Makna Pers
Wednesday, June 12, 2019
Edit
Makna Pers
Pers sering diartikan Surat Kabar (News Paper) atau Majalah (Magazine). Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
· Menurut Weiner, Pers yaitu wartawan cetak, media cetak, publisitas atau peliputan berita.
· Menurut Oemar Seno Adji :
Dalam arti sempit artinya penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita secara tertulis.
Dalam arti luas artinya semua media massa atau mess communications yang memancarkan kiran dan perasaan seseorang baik tertulis maupun lisan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pers berarti:
- Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
- Alat cetak untuk menjepit atau memadatkan
- Surat kabar yang berisi majalah atau surat kabar
- Orang yang bekerja dibidang persurat kabaran
· Menurut UU No. 40 tahun 1999 perihal Pers, Pers yaitu forum sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang mencakup mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan memberikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, bunyi dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan memakai media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Perkembangan Pers di Indonesia
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan hingga masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu Pers Kolonial, Pers Cina dan Pers Nasional.
- Pers Kolonial yaitu pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa colonial/penjajahan. Jurnalistik pers mulai dikenal pada kurun 18, tepatnya pada 1744, ketika sebuah surat kabar berjulukan Bataviasche Nouvelles diterbitkan dengan penggunaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776, di Jakarta juga terbit sebuah surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada isu pelelangan. Saat kurun ke-18 banyak sekali macam surat kabar terbit yang masih dikelola oleh Belanda. Pers colonial mencakup surat kabar, majalah dan Koran bebrbahasa Belanda, kawasan atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonis Belanda.
- Pers Cina yaitu pers yang diusahakan oleh orang-orang cina di Indonesia. Pers cina mencakup Koran-koran, majalah dalam versi bahasa China, indonesoa atau Belanda yang diterbitkan oleh orang-orang keturunan belanda.
- Pers Nasional yaitu persyang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama oleh orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang-orang indoneisa. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak orang Indonesia dimasa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang semenjak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.
Sedankan surat kabar pertama sebagai untuk kaum peribumi dimulai pada tahun 1854 ketika majalah Bianglala diterbitkan yang diusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Waltevreden, dan tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Malajo di Surabaya. Setelah proklamasi kemerdekaan, pers nasional menikmati saat-saat yang membahagiakan alasannya yaitu pada ketika ini pers nasional memperlihatkan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi mereka hanya bagaimana mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan.
A. Pers di awal pertumbuhan
Pada tahun 1615 atas Perintah gurbernur Jendral Jan Pieterzoon Coen diterbitkan Memories der Nouvelles yang ditulis dengan tangan.
- Pada tahun 1688 diterbitkan surat kabar cetak pertama dengan mesin cetak yang didatangkan dari Belanda.
- Pada tanggal 20 Juni 1746 surat kabar pertama ditutup dan pada tahun 1810 muncul kembali Bataviasche Koloniale Courant di Jakarta, Surabaya dan Semarang.
- Pada tahun 1770 terbit surat kabar kedua berjulukan Vendu Nieuws dan pada masa pemerintahan Herman Willems Daendles, dan pada tahun 1809 surat kabar ini diberhentikan.
- Pada tahun 1831 terbit surat kabar swasta pertama, dan sebelum tahun 1856 tidak kurang dari 16 surat kabar terbit di Hidia Belanda.
B. Pers di masa pergerakan dan revolusi
Pada tnggal 25 January 1855, terbit surat kabar Bromartani di Surakarta yang merupakan surat kabar yang pertama memakai bahasa Jawa. Selain itu surat kabar berbahasa Melayu terbit pada tahun 1856 yang diterbitkan di Batavia tahun 1858.
Muncul wadah persatuan wartawan ibarat Indische Joornalisten Bond(1919) dan Kaoem Jurnalsit (1931). Pada masa pendudukan Jepang, pers dikuasai Jepang kecuali beberapa surat kabar peribumi yang dibawah control ketat (Osamu Sairi) No. 16 perihal tubuh pengumuman dan penerangan serta pemilikan pengumuman dan penerangan. Era Jurnalistik Modern pertama ditegakkan oleh RM. Tirto Adhi Soeryo, pemimpin redaksi Soenda Berita, yang ,mendirikan perusahaan pers dan majalah mingguan Medan Prijaji (1910), sebagai surat kabar harian dengan Jurnalis Politik.
Muncul surat kabar Sarotomo yang bermetamorfosis Pewarta Oemoem (Suara Parindra), Penggugah (surat kabar Indische Pertij), Suara Kaoem Boeroeh di Poerworejo (1921) dan Rakyat Bergerak di Yogyakarta (1923). Sensor mulai berlaku, yaitu Persfreidel Ordonantie (1931) dan Haatzaai Antikelen terhadap pers yang anti kolonial. Pada tanggal 8 Juni 1946 muncul Serikat Perusahaan Surat Kabar (Penerbit).
Pada tahun 1957 jumlah surat kabar mencapai 120 buah dengan oplah 1.049.500 ex perhari. Empat surat kabar beroplah tinggi, yaitu Harian Rakyat (Organ PKI), Pedoman (PSI), Suluh Indonesia (PNI), Abadi (Masyumi). Kebebasan pers mulai dibelenggu pemerintah dengan penahawan wartawan hingga penyitaan percetakan. Puncaknya, Kodam V Jakarta Raya memberlakukan ketentuan SIT pada tanggal 1 Oktober 1957.
C. Pers di masa orde baru
Di awal orde gres pers sempat menikmati kebebasannya menurut UU No.11/1966 dan Tap MPRS No.32 tanggal 12 Desember 1966 pasal 4, 5 dan 8. Dipicu insiden Malari di Jakarta (15 Januari 1974), kebebasan pers mulai menerima tekanan. Perumusan konsep pers Pancasila dilakukan tanggal 7 - 8 Desember 1984, munculah istilah pers bebas yang bertanggungjawab. Pers sering dibredel dengan alasan meresahkan masyarakat dan menyinggung sara. Keluar aturan SIUPP berdasar Peraturan Menteri No. 10 tahun 1994. Terbuka peluang modal absurd masuk pers. Pers mulai terjebak aantara idealisme politik dan pragmatisme ekonomi.
D. Pers di masa pasca orde baru
Pasca orde baru, pemerintahan BJ. Habibie mempunyai andil besar terhadap kebebasan pers. Tanggal 20 Mei 1998 merupakan tonggak penting lahirnya reformasi yang ditandai dengan turunnya Soeharto sebagai Presiden. Kebebasan pers di Indonesia ditandai dengan lahirnya UU No.40 tahun 1999. Pers belum bisa menjadi pilar demokrasi, kalangan dewan perwakilan rakyat menilai perlunya meninjau kembali UU No.40 tahun 1999 dengan memasukkan perijinan dan prosedur pengawasan dalam penerbitan pers.
Bab III Funsi dan Peranan Pers di Indonesia
A. Fungis pers di Indonesia
Menurut UU No. 4o tahun 1999 perihal pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers yaitu sebagai berikut:
- Sebagai media informasi alasannya yaitu pers member dan menyediakan informasi perihal pristiwa yang terjadi pada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar alasannya yaitu butuh informasi.
- Fungsi pendidikan alasannya yaitu pers itu sebagai sarana pendidikan massa (massa Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bisa bertambah pengetahuan dan wawasannya.
- Sebagai hiburan alasannya yaitu pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Seperti dongeng pendek, dongeng bersambung, dongeng bergambar, teka-teki silang, pojok atau karikatur.
- Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsure-unsur sebagai berikut:
- Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
- Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat
- Socila support yaitu tunjangan rakyat terhadap pemerintah.
- Sial Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerinta
5. Fungsi ekonomi yaitu pers yaitu suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers sanggup memanfaatkan keadaan disekitarnya sebagi nilai jual sehingga pers sebagai forum sosial sanggup memperoleh laba maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup forum pers itu sendiri.
B. Peranan pers di Indonesia
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 perihal pers, perana pers adal;ah sebagai berikut :
- Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
- Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
- Mengembangkan pendapat umum menurut informasi yang tepat, akurat dan benar.
- Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
- Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 perihal pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi aturan dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum menurut informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, forum pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate) sehabis forum legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu gres sanggup dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah.
Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak biar pers secara optimal sanggup melaksanakan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut sanggup dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.
Bab IV Pers Yang Bebas dan Bertanggung Jawan Sesuai Kode Etik Jurnalistik
A. Bentuk-bentuk aba-aba etik
Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik, wartawan penyiar tunduk pada aba-aba etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama kurun ke-19, semakin banyak surat kabar dan majalah yang menyuarakan reformasi politik dan sosial sebagai metode menarik pembaca. Para wartawan terus bekerja sebagai penjaga mayarakat. Para wartawan yang mencakup perang Vietnam (1959 - 1975) yakin bahwa para pejabat pemerintah tidak memberitahukan kebenaran perihal keterlibatan Amerika Serikat disana. Mereka jadi sangat kuat dalam memutar opini public dari mendukung menjadi penantang perang tersebut.
Adapun bentuk-bentuk aba-aba etik dalam pers yaitu sebagai berikut:
Menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
Menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memperlihatkan identitas kepada sumber informasi
Menghormati asas praduga tidak bersalah, tidak mencampuradukan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu menliti kebenaran informasi serta tidak melaksanakan flagiat
Tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila
Tidak mendapatkan uang suap dan tidak menyalahgunakan profesi
Memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan
B. Kode etik peliputan pemilu
Indoensia belum ada aba-aba etik peliputan pemilu yang disepakati bersama, sehingga setiap menjelang pemilu sejumlah organisasi wartawan sibuk menciptakan rumusan aba-aba etik. Dalam Lokakarya peliputan pemilu 2004 yang diadakan forum pers Dr. Soetomo di Cianjur 21-25 April 2003 muncul aba-aba etik berikut :
Pola dan tujuan pemberitaan pemilu hendaknya direncang untuk membantu masyarakat
Media biar membentuk tim peliputan pemilu sedini mungkin
Media pers mendorong partai-partai politik memakai media massa dalam taktik kampanye
C. Pers yang bebas dan bertanggung jawab
Selama ini banyak orang (terutama kaum awam) yang menduga, mengira atau menganggap (karena tidak tahu) bahwa pers yaitu forum yang bangun sendiri, tidak terkait dengan masyarakat. Dalam anggapan ibarat itu, seorang wartawan atau jurnalis hanyalah seorang buruh yang bekerja di perusahaan pers menurut assignment atau penugasan redaksi. Tak ubahnya seorang tukang yang bekerja sekedar untuk mencari sesuap nasi – tanpa rasa tanggung jawab moral terhadap profesi dan masyarakat. Pastilah ia tidak mengerti hakikat kebebasan pers, atau bahkan mengira bahwa kebebasan pers merupakan “hak kebebasan bagi pers dan wartawan.”Padahal, media pers (cetak, radio, televisi, online – selanjutnya disebut media atau pers) bersama-sama merupakan kepanjangan tangan dari hak-hak sipil publik, masyarakat umum, atau dalam bahasa politik disebut rakyat.
Dalam sebuah negara yang demokratis, di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, publik punya hak kontrol terhadap kekuasaan biar tidak terjadi penyalah gunaan kekuasaan. Hal itu sebagaimana adagium dalam dunia politik yang sangat terkenal, yang diangkat dari kata-kata Lord Acton, sejarawan Inggris (1834 – 1902), “The power tends to corrupt, the absolute power tends to absolute corrupt” (Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang mutlak cenderung korup secara mutlak). Sebagai konsekwensi dari hak kontrol tersebut, segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (publik, rakyat) harus sanggup diakses (diinformasikan, diketahui) secara terbuka dan bebas oleh publik, dalam hal ini pers.
SUMBER;