan pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional ini. Mendefinisikan sosiologi politik sebagai ilmu negara berarti menempatkannya dalam penjabaran ilmu-ilmu sosial yang didasarkan pada hakikat dari masyarakat-masyarakat yang dipelajari. Sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda dari sosiologi keluarga, sosiologi kota, sosiologi agama, sosiologi etnik atau kelompok minoritas.
Konsep yang diuraikan di atas merupakan konsep renta dari sosiologi politik. Konsep lain yang lebih modern menganggap bahwa dari sosiologi politik yaitu ilmu wacana kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua, masyarakat insan bukan saja di dalam masyarakat nasional. Konsepsi ini berasal dari Leon Duguits, mahir aturan Perancis, yang dinamakan perbedaaan anatara yang memerintah (goverments) dan yang diperintah (gouvemes) (Duverger, 1989: 19). Dia percaya bahwa dalam setiap kelompok insan dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari yang sifatnya sementara hingga yang stabil, ada orang yang memerintah dan mereka yang diperintah, mereka yang menawarkan perintah dan mereka yang menaatinya, mereka yang menciptakan keputusan dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Pembedaan ini merupakan fakta politik yang mendasar yang berada dalam setiap masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.
Pandangan ini menempatkan sosiologi politik di dalam penjabaran yang lain dari pengertian yang pertama, yaitu suatu yang didasarkan bukan pada hakikat masyarakat yang dipelajari, tetapi pada jenis fenomena yang ada dalam setiap masyarakat. Dengan demikian, sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda tetapi sejajar dengan sosiologi ekonomi, sosiologi kesenian, sosiologi agama dan lain sebagainya. Dari sudut pandang ini sosiologi politik diartikan sebagai "ilmu wacana kekuasaan dalam masyarakat". Yang menjadi pertanyaan lalu yaitu kekuasaan dalam masyarakat yang bagaimana yang menjadi cakupan sosiologi politik. Apa dalam setiap lapisan masyarakat atau dalam lingkup masyarakat tertentu? Menjawab pertanyaan ini Duverger menawarkan dua penjelasan. Penjelasan pertama dilihat dari ukuran dan kompleksitas kelompok-kelompok sosial dan kedua dilihat dari hakikat ikatan-ikatan organ isatorisnya.
Menurut Duverger (1989) dilihat dari ukuran (size) dan kompleksitasnya ada dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok elementer atau kelompok kecil dan kelompok kompleks. Kekuasaan dalam kelompok yang lebih besar inilah yang ada sangkut-pautnya dengan sosiologi politik, sedangkan pada kelompokkelompok yang kecil menjadi wilayah kajian psikologi sosial. Namun demikian, pembedaan secara demikian dianggap kurang akurat. Karena teramat sulit membedakan antara kelompok-kelompok elementer dan kelompok-kelompok kompleks.
Karena pada kelompok-kelompok elementer pun terdapat kompleksitas tersendiri. Dalam kelompok sekecil apa pun berdasarkan Duverger memperlihatkan adanya proses diferensiasi yang menghasilkan klik, koalisi-koalisi, dan groups yang melibatkan peranan atau memakai kekuasaan. Berdasarkan ukuran (size) ini, maka kajian sosiologi politik meliputi "makropolitik" yang berada dalam komunitas-kominitas yang besar dan "mikropolitik" yang berada pada kelompok-kelompok kecil. Sementara itu dilihat dari ikatan-ikatan organisatorisnya, masyarakat sanggup dibedakan dalam masyarakat "swasta" dan masyarakat "universal". Masyarakat swasta yaitu "kelompok-kelompok dengan kepentingankepentingan khusus dan rasa solidaritas terbatas yang masing-masing kelompok sesuai dengan kategori tertentu dari aktivias manusia". Termasuk dalam kategori masyarakat ini, contohnya serikat buruh, organisasi olahraga, organisasi kesenian, perusahaan komersial, organisasi-organisasi profesi dan organisasiorganisasi sosial lainnya. Masyarakat universal yaitu masyarakat yang meliputi dan melebihi semua masyarakat-masyarakat swasta ini.
Masyarakat universal yaitu "masyarakat yang mempunyai kategori umum tertentu, tidak hanya didasarkan pada kegiatan atau kegiatan tertentu saja". Tetapi juga, rasa solidaritas lebih besar, lebih dalam, lebih mesra daripada masyarakatmasyarakat swasta. Bagi sebagian penulis, kekuasaan dalam masyarakat universal merupakan objek analisa sosiologi politik bukan kekuasaan di dalam masyarakat swasta. Alasan bagi golongan ini yaitu bahwa di dalam masyarakat swasta, otoritas atau kekuasaan dianggap hanya mempunyai hakikat teknis tidak mempersoalkan dilema ketergantungan individuindividu dalam korelasi dengan yang lain suatu hal yang justru merupakan dasar dari kekuasaan. Secara sekilas pembedaan ini tampak sesuai dengan arti terkenal dari "politik". Misalnya, jika kita membicarakan pemimpin-pemimpin politik dan pemerintah berarti membicarakan otoritas dalam masyarakat universal. Namun, jika dikaji secara mendalam perbedaan antara masyarakat universal dan masyarakat swasta tidak sanggup menjadi dasar bagi definisi sosiologi politik. Pertama, pembedaan tersebut samarsamar sifatnya. Misalnya, apakah keluarga merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Demikian juga apakah masyarakat agama merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Bagi kepala keluarga, keluarga dipandang sebagai masyarakat universal. Begitu juga bagi pemimpin agama, masyarakat agama merupakan masyarakat universal. Namun, bagi yang lain tentu belum tentu dipandang demikian. Kedua, ada dua paham mengenai masyarakat universal. Paham pertama, didefinisikan oleh perasaan mempunyai (sense of belonging) rasa kekariban (sense of fellowship) yang mempengaruhi totalitas kegiatan anusia. Paham kedua yaitu konsep lebih bersifat formal dan yuridis, yakni menganggap masyarakat universal pada masa kini sebagai nation state (negara bangsa).
Sementara pada zaman lain, sanggup kota, suku, dan lainnya. Jika paham kedua yang dipakai, maka hasilnya akan terjebak pada teori yang menyamakan sosiologi politik dengan negara. Masyarakat mana yang menjadi kajian sosiologi politik? Apakah masyarakat universal? Menurut Duverger, hal tersebut sulit diterima, jika sosiologi politik didefinisikan sebagai "ilmu wacana kekuasaan di dalam masyarakat universal" tidak lebih baik daripada didefinisikan sebagai "ilmu wacana kekuasaan di dalam negara". Karena seringkali kedua ungkapan tersebut dianggap sinonim oleh yang mempergunakannya. Agar sanggup keluar dari kesulitan itu, Duverger menyarankan lebih baik melihatnya dari segi "hubungan-hubungan otoritas" (authority relationship) yang berjenis-jenis di dalam semua masyarakat baik itu kecil atau besar, sederhana atau kompleks, swasta atau universal. Hubungan otoritas yang dimaksudkan yaitu setiap korelasi yang tidak sama di mana seseorang atau beberapa individu menguasai yang lain dan mengarahkannya berdasarkan kehendaknya sendiri. Pada umumnya korelasi insan memang demikian.
Dalam kenyataannya, sangat sedikit yang benar-benar egalitarian (sama sederajat). Persoalannya kini yaitu korelasi otoritas yang bagaimana yang melibatkan "kekuasaan" dalam arti yang tepat. Untuk menjelaskan dilema ini, Duverger membedakan hubungan-hubungan yang bersifat luas yakni korelasi yang bersifat "institusional" dan korelasi dalam arti sempit yang bersifat "personal". Kekuasaan dari sudut pandang ini yaitu terdiri atas seluruh