Pengertian Dan Ciri-Ciri Cerpen Berdasarkan Pakar
Thursday, July 11, 2019
Edit
1. Pengertian Cerpen
Cerpen yakni suatu dongeng yang pendek dan hanya melukiskan sebagian dari insiden dalam kehidupan yang luas. Pengertian cerpen yakni bentuk prosa yang pendek yang paling sederhana merupakan kerja fiksi, dengan imbas satu-satunya kesan impression jadi mengungkap satu dari kehidupan saja, bukan berarti terdiri dari satu halaman saja, tetapi bisa hingga beberapa halaman. Kata pendek dalam batasan ini tidak terang ukurannya. Sehubungan dengan hal ini maka di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen.
Menurut Muh. Darisman (1998:59) menyatakan cerpen yakni dongeng singkat yang dibentuk pengarang wacana sesuatu hal yang pernah dialaminya atau hanya khayalan si pengarang saja. Cerita pada cerpen lebih memusatkan pada satu tokoh dongeng dalam satu situasi. Selain itu berdasarkan Ajip Rosidi (1973:176) dongeng pendek yakni dongeng yang pendek dan merupakan satu kebulatan ide.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pengertian cerpen sanggup disimpulkan, cerpen yakni dongeng pendek yang mempunyai kebulatan ide, yang dibentuk oleh pengarang wacana suatu hal yang pernah dialaminya atau hanya bersifat khayalan yang memperlihatkan kesan tunggal pada jiwa pembaca.
2 Pembagian Cerpen
Berdasarkan sudut pandang yang umum cerpen sanggup diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, (1) berdasarkan jumlah kata, dan (2) berdasarkan nilai sastra.
2.1 Berdasarkan jumlah kata
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung maka sanggup dibedakan menjadi dua jenis cerpen yaitu :
- Cerita yang pendek (short story) yakni dongeng pendek yang jumlah katanya dibawah 5000 kata atau maksimum 5000 kata, kira-kira 16 halaman kertas kwarto dengan spasi rangkap. Apabila dibaca memerlukan waktu kurang lebih seperempat jam (15 menit).
- Cerpen yang panjang (long short story) yakni dongeng pendek yang jumlah katanya antara 5000 hingga 10.000 kata atau kira-kira hingga 33 halaman dengan kertas kwarto dengan spasi rangkap yang sanggup dibaca kurang lebih hingga setengah jam (30 menit).
2.2 Berdasarkan nilai sastra
Berdasarkan nilai sastra dibagi menjadi dua yaitu :
- Cerpen sastra yaitu sebuah cerpen yang dibentuk untuk mereka yang bahagia dengan karya-karya sastra dan cerpen tersebut sanggup di analisis oleh pembacanya.
- Cerpen hiburan yakni cerpen yang dibentuk untuk bisa menghibur pembaca.
2.3 Ciri-ciri Cerpen
Ketika kita membicarakan pengertian dongeng pendek, bahu-membahu sudah terkandung pembicaraan wacana ciri-ciri cerpen itu sendiri. Pembicaraan dalam cerpen dilakukan secara hemat dan hemat sehingga pada umumnya dalam sebuah cerpen hanya ada dua atau tiga tokoh, hanya ada satu insiden dan hanya ada satu imbas bagi pembacanya.
Menurut Tarigan (1985:177) dalam prinsip-prinsip dasar sastra mengemukakan beberapa ciri khas cerpen yakni sebagai berikut :
- Ciri utama cerpen yakni singkat, padat, dan intensif.
- Bahasa dalam cerpen harus tajam, sugesti, dan menarik perhatian
- Unsur-unsur cerpen yakni : adegan, tokoh, dan gerak.
- Cerpen harus mempunyai seorang tokoh utama.
- Dalam cerpen sebuah insiden atau insiden harus sanggup menjadikan pusat perhatian yang menarik, sehingga sanggup memancing perhatian para pembacanya dan kemudian insiden atau insiden harus sanggup menguasai jalan ceritanya.
- Cerpen hanya tergantung pada satu situasi.
- Cerpen harus menimbulkan perasaan beda pembaca yaitu berawal dari jalan dongeng yang menarik.
- Cerpen harus mempunyai satu imbas atau kesan yang menarik.
- Cerpen harus menimbulkan imbas dalam pikiran pembaca.
- Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang wacana konsep kehidupan baik pribadi maupun tak langsung.
- Cerpen menyajikan satu emosi.
- Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan gres menarik pikiran.
- Dalam cerpen ceritanya hanya terdiri dari inti suatu insiden yang merupakan cerpen.
- Panjang dongeng kurang lebih 10.000 kata.
4 Unsur – unsur Intrinsik Cerpen
Cerita pendek merupakan salah satu bentuk prosa (fiksi) yang telah bisa menduduki posisi tertentu dalam kasanah sastra Indonesia. Dalam posisinya yang cukup strategis dalam dongeng pendek dihidangkan secara bebas dan terbuka sehingga gampang dikenal dan dimengerti oleh masyarakat.
Setiap karya sastra selalu didukung oleh unsur-unsur tertentu, unsur-unsur pendukung itu antara lain : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik yakni aspek-aspek yang membangun sastra itu dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik yakni aspek-aspek yang mempengaruhi cipta sastra yang bersumber dari luar cipta sastra itu sendiri (Badrun, 1983:13). Dalam penelitian ini difokuskan pada unsur intrinsik dari cerpen. Unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam yakni sebagai berikut :
- Tema
- Alur (plot)
- Penokohan (perwatakan)
- Latar (setting)
- Sudut pandang
- Gaya bahasa
Unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut diatas akan diuraikan secara terperinci menyerupai tertera berikut ini :
4.1 Tema
Tema yakni gagasan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam sebuah cerita. Tema dalam suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Oleh lantaran itu, pengarang tidak menyampaikan secara terang tema karangannya, tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsur cerpen dan dengan demikian akan menghasilkan suatu cerpen yang baik. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa berupa pandangan hidupnya atau komentar wacana kehidupannya. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh wangsit atau gagasan pokok pengarang. Sebuah cerpen harus selalu menyampaikan sesuatu pendapat yaitu pendapat pengarang wacana hidup ini sehingga orang lain sanggup mengerti hidup ini lebih baik (Sumardjo dan Saini, 1988:57).
PERBANDINGAAN CERPEN MENURUT AHLI
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8960448334041690637;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=90;src=link
PERBANDINGAAN CERPEN MENURUT AHLI
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8960448334041690637;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=90;src=link
Menurut Semi, (1981:34) tema yakni gagasan sentral yang menjadi dasar sebuah cerita. Sehingga tema mempunyai suatu kedudukan yang sangat penting.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan tema sanggup dipandang sebagai dasar cerita, atau gagasan utama dari sebuah karya sastra.
4.2 Alur/Plot
Alur/plot yakni rangkaian insiden demi insiden yang terjadi pada suatu cerpen. Dimana rangkaian insiden tersebut untuk membangun cerpen itu sendiri. Munculnya suatu insiden dalam sebuah dongeng harus mempunyai kekerabatan dengan insiden lainnya, artinya suatu insiden terjadi dengan alasan mengapa pelaku itu melaksanakan suatu perbuatan. Urutan insiden itu dimulai dengan memperlihatkan suatu keadaan, kemudian keadaan itu mengalami perkembangan yang pada akhirnya ditutup dengan penyelesaian.
Menurut Wendy Widya (2006:27) alur yakni jalan dongeng yang merangkai peristiwa-peristiwa dalam dongeng menjadi sebuah dongeng yang utuh.
Alur/plot yaitu rangkaian insiden yang mempunyai kekerabatan alasannya yakni akhir sehingga menjadi suatu satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur atau plot sanggup dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau cerita. Alur atau plot tersebut sanggup dibedakan menjadi tiga bab yaitu :
- alur maju,
- alur mundur,
- alur gabungan atau alur maju dan mundur.
Alur maju bermula dari titik awal insiden dan berjalan secara teratur hingga titik tamat cerita.
Alur mundur apabila peristiwa-peristiwa dalam dongeng disusun berdasarkan alasannya yakni akibat, diceritakan mulai dari masa lampau ke masa kini. Sedangkan alur gabungan yakni peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara adonan antara alasannya yakni akibat, waktu sekarang ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu sekarang (Wendy Widya, dkk, 2006:28). Biasanya alur/ plot dari sebuah dongeng terdiri atas :
- Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang suatu kondisi permulaan yang dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
- Alur tengah, yaitu kondisi mulai kearah kondisi yang mulai memuncak.
- Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai titik puncak insiden (mencapai titik puncak permasalahan).
- Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan kasus atau penyelesaian, (Semi, 1988:44).
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian alur, maka sanggup ditarik kesimpulan pengertian dari alur/plot yakni suatu rangkaian insiden demi insiden dalam dongeng yang saling berafiliasi alasannya yakni akhir satu sama lain sehingga membentuk sebuah dongeng yang utuh.
4.3 Penokohan (Perwatakan)
Penokohan (perwatakan) yakni cara melukiskan perilaku dan tabiat para pelakunya atau kepribadian tokoh-tokohnya, mencakup sifat lahir dan sifat batinnya. Para tokoh yang terdapat dalam suatu dongeng mempunyai peranan yang paling penting dalam suatu dongeng disebut tokoh inti atau tokoh utama (tokoh protagonos).
Tokoh dibagi menjadi dua yaitu : tokoh baik (protagonis), tokoh jahat (antagonis). Selain itu tokoh sanggup juga dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung.
Ada dua cara memperkenalkan pelaku dalam dongeng yaitu : secara analitik dan secara dramatik (Antara, 1988:23).
- Secara Analitik, yaitu pengarang pribadi memaparkan tabiat atau aksara tokohnya, pengarang menyebutkan tokoh tersebut keras hati.
- Secara Dramatik, yaitu pengarang tidak menjelaskan tabiat pelaku ceritanya secara langsung, watak-watak pelaku ceritanya digambarkan melalui hal-hal lain, menyerupai pilihan nama tokohnya, cara berpakaiannya, tingkah lakunya terhadap tokoh lain melalui dialog.
Selain itu untuk memahami tabiat pelaku, kita sanggup menelusuri lewat beberapa hal berikut :
- Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
- Gambaran yang diberikan pengarang lewat citra lingkungan kehidupan maupun caranya berpakaian.
- Menunjukkan bagaimana prilakunya.
- Melihat bagaimana tokoh itu berbicara wacana dirinya sendiri.
- Memahami bagaimana jalan pikirannya.
- Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
- Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.
- Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memperlihatkan reaksi terhadapnya.
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
(Aminuddin, 1995 : 80-81)
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian penokohan atau perwatakan dalam sebuah dongeng yakni menggambarkan tokoh dipergunakan oleh pengarang untuk memandang, menguraikan persoalan, dan menuntaskan permasalahan sehingga sanggup menghidupkan tokoh dan jalan cerita. Pengarang menempatkan tokohnya dengan aksara yang cocok dengan dongeng yang ditulisnya.
4.4 Latar atau Setting
Latar atau setting menjelaskan mengenai waktu, tempat, atau ruang dan suasana terjadinya atau berlangsungnya suatu cerita. Latar daerah merupakan klarifikasi wacana daerah terjadinya peristiwa. Latar waktu merupakan klarifikasi wacana waktu terjadinya peristiwa. Latar suasana merupakan klarifikasi wacana suasana dikala suatu insiden terjadi (Wendy Widya, dkk. 2006:27).
Menurut Nurgiantoro (1995:216) latar atau setting merupakan waktu/ keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa, lantaran setiap perbuatan atau acara insan akan terjadi pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu sehingga dongeng itu tampak lebih hidup dan logis untuk menggerakkan emosi pembaca.
Latar disebut juga sebagai landas tumpu yang menyangkut pada pengertian daerah (geografis), kekerabatan waktu (historis), dan lingkungan sosial (kemasyarakatan) daerah terjadinya insiden atau terjadinya cerita. Meskipun ketiga unsut latar ini berbeda namun kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain (Wendy Widya, dkk. 2006:35).
Dari beberapa pendapat di atas penulis sanggup menyimpulkan bahwa, latar/setting tidak hanya sebatas klarifikasi mengenai daerah terjadinya peristiwa, melainkan lebih kompleks yaitu menyangkut waktu, lokasi geografis, topografis, sosial budaya, dan agama sehingga sanggup memperlihatkan citra aksara tokoh dalam cerita.
4.5 Sudut Pandang
Sudut pandang yakni dari sudut mana pengarang memandang yang menjadi pusat pengisah atau yang menjadi landasan tumpu dongeng atau dengan kata lain sudut pandang yakni cara pengarang memandang dongeng atau landasan tumpu.
Adapun macam-macam sudut pandang yaitu :
- Author-participant (pengarang turut ambil bab dalam cerita). Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu pengarang menjadi pribadi pelaku utama sehingga ia memakai kata “aku” atau pengarang hanya mengambil bab kecil saja, maksudnya pengarang memakai kata “aku” dalam dongeng tetapi bukan sebagai pelaku utamanya.
- Author – ominiscient (orang ketiga). Pengarang menceritakan ceritanya dengan mempergunakan kata “dia” untuk pelaku utamanya tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
- Author – observer. Hampir sama dengan author – ominiscient, bedanya pengarang hanya sebagai peninjau seperti ia tidak sanggup mengetahui jalan pikiran pelakunya.
Multiple. Sudut pandang pengarang campur baur.
Dari klarifikasi diatas penulis sanggup menyimpulkan sudut pandang yakni langkah seni administrasi pengarang dalam menempatkan dirinya dalam suatu karya sastranya. Dalam seni administrasi itu ada sudut pandang orang pertama, orang ketiga, dan sebagai pengamat.
4.6 Gaya Bahasa
Bahasa dalam seni sastra sanggup disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur bahan, alat, atau sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkap sastra dipihak lain sastra lebih dari sekedar bahasa, formasi kata, namun unsur “kelebihannya” itupun hanya sanggup diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin memberikan sesuatu atau mendialogkan sesuatu tersebut hanya sanggup dikomunikasikan lewat sarana bahasa.
Dalam sebuah karya sastra istilah gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang memberikan gagasan dengan memakai media bahasa yang indah dan serasi serta bisa memuaskan makna dan suasana yang sanggup menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1995:72).
Gaya bahasa berfungsi untuk menghidupkan dan menjiwai karangan biar terasa segar sehingga pembaca tidak merasa jenuh atau bosan. Apabila gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang telah menghasilkan “daya” tertentu kepada pembacanya, berarti juga bahasa yang telah digunakan telah mencapai “plastik bahasa”. Karya sastra yang plastik bahasanya tinggi akan disenangi pembaca, alasannya yakni gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan yang terdapt di dalamnya terasa hidup, segar, dan berjiwa (Adiwardoyo, 1990:2).
Setiap karya sastra khususnya cerpen sangat ditentukan oleh penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa yang indah dan menarik akan memancing untuk menikmati terus rangkaian dongeng yang terjalin, tidak menimbulkan rasa bosan bagi pembaca. Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa tersendiri dalam menciptakan karya sastra, dan banyak pengarang dikenal lantaran gaya bahasa yang digunakan dalam karyanya.
Misalnya pembaca yang sudah sering membaca sebuah karya sastra dan erat dengan hasil karya seorang pengarang ia akan mengetahui bagaimana cara pengarang itu bercerita. Seorang pembaca kadang kala menyenangi karya sastra lantaran gaya bahasa yang berbeda dalam dongeng yang dibuatnya. Gaya bahasa pengarang akan diketahui jika seorang pengarang sudah menulis banyak karya sastra. Dalam menciptakan karya sastra seorang pengarang ada yang memakai gaya bahasa yang lemah, ada yang keras, penuh perasaaan, dan ada juga yang memakai gaya bahasa yang bersifat memberontak.
5 Model Pembelajaran Inkuiri
Sejak insan lahir ke dunia, insan mempunyai dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu wacana alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat insan semenjak ia lahir ke dunia. Sejak kecil insan mempunyai keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan indera-indera lainnya. Hingga remaja keingintahuan insan secara terus menerus berkembang dengan memakai otak untuk berpikir. Pengetahuan yang dimiliki insan akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu seni administrasi pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran inkuiri dikembangkan.
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melaksanakan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memperlihatkan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu (Wina Sanjaya, 2010:196).
Selanjutnya Sanjaya, 2010:196-197 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama seni administrasi pembelajaran inkuiri. Pertama, seni administrasi inkuiri menekankan kepada acara siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai peserta pelajaran melalui klarifikasi guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh acara yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan sanggup menumbuhkan perilaku percaya diri (self believe). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator berguru siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam memakai teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan seni administrasi pembelajaran inkuiri yakni berbagi kemampuan intelektual sebagai bab dari proses mental, alhasil dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut biar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka sanggup memakai potensi yang dimilikinya.
Menurut Gulo (dalam Astini, 2012:14) ada dua sasaran keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan berguru di sini yakni kegiatan mental, intelektul, dan sosial emosional. Kedua yakni keterangan kegiatan secara logis dan sitematis pada tujuan pengajaran dan berbagi perilaku percaya diri siswa wacana apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Gulo (dalam Astini, 2012:14) menggambarkan proses berguru melalui inkuiri mencakup beberapa kegiatan siswa sebagai berikut :
- Bertanya, tidak semata-mata mendengarkan dan menghafal;
- Bertindak, tidak semata-mata melihat dan mendengarkan;
- Memberi pemecahan, tidak semata-mata mendapatkan;
- Menemukan problema, tidak semata –mata berguru fakta-fakta;
- Menganalisis, tidak semata-mata mengamati
- Membuat sintesis, tidak semata-mata membuktikan;
- Berpikir, tidak semata-mata melamun/membayangkan;
- Menghasilkan tidak semata-mata menggunakan;
- Menyusun, tidak semata-mata mengumpulkan;
- Menciptakan, tidak semata-mata memproduksi kembali;
- Menerapkan, tidak semata-mata mengingat-ingat;
- Mengekspresikan, tidak semata-mata membenarkan;
- Mengkritik, tidak semata-mata menerima;
- Merancang, tidak semata-mata beraksi;
- Mengevaluasi dan menghubungkan, tidak semata-mata mengulangi.
Lebih lanjut Sanjaya (dalam Astini, 2012:13) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri memperlihatkan kebaikan sebagai berikut :
- Pengajaran menjadi lebih berpusat pada anak (instruction becomes student centered). Salah satu prinsip psikologi wacana berguru menyatakan bahwa makin besar keterlibatan siswa dalam proses berguru mengajar, makin besar kemampuan belajarnya.
- Proses berguru melalui inkuiri sanggup membentuk dan berbagi konsep diri siswa (inquiry learning builds the self-concept of the student). Bila kita mempunyai konsep diri yang baik, maka secara psikologis diri kita akan merasa aman, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, berkeinginan untuk mencoba-coba dan menyelidiki, lebih kreatif, bermental sehat dan akhirnya menjadi orang yang berguna.
- Tingkat pengharapan bertambah (expectancy level increases). Dari pengalaman-pengalaman yang berhasil dalam memakai kemampuan-kemampuan menilik siswa akan menyadari kemampuannya.
- Pendekatan inkuiri sanggup berbagi talenta (inquiry learning develops talent). Mengajar dengan pendekatan inkuiri memperlihatkan kesempatan lebih banyak untuk berbagi bakat-bakat selain talenta akademik.
- Pendekatan inkuiri sanggup menghindari siswa dari cara-cara berguru menghafal.
- Pendekatan inkuiri memperlihatkan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Sanjaya, percaya bahwa tidak akan terjadi proses berguru yang sejati, apalagi siswa tidak bertindak terhadap informasi secara mental, dan mengasimilasi atau mengakomodasi apa yang dijumpainya dalam lingkungannya.
Model pembelajaran inkuiri sanggup dilaksanakan dengan baik dengan syarat memerlukan kondisi sebagai berikut (Sanjaya, 2009:208) :
- Kondisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi.
- Kondisi lingkungan yang responsif.
- Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.
- Kondisi yang bebas dari tekanan
Dengan demikian, pembelajaran inkuiri menekankan pada keaktifan siswa, baik aktif secara mental maupun fisik dalam mencari dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari. Dengan keterlibatan fisik dan mental secara maksimal, pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan mempunyai nilai tersendiri bagi siswa.
6 Langkah-langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Sanjaya (2010:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Orientasi
Pada tahap ini guru melaksanakan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
- Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil berguru yang diharapkan sanggup dicapai oleh siswa
- Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan kasus hingga dengan merumuskan kesimpulan.
- Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memperlihatkan motivasi berguru siswa.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan kasus merupakan langkah membawa siswa pada suatu problem yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan yakni problem yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan kasus tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari balasan yang tepat. Proses mencari balasan itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh lantaran itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya berbagi mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis yakni balasan sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai balasan sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang sanggup dilakukan guru untuk berbagi kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak yakni dengan mengajukan banyak sekali pertanyaan yang sanggup mendorong siswa untuk sanggup merumuskan balasan sementara atau sanggup merumuskan banyak sekali asumsi kemungkinan balasan dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data yakni acara menyaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang berpengaruh dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan memakai potensi berpikirnya.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis yakni menentukan balasan yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti berbagi kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran balasan yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan sanggup dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan yakni proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru bisa memperlihatkan pada siswa data mana yang relevan.
Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yakni bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pelajaran bahasa Indonesia dan akan lebih tertarik terhadap sastra khususnya cerpen jika mereka dilibatkan secara aktif dalam melaksanakan penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan ketrampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa diharapkan sanggup meningkatkan prestasi berguru dan perilaku anak terhadap pelajaran bahasa Indonesia khususnya pelajaran sastra, khususnya kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa. Pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak berguru sendiri, berbagi kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yakni sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru yakni menentukan kasus yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa kasus yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya yakni menyediakan sumber berguru bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan kasus harus dikurangi. Dalam teknik inkuiri guru berperan untuk :
- Menstimulir dan menantang siswa untuk berpikir.
- Memberikan fleksibilitas atau bentuk berinisiatif dan bertindak.
- Memberikan sumbangan untuk inkuiri.
- Menemukan diagnosa kesulitan - kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
7 Jenis-jenis Pendekatan Inkuiri
Pendekatan inkuiri tebagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri, tersebut yakni :
Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melaksanakan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai kiprah aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman berguru dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa berguru lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa sanggup memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual biar bisa menuntaskan kasus dan menarik suatu kesimpulan secara berdikari (Robert Slavin. E, 2008:112).
Pada dasarnya siswa selama proses berguru berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memperlihatkan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa bisa melaksanakan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan sanggup berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang sanggup mengiring siswa biar sanggup memahami konsep pelajaran.
Inkuiri Bebas (free inquiry approach)
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman berguru dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini siswa ditempatkan seperti bekerja menyerupai seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menuntaskan kasus secara mandiri, merancang mekanisme atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali kepada siswa. Salah satu laba berguru dengan metode ini yakni adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan kasus open ended dan mempunyai alternatif pemecahan kasus lebih dari satu cara, lantaran tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang gres atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari kasus yang diselidiki (Robert Slavin. E, 2008:112).
Inkuiri Bebas yang dimodifikasikan (modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kerja sama atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu : pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan contoh kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak sanggup menentukan atau menentukan kasus untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang berguru dengan pendekatan ini mendapatkan kasus dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam pendekatan inkuiri jenis guru membatasi memberi bimbingan, biar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan cita-cita biar siswa sanggup menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak sanggup menuntaskan permasalahannya, maka bimbingan sanggup diberikan secara tidak pribadi dengan memperlihatkan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain (Robert Slavin. E, 2008:112).
Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis menentukan Pendekatan inkuiri terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan lantaran dengan pertimbangan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas VII C Sekolah Menengah Pertama Sunari Loka Kuta Badung, dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman berguru dengan pendekatan inkuiri serta lantaran siswa masih dalam taraf berguru proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.
8 Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
8.1 Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan seni administrasi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh lantaran seni administrasi ini mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya :
- Strategi pembelajaran inkuiri merupakan seni administrasi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran melalui seni administrasi ini dianggap lebih bermakna.
- Strategi pembelajaran inkuiri sanggup memperlihatkan ruang kepada siswa untuk berguru sesuai dengan gaya berguru mereka.
- Strategi pembelajaran inkuiri merupakan seni administrasi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi berguru modern yang menganggap berguru yakni proses perubahan tingkah laris berkat adanya pengalaman.
- Keuntungan lain yakni seni administrasi pembelajaran inkuiri sanggup melayani kebutuhan siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Artinya siswa yang mempunyai kemampuan berguru manis tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam berguru (Wina Sanjaya, 2010:208).
8.2 Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Disamping mempunyai keunggulan, seni administrasi pembelajaran inkuiri juga mempunyai kelemahan, diantaranya :
- Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh lantaran terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
- Jika seni administrasi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai seni administrasi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
- Kadang-kadang dalam mengimplementasikan memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukannya.
- Selama kriteria keberhasialan berguru ditemukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran, maka seni administrasi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru (Wina Sanjaya, 2010:208-209).