Pengertian Loyalitas Berdasarkan Ahli
Saturday, July 13, 2019
Edit
PENGERTIAN LOYALITAS
- Loyalitas didefinisikan Oliver ( dalam Taylor, Celuch, dan Goodwin,1999:218) sebagai kesepakatan yang tinggi untuk membeli kembali suatu produk atau jasa yang disukai di masa mendatang, disamping efek situasi dan perjuangan pemasar dalam merubah perilaku. Dengan kata lain konsumen akan setia untuk melaksanakan pembelian ulang secara terus-menerus.
- Lebih dalam lagi Gramer dan Brown (dalam Utomo 2006:27) menyampaikan definisi mengenai Loyalitas (loyalitas jasa), yaitu derajat sejauh mana seorang konsumen memperlihatkan sikap pembelian berulang dari suatu penyedia jasa, mempunyai suatu desposisi atau kecenderungan sikap faktual terhadap penyedia jasa, dan hanya mempertimbangkan untuk menggunakan penyedia jasa ini pada dikala muncul kebutuhan untuk menggunakan jasa ini. Dari definisi yang disampaikan Gramer dan Brown, konsumen yang loyal tidak hanya seorang pembeli yang melaksanakan pembelian berulang, tetapi juga mempertahankan sikap faktual terhadap penyedia jasa.
WINNING THE CUSTOMER LOYALTY
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai bagaimana kita bisa memenangkan loyalitas konsumen, terlebih dahulu tida mengetahui alasan apa saja yang menciptakan konsumen tidak membeli suatu produk. Hal ini cukup penting lantaran sebagai landasar seorang pemasar untuk sanggup menciptakan konsumen percaya akan produk kita dan mencoba untuk membeli bahkan membeli secara berulang-ulang produk kita. Raphel dkk (2007) menjelaskan bahwa ada 5 alasan mengapa konsumen tidak membeli, yaitu:
1. Tidak ada kebutuhan
Sering kali ketika seorang pemasar mencoba memperlihatkan kepada konsumen suatu produk, tanggapan yang pemasar terima ialah bahwa konsumen tidak membutuhkan produk yang dijual. Misalnya, ada seorang sales menjual pemanggang roti. Strtegi yang dilakukan ialah door to door, memperlihatkan dari satu rumah ke rumah lainnya (direct sales). Suatu saat, ia berkunjung ke rumah bapak X. Setelah dipersilahkan masuk, sales tersebut mempresentasikan produk pemanggang roti tersebut. Namun hasilnya ialah nol besar, lantaran bapak X tidak membutuhkan pemanggang roti. Dia menyampaikan jikalau lebih baik membeli roti bakar di luar dari pada memanggang sendiri.
Kalau sudah begitu apa yang harus dilakukan oleh pemasar yang baik? Tidak lain ialah mengakibatkan sebuah kebutuhan dari diri konsumen bahwa ia membutuhkan pemanggang roti. Caranya ialah pertama-tama membuka wawasan gres kepada konsumen jikalau bergotong-royong ia sangat membutuhkan pemanggang roti.
2. Tidak ada uang
Pernahkan kita sebagai pemasar mendengar keluhan pelanggan potensial kita, “sebenarnya saya bahagia akan produk atau layanan anda, tetapi dikala ini saya tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayarnya.” Sebagai pemasar, kita harus jeli menciptakan seni administrasi yang efektif, semoga pelanggan potensial kita bisa tetap membeli produk kita.
Bayangkan saja bila seorang harus membayar kendaraan beroda empat Avanza yang seharga Rp. 126.000.000,- secara cash. Memang bagi orang kaya, sangat gampang membayar dengan harga tersebut. Namun bagi pegawai negeri, pastilah kesulitan. Oleh lantaran itu, untuk mengatasi ketidakmampuan dalam membayar secara langsung, yaitu dengan menggunakan cara mengkredit. Artinya, orang akan dimotivasi untuk bisa membayar kendaraan beroda empat Avansa tersebut dengan cara mencicil. Strategi ini akan memudahkan orang yang tidak mempunyai uang berlebih semoga sanggup membeli kendaraan beroda empat Avanza.
3. Tidak ada keperluan yang mendesak
SAlah satu seni administrasi yang bisa digunakan untuk mengatasi problem ini ialah menggunakan konsep “limited edition”. Biasanya label limited edition merupakan sesuatu yang bisa menjadikan kita pada level prestisius. Misalnya, kendaraan beroda empat jaguar tipe X (limited edition), hanya diproduksi 10 buah di dunia ini. Orang yang bisa membeli akan merasa dirinya hebat. Strategi ini bisa digunakan untuk mengatasi problem tidak ada keperluan yang mendesak.
Selain seni administrasi diatas, kita bisa menggunakan seni administrasi menciptakan konsumen menjadi sangat membutuhkan produk tersebut atau menciptakan konsumen bila tidak menggunakan sebuah produk maka akan menemui masalah. Misalnya saja produk autan. Ketika banyak orang yang terkena sakit demam berdarah, autan mengiklankan bahwa produk autan merupakan produk anti nyamuk penyebar sakit demam berdarah.
4. Tidak ada keinginan
Sebagai pemasar kita berusaha memunculkan impian yang pada mula tidak ada di benak konsumen dengan cara menyampaikan basic need yang dibutuhkan oleh konsumen. Kita bisa melihat dari teori yang dikemukakan oleh Maslow mengenai hierarki kebutuhan. Kebutuhan apa yang paling dibutuhkan oleh konsumen, itulah yang harus kita kejar dan berikan kepada konsumen.
5. Tidak ada kepercayaanngeluarkan banyak uang.
Hal yang paling sulit dilakukan ialah bagaimana seorang pemasar bisa merubah kepercayaan yang telah hilang di benak konsumen. Misalnya, ibarat Ajinomoto yang mengandung zat yang membahayakan kesehatan, atau tidak halal dikonsumsi. Maka yang harus dilakukan oleh ajinomoto ialah membangun kepercayaan konsumen yang telah hilang. Caranya ialah ia menarik semua produknya dan mengeluarkan produk gres yang tidak mengandung zat yang tidak diperbolehkan. Lalu membangun kembali imagenya dengan melaksanakan edukasi secara besar-besaran mengenai bahwa produk ajinomoto halal untuk dipergunakan. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahwa sekali konsumen dikecewakan maka konsumen tidak percaya lagi, mungkin bisa selamanya.
Setelah kita mengetahui mengapa konsumen tidak membeli produk kita, maka yang bisa kita lakukan ialah menciptakan formula khusus semoga konsumen mau membeli produk kita. Ada konsumen yang tetap tidak membeli, atau membeli sesekali atau pula ia sangat loyal terhadap produk kita. Namun yang menjadi problem fundamental lagi ialah ketika konsumen sudah loyal, entah dalam intensitas loyal yang tinggi ataupun renda (membeli hanya sesekali), ialah pelanggan kita pergi atau tidak membeli produk kita kembali. Riset menyampaikan bahwa:
- 14% pelanggan pergi lantaran keluhan yang tidak ditangani.
- 9% pelanggan pergi dan menjadi pelanggan pesaing kita.
- 9% pindah keluar kota.
- 68% menyampaikan mereka pergi untuk alasan tidak special.
Dengan kata lain, hampir 79% pelanggan pergi lantaran “alasan yang tidak special”. Alasannya ialah lantaran banyak perusahaan mencoba mencari pelanggan baru, tetapi tidak memfokuskan pelayanannya kepada pelanggan lamanya. Makara semakin usang kita mempertahankan pelanggan kita, semakin banyak uang yang bisa kita raih.
Saya beropini bahwa ada 3 syarat utama supaya kita bisa membangun loyalitas konsumen. Syarat tersebut antara lain:
1. Awareness
Ada pepatah menyampaikan bahwa “tak mengenal maka tak sayang” sangat cocok bila dianalogikan pada pengenalan konsumen terhadap produk. Konsumen tidak akan (sangat jarang) mencoba mengkonsumsi suatu produk yang sama sekali tidak dikenalnya. Paling tidak mereka akan mencoba mencari informasi mengenai produk gres tersebut.
2. Fit with customer nee
Yang harus dilakukan ialah orientasi produk kita hanya konsumen. Apa yang menjadi kebutuhan dasar konsumen terhadap sebuah produk, harus kita kuasai dan kita berikan yang terbaik kepada konsumen.
3. Always more than customer expectation
Konsumen sangat bahagia bila mereka diberikan value yang lebih ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk. Misal, ketika mereka minum kopi di starbucks. Bukan hanya minum kopinya yang menciptakan mereka snang, namun value lain yang telah ditawarkan Starbuck yang melebihi ekspektasi konsumenlah yang menciptakan Starbucks menjadi sangat menarik bagi konsumen. Blackwell, et.al (2007) menjelaskan ada 10 tipe value yang merepresentasikan tujuan atau goal seseorang Kita bisa memperlihatkan satu atau beberapa value dibawah ini, dimana dibutuhkan dengan menyampaikan value yang diinginkan konsumen akan menciptakan konsumen bahagia dan pada risikonya loyal terhadap produk kita.
DAFTAR PUSTAKA
- Blackwell, dkk, 2007, Consumer Behavior: An Asia Pasific Approach,Nelson Australia Pty Limited, Australia
- Taylor, Steven. A., Celuch, Kevin, dan Goodwin Stephen, 2004, The Important of Brand Equity to Customer Loyalty, Journal of Product and Brand Management, Volume 13, Nomor 4, hal. 217-227.
- Utomo, Priyanto Doyo, 2006, Analisis Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Pada Operator Telepon Seluler. Thesis: Universitas Gadjah Mada