Istilah Kkn

BAB II
POKOK BAHASAN
A. PEMBAHASAN
Ihwal terjadinya korupsi kerap kali beriringan dengan terjadinya kongkalikong dan nepotisme. Oleh alasannya itu, memberantas korupsi juga harus memutus rantai kongkalikong dan nepotisme. Indonesia ketika ini merupakan negara yang populer korup di dunia, suka tidak suka, bahagia tidak bahagia kita harus mengakuinya, lantaran jika kita mau jujur sikap KKN memang sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bahkan telah membudaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Umumnya yang menjadi permasalahan dalam pemberantasan KKN di indonesia yaitu sebagai berikut :
  • Komitmen pemerintah yang kurang berpengaruh dalam pemberantasan KKN
  • Penegakan aturan yang masih lemah
  • Sistem Penggajian yang tidak sesuai
  • Sistem Pendidikan yang terimbas KKN
1. Komitmen pemerintah yang kurang berpengaruh dalam pemberantasan KKN
Bila kita mau belajar, bolehlah kita menengok kepada beberapa negara tetangga kita, menyerupai Singapura, Australia, dan Cina. Negara-negara tersebut merupakan teladan sukses dari negara yang pemerintahnya bisa menghapuskan prilaku KKN dari bad governance menjadi good governance. Untuk tindakan berani dalam pemberantasan korupsi, kongkalikong dan nepotisme diharapkan suatu komitmen dan sumbangan yang berpengaruh dari pemerintah. Hal ini sangat diharapkan semoga tindak pemberantasan korupsi, kongkalikong dan nepotisme mempunyai legitimasi di mata masyarakat, serta menimbulkan keberanian bagi setiap individu atau instistusi yang concern dan intens terhadap pemberantasan KKN.

Indonesia semenjak zaman orde gres hingga orde reformasi, dari pemerintahan presiden soeharto hinga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah mengalami pasang surut dalam pemberantasan KKN, beberapa institusi yang turut meramaikan kancah pemberantasan KKN di indonesia yaitu sebagai berikut :

Terakhir pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, pemberantasan KKN masih terlihat setengah hati, untuk itu diharapkan pada pemerintahan yang kini ini proses pemberantasan terhadap KKN di Indonesia memasuki babak gres dengan komitmen yang sungguh-sungguh.

2. Penegakan aturan yang masih lemah
Berbicara mengenai aturan di Indonesia, maka yang terjadi yaitu suatu kemirisan. Betapa suatu proses aturan sanggup di manipulasi, yang benar sanggup menjadi salah, dan yang salah bisa menjadi yang paling benar. Satu hal yang diinginkan oleh para pencari keadilan dalam berhukum yaitu semoga tegaknya supremasi aturan di indonesia. Kalau berbicara ihwal korupsi, seringkali respon dari kebanyakan masyarakat hanya datar – datar saja, bahkan ada yang menganggap biasa, lain halnya kalau kita berbicara ihwal seorang pencopet atau maling ayam yang tertangkap, maka hujatan dan sumpah serapah atau bahkan penghakiman secara massa terhadap pencopet dan maling sial tersebut akan berhamburan. 

Dalam pemberantasan KKN payung aturan merupakan legalitas formal dalam pelaksanaanya. Tanpa adanya suatu aturan yang mengatur pemberantasan tindakan KKN, maka perjuangan tersebut hanya sia-sia dan buang-buang waktu saja. Tidak hanya sebatas penerbitan peraturan atau kebijakan yang mengatur dilema pemberantasan KKN saja yang harus dilakukan, melainkan juga pelaksanaan serta pengawasan dari pelaksanaan peraturan tersebut, mulai dari aparatur hukum, pengadilan hingga Mahkamah Agung.


Seringkali kita mendengar istillah cecunguk peradilan, plesetan Hakim (Hampiri saya kalau ingin menang), dan jual beli hukum. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah bagi sebagian orang, juga menyiratkan bahwa aturan kita bermasalah, forum penegak aturan kita bermasalah, bahkan sistem aturan kita pun bermasalah. Kesulitan dalam penegakkan aturan ditemui apabila para penegak hukum, menyerupai jaksa, hakim, polisi, tidak bertindak tegas. Dengan demikian tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Terlebih lagi apabila para penegak aturan sanggup disuap, maka para pelaku korupsi malah bebas dan berkembang biak. Dalam situasi penegak aturan tidak tegas dan tidak berani berbuat apa-apa, dan policy pimpinan tidak tegas, serta sistem yang tidak berjalan dengan baik, maka gerakan pemberantasan KKN tidak akan berjalan.

3. Sistem Penggajian yang tidak sesuai
Menurut Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 Gaji yaitu sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian sanggup digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem skala tunggal yaitu sistem penggajian yang memperlihatkan honor yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya. Sistem skala ganda yaitu sistem penggajian yang menentukan besarnya honor bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya.

Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, honor pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau melaksanakan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus.

Aparatur negara merupakan subjek pelaku dalam pelaksanaan pembangunan di negara ini. Merekalah yang mempunyai saluran terhadap kemudahan yang disediakan oleh negara, mereka yang menentukan kegiatan dalam suatu unit organisasi. Dalam upaya pemberantasan KKN Tak sanggup dimungkiri, mereka yaitu golongan yang harus di kedepankan, lantaran tindakan KKN kerap terjadi pada kelompok ini. 

Secara faktual, tingkat pendapatan pegawai negeri sipil di Indonesia jauh dari kebutuhan minimum yang layak dan manusiawi. Itu pun ditambah dengan minimnya alokasi anggaran untuk kegiatan operasional instansi pemerintah, khususnya pegawapemerintah penegak hukum, yang mengakibatkan terkendalanya upaya penegakan hukum, termasuk tindak pidana korupsi. Setidaknya hal itulah yang selalu menjadi keluhan pegawapemerintah kepolisian dan kejaksaan jika masyarakat menagih keseriusan mereka untuk menuntaskan kasus korupsi. Robert Klitgaard dalam bukunya “Membasmi Korupsi” menyatakan bahwa korupsi akan selalu terjadi jika hasil dari korupsi yang dilakukan jauh lebih tinggi dari insentif yang diterima sebagai pegawai birokrasi. Untuk itu suatu pemberian imbalan yang layak terhadap aparatur negara nerupakan suatu hal yang masuk akal dilakukan untuk memberantas KKN

4. Sistem Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN
Mengutip goresan pena yang dimuat di Kompas Online pada tanggal 11 Maret 2003 bertajuk Memberantas Budaya Korupsi Lewat Pendidikan? yang disusun oleh Paul Suparno seorang dosen di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dimana berdasarkan dia praktik korupsi di Indonesia sudah menjamur. Tidak ada bidang kehidupan yang tak terkontaminasi virus korupsi, baik yang kecil maupun besar. Bidang pendidikan pun sudah terkena efek korupsi. Bentuk-bentuk korupsi dalam bidang pendidikan antara lain yaitu korupsi waktu para pengajar dalam mengajar, pengkatrolan nilai siswa atau mahasiswa, korupsi nilai, yayasan sekolah dan penyelenggara sekolah memungut dana suplemen untuk keperluan lain di luar sekolah. 

Bagaimana hendak memberantas KKN jika generasi-generasi penerus bangsa di masa depan telah terbiasa dengan pola hidup, pola pendidikan yang berbau KKN, oleh lantaran itu muncul wangsit semoga budaya korupsi itu secara perlahan dihilangkan lewat pendidikan (Kompas, 8/2/2003). Walaupun nampaknya pendidikan tidak akan berdampak apa pun bagi mereka yang sudah telanjur korupsi dan sudah terbiasa menjalankan korupsi, namun akan bedampak bagi generasi penerus kelak.

Komitmen pemerintah yang kurang berpengaruh dalam pemberantasan KKN
solusi yang berkaitan dengan komitmen pemerintah yang kurang berpengaruh dalam pemberantasan KKN sebagai berikut :
  1. Pemerintah memperlihatkan sumbangan moral dan materil kepada pegawapemerintah penegak hukum
  2. Pemerintah menjadi leader dalam pemberantasan korupsi dan terjun eksklusif dalam perjuangan pemberantasan KKN
  3. Pemerintah tidak pandang bulu dalam menuntaskan kasus KKN
  4. Pemerintah mengefektifkan lembaga-lembaga yang telah dibuat dalam perjuangan pemberantasan KKN, lantaran selama ini pemerintah dinilai setengah-setengah dalam misi memberantas KKN
Penegakan aturan yang masih lemah
Untuk menghilangkan gambaran rendahnya supremasi aturan di indonesia dalam pemberantasan KKN, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Pengembalian kembali gambaran aparatur hukum, menyerupai Peradilan, Kejaksaan dan Mahkamah Agung dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan aturan itu sendiri
  2. Pemecatan atau bahkan penangkapan terhadap aparatur aturan yang terbukti melaksanakan pelanggaran, serta terlibat dalam korupsi, kongkalikong dan nepotisme
  3. Mengangkat serta menugaskan orang-orang yang higienis KKN serta mempunyai perhatian lebih terhadap pemberantasan KKN
  4. Penyusunan peraturan perundangan atau kebijakan lain yang mengarah kepada pemberantasan KKN
  5. Aparat aturan harus bisa menjerat pelaku-pelaku tindakan KKN yang telah terindikasi terlibat.
  6. Aparat aturan harus bisa pertanda dan menjebloskan pelaku KKN serta mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hak negara.
  7. Menjatuhkan eksekusi seberat-beratnya kepada pelaku KKN, dengan impian eksekusi yang berat menciptakan pelaku KKN berpikir dua kali untuk bertindak.
Sistem Penggajian yang tidak sesuai
Memberantas KKN melalui perubahan sistem penggajian sanggup ditempuh melalui :
  1. Penerbitan Undang-undang yang mengatur pemberian imbalan yang sesuai terhadap pegawai
  2. Penerapan Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman dalam penggajian aparatur pemerintah. Carrot yaitu pendapatan higienis (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil maupun Tentara Nasional Indonesia dan POLRI yang terang mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang “gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kwalifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Stick atau arti harfiahnya pentung yaitu eksekusi yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi.
Sistem Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN
Salah satu cara untuk memberantas KKN melalui sistem pendidikan antara lain sebagai berikut :
  1. Secara langsung, mungkin pendidikan tidak menyentuh esensi pemberantasan KKN, namun kalau dilihat proses kedepannya, maka sistem pendidikan merupakan jalur yang sempurna untuk memberantas KKN
  2. Perancangan kurikulum pendidikan mulai tingkat SLTP, yang menanamkan kepada anak didik ihwal hak dan kewajiban warga negara atas negaranya, juga menanamkan rasa mempunyai negara ini, dengan mengajarkan apa bergotong-royong yang dimaksud dengan korupsi, akibatnya, dan rasa kebenciannya terhadap korupsi, 
  3. Pembersihan pranata pendidikan dari unsur-unsur KKN, baik dari kalangan akademisi maupun birokratnya. 
B. KERANGKA TEORITIS
Perilaku kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yaitu sikap yang buruk. Perilaku KKN hidup di zaman rezim Orde Baru dan berlangsung cukup usang sehingga mengakibatkan krisis multidimensional di negeri Indonesia. Kolusi, korupsi dan nepotisme pada hakikatnya merugikan bangsa dan negara.
  • Kolusi
Kolusi artinya kerjasama atau perekongkolan secara rahasia untuk maksud tidak terpuji. Konsekuensi dari perbuatan ini antara lain, sbb:
  • Dapat menimbulkan banyak fitnah
  • Dapat memasung tumbuhnya budaya demokrasi dan transparasi
  • Mengganggu hak-hak asasi manusia
  • Pelakunya dan pihak-pihak yang terkait patut mendapatkan hukuman eksekusi yang berat.
  • Menimbulkan kerugian bagi semua pihak, yakni sanggup menimbulkan kepentingan umum, bangsa dan negara.
  • Dapat memerosotkan nama baik bangsa dan negara
  • Pemerintah banyak menanggung kerugian, yang menimbulkan krisis multidimensi.
  • Korupsi 
Korupsi artinya penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahaan. Konsekuensi sikap korupsi antara lain, sbb:
  • Negara mengalami krisis moneter dan menjadi miskin
  • Perusahaan menjadi gulung tikar dan pailit
  • Perekonomian negara menjadi terseok-seok
  • Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur menjadi terhambat
  • Menimbulkan kekacauan, stabilitas ketertiban dan keamanan terganggu
  • Dapat menimbulkan kerawanan sosial.
  • Nepotisme
Nepotisme artinya tindakan menentukan kerabat sendiri, sobat atau teman untuk menjabat pemerintahan; atau, kecendrungan untuk mengutamakan sanak saudara atau sobat dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau pemerintahan. Akibat negatif dari kecendrungan mengutamakan sanak saudara atau sobat dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau pemerintahan antara lain, sbb:
  • Menjadi lemahnya acara demokrasi di forum itu
  • Jabatan strategis di forum itu selalu di isi oleh koleganya atau sanak keluarganya
  • Dapat merusak sendi-sendi demokrasi yang selama ini di bangun
Lembaga itu menjadi semi monarki, artinya jabatan dipegang secara turun menurun 

BAB III
PENUTUP
Dari makalah yang di paparkan diatas, maka sanggup di tarik kesimpulan yaitu bahwa Landasan yuridis pemberantasan korupsi dalam bingkai Undang-Undang Dasar 1945 seharusnya sanggup menjamin dan memelihara keseimbangan perlindungan terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa serta terpidana korupsi dan korban (individual dan kolektif) sesuai dengan suara ketentuan Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945. Diperlukannya Kitab UU Hukum Pidana (lege generali) dan UU PK (lex specialis) serta UU administratif yang diperkuat dengan ketentuan pidana( lex specialis systematic) dalam menuntaskan kasus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) . Di samping itu diharapkan kesamaan persepsi penegak aturan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Selama ini ternyata masih ada beberapa dilema aturan yang dihadapi penegak aturan dalam menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi, khususnya menyangkut perbankan. Apalagi sehabis ada putusan Mahkamah Konstitusi pada Juli 2006 atas pengajuan uji material beberapa pasal dalam UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 ihwal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) dan UU No 30 tahun 2002 ihwal Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Salah satu amar putusannya menyatakan bahwa pengertian unsur 'melawan hukum' hanya sanggup ditafsirkan dalam pengertian formil, maka akan semakin menambah kesulitan bagi penegak aturan dalam membasmi korupsi di Indonesia.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan dalam Pemberantasan KKN di Indonesia sanggup disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 
  • Korupsi, kongkalikong dan nepotisme yang terjadi Indonesia ketika ini sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan 
  • Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang sanggup merusak sendi2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diharapkan landasan aturan untuk pencegahannya 
  • Good Governance merupakan suatu keharusan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. 
  • Dalam pelaksanaan pemberantasan KKN di Indonesia ditemukan beberapa dilema yakni, Komitmen pemerintah yang kurang berpengaruh dalam pemberantasan KKN, Penegakan aturan yang masih lemah, Sistem Penggajian yang tidak sesuai, Sistem Pendidikan yang terimbas KKN
SARAN
Berdasarkan uraian mengenai kesulitan pemberantasan KKN di Indonesia sanggup penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :
  1. Kejahatan korupsi, kongkalikong dan nepotisme tidak akan pernah sanggup diberantas jika tidak ada kemauan dari seluruh pihak untuk memberantasnya
  2. Pemerintah harus memperlihatkan komitmen dalam pemberantasan KKN serta menjadi soko guru dalam perjuangan pemberantasan selanjutnya
  3. Perbaikan sistem nasional secara menyeluruh secara sedikit demi sedikit yang menekankan kepada prioritas penegakan hukum, perbaikan sistem penggajian aparatur pemerintah, serta sistem pendidikan.
  4. Mulailah dari ketika ini, mulai dari hal-hal kecil, mulai dari diri sendiri untuk memberantas KKN di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah KKN (Kulosi Korupsi Nepotisme) mulai marak menjadi milik masyarakat kala berhembusnya angin perubahan di negeri ini yang berjulukan reformasi sekitar tahun 1998. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Korupsi merupakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahan dsb) untuk laba pribadi atau orang lain, atau penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. Definisi korupsi berasal dari kata Latin, corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). 

Menurut Transparency International korupsi yaitu sikap pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak masuk akal dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang bersahabat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis yaitu penyalahgunaan jabatan resmi untuk laba pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan efek dan sumbangan untuk memberi dan mendapatkan pertolongan, hingga dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi yaitu kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana akal-akalan bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Kolusi yaitu kolaborasi rahasia untuk maksud tidak terpuji, persekongkolan antara pejabat dan pengusaha. Nepotisme yaitu kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yakni: 
  • Memenuhi kiprah yang di berikan oleh Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 
  • Untuk memeberikan pengajaran dan pelajaran bagi para pembaca. 
  • Untuk menambah wawasan bagi para pembaca khususnya penulis. 
C. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk memperlihatkan pengajaran dan pelajaran untuk para pembaca, terutama bagi kalangan pelajar Sekolah Menengan Atas semoga sanggup mengaplikasikan dari materi yang dibahas pada makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA;
  • Undang-undang No. 28 tahun 1999 ihwal Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas KKN
  • Undang-undang No. 30 tahun 2002 ihwal Komisi Pemberantas tindak Pidana Korupsi
  • Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan Keadilan, tanpa penerbit tanpa tahun
  • Klitgard, Robert , 1998. Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 
  • Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tim Pemberantasan Korupsi antara impian dan kekhawatiran online diakses 18 Agustus 2005 (http://www.pemantauperadilan.com)
  • https://sewakarya.blogspot.com//search?q=

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel