Pengertian, Alur Dan Unsur-Unsur Pada Drama

BAB I
PENDAHULUAN
A. Drama
1. Pengertian Drama
Kata “drama” berasal dari “draien” (Yunani) yang diturunkan dari “draomai” yang berarti ‘berbuat’, ‘bertindak’, ‘beraksi’. Adapun drama sendiri adalah: hidup yang dilukiskan dengan gerak; kualitas komunikasi, situasi, agresi yang mengakibatkan perhatian, kehebatan, dan ketegangan pada pendengar/penonton; ragam sastra dalam bentuk obrolan yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas; dongeng konflik insan dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan memakai percakapan dan gerak atau lakuan di hadapan penonton.
2. Jenis Drama
a. Berdasarkan Jalinan Perasaan
1) Komedi
Komedi yakni drama atau cara bermain yang mengundang tawa, lantaran adanya kepincangan, kelucuan, dan kontradiksi yang menggelikan antara tokoh, watak, kejadian, ujaran.
2) Tragedi
Tragedi yakni dimana tokoh utamanya melawan kekuatan dahsyat sehingga berakhir tragis, kadang bersifat magis.

b. Berdasarkan Tujuan
1) Drama Baca
Drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.
2) Drama Pentas
Drama yang memang diciptakan untuk dipentaskan. Drama ini di samping mempunyai aspek literer juga mempunyai aspek teateral.

c. Berdasarkan Media Pementasannya
1) Drama panggung
Drama yang dipentaskan di panggung. Merupakan tontonan langsung, bersifat tiga dimensional: lihatan, dengaran, dan rabaan. Penonton bebas menentukan dari sudut mana ia melihat para pemain.
2) Drama Radio
Drama yang disiarkan melalui radio. Penonton tidak berhadapan dengan pemain, bersifat monodimensional: dengaran (audirif) shg sangat mengandalkan bunyi untuk membangun imajinasi pendengar. Perwatakan tokoh, movement, latar harus diproyeksikan melalui suara. Mood dan texture bunyi menentukan tabiat tokoh. Sound-effect untuk latar.
3) Drama Televisi/Sinetron
Drama yang disiarkan melalui televisi. Penonton tidak berhadapan pribadi dengan pemain, bersifat dua dimensional: lihatan dan dengaran (audio-visual). Sudut pandang penonton dibatasi oleh sudut pandang kamera (angel). Artistik ditentukan oleh Juru kamera, editor, di samping permainan para aktor.
4) Film
Film disini maksudnya ibarat dengan drama televisi, hanya medianya layar. 

B. Alur
1. Pengertian Alur
Seorang pengarang dalam menggerakkan dongeng tentu dengan jalan mengalirkan kisah itu melalui insiden demi peristiwa, sehingga jalan dongeng sanggup dimengerti oleh pembacanya. Jalan dongeng tersebut layaknya disebut alur. Lebih jelasnya alur yaitu rangkaian dongeng yang dibuat oleh tahapan-tahapan insiden sehingga menjalin suatu dongeng yang dihadirkan oleh para pengarang dalam suatu cerita.

2. Jenis Alur
a. Alur Lurus atau Progresif
Apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau runtut. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan simpulan (penyelesaian). Alur progresif biasanya memperlihatkan kesederhanaan dalam penceritaan, tidak berbelit-belit, dan simpel diikuti. Ini merupakan alur yang paling mayoritas dipakai dalam karya fiksi.
b. Alur Sorot Balik atau Flash-Back
Disebut juga alur regresif, yakni urutan insiden yang dikisahkan dalam karya fiksi tidak bersifat kronologis. Cerita dimungkinkan dimulai dari tahap tengah atau simpulan gres kemudian tahap awal cerita. Teknik pembalikan dongeng sanggup dilakukan melalui perenungan, penuturan kepada tokoh lain secara lisan maupun tertulis maupun penceritaan masa kemudian tokoh lain.
c. Alur Campuran
Apabila dalam sebuah karya fiksi terdapat dua macam alur, yaitu progresif-regresif. Kedua alur tersebut dipakai secara bergantian. Menurut Suharianto dalam Meiga kedua alur yang dipakai dijalin dalam kesatuan yangpadu sehingga tidak mengakibatkan kesan adanya sebuah dongeng atau insiden yang terpisah baik waktu maupun kejadiannya. (2007:20)

2. Bagian-Bagian Alur
Alur drama disajikan dalam urutan babak dan adegan. 
a. Babak 
Babak yaitu kepingan terbesar dari drama. Pergantian babak bisa ditandai dengan layar yang turun, atau lighting sejenak dimatikan. Pergantian babak biasanya menandai pergantian latar (di panggung pergantian properti), baik latar waktu, atau latar tempat/ruang, atau keduanya. 
b. Adegan 
Adegan yaitu kepingan dari babak. Satu babak sanggup terdiri atas beberapa adegan. Sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana. Pergantian adegan tidak selalu disertai pergantian latar.
3. Struktur Alur
Secara sederhana alur drama harus memiliki:
a. Bagian pembuka: eksposisi
Tahapan ini mengi-sahkan perihal insiden yang telah terjadi dan yang sedang terjadi. Agar penikmat tidak merasa ahistoris dengan dongeng yang sedang disajikan
b. Komplikasi
Tahap ini adala awal mula ketegangan dihadirkan. ketegangan akan menaik, lambat atau cepat menjadi keras.
c. Klimaks
Tahap ini yaitu dimana tegangan tikaian atau konflik mencapai puncaknya.
d. Resolusi
Konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan akhir terjadinya konflik mulai menurun
e. Keputusan
Penyelesaian (catastrophe: tragedi, denoument: komedi)

C. Penokohan
1. Pengertian Penokohan
Karakter atau penokohan yaitu proses penampilan tokoh sebagai pembawa tugas sifat-sifat pribadi atau tabiat dalam pentas drama. Karakter merupakan materi paling aktif yang menggerakkan jalan cerita. Bila alur bercerita perihal insiden yang terjadi, maka abjad bercerita perihal alasan insiden terjadi. Makara yang menggerakkan insiden yaitu karakter
2. Analisis Penokohan
Analisis dalam penokohan atau abjad mencakup karakterisasi dan pembagian terstruktur mengenai karakter.

a. Karakterisasi
Meski abjad yaitu tokoh rekaan (dramatic personae) tetapi haruslah melukiskan orang yang hidup. Maka abjad harus tampil secara utuh, berpribadi, berwatak. Karakter disebut utuh jika mempunyai karakteristik tiga dimensional:
1) Dimensi Fisiologis
ciri-ciri badani, ibarat usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dll.
2) Dimensi Sosiologis
atar belakang kemasyarakatan, ibarat status sosial, pekerjaan, jabatan, tugas dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup, kepercayaan/agama, ideologi, acara sosial, organisasi, hobi, suku, bangsa, keturunan.
3) Dimensi Psikologis
latar belakang kejiwaan, ibarat mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan perasaan pribadi, sikap, kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian.

Dalam melukiskan tabiat abjad pengarang sanggup memakai dua cara:
a. Secara Eksplisit
Melalui komentar pelaku lain, melalui monolog tokoh yang bersangkutan, dan melalui petunjuk teks samping
b. Secara Implisit
Melalui tindakan/perbuatan tokoh yang bersangkutan, melalui cara dan gaya bicaranya, melalui pikiran, perasaan atau kehendaknya, melalui hal-hal yang dibicarakan, dipikirkan, melalui penampilan fisiknya

b. Klasifikasi Karakter
Berdasarkan keharusan psikis:
1) Protagonis 
Peran utama, pahlawan, pusat cerita, pembawa adab cerita.
2) Antagonis
Peran lawan, musuh/penghalang protagonis yang mengakibatkan konflik.
3) Tritagonis 
Peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis
4) Peran Pembantu
Secara pribadi tidak terlibat dalam konflik tetapi diharapkan untuk menuntaskan cerita.

Berdasarkan tabiat dasar:
  1. Tokoh baik: berwatak baik
  2. Tokoh durjana: berwatak jahat
Protagonis dan antagonis tolong-menolong sering disebut tokoh sentral atau abjad mayor. Tritagonis dan tugas pembantu disebut tokoh bawahan atau abjad minor. Klasifikasi protagonis melawan antagonis menurut pada hakikat drama, yakni konflik. Di dalam drama terdapat konflik utama atau mayor yang mana merupakan penjabaran tema; dan konflik minor yang merupakan teknik karakterisasi. Konflik sendiri bisa terjadi antara :
  1. manusia X 1 manusia: 1 prota & 1 antagonis
  2. Manusia X 2/beberapa manusia: 1 prota & 2/beberapa antagonis
  3. Beberapa insan X 1 manusia: kelompok protagonis & 1 antagonis
  4. Beberapa insan X beberapa manusia: kelompok protagonis & kelompok antagonis
  5. Manusia “melawan” manusia
  6. Manusia “melawan” kekuatan yang lebih besar, contohnya kekuatan para tuhan atau nasib
  7. Manusia “melawan” kekuatan alam
Karakter melaksanakan tindakan menurut motivasi yang ada dalam diri insan dan dari motivasi inilah sanggup diketahui dimensi psikologis karakter. Terdapat tujuh motivasi dalam kehidupan insan :
  1. Motivasi perhitungan: untuk mendapatkan imbalan
  2. Motivasi cinta: demi cinta, yang dimiliki, diidamkan, atau seseorang yang mencintainya
  3. Motivasi takut gagal: untuk menghindari kegagalan
  4. Motivasi beragama: atas nama Tuhan
  5. Motivasi pendendam: atas balas dendam
  6. Motivasi bangga: untuk membuatnya merasa bangga
  7. Motivasi cemburu: menurut kecemburuan terhadap orang lain.
BAB II
ALUR DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.
Analisis alur ditujukan pada segala “insiden” yang melibatkan konflik di dalam drama. Sebelum hingga pada analisis alur, terlebih dahulu menciptakan urutan “insiden” (satuan naratif) yang ada dalam drama. Urutan “insiden” ini juga mengisyaratkan pemahaman kita atas drama yang kita baca. Dari urutan “insiden” itulah kemudian dirangkai alur cerita, yakni urutan insiden menurut relasi sebab-akibat.

A. Insiden ”Kali Ciliwung” 
Berikut yaitu insiden-insiden dalam ”Kali Ciliwung”. Dalam drama ”Kali Ciliwung” hanya terdapat satu babak, sehingga dipakai penomoran pada tiap insiden untuk lebih mempermudah nantinya dalam analisis struktur alur.
  1. Welas meminjam uang kepada Ijah, tetapi Karto tidak setuju
  2. Sauasana sepi, ijah masuk ”senthonge”
  3. Bakir tiba mencari Ijah
  4. Bakir dan Karto tabrak mulut
  5. Karto dan Welas pergi mengantar dagangan
  6. Ijah dan Bakir berbincang-bincang
  7. Ijah dan Bakir ”Mantenan”
  8. Herlambanng tiba dengan membaca puisi ”Kali Ciliwung”
  9. Bakir merasa ada yang memanggil-manggil Ijah
  10. Bakir dan Ijah merasa terganggu oleh bunyi Herlambang
  11. Bakir kaget bertemu Herlambang
  12. Bakir berkenalan dengan Herlambang 
  13. Ijah keluar dari ”senthong”
  14. Ijah mengajak Herlambang bersalaman
  15. Ijah dan Herlambang berbincang-bincang
  16. Bakir cemburu terus pergi
  17. Herlambang membacakan puisi untuk Ijah
  18. Ada Garukan 
  19. Ijah berdandan anggun akan kencan dengan Herlambang 
  20. Welas berkomentar dengan dandanan Ijah
  21. Ijah meminta pendapat Karto akan dandanannya
  22. Karto sedih lantaran tidak segera diberi momongan
  23. Karto menawari apa Ijah mau seumpama menjadi istrinya
  24. Ijah menangis dan mengancam akan mengadukan kepada Welas
  25. Welas galau melihat Ijah menangis
  26. Welas murka dengan Karto yang ingin mencari istri lagi biar sanggup punya anak
  27. Welas dan Karto bertengkar
  28. Ijah mencoba melerai Karto dan Welas
  29. Ijah murka dengan Welas lantaran dikatakan ” Lonthe”
  30. Ijah dan Welas berantem hebat
  31. Karto mencoba melerai 
  32. Bakir datang
  33. Ijah berlari berlari menghampiri Bakir dan merangkulnya
  34. Ijah dan Bakir pergi meninggalkan Karto dan Welas
  35. Bakir memuji kecantikan Ijah
  36. Bakir bertanya kepada Ijah akan kencan dengan siapa, beliau atau Herlamban
  37. Ijah menjawab dengan Mas Bakir
  38. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
  39. Bakir dan Ijah berbincang-bincang
  40. Bakir meyakinkan bahwa Ijah pantas menjadi istrinya
  41. Perbincangan Bakir dan Ijah terhenti lantaran Herlambang datang, ibarat biasa dengan membaca puisi
  42. Ijah terharu dengan isi puisi Herlambang hingga menangis
  43. Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri Herlambang dan merangkulnya kuat
  44. Herlambang murka dan meminta Bakir melepaskan Ijah
  45. Herlambang dan Bakir Bertengkar, hingga Bakir mengeluarkan glati
  46. Ijah berteriak minta tolong
  47. Karto dan Welas datang, Karto mencoba melerai
  48. Ijah galau menentukan siapa yang beliau suka, lantaran tidak hanya dua orang tapi tiga
  49. Welas, Bakir dan Herlambang kaget saat tau Karto juga suka dengan Ijah
  50. Welas mengamuk kepada Karto
  51. Herlambang coba melerai
  52. Karto murka dan meninju Herlambang hingga jatuh lantaran berani ikut campur
  53. Ijah berlari menghampiri Herlambang yang tidak besar lengan berkuasa berdiri
  54.  Welas merasa iba dan mencoba ikut menolong Herlambang
  55. Bakir menghampiri Herlambang dan menyerahkan Ijah kepada Herlambang, terus pergi tanpa menunggu balasan Ija
  56. Herlambang Mengutarakan kepada Ijah bahwa ia ingin melamarnya
  57. Ijah kaget dan terus melihat Karto dan Welas seolah meminta persetujua
  58. Welas sangat oke tapi Ijah belum bisa memberi jawaban
  59. Herlambang pamit pulang lantaran sudah malam.
  60. Ijah terus menangis, merasa kehilangan Herlambang
  61. Karto dan Welas mencoba menghibur Ijah
  62. Ijah Senang mendengar bahwa Karto dan Welas bersedia menjadi walinya kelak
  63. Tiba-tiba Bakir tiba dengan nafas tersendat-sendat. Bakir minta tolong kepada Ijah untuk bersembunyi di ”senthong” Ijah lantaran beliau sedang dikejar-kejar dan akan ditangkap.
  64. Ijah kembali kepada Karto dan Welas sehabis menyembunyikan Bakir
  65. Ijah sangant gugup, Welas coba menenangkan
  66. Tiba-tiba Herlambang tiba seolah mencari seseorang lantaran ia kecopetan
  67. Ijah dan Welas coba membant
  68. Herlambang menjelaskan runtutan yang dialami
  69. Karto tiba-tiba berkata jika ia bisa menemukan copetnya akan dikasih imbalan apa kepada Herlambang
  70. Welas dan Ijah kaget, Ijah lemas mendengar pertanyaan Karto ”apa kau mau membela orang yang salah?”
  71. Herlambang galau dan terus menanyai Ijah
  72. Karto mendatangi ”senthong” Ijah dan menangkap Bakir
  73. Bakir tidak tau kalau korbannya yaitu Herlambang
  74. Herlambang dan Bakir berantem
  75. Ijah mencoba melindungi Bakir
  76. Bakir mengembalikan uang Herlambang, masih utuh
  77. Herlambang menjelaskan bahwa uang ini untuk biaya nikah dengan Ijah
  78. Welas dan Karto mengusir Bakir
  79.  Ijah berlari menghampiri Bakir, Ijah tidak mau ditinggal, ijah menangis
  80. Karto dan Welas geram dengan Ijah, bekerjsama yang dipilih Bakir atau Herlambang
  81. Ijah menjawab bahwa Bakirlah yang dipilih
  82. Herlambang pribadi pamit pergi
  83. Bakir mencegah, Bakir menjelaskan bahwa bulan denpan beliau akan menikah dengan Aminah
  84. Ijah, Welas, Karto dan Herlambang kaget.
  85. Ijah menjerit menangis
  86. Bakir meminta Herlambang untuk menjelaskan kepada Ijah resiko bersuamikan copet
  87. Tanpa kata Herlambang terus pergi
  88. Ijah mencoba menyusul Herlambang tapi tidak berhasil
  89. Bakir terus ikut pergi
  90. Welas mencoba menenangkan Ijah
  91. Karto ikut-ikutan menangis
Berdasarkan urutan insiden diatas kemudian sanggup dirangkai alur ceritanya yakni urutan insiden menurut sebab-akibat. Adapun urutaan insiden ”Kali Ciliwung” yaitu sebagai berikut
  1. Ijah ”mantenan” dengan Bakir 
  2. Muncul Herlambang, sang penyair
  3. Bakir berkenalan dengan Herlambang
  4. Ijah berkenalan dengan Herlambang dan mulai ada rasa dengan Herlambang
  5. Ijah kencan dengan Herlambang
  6. Tapi ternyata Ijah malah berkencan dengan Bakir
  7. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
  8. Herlambang tiba dan Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri Herlambang 
  9. Herlambang dan Bakir berantem
  10. Bakir menyerahkan Ijah kepada Herlambang
  11. Herlambang ingin melamar Ijah
  12. Ijah menyembunyikan Bakir di ”senthong” miliknya
  13. Herlambang mencari copet
  14. Copetnya ternyata yaitu Bakir
  15. Herlambang dan Bakir berantem
  16. Ijah menentukan Herlambang
  17. Herlambang tidak mau lantaran akan menikah dengan aminah
  18. Bakir dan Herlambnag pergi
  19. Ijah tidak mendapatkan Bakir juga tidak mendapatkan Herlambang. 
B. Alur ”Kali Ciliwung
Alur yang dipakai dalam ”Kali Ciliwung” yaitu alur lurus atau progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan simpulan (penyelesaian).

C. Struktur Alur ”Kali Ciliwung”
1. Eksposisi (Bagian Pembuka)
Tahap awal yang berisi klarifikasi perihal kawasan terjadinya insiden serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) hingga (8) yakni mulainya dikenalkan para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang.

2. Komplikasi
Pada tahapan ini awal mula ketegangan dihadirkan. Kemudian ketegangan akan terus menaik secara lambat atau cepat. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada insiden (9) hingga (71)

3. Klimaks
Pada tahap ini tegangan tikaian/konflik mencapai puncaknya. Dalma drama ”Kali Ciliwung” ditujukan pada insiden (72) yakni saat Karto membuktikan keberadaan Bakir yang ada di ’Senthong” Ijah.

4. Resolusi
Pada Tahap ini konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan akhir terjadinya konflik mulai menurun. Dalam ”Kali Ciliwung” terlihat pada insiden (76) yakni saat Bakir mulai minta maaf kepada Herlambang dan mengembalikan Uang Herlambang

5. Keputusan
Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung” yakni Herlambang menikah dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir juga meninggalkan Ijah.

BAB IV
PENOKOHAN DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.
Karakter atau penokohan yaitu proses penampilan tokoh sebagai pembawa tugas sifat-sifat pribadi at
A. Karakterisasi
1. Dimensi Fisiologis
a. Ijah
Ijah yaitu seorang perempuan berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut panjang, dipotong sebahu sehabis bertemu Herlambang. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan abjad Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan
Kutipan 1.
Ijah : (Takon lugu). Korupsi kuwi apa ta mas Bakir? (Rambute dielus nganggo tangane. Gelungane sing arep udhar, dikencengake). ( Kali Ciliwung, hal 34)
Terjemahan :
Ijah : (Bertanya halus). Korupsi itu apa sih mas Bakir? (Rambutnya dibelai dengan tangannya. Gelungannya yang mau lepas, dikencangkan)

Kutipan 2.
Ijah wis dandan ayu. Rambute sing wis dikethok ngranggeh bahu, sayake sing mini warnane jambon : mung gawe pangling. Ora mantra-mantra yen Ijah saka desa kluthuk wewengkon Wonogiri. Bengi kuwi sajak ana sing dienteni. Ora ngenteni wong lanang sing padha butuh dheweke, nanging ngenteni Herlambang sang penyair.( Kali Ciliwung, 43)
Terjemahan :
Ijah sudah berdandan cantik. Rambutnya yang sudah dipotong sebahu, roknya mini warnanya pink: hanya menciptakan ibarat tak kenal. Tidak menyangka kalau Ijah dari desa Wonogiri. Malam itu seolah ada yang ditunggu. Tidak menunggu lelaki yang sama butuhnya dengan dia, tetapi menunggu Herlambang sang penyair.

Kutipan 3.
Ijah: Wis limang taun. Maune kulitku kuning resik. Saiki dadi ireng mangkak alasannya yaitu dipanggang panas Jakarta. ( Kali Ciliwung, 41)
Terjemahan :
Sudah lima tahun. Dulunya kulitnya kuning bersih, Sekarang menjadi hitam alasannya yaitu dipanggang panas Jakarta.

Kutipan 4.
Herlambang : Kowe ayu, Jah . . .?(Karo nyiwel janggute Ijah). ( Kali Ciliwung, 42)
Terjemahan :
Herlambang : Kamu cantik, Jah...?(Sambil mencubit dagunya Ijah). 
b. Herlambang
Herlambang yaitu seorang perjaka berumur 23 tahun, berambut gondrong, berwajah tampan, tidak terurus. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan abjad Herlambang secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping.

Kutipan 1.
Ora let suwe njedhul Herlambang, nom-noman gondrong sing sandhang penganggone kumal. (Kali Ciliwung, hal 37)
Terjemahan :
Tidak begitu usang muncul Herlambang, perjaka gondrong yang pankaiannya lusuh. 
Kutipan 2.
Bakir : E,e,e,e. . . . ana wong lanang. Apa kowe kencan karo dheweke ta, Jah? Wonge isih enom. Rambute gondrong. Rupane bagus, Jah. Nanging kok sajak ora kopen. (Kali Ciliwung, hal 39)
Terjemahan :
Bakir : E,e,e,e...ada lelaki. Apa kau kencan dengan beliau ya, Jah? Orangnya masih muda. Rambutnya panjang. Wajahnya tampan, Jah. Tetapi kok seolah tidak terawat

c. Bakir 
Bakir yaitu seorang perjaka berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit hitam. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan abjad Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping.
Kutipan 1.
Herlambang : Gumun, kowe wong bagus kok dadi tukang copet. (Kali Ciliwung, 40)
Terjemahan : 
Herlambang : Kagum, kau orang ganteng kok jadi tukang copet. 

Kutipan 2. 
Welas : Iya. Sir padha irenge. Sir padha senenge. Jebul meneng-meneng yen awake dhewe lunga, mas Bakir saben dinane glenikan dhewe karo Ijah, kang Karto. (Ngguyu cekikikan). (Kali Ciliwung, hal 33)
Terjemahan :
Welas : Iya. Suka sama hitamnya. Suka sama senangnya. Ternyata rahasia kalau kita pergi, Mas Bakir setiap harinya sibuk sendiri dengan Ijah. Kang Karto. (Tertawa terbahak-bahak)

d. Karto
Karto yaitu seorang pria berumur 40 tahun. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan abjad Karto secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks samping yang menawarkan informasi perihal umur Karto. Fisik yang lain tidak digambarkan oleh pengarang.
e. Welas
Welas yaitu seorang perempuan berumur 35 tahun. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan abjad Welas secara eksplisit yakni petunjuk teks samping hanya mengenai umur Welas. Fisik yang lain tidak digambarkan.

2. Dimensi Sosiologis
a. Ijah
Dalam ”Kali Ciliwung” Ijah digambanrkan oleh pengarang sebagai seorang pelacur yang tinggal dipinggir Sungai Ciliwung. Pengarang melukiskan abjad Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1. 
Welas : Ngertiya. Sapa ngerti, suwening suwe kowe bisa dadi lonthe kelas hotel.(Kali Ciliwung, 32)
Terjemahan 
Welas : Ketahuilah. Siapa tau, lama-kelamaan kau bias jadi “lonthe” kelas hotel.

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang penyair. Pengarang melukiskan abjad Herlambang secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1.
Bakir : Mengko dhisik. Kaya kowe iki gaweyanmu apa ya mung gawe sanjak?(Kali Ciliwung, 40)
Terjemahan 
Bakir : Nanti dulu. Seperti kau ini pekerjaannya apa ya hanya menciptakan sajak?

c. Bakir
Bakir dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang perjaka yang pekerjaannya yaitu tukang copet. Pengarang melukiskan abjad Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1.
Karto : (Nyambung cepet). Bener kandhamu. Nanging geneya nasibmu lan nasibku tetep ajeg kaya ngene ?. Kowe dadi tukang golek tegesan lan saya dadi tukang copet. (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan :
Karto : (menyambung cepat). Benar katamu. Tapi kenapa nasibmu dan nasibku tetap terus ibarat ini?. Kamu jadi tukang pencari sampah dan saya jadi tukang copet.

d. Karto
Karto dalam kesehariannya digambarkan oleh pengarang sebagai seseorang yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan abjad Karto secara eksplisit yakni melalui monolog tokoh yang bersangkutan.
Kutipan 1.
Karto : Wong urip kuwi kudu nyambut gawe. Senajan nyambut gawe mung golek tegesan. (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan :
Karto : Orang hidup itu harus bekerja. Walaupun bekerja hanya mencari putung rokok (pemulung). 

e. Welas
Dalam ”Kali Ciliwung” Welas digambarkan oleh pengarang sama ibarat Karto yakni orang yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan abjad Welas secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks samping.
Kutipan 1.
Welas ibut ngetung tegesan sing diwadhahi umplung karo Karto sisihane. (Kali Ciliwung, hal 31)
Terjemahan :
Welas sibuk menghitung putung rokok yang dimasukkan ke kaleng dengan Karto suaminya.

3. Dimensi Psikologis
a. Ijah
Dalam ” Kali Ciliwung” Ijah digambarkan sebagai seorang perempuan yang pemalas, bodoh, sabar, genit, perempuan yang setia, simpel murka dan tidak mempunyai pendirian. Pengarang melukiskan abjad Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan
Kutipan 1.
Welas : Durung adus, Jah? (Karo noleh marang Ijah sedhela).
Ijah : (Angop klakepan). Ah, wegaaaaah . . . . ! (Kali Ciliwung, hal 31)
Terjemahan :
Welas : Belum Mandi, Jah? (sambil menengok Ijah sebantar).
Ijah : (Menguap). Ah, tidak mauuuu....! 
Kutipan 2.
Bakir : Dadi wong kok bodho temen, korupsi bae ora ngerti. ( KaliCiliwung, hal 34)
Terjemahan 
Bakir : Menjadi orang kok ndeso sekali, korupsi saja tidak tahu.
Kutipan 3.
Ijah : Yen mung sabar bae, kawit biyen saya wis sabar.( Kali Ciliwung, hal 36)
Terjemahan 
Ijah : Kalau hanya sabar saja, semenjak dari dulu saya sudah sabar.
Kutipan 4.
Karto : Kowe aja nggodha , lho Jah ! Wong lanang yen digodha wong wadon ayu kayak kowe, simpel nggoling. Gampang nggoling . . Jah! (Kali Ciliwung, hal. 44)
Terjemahan 
Karto : Kamu jangan menggoda, lho Jah! Orang pria kalau digoda seorang perempuan anggun ibarat kamu, simpel goyah. Praktis goyah..Jah!

Kutipan 5.
Bakir : (Lega).Kowe wong wadon setia, Jah ! Kepriye, yen kowe dakpek bojo ?(Mripate Ijah dipandeng suwe). (Kali Ciliwung, 47)
Terjemahan :
Bakir : (lega). Kamu perempuan setia, Jah! Bagaimana kalau kau saya minta jadi istri? (Mata Ijah dpandang lama). 

Kutipan 6.
Ijah : (Mak prempeng nesu, medhot guneme Karto). Kang Kartoooo!( Kali Ciliwung, 50)
Terjemahan
Ijah : (tiba-tiba marah, memutus bicaranya Karto). Kang Karto!!

Kutipan 7.
Welas : Jah, kowe kok mencla-mencle. Sing cetha, ta. Sing kok pilih sapa? Mas Bakir apa mas Herlambang? (Uga katujokake Ijah) (Kali Ciliwung, hal. 56)

Terjemahan :
Welas : Jah, kau kok berubah-ubah. Yang jelas, y. Yang kau pilih siapa?
Mas Bakir apa Mas Herlambang

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan sebagai seorang yang simpel terpengaruh. Pengarang melukiskan abjad Herlambang secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.
Herlambang : Mengko dhisik, ta. Dakpikire. (mikir-mikir karo wira-wiri mbanda tangan). (Kali Ciliwung, hal.41)
Terjemahan :
Herlambang : Nanti dulu, ya. Aku pikrkan. (mikir-mikr dengan kesana-kesini dengan tangan dibelakang.)

c. Bakir
Bakir dalam ” Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang yang simpel marah, tidak bisa diakjak bercanda, simpel cemburu, tapi beliau seorang yang jujur. Pengarang melukiskan abjad Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain, monolog tokoh yang bersangkutan dan petunjuk teks samping, juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.
Bakir : (Saya seru). Endi Ijah ??? (Karo menyat ngadeg sajak nesu)
Karto : (Tetep ayem) Sing mboktakoni kuwi sapa ? (Marang Bakir).
Bakir : Kowe ! (Nggetak). (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan 
Bakir : (Semakin Keras). Mana Ijah??? (Dengan berdiri dan marah)
Karto : (Tetap diam) Yang kau tanya itu siapa? (Kepada Bakir)
Bakir : Kamu! (Menggertak)

Kutipan 2.
Karto : Dakkira sing mboktakoni angin ! (Karo ngguyu nggleges).
Bakir : Hus, aja clometan ! (Sereng). (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan 
Karto : Aku kira yang kau tanya angin!

Bakir : Hus, jangan celometan! (Seram)
Kutipan 3. 
Bakir udut klepas-klepus karo lungguh ana watu. Sedhela-sedhela nyawang Ijah lan Herlambang sajak jengkel. Cemburu. (Kali Ciliwung, hal. 42)
Terjemahan 
Bakir merokok sambil duduk di batu. Sebentar-sebentar Memandang Ijah dan Herlambang seolah Jengkel. Cemburu.

Kuitpan 4.
Herlambang : Pancen dheweke ya kandha aku, yen copet. Dheweke jujur.(Kali Ciliwung, hal. 42)
Terjemahan
Herlambang : Memang beliau juga berbicara dengan saya, kalau copet. Dia jujur.

d. Karto
Karto digambarkan sebagai seorang yang optimis dan mendapatkan keadaannya. Pengarang melukiskan abjad Karto secara implisit yakni melalui hal-hal yang dibicarakan dan yang dipikirkannya. 
Kutipan 1.
Karto : Wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las! Wong kuwi kudu duwe panjangka. Gegayuhan. Yen ora duwe panjangka, ateges mung urip-uripan. (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan
Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tidak berkurang-kurang ya, Las! Orang itu harus punya harapan. Cita-cita. Kalau tidak punya cita-cita berarti hanya hidup-hidupan.

Kutipan 2.
Karto : Aku ya ora apa-apa. Nyatane saya trima, Las. . . . .!(Kali Cliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Karto : Aku juga tidak apa-apa. Kenyataannya saya terima, Las....!

e. Welas
Welas digambarkan sebagai tokoh yang bodoh, keras kepala dan tidak mau berfikir panjang. Pengarang melukiskan abjad Welas secara eksplisit yakni melalui komentar tokoh lain.

Kutipan 1.
Karto: wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las! (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan
Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tida berkurang-kurang ya, Las!

Kuitpan 2.
Karto: Wong wadon wangkal. Ora kena dikandhani. Ora bisa dijak guneman (Jengkel). (Kali Ciliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Karto : Perempuan keras kepala. Tidak mau diberitahu. Tidak bisa diajak bicara (Jengkel)

Kutipan 3.
Herlambang: Sabar, yu, sabaaar! Aja cethek nalarmu, ta yu! (Karo nggandheng Welas adoh saka kali) (Kali Ciliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Herlambang : Sabar, Mbak, sabar! Jangan Pendek nalar, ya Mbak! 

B. Klasifikasi Karakter
Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang yakni sebagai tugas utama, pahlawan, atau yang menjadi pusat cerita. Sedangakan tokoh antagonis yakni Bakir, penghalang protagonis yang mengakibatkan konflik. Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis yakni sebagai tugas penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis. 

BAB V
PENUTUP
Alur yang dipakai dalam ”Kali Ciliwung” yaitu alur lurus atau progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan simpulan (penyelesaian). Adapun struktur alur ”Kali Ciliwung”yakni : a) Eksposisi (Bagian Pembuka). Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) hingga (8) yakni mulainya dikenalkan para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang. b) Komplikasi. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada insiden (9) hingga (71). c) Klimaks. Dalam drama ”Kali Ciliwung” ditujukan pada insiden (72) yakni saat Karto membuktikan keberadaan Bakir yang ada di ’’Senthong” Ijah. d) Resolusi. Dalam ”Kali Ciliwung” terlihat pada insiden (76) yakni saat Bakir mulai minta maaf kepada Herlambang dan mengembalikan Uang Herlambang. e) Keputusan. Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung” yakni Herlambang menikah dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir juga meninggalkan Ijah.

Penokohan dalam ”Kali Ciliwung” dibagi menjadi 2 (dua) yakni: karakterisasi dan pembagian terstruktur mengenai karakter. Karakterisasi terbagi menjadi 3 (tiga) yakni; dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dan dimensi psikologis. Sedangkan pembagian terstruktur mengenai abjad dibagi menjadi 4 (empat) yakni; protagonis, antagonis, tritagonis, dan tugas pembantu. Berikut yaitu penokohan dalam Drama ”Kali Ciliwung’:

A. Karakterisasai
1. Dimensi Fisiologis 
  • Ijah : berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut panjang,
  • Herlambang : perjaka berumur 23 tahun, berambut gondrong, berwajah tampan, tidak terurus
  • Bakir : perjaka berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit hitam
  • Karto : pria berumur 40 tahun
  • Welas : perempuan berumur 35 tahun
2. Dimensi Sosiologis
  • Ijah (seorang pelacur)
  • Herlambang (seorang penyair)
  • Bakir (seorang copet)
  • Karto (seorang pemungut putung rokok bekas)
  • Welas (seorang pemungut putung rokok bekas)
3. Dimensi Psikologis
  • Ijah (pemalas, bodoh, sabar, genit, perempuan yang setia, simpel murka dan tidak mempunyai pendirian)
  • Herlambang (seorang yang simpel terpengaruh) 
  • Bakir (mudah marah, tidak bisa diakjak bercanda, simpel cemburu,seorang yang jujur)
  • Karto (seorang yang optimis dan mendapatkan keadaannya)
  • Welas (bodoh, keras kepala dan tidak mau berfikir panjang) 
B. Klasifikasi karakter
Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang. Sedangakan tokoh antagonis yakni Bakir. Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis yakni sebagai tugas penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis. 

DAFTAR PUSTAKA
  • A. Indratmo. Powerpoint Materi Kuliah.
  • http://www.noviasyahidah.com/879/
  • Meiga Ayu Anggraini (2350402032). 2007. Skripsi Alur Dalam Histories Ou Contes Du Temps Passe Karya Charles Perrault. Fakultas Sastra : Universitas Negeri Malang.
  • Mugiyono (C0101037). 2005. Skripsi Tinjauan sosiologi Sastra Novel Katresnan Lingsir Sore. Fakultas Sastra Dan Seni Rupa: Universitas Sebelas Maret Surakarta .

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel