Pengertian Jurnalistik Dan Pers

PENGERTIAN JURNALISTIK DAN PERS 
Jurnalistik diartikan sebagai acara dalam komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan informasi atau ulasannya mengenai banyak sekali insiden sehar-hari yang bersifat umum dan hangat dalam waktu secepat-cepatnya secara periodik dengan memakai sarana media massa (Kurniawan Junaedi:1991:117). Kegiatan jurnalistik ini mencakup mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan memberikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, bunyi dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan memakai media cetak, media elektronik, dan segala jenis susukan yang tersedia. Mereka yang terlibat dalam proses ini disebut wartawan, jurnalis atau reporter. Adapun istilah pers merujuk kepada kalangan/pihak yang terkait dengan media massa ibarat wartawan, penerbit, dan perusahaan pers. Makara esensi pers ialah forum sosial dan ekonomi yang melaksanakan acara jurnalistik untuk melaksanakan kiprah dan fungsi pers ibarat yang diamanatkan dalam UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini ibarat terpaparkan dalam gambar berikut: 
Selain sebagai forum ekonomi, pers ialah forum sosial yang dituntut untuk bisa melayani hak publik untuk mengetahui informasi yang benar dan akurat serta hak publik untuk memberikan pendapat secara bebas di media massa. Untuk itu, diharapkan kebebasan pers yang merupakan hak publik yang harus diperoleh sebagai konsekuensi dari hal untuk memperoleh informasi (the right to know) dan hak untuk memberikan pendapat ( the right to express). Kebebasan pers yang berarti pula hak warga masyarakat untuk mengetahui banyak sekali duduk kasus publik sebagai dasar untuk membentuk sikap dan pendapat dalam konteks sosial, dengan demikian bukan milik wartawan atau perusahaan pers. 

Pers nasional, Menurut UU Pers, memainkan kiprah sebagai berikut: 
  • Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 
  • Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; 
  • Mengembangkan pendapat umum menurut informasi yang tepat, akurat, dan benar; 
  • Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; 
  • Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 
Nah, dalam menjalankan fungsi ini, pers nasional mempunyai hak dan kewajiban. Hak pers nasional ialah : 
  • Hak untuk tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran
  • Hak untuk mencari memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi;
  • Hak untuk menolak memberitahukan jatidiri nara sumber dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di muka hukum;
  • Hak untuk menentukan organisasi secara bebas;
  • Hak untuk mendapatkan proteksi aturan pada ketika melaksanakan kiprah jurnalistik. 
Adapun kewajiban pers ialah : 
  1. Memberitakan insiden dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah; 
  2. melayani Hak Jawab yakni hak seseorang atau sekelompok orang untuk memperlihatkan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya; 
  3. Melayani Hak Koreksi yakni hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik perihal dirinya maupun perihal orang lain. Kewajiban Koreksi ialah keharusan melaksanakan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. 
Demi menjamin bahwa pers bekerja ibarat yang dicita-citakan, wartawan diikat oleh Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan asosiasi profesi wartawan. Meski bermacam-macam asosiasi jurnalis telah lahir yang berjumlah hingga mencapai 26 organisasi, Kode Etik Jurnalistik terdiri dari : 
  1. Akurasi berita; Berita yang akan disebarluaskan harus dicek ulang untuk menghindari kesalahan fatal perihal fakta. Ini ialah jaminan integritas dan dapat dipercaya pers yang harus selalu dipelihara. 
  2. Obyektivitas; memberitakan insiden secara apa adanya tanpa melibatkan subjektivitas atau opini langsung wartawan. Salah satu indicator objektivitas informasi ialah dengan lebih menitiberatkan pada aspek report (laporan yang bisa dicek dan divalidasi oleh pihak lain. Dan mengabaikan sama sekali aspek inferences (simpulan/tafsiran subjektif wartawan terhadap fakta yang diliput) dan aspek judgement (memberikan evaluasi subjektif perihal fakta yang sedang diliput) .
  3. Keberimbangan berita; memperlakukan pihak-pihak yang sedang bersengketa secara berimbang dengan memperlihatkan porsi ruang dan waktu yang seimbang pula. 
  4. Impartialitas /tidak berpihak; Tetap bangkit di tengah tanpa berusaha untuk memihak kepada salah satu pihak dengan memperlihatkan citra positif perihal satu dengan menggiring opini negative terhadap pihak lain. 
  5. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) ; dengan memperlakukan semua pihak yang diduga atau disangka melaksanakan tindakan kejahatan sebagai pihak yang tidak bersalah hingga ada keputusan tetap dari pihak pengadilan perihal status aturan mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan menyebut inisial mereka atau dengan mengaburkan identitas (wajah) untuk media televisi. Hal ini untuk menghindari sikap pers yang menghakimi seseorang yang gres diduga bersalah (trial by press).
  6. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.; menjunjung tinggi bahwa semua acara jurnalistik yang dilakukan ialah untuk melindungi martabat manusia, bukan untuk mencela atau membunuh abjad pihak-pihak tertentu (character assassination). 
  7. Tidak mendapatkan sogokan dalam bentuk apapun: Tidak mendapatkan segala bentuk dukungan atau gratifikasi (amlop/merchandise/fasilitas) alasannya ialah hal ini akan mengganggu kemandirian editorial pers; ini sekaligus akan mengundang kontradiksi kepentingan (conflict of interest) dari pihak wartawan. Sebab pers ialah bisnis keyakinan dan kejujuran/integritas. Ketika hal nista ini dilakukan wartawan, maka bahwasanya ia telah menggadaikan jantung bisnis dari pers itu sendiri yang bermuara pada kebangkrutan moral pers yang biasnya akan berakhir dengan kebangkrutan bisnis media yang bersangkutan. 
Ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut bisa berimplikasi pada bahaya hokum pidana alias bisa menjerumuskan wartawan ke meja hijau jawaban bertentangan dengan aturan KUHP. Hal yang bisa menyeret insan pers ke meja hijau adalah: 

Pencemaran nama baik (pasal 310 KUHP); 
  • Penghinaan terhadap Presiden dan Wapres (pasal 134-136 KUHP); 
  • Pembocoran diam-diam negara (pasal 112/113) ; 
  • Penyebaran rasa permusuhan, kebencian terhadap Pemerintah (pasal 154-155) ; Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan golongan (156-157 KUHP) 
  • Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama (156a KUHP) ; 
  • Pelanggaran kesusilaan (pornografi) (282 KUHP); 
  • Penyebaran informasi palsu (317 KUHP). 
  • Penodaan terhadap agama 
Ketika warga masyarakat dirugikan oleh pemberitaan pers, maka langkah yang perlu diambil ialah : 
  1. Melakukan Hak jawab terhadap media yang bersangkutan; 
  2. Kalau belum terpuaskan, ia sanggup meminta tolong Dewan Pers untuk menjadi perantara dalam sengketa ini; 
  3. Kalau juga ternyata belum terselesaikan, maka ia sanggup menuntut pers tersebut ke pengadilan. Ini prosedur standar penyelesaian sengketa pers dengan masyarakat. Jadi, prosedur premanisme atau main hakim sendiri terhadap pers yang bersangkutan, bukannya akan menuntaskan duduk kasus tersebut tapi akan justru memperlebar permasalahan. Disamping itu, hal ini akan mengganggu jalannya kebebasan beropini yang merupakan indikator demokratis tidaknya sebuah masyarakat. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel