Seni Rupa Dari Aspek Cara Wimba
Thursday, July 4, 2019
Edit
Metode Pembelajaran Penelitian dan Penilaian Seni Rupa dari Aspek Cara Wimba
Dimuat dalam Jurnal Ilmiah Seni Rupa, ISI Denpasar no.1 Vol.5 hal.1-11, September 2006 ISSN 1412-9256
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk berbagi wawasan pembelajaran penelitian dan penilian seni rupa dari aspek cara wimba, mengingat penelitian wacana seni khususnya seni rupa sangatlah kompleks untuk itu seni bisa didekati dari banyak sekali disiplin ilmu tergantung perkara penelitiannya, lantaran kompleksitas penelitian wacana seni, sehingga kadang kala sipeneliti mengalami kesulitan untuk memilih pendekatan yang digunakan, jenis penelitian dan jenis pendekatan termasuk cara wimba.
Dengan pembelajaran penelitian ini diharapkan menambah keragaman selama ini memakai metode pendekatan yang umum sebagai mana ilmu lainnya, padahal permasalahan diseni sangat berbeda dengan ilmu lainnya apalagi jikalau meneliti seni-seni tradisional. Dalam goresan pena ini diungkapkan bahasa rupa tradisi yang memakai RWD, alasannya pada gambar tradisi mirip relief candi lebih mengutamakan sekuen terdiri dari sejumlah adegan dan obyek-obyek bergerak dalam ruang, pada gambar lebih bercerita pada gesture. Sedangkan pada kelompok gambar tertentu terdapat gambar paling besar atau digambar di atas. Pada bahasa rupa terdapat istilah-istilah pokok, yakni “isi wimba” ialah bentuk obyek yang digambar dan “tata ungkapan” ialah bagaimana susunan cara wimba tersebut sehingga sanggup bercerita, dan pesan apa yang ditampilkan dari obyek yang digambar ( isi wimba ) dengan mengamati bagaimana cara menggambarnya (cara wimba). Pada bahasa rupa lebih gampang digunakan, sekaligus mengungkap juga makna simbol didalamnya, alasannya pada gambar dan karya tradisi biasanya terdapat beban simbolis yang menyertainya.
Kata Kunci : Pembelajaran Penelitian Seni dengan Cara Wimba
Pendahuluan
Metode untuk Penelitian dan evaluasi wacana seni rupa, sebetulnya bisa dikaji dari banyak aspek, mengingat seni merupakan suatu ilmu yang tergolong ilmu sosial sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat luas, segala kegiatan kehidupan ini secara tidak sadar membutuhkan sentuhan seni, hidup tanpa seni terasa gersang. Para pemerhati seni menciptakan rumusan-rumusan dengan tinjauan yang berbeda-beda diantaranya Tolstoy (dalam The Liang Gie, 1976, 60) yang menyebutkan bahwa seni ialah suatu kegiatan insan yang secara sadar dengan perantaraan gejala lahiriah tertentu memberikan pesan-pesan yang telah dihayatinya kepada orang lain sehingga mereka kejangkitan perasaan-perasaan ini dan juga mengalaminya, ada sumber lain menyebutkan bahwa pengertian seni sanggup dilihat dari beberapa tinjauan yaitu teori bentuk biasa disebut formalis yaitu seni itu mempunyai bentuk yang bermakna ( significant form) yang berhadapan dengan perasaan estetis (aesthetic emotion), teori pengungkapan atau ekspresi bertumpu pada ungkapan perasaan insan (art is an expression of human feeling), teori metafisika bertumpu pada realita idiil yang paling tepat dan abadi.Seni ialah imitasi atau realita tiruan dari yang ilahi itu sehingga keindahan seni merupakan keindahan semu , teori psikologis seni ialah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar, dan teori kontekstual ialah seni ialah pembawa pesan yang terselubung sesuai konteks. sudah banyak dilakukan baik itu perorangan maupun kelompok, baik diperguruan tinggi maupun lembaga-lembaga terkait dengan seni budaya. Namun bahasan mengenai seni rupa ditinjau dari bahasa rupa masih sangat sedikit, alasannya penelitian seni rupa kebanyakan dititik beratkan pada aspek estetis dan simbolis. Padahal seni rupa pada awalnya sebagai media komonikasi antara pencipta seni rupa dengan masyarakat sudah berlangsung ber abad-abad dari zaman prasejarah hingga zaman modern, dengan ditemukan peninggalan-peninggalan berupa gambar/lukisan pada dinding gua. Ini memperkuat dugaan bahwa bahasa rupa merupakan salah satu bahasa tertua sehabis bahasa sentuhan dan lisan, (Primadi : 1991: 41). Bahasa rupa, dalam perkembangannya semakin terdesak oleh bahasa tulis, alasannya bahasa tulis paling banyak digunakan dan paling populer, terlebih lagi sehabis ditemukan mesin cetak yang sanggup mencetak huruf, dan diadakan penelitian terhadap bahasa tulis hampir di seluruh penjuru dunia, sehingga muncul banyak sekali ilmu bahasa kata,seperti ilmu phonologi,, sintaksis, etimologi, dan lain sebagainya. Di temukan mesin cetak tersebut, memudahkan mencetak kata-kata, sehingga bahasa tulis sangat secara umum dikuasai dalam media komonikasi, se olah-olah bahasa rupa dikesampingkan,hanya sebagai media pelengkapnya saja. Tapi kenyataan kini mengambarkan bahwa ba hasa rupa tetap penting dan selalu dibutuhkan,bahkan maju dan berkembang pesat sebagai media dalam bidang pendidikan, hiburan, periklanan dan banyak sekali bidang lainnya. Bahasa rupa yang berkembang dan dikenal oleh bangsa Indonesia kini kebanyakan bukan bahasa rupa orisinil Indonesia,tetapi kebanyakan bahasa rupa dari Barat (Primadi, 1991 :3), padahal bangsa Indonesia semenjak zaman dahulu telah mempunyai jenis bahasa rupa yang khas dan tersendiri, yang telah dipergunakan dalam seni rupa tradisi, secara turun temurun.
Berdasarkan kenyataan yang ada, bahwa kita bangsa Indonesia sudah dari dahulu sebetulnya mempunyai suatu metodelogi/ cara pengkajian bahasa rupa tradisional yang bisa diterapkan pada bahasa rupa modern, selama ini kita tercemar oleh menstriem barat yang se olah-olah paling benar, segala sesuatu yang dari luar dianggap paling baik. Tentu dalam hal ini kita tidak bisa mencari salah atau benar, masuk budi atau tidak itu ialah hak setiap orang untuk menilainya, namun kita sebagai generasi penerus dari kini harus waspada dan mencar ilmu menghargai kekayaan tradisi yang kita miliki tentu di negara lain tidak memilikinya, jikalau tidak kita siapa lagi ? Tentunya dibutuhkan sosialisasi penggunaan bahasa rupa tradisional sebagai contoh untuk penelitian-penelitian, yang digunakan untuk skripsi, tesis, desertasi bagi mahasiswa juga untuk peneliti-peneliti lain.
Di ITB Bandung, dalam pembuatan skripsi, tesis bahkan desertasi para mahasiswa sudah tidak absurd lagi memakai metode ini. Membaca bahasarupa gambar tradisi membutuhkan “ ilmu bahasarupa” antara lain :”tataungkapan” (gramar) sebagai pandanan tata bahasa pada bahasa kata.Karena di literature “barat” belum ditemukan “ilmu bahasa rupa” ini, maka sejumlah penelitian muncul di Indonesia semenjak 1982. Dimulai dengan penelitian Primadi (ITB-1982). ‘Bahasarupa Wayang Beber Jaka Kembang Kuning’ kemudian diperdalam menjadi desertasi doktornya Primadi (ITB 1991) yang merupakan studi perbandingan bahasarupa gambar semenjak prasejarah hingga masa kini. Temuan bahasarupa tersebut di ITB Bandung terus dikembangkan dan bahkan tahun 1997 hingga kini dalam penelitian Internasional (Prancis-Indonesia).
Dalam penerapan aspek cara wimba sebagai metode pembelajaran penelitian seni sebetulnya sangat perlu secara terus menerus disosialisasikan, mengingat belum banyak yang memahami, selama ini para peneliti-peneliti seni hanya memakai metode secara universal yang biasa digunakan peneliti untuk ilmu di luar seni. Kedepan sepantasnya seni punya metode khusus untuk membedah suatu problem dari beling mata seni, persoalan-persoalan yang dialami oleh peneliti-peneliti seni salah satunya ialah penggunaan metode yang sesuai dengan kebutuhan. Pengetahuan Tentang Penelitian Seni dalam goresan pena ini akan dikenalkan sebagian kecil bahasa rupa di tinjau dari aspek cara Wimba
Bahasa Rupa Sebagai Komonikasi
Dalam benak kita tentu sudah terngiang suatu kalimat yang tidak absurd lagi yaitu mengenai bahasa dan rupa, dengan bahasa setiap mahluk hidup bisa berkomonikasi tentu dengan cara dan kebiasaan masing-masing. sedangkan rupa terkait dengan wujud kasatmata (visual). Dalam wilayah seni rupa, divisualisasikan kebentuk fisik (objek) nyata, beda dengan bahasa kata , tiap suku bangsa mempunyai kata yang berbeda untuk menyebut objek, tiap suku bangsa mempunyai kata yang berbeda untuk menyebut objek yang sama. Pada bahasa rupa, objek yang sama,walaupun digambar oleh suku bangsa yang berbeda, tapi gambarnya tetap bisa dikenali. Oleh alasannya itu yang menarik bukan apa yang digambar (isi wimba), tapi cara menggambarnya yang sanggup dibagi jadi tiga : cara wimba, tata ungkapan dalam dan tata ungkapan luar.
Berbagai cara untuk menggambarkan objek di suatu adegan/sekuen disebut tata ungkapan dalam. Pada gambar berseri (relief dongeng misalnya),maka cara membedakan cara wimba dan tata ungkapan dalam antara gambar yang satu dengan yang berikut hingga urutan gambar tersebut bisa bercerita, disebut tata ungkapan luar, (Primadi, 1998: , disamping unsur rupa sebagai wujud nyata, juga perlu diperhatikan nilai-nilai estetis atau keindahannya Karya seni rupa sanggup dipandang sebagai salah satu unsur budaya yang penting, khususnya yang bisa mengetengahkan nilai-nilai estetis atau keindahan, bahkan merupakan sumbangan pandangan gres seni kepada masyarakat luas. Sebagai anggota masyarakat yang beradab, maka diluar lingkup seni, insan telah mempunyai nilai-nilai etis, kesusilaan, sebagai pelajaran dari ilmu pengetahuan,falsafah, budi pekerti, adat istiadat, dan agama. Maka dengan tambahan kemampuan mendalami karya seni, akan bertambah pula dimensi artistik yang membahagiakan.Kejiwaan artistik, singkatnya ialah kemampuan mengamati dengan kepekaan rasa dan pikir, mencerna eksistensi karya seni dalam segala katagori: baik seni primitif, klasik maupun modern, baik yang bersifat murni maupun applied/terapan.
Kesemuanya itu masing-masing mengungkapkan ekspresi kejiwaan dan filosofis dalam tata estetik : irama,harmoni,dan dinamika dalam komposisi, Kejiwaan artistik ini pula yang akan bisa membantu insan menata lingkungan hidup secara serasi dan harmonis., (Kusnadi, 1991 : 11). Konsep saling menghormati antara satu dengan yang lain di Bali disebut “tatwam masi” Kamu ialah aku, saya ialah kamu.Dalam penelitian seni bisa digunakan banyak sekali multi ilmu dan disiplin ilmu untuk melengkapinya, maka dari itu dibutuhkan komonikasi antar disiplin dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. Komonikasi sangat penting dan perlu dalam beberapa hal Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah suatu : (
- Proses mencar ilmu yang meliputi aspek kognitif dan efektif (aspek berfikir dan aspek merasa)
- proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komonikasi), dan
- mekanisme pembiasaan diri mirip sosialisasi, permaianan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya, (Rakhmat, 1998 : 10 )
Bahasa Rupa dan Bahasa Kata
Bahasa Rupa dan Bahasa Kata, Literatur mengenai bahasa rupa masih sangat jarang,oleh lantaran itu penulis merasa kesulitan mencarinya. Ada sejumlah sumber berupa buku, thesis,dan makalah yang ditulis Primadi Tabrani
Bahasa rupa tidak universal alasannya terikat oleh ruang dan waktu, sehingga tiap tempat dalam waktu dan tempat yang relatif berbeda mempunyai jenis bahasa rupa yang relatif berbeda pula, mengacu pada pendapat demikian maka sanggup dimungkinkan bahwa tiap tempat dan tiap kurun waktu tertentu mempunyai jenis bahasa rupa tersendiri. Hal demikian sanggup dimungkinkan pula bahwa bahasa rupa itu bergerak seiring bergeraknya waktu yang selalu bergulir. Sehingga bahasa rupa selalu bergulir, sehingga bahasa rupa selalu berkembang dari waktu kewaktu berikutnya.
Di dalam bahasa kata ada kata dan tata bahasa, padanan dalam bahasa rupa ialah imaji dan tata. ungkapan, lantaran imaji mengungkapkan makna yang luas maka dipilihlah istilah wimba untuk imaji dalam bahasa rupa (Primadi, 2000 :3). Wimba dalam bahasa rupa sanggup dibedakan menjadi 2, yaitu isi wimba dan cara wimba, sedangkan tata ungkapan juga dibedakan menjadi 2, yaitu tata ungkapan dalam dan tata ungkapan luar.
Isi Wimba ialah obyek yang digambar. Gambar kuda menggambarkan obyek kuda, maka isi wimbanya ialah kuda. Cara wimba ialah cara obyek itu digambar, bisa secara ekspresif, statis, dekoratif, naturalis, dan sebagainya. Cara menyusun banyak sekali wimba dan cara wimbanya supaya gambar tunggal sanggup bercerita disebut tata ungkapan dalam. Misalkan burung garuda berada tinggi diangkasa tetapi digambar dalam ukuran besar, maksudnya sebagai ungkapan bahwa burung itu sangat penting dalam gambar tersebut. Pada gambar seri, contohnya relief, komik, film, yang merupakan rangkaian gambar tunggal, cara membedakan tata ungkapan dalam pada gambar tunggal yang satu dengan yang berikutnya hingga rangkaian gambar tersebut bisa bercerita disebut tata ungkapan luar. Misalkan suatu gambar obyek tertentu berada di dalam ruangan, sehabis pindah dalam gambar berikutnya obyek tersebut berada di luar ruangan , ini sebagai tanda adanya tata ungkapan luar menyatakan alih waktu dan ruang (Primadi, 2000 :3).
Seni Rupa dan Bahasa Rupa
Seorang seniman biasanya dalam berkarya seni rupa selalu yang kasat mata. Semua karya seni rupa yang kasat mata sebagai media komonikasi antara seniman dengan masyarakat.
Aspek estetis dan simbolis tidak sering disebut bahasa rupa estetis dan simbolis tidak sering disebut bahasa rupa estetis atau bahasa rupa simbolis tetapi sering disebut kaidah estetis dan makna simbolis, sedangkan aspek bercerita (story telling) lebih tepat disebut sebagai bahasa rupa yang bercerita. Titik berat gambar limas representatif pada bahasa rupa, sedangkan simbolis,dan estetis hanya sekedarnya saja
Sejumlah Contoh Jenis Bahasa Rupa : Bahasa rupa pendahulu contohnya yaitu gambar-gambar prasejarah, primitif, dan gambar anak-anak. Gambar prasejarah terutama di gua-gua cadas, yang biasanya berbentuk dwimatra bersifat statis (diam pada tempatnya) maka disebut jenis bahasa rupa dwimatra statis pendahulu.
Gambar primitif yang biasanya pada benda-benda peralatan sehari-hari, benda-benda media upacara, dan hiasanya pada benda-benda peralatan sehari-hari, benda-benda media upacara, dan hiasan rumah berbentuk dwimatra serta statis maka disebut jenis bahasa rupa dwimatra pendahulu.
Gambar belum dewasa berbentuk dwimatra dan biasanya bersifat statis maka sanggup disebut jenis bahasa rupa dwimatra statis pendahulu.
Ketiga contoh jenis bahasa rupa di atas berkecendrungan mempunyai cara wimba dan tata ungkapan yang relatif seragam, maka sanggup dikatakan bersifat universal
Untuk memahami karya seni, perlu diketahui wujud seninya terlebih dahulu, alasannya wujud seni meliputi dua aspek, yakni nilai intrisik seni dan nilai ekstrisik seni, maka segi kreativitas dalam seni harus ditinjau dari dua sudut tersebut, meskipun tak mungkin sama sekali memisahkan kedua aspek itu tanpa merusak kesatuan atau keutuhan karya seni
Nilai intrinsic seni dibuat oleh medium atau material seninya. Unsur intrinsik seni rupa terdiri dari semua aspek yang dimiliki oleh materi utamanya, contohnya cat lukis dan bidang gambarnya. Sedangkan landasan yang digunakan ialah niat ekstrinsiknya, yakni gagasan, pikiran dan perasaan seniman. Makara mustahil memisahkan antara aspek intrinsic dari ekstrinsiknya. Tetapi unsur ekstrinsik dalam seni (gagasan dan perasaan) hanya sanggup ditangkap oleh oleh orang lain melalui perwujudan intrinsiknya. Penyampaian gagasan yang berupa unsur ekstrinsik seni diungkapkan dengan medium tertentu. Gagasan perasaan tersebut, diwujudkan dengan penggambaran bentuk yang mirip pengalaman sehari-hari, (Jakob Soemardjo, 2000 : 84)
Bahasa Rupa Tradisional
Bahasa rupa tradisional contohnya wayang batu, wayang lontar, wayang beber dan wayang kulit. Wayang watu biasanya berupa relief yang terdapat pada bangunan candi. Relief berbentuk dwimatra,bersifat statis, maka disebut jenis bahasa rupa dwimatra statis tradisional.
Bahasa rupa wayang beber, berupa gambar wayang dalam lembaran kulit atau kertas yang berbentuk dwimatra dan bersifat statis, maka disebut jenis bahasa rupa dwimatra statis tradisional. Selain dalam lembaran kertas atau kulit wayang juga ada yang digambarkan dalam media daun lontar, jenis gambar ini juga berbentuk dwimatra dan bersifat statis, sehingga disebut jenis bahasa rupa dwimatra statis tradisional
Wayang biasanya digambarkan satu persatu atau kelompok dalam selembar kulit, tetapi kesan kulit sudah hilang lantaran telah berbentuk boneka. Wayang kulit ini sudah bersifat dinamis maka disebut jenis bahasa rupa dinamis tradisional.
Bahasa Rupa Modern
Bahasa rupa modern ialah bahasa rupa yang bersumber dari barat. Jenis bahasa rupa ini biasanya berupa lukisan Barat, foto, slide, film layar lebar, tv, vidio.Jenis tersebut berbentuk dwimatra dan berupa gambar yang tidak bergerak (still picture), maka disebut bahasa rupa dwimatra statis modern. Film, tv, vidio, mempunyai gambar yang bergerak (dinamis) maka disebut jenis bahasa rupa dinamis modern.
Ruang Lingkup dan Pendekatan Dalam Penelitian Seni
Dalam penelitian seni disamping dipunyai alat untuk menganalisis, juga dibutuhkan pendekatan yang relevan dengan penelitian, supaya penelitian bisa kena dengan sasaran. Pendekatan tersebut antara lain bisa didekati dari banyak sekali aspeknya yang sudah cukup dikenal, mirip bahan, teknik, ekpresi, isi, fungsi, presentasi, penerimaan, dan sebagainya.
Dari aspek karya seni misalnya: apakah karya seni itu sesuatu yang baku mirip patung, grafis atau lukisan, atau sesuatu yang ‘relatif’ mirip pada seni pertunjukan. Bagaimana dengan lukisan cahaya/holografi/laser, happening, dan sebagainya, atau sebaliknya suatu karya seni diartikan ‘presentasi’, alasannya bukankah pada patung yang baku, apresiasinya ketika presentasi di suatu bazar tetap relatif pemirsanya. Bagaimana dengan seni yang presentasinnya lebih merupakan “repro” Lukisan cahaya/laser/holografi apakah dibutuhkan sebagai happening yang hanya satu kali, atau pengulangannya dengan dukungan elektro dan komputer juga suatu karya.Sejumlah karya eksperimental dan mixmedia memang merupakan presentasi repro dari “penelitian” di studio atau workshop dengan dukungan iptek
Aspek fungsi juga bisa didekati dari banyak sekali arah:fungsi pribadi,baik dilihat dari kreatornya maupun apresiatornya : fungsi sosial, baik dari kreator maupun masyarakat secara timbal balik; fungsi fisik, sebagai karya yang bisa dibawa, dipajang, dipakai, wadah, hunian dan sebagainya
Dari perkara komonikasi, seni bisa didekati dari limas proses komonikasi yaitu : suatu karya seni bukan sekedar indah,tetapi juga sebentuk komonikasi.
Ada makna, arti, pesan, dan ceritanya. Bukan pula semata ekspresi, namun juga intuisi, dan sedikit atau banyak, lambat atau cepat terlibat pula banyak sekali teori yang telah ada dan muncul teori baru. Tentang segitiga estetika, semiotik, dan bahasa rupa .
Bila dilihat secara makro, maka ada empat bab besar dalam penelitian seni. Bagian ‘sikon’ :zaman ,latar belakang budaya,sejarah, sosial,dan sebagainya. Bagian pendekatan :filosofis, ilmiah, populer, dan sebagainya. Bagian tahap-tahap proses kreasi: semenjak pandangan gres hingga jadi karya dan presentasi. Bagian ungkapan seni: banyak sekali mazab,aliran, periode, dan sebagainya.
Bila dikumpulkan telah ada sejumlah pendekatan ilmiah dari banyak sekali disiplin ilmu lain yang ‘dipinjam’ dalam penelitian seni : deskriptif/ sejarah/perbandingan/sosiologi/ eksperimen/ psikologis/antropologis/ semiotik/ informatik.
Secara garis besar ada dua metode penelitian: kuantitatif, bila penafsiran data dilakukan secara matematis/ statistik : dan metode kualitatif, bila penafsiran data dilakukan dengan penalaran. (Primadi, 1991 : 75).
Wimba Cara Suatu Metode Penelitian Seni
Wimba yaitu : bentuk konkrit dari imaji, yang sanggup dilihat dan diraba,yang tidak kasat mata, Cara wimba adalah : bagaimana wimba-wimba itu digambarkan, Isi Wimba ialah merupakan obyek yang digambarkan
Isi wimba merupakan suatu obyek yang dicandera (suatu obyek yang digambar/ didiskripsikan) contohnya pohon,gunung, rumah, (suatu obyek yang kongkrit) ataupun hasil khayalan manusia. Misalnya gambar burung unta,berarti obyek yang digambarkan ialah burung unta, atau isi wimbanya ialah burung unta.
Cara Wimba ialah bagaimana cara obyek atau isi wimba itu digambar, sehingga sanggup bercerita. Misalkan gambar seekor burung unta diwujudkan dengan leher dan kepala digambarkan lebih dari satu, sehingga sanggup menceritakan arti bahwa leher dan kepala burung unta tersebut sedang bergerak-gerak
Penutup
Apa yang diuraikan di depan hanya sebagian kecil dan sebagai perkenalan saja, belum dibahas wacana cara dan trik-trik kegunaannya. Walaupun demikian mudah-mudahan ada gambaran. Dalam metode penelitian seni tidak ada yang baku dan belum ditemukan metode yang tepat, pendekatan dalam penelitian seni rupa sangat komplek, sehingga bisa memakai multi disiplin untuk kesempurnaan dan paliditas suatu penelitian. Penggunaan bahasa rupa cara wimba belum popular digunakan dikalangan peneliti, hanya di ITB sudah biasa memanfaatkan metode ini.
Dalam penelitian seni dibutuhkan metode yang khusus, alasannya kenyataan yang ada para pakar-pakar peneliti masih mencocok-cocokan metode yang akan digunakan dalam penelitiannya, memang bisa dilakukan, namun kadang kala akhirnya kurang memuaskan. Seperti contoh jikalau meneliti wacana seni tradisional dimana masyarakatnya masih tradisional, namun dalam penelitiannya memakai pendekatan modern yang berkiblat ke barat apa bisa nyambung ?
Untuk itu kesempatan untuk menelaah kesenian kita masih terbuka lebar, salah satunya bisa dimulai dengan bahasa rupa tradisional, cara wimba, isi wimba dari bahasan bahasa rupa yang lain. Karena cakupan wilayah penelitian bahasa rupa sangatlah komplek, maka sangat dibutuhkan pemikiran pemikiran mengenai metode penelitian sebagai acuan.
DAFTAR PUSTAKA
- Ayatrohaedi, 1985, Kepribadian Budaya Bangsa (Lokal Genius), Pustaka Jaya, Jakarta.
- Baldinger, Wallac S, 1960, The Visual Art, New York : Holt Rinerhart and
- Winston.
- Convarrubias, Migual, 1977, Island Of Bali. kualalumpur, Oxford University Press.
- Fernie, Eric, 1996, Art History, and Ist Methods a Critical Antropology, Phaidon Press, London.
- Hartoko, Dick., 1983, Manusia dan Seni, Kanisius, Yogyakarta.
- Jakob Soemardjo, 2000, Filsafat Seni, ITB, Bandung
- Miles dan Hubermen, dalam Sudarsono, FX, 1992, Analisis dan Pemaknaan Data Penelitian Kualitatif, Materi Penataran
- Metodologi Penelitian, Pusat Penelitian IKIP, Yogyakarta.
- Nasution, 2000, Metode Research, Bumi Aksara
- Soedarsono, Clire Holt, 2000, Melacak Jejak Perkembangan Seni
- Di Indonesia, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
- Sutopo, HB, 1987, Dasar-Dasar Penelitian Kwalitatif, Makalah Informatif untuk dibahas dalam Forum Dosen, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret.
- Tabrani, Primadi, 1993, Bahasa Rupa Wayang Beber Di Tengah
- Bahasa Rupa Dunia, Pameran Seni Rupa Kontemporer
- Dalam Rangka Pekan Wayang Indonesia VI
- .........., 1997 Belajar dari Sejarah dan Lingkungan, ITB, Bandung.
- .........., 1998, Pencarian Identitas : Aspek Komunikatif Bahasa Rupa Komik Indonesia, Makalah Seminar dan Pameran Komik Nasional, Dirjen Kebudayaan, Depdikbud.
- Zuhdi, Darmiyati, 1992, Obyekttivitas, dan Reliabilitas Dalam Penelitian Kualitatif, Pusat Penelitian IKIP Yogyakarta.