Seni Lukis Kaligrafi Islam
Monday, July 1, 2019
Edit
Seni Lukis Kaligrafi Islam
Kaligrafi di wilayah Timur (eastern) perkembangannya lebih pesat dibanding dengan wilayah Barat (western). Ada tiga jenis kaligrafi yang menonjol di dunia, yaitu kaligrafi Islam/Arab, kaligrafi Cina dan kaligrafi Jepang. Namun yang paling menonjol dan berkembang ialah kaligrafi Islam/Arab.
Kaligrafi Islam/Arab ini diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim semenjak kedatangan Islam, kemudian berkembang pesat semenjak bangsa Arab memeluk agama Islam. Dapat dikatakan bahwa kaligrafi berkembang bersamaan dengan mulai dikenalnya huruf. Pada tahun 3.500 SM, orang Mesir membuat Hieroglyphics yang berarti simbol-simbol berupa gambar yang berfungsi ibarat huruf.
Kaligrafi merupakan goresan pena tangan yang indah sebagai hiasan. Definisi kaligrafi semacam itu sangatlah umum, maka kaligrafi dipersempit lingkupnya menjadi kaligrafi Islam. Sekilas kaligrafi Arab juga tepat, namun apabila diteliti lebih dalam, ternyata Arab tidak identik dengan Islam. Kaligrafi Islam merupakan bahasa yang paling sempurna untuk mengidentikkan kaligrafi dengan Islam. Kaligrafi Islam memakai bahasa Arab. Sebagai bahasa yang mempunyai karakter huruf yang elastis dan artistik, huruf Arab menjadi materi yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi.
Kaligrafi Islam sangat berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadist, alasannya ialah sebagian besar goresan pena indah dalam bahasa Arab menampilkan ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadist Nabi Muhammad SAW.
Berhubungan dengan perspektif kaligrafi sebagai huruf yang menjadi simbol penulisan atau kata, maka perlu diketahui terlebih dahulu fungsi dari huruf atau aksra itu sendiri. Secara sederhana ada tiga fungsi aksara. Pertama fungsi spiritual, kedua fungsi praktis, dan yang ketiga fungsi estetis.
Pada fungsi spiritual, huruf diperlakukan sebagai benda sakral. Seperti diketahui bahwa pada awal kelahirannya yang mempunyai wewenang untuk mempergunakan goresan pena hanya komunitas tertentu saja. Di India misalnya, pada masa kekastaan masih ketat dijalankan, huruf hanya boleh dipergunakan oleh Kasta Brahmana dan Kasta Ksatria saja. Anggapan suci terhadap huruf ini terdapat dalam banyak sekali agama dan kepercayaan. Sebagai benda sakral, wujud huruf ialah media untuk menyatukan diri dengan Yang Maha Kuasa.
Fungsi yang kedua dari huruf ialah fungsi praktis. Disini huruf diperlakukan sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi tentu saja mempunyai persyaratan yaitu gampang untuk dibaca. Walaupun ada persyaratan mirip itu, namun alasannya ialah insan tidaklah lepas dari harapan untuk membubuhkan segi estetis. Unsur inilah yang melahirkan banyak sekali gaya dalam tulisan. Dan inilah bahu-membahu yang dinamakan kaligrafi murni, dimana goresan pena indah yang dibentuk sesuai dengan kaidah baku.
Persyaratan gampang dibaca tergeser oleh dominasi fungsi ketiga dari aksara, yaitu segi estetis. Berbeda dengan goresan pena kaidah baku (kaligrafi murni), maka dalam lukisan kaligrafi, dominasi segi estetis melebihi kebutuhan akan keterbacaan, bahkan ada yang lepas sama sekali dari kaidah dan fungsi huruf sebagai alat komunikasi.
Kaligrafi Islam menunjukkan bantuan yang besar bagi perkembangan seni rupa di dunia. Sir Thomas Arnold dan Alfred Guillaume, dalam buku The Legacy of Islam yang terbit untuk pertama kali pada tahun 1931 (Abay D Subarna, 2007) menjelaskan bahwa kaligrafi pada arsitektur Islam banyak menghipnotis inskripsi pada sejumlah gereja.
2.2 Seniman Kaligrafi Islam
2.2.1 Biodata Seniman
Mustafa Abdulgani, lahir di Bandung pada tanggal 5 Juni 1956 dari keluarga seniman, orang bau tanah Pelukis Batik Pekalongan dan Seniman Musik Tradisional Sunda. Semasa kecil sudah ada talenta melukis, suka menggambar dinding-dinding rumah, sekolah dan toko-toko dengan coretan ekspresi anak. Pada tahun 1976, mulai menekuni melukis dengan mencar ilmu sendiri (otodidak) hanya bermodalkan talenta seni yang ada pada dirinya, diawali dengan melukis lukisan realis dan naturalis.
Tahun 1977 menjadi pelukis jalanan di Alun-Alun Bandung, Setahun kemudian di umurnya yang masih 22 tahun mulai melukis poster film layar lebar sebagai media informasi di bioskop-bioskop kota Bandung, mirip Nusantara, Aneka, Elita dan Majesty (sekarang gedung AACC). Bidang gambar yang digunakan untuk melukis poster film ialah kain dan cat tembok sebagai pewarnanya.
Tahun 1980 mulai melukis lukisan dekoratif, kemudian berubah menjadi lukisan kaligrafi Islam. Mustafa Abdul Gani mulai memasarkan karyanya ke Jakarta sebagai pasar utama, kemudian mulai masuk pasar Bandung di jalan Braga, Pulau Sumatra dan kini karya lukisannya sudah tesebar ke Manca Negara diantaranya Malaysia, Singapura bahkan Amerika Serikat. Kaligrafer asal Bandung ini menentukan rumah tinggalnya sebagai daerah untuk berkarya, Rinjani Serenata Fine Art Gallery Bandung nama dari galeri milik pribadinya, yang berlokasi di Jl. Nyengseret Utara No. 269/198 B RT. 04/02 Bandung.
Dengan ciri khas yang dimilikinya yaitu Kubisme, dan kemampuan mengolah setiap objek disekitarnya kemudian dengan daya imajinasi dan talenta seni yang berpengaruh sanggup menghasilkan lukisan yang sangat indah. Selain itu lukisannya mempunyai tekstur yang diaplikasikan memakai pasir laut, lem, aqua proof, kayu, batu, dan lain sebagainya sehingga lukisan terlihat semakin nyata, tidak hanya dalam bentuk 2 dimensi tetapi juga 3 dimensi. Alat yang digunakan untuk melukis diantaranya kuas, roll dan palet/pisau. Melukis di bidang kanvas berwarna putih, sementara itu jenis cat yang digunakan ialah cat akrilik dengan banyak sekali macam warna.
2.2.2 Lukisan Kaligrafi Islam Karya Mustafa Abdul Gani
2.3 Definisi Fotografi
Foto seringkali menjadi semacam “monumen” kenangan bagi. Tempat mengabadikan banyak sekali tragedi penting dan pemandangan - pemandangan yang berkesan (Bayu Tapa Brata, 2007). Berbicara mengenai foto, tak akan lepas dari kegiatan memotret. Sementara memotret ialah satu langkah kerja dalam bidang fotografi. Fotografi sendiri ialah suatu bentuk seni rupa dengan asas dasarnya yaitu melukis. Berbeda dengan lukisan biasa, komponen utama yang digunakan dalam fotografi ialah cahaya.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian fotografi ialah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Secara sederhana fotografi sanggup diartikan “melukis dengan cahaya”. Tentunya hal tersebut berasal dari kata fotografi itu sendiri, yaitu berasal dari bahasa Yunani, photos (cahaya) dan graphos (tulisan). Dalam pengertian lain,fotografi ialah proses pembuatan lukisan dengan memakai komponen cahaya. Maka fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar yang disebut foto dari suatu obyek dengan merekam gambaran pantulan cahaya (atau sumber cahaya itu sendiri) yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat untuk menangkap cahaya ini ialah kamera.
Melihat pengertian tersebut terlihat ada persamaan antara fotografi dan karya seni lukis atau menggambar. Perbedaannya terletak pada media yang digunakannya. Bila dalam seni lukis yang digunakan menggambar dengan memakai media warna (cat), kuas dan kanvas. Sedangkan dalam fotografi memakai cahaya yang dihasilkan melalui kamera. Tanpa adanya cahaya yang masuk dan terekam di dalam kamera, sebuah karya seni fotografi tidak akan tercipta.
Selain itu, adanya film yang terletak di dalam kamera menjadi media penyimpanan cahaya tersebut. Film yang berfungsi untuk merekam gambar terdiri dari lapisan tipis. Lapisan itu mengandung emulsi peka di atas dasar yang fleksibel dan transparan. Emulsi mengandung zat perak halide, yaitu suatu senyawa kimia yang peka cahaya yang menjadi gelap jika terekspos oleh cahaya. Ketika film secara selektif terkena cahaya yang cukup maka sebuah gambar tersembuyi akan terbentuk. Tentunya gambar tersebut akan terlihat jika film yang telah digulung ke dalam selongsongnya kemudian di basuh dengan proses khusus (Bayu Tapa Brata, 2007).
Aktivitas berkreasi dengan cahaya tersebut tentunya sangat bekerjasama dengan pelakunya (subjek) dan objek yang akan direkam. Setiap pemotret mempunyai cara pandang yang berbeda wacana kondisi cuaca, pemandangan alam, tumbuhan, kehidupan binatang serta kegiatan insan dikala melihatnya di balik lensa kamera. Cara memandang atau persepsi inilah yang kemudian direfleksikan lewat bidikan kamera. Hasilnya sebuah karya foto yang merupakan hasil wangsit atau konsep dari si pembuat foto.
2.4 Esai Foto
Esai foto ialah serangkaian foto-foto yang menggambarkan banyak sekali aspek dari suatu problem yang dikupas secara mendalam dan diartikan sebagai rangkaian dari dongeng atau faktual yang digambarkan melalui foto secara berurutan atau bercerita (Iskandar, 2007). Yang membedakan esai goresan pena dari esai foto ialah media penyampainnya. Apabila dalam esai foto terdapat tulisan, kehadirannya sebagai embel-embel yang membingkai tema serta sebagai keterangan mengenai hal –hal yang tidak terungkap secara mendetail dalam foto.
Esai foto dilakukan untuk menggambarkan runtutan tragedi yang terjadi atau dengan kata lain memindahkan sebuah tragedi kedalam ruang dua dimensi dalam bentuk foto, dengan tidak melepaskan unsur ruang dan waktu.
2.5 Fotografi dalam Aspek Komunikasi
2.5.1 Konsep Komunikasi Visual
Foto selalu menarik untuk dilihat atau diamati. Selain lebih gampang diingat dibandingkan tulisan, sebuah foto mempunyai nilai dokumentasi yang tinggi alasannya ialah bisa merekam sesuatu yang mustahil terulang kembali, mirip wacana dongeng pribadi, keluarga, keindahan alam, atau tragedi seni budaya. Melalui foto juga, seseorang sanggup terpikat pada suatu objek, produk, olahraga, makanan, minuman, hingga hasil industri. Oleh alasannya ialah itu lahirlah ungkapan “foto bisa berbicara lebih dari seribu kata”.
Berdasarkan penjabaran yang dibentuk oleh Thomas Murno, fotografi sanggup dimasukkan sebagai cabang seni rupa (visual art), seni yang hanya bisa dirasakan melalui indera penglihatan maanusia. Dengan kata lain, fotografi merupakan bab kegiatan penyampaian pesan secara visual dari pengalaman yang dimiliki/ fotografer kepada orang lain dengan tujuan orang lain mengikuti jalan pikirannya. Agar tercapai proses penyampaian pesan ini maka harus melalui beberpa persyaratan komunikasi yang baik, yaitu dengan konsep AIDA yang meliputi:
1. Attention (menimbulkan perhatian)
Sebuah karya foto pertama-tama harus bisa mendapat perhatian orang untuk melihatnya. Tanpa proses ini, sebuah pesan dari karya foto maupun karya seni lainnya akan berhenti disitu saja.
2. Interest (menimbulkan ketertarikan)
Kemudian sehabis bisa mendapat perhatian orang maka karya foto harus bisa menyebabkan ketertarikan terhadap pesan yang akan disampaikan.
3. Desire (menimbulkan keinginan/hasrat)
Setelah orang tertarik pada karya foto yang dibuat, maka dari situ proses tetap berlangsung dengan timbulnya harapan untuk mengetahui lebih jauh pesan yang disampaikan.
4. Action (menimbulkan tindakan)
Proses terakhir ialah dengan timbunya tindakan mirip yang diharapkan oleh seniman/ fotografer sesuai pesan yang disampaikannya.
Tujuan berkomunikasi melalui fotografi ialah untuk membuat gambar yang mempunyai bahasa visual, yaitu yang sanggup mengutarakan maksud, pesan dan gagasan yang terbagi dalam enam bab yaitu :
1. Bahasa Penampilan (Performance Language)
- Bahasa ekspresi muka
- Bahasa isyaratBahasa penciuman
- Bahasa pendengaran
- Bahasa tindakan yang terbagi dalam faktual dan tidak nyata
2. Bahasa Komposisi (Compotion Language)
- Bahasa warna
- Bahasa tekstur
- Bahasa garis
- Bahasa cahaya
- Bahasa bentuk
- Bahasa tata letak
3. Bahasa Gerak (Motion Language)
- Panning
- Zooming
- Exposure time
- dMultiple Exposure
4. Bahasa Konteks (Contextual Language)
5. Bahasa Obyek (Object Language)
6. Bahasa Tanda (Sign Language)
2.5.2 Konsep Fotografi
2.5.2.1 Metode EDFAT
Selain memakai konsep AIDA, dalam pembuatan karya esai foto juga memakai metode EDFAT supaya sanggup membantu fotografer dalam menuntaskan karya tersebut. Metode EDFAT (Entire, Detail, Frame, Angel, Time) yang dierkenalkan oleh “Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University”, merupakan konsep pengembangan fotografi pribadi.
EDFAT ialah suatu metode pemotretan untuk melatih optis melihat sesuatu dengan detil dan tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode itu ialah suatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas tragedi yang bernilai. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1. Entire (E)
Tahapan yang dikenalkan juga sebagai ‘established shot’, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu tragedi atau bentuk penugasan lain, untuk mengintai bagian-bagian lain untuk dipilih sebagai objek pemotretan.
2. Detail (D)
Suatu pilihan atas bab tetentu dan keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Dalam tahap ini dilakukan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling sempurna sebagai point of interest-nya.
3. Frame (F)
Tahap dimana kita membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengatur seorang fotografer mengenal arti sebuah komposisi, pola, tekstur dan bentuk obyek pemotretan secara akurat. Dalam fase ini rasa artistic seorang fotografer semakin penting.
4. Angel (A)
Tahap dimana sudut pandang menjadi mayoritas sebagai pilihan untuk posisi dalam mengambil gambar. Kreatifitas dalam melihat sudut yang menarik berperan dalam hal ini. Pada tahapan ini seorang fotografer menjadi penting untuk mengkonsepsikan visual apa yang diinginkannya.
5. Time (T)
Tahapan penentuan dengan kombinasi yang sempurna anatara diafragma dan kecepatan (shutter speed) atas ke-empat tingkatan tahapan yang telah disampaikan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas harapan pembekuan gerak atau menentukan ketajaman ruang ialah satu syarat dasar yang sangat diperlukan.
2.5.2.2 Ukuran
Ukuran foto yang akan diaplikasikan dalam sebuah karya yang akan dipamerkan berukuran 12RP (30 cm x 45 cm). Ukuran tersebut merupakan ukuran standar sebuah karya pada pameran.
2.5.2.3 Komposisi
Komposisi dalam bidang seni rupa dan fotografi sanggup diartikan sebagai cara penempatan objek dalam bidang gambar dengan memanfaatkan faktor-faktor komposisi, sedemikian rupa sehingga sanggup benar-benar menjadi titik sentra perhatian (focus of interest) bagi orang yang melihatnya.
1. Horizontal dan Vertikal
Orientasi komposisi horizontal akan menunjukkan nuansa ketenangan (rileks), harmoni,3 keteraturan, kestabilan, dan kedamaian. Sedangkan, orientasi komposisi vertikal akan menunjukkan aura ketegaran, kokoh, keagungan, kekuatan (energi) dan agresivitas.
2. Golden Ratio (The Rule of Third)
The Rule of Third atau hukum sepertiga ialah komposisi klasik yang didapatkan dengan membagi bidang gambar dalam tiga bab yang sama besar dan proporsional, horizontal dan vertical. Dengan menarik garis-garis khayal di atas bidang gambar tersebut, akan diperoleh empat titik perpotongan di mana di salah satu titik tersebut objek yang menjadi sentra perhatian harus di tempatkan.
3. Golden Section
Komposisi ini tercipta dengan menarik garis diagonal, menghubungkan dua sudut bidang foto yang saling berhadapan. Selanjutnya, ditarik garis tegak lurus terhadap garis diagonal, berawal dari titik sudut yang lain sehingga mendapat tiga segitiga siku-siku yang saling berhimpit. Titik pertemuan itulah yang menjadi posisi ideal untuk menempatkan objek foto.
4. Komposisi Statis dan Dinamis
Komposisi statis dan dinamis tidak ada kaitannya dengan objek foto yang bergerak atau diam. Suatu kompisisi dikatakan (atau terlihat) statis bila penempatan objek fotonya berada di tengah-tengah bidang gambar, sementara bila objek fotonya tidak ditempatkan secara simetris, akan menunjukkan kesan yang lebih dinamis dan hidup.
SUMBER;