Penyelesaian Sengketa Dalam Perdagangan Internasional
Thursday, June 27, 2019
Edit
PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Pengantar
Transaksi/hubungan dagang
Potensi melahirkan sengketa dagang Negosiasi
Penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase
Dasar aturan bagi forum
Kesepakatan para pihak
Apabila terjadi kekosongan forum
Common law dengan konsep “long arm jurisdiction”
B. Para Pihak dalam Sengketa
1. Sengketa antara Pedagang dan Pedagang
Cara penyelesaian bergantung pada kebebasan dan kesepakatan para pihak
Menentukan lembaga pengadilan dan aturan apa yang akan diberlakukan
Ada batasannya
2. Sengketa antara Pedagang dan Negara Asing
Kontrak dagang dalam nilai yang relative besar
Masalah imunitas Negara
Pengertian jure imperii dan jure gestiones dalam HI
Badan peradilan umumnya menganut jure gestione
C. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa
1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)
Prinsip Fundamental
Badan-badan peradilan termasuk (termasuk arbitrase) harus menghormati apa yang para pihak sepakati
- bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak berupaya menipu, menekan atau menyesatkan pihak lainnya;
- bahwa perubahan atas kesepakatan harus berasal dari kesepakatan kedua belah pihak. Artinya, pengakhiran kesepakatan atau revisi terhadap muatan kesepakatan harus pula berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Termuat dalam Psl 7 The Uncitral Model Law on International Commercial Arbitration
Pasal ini memuat definisi mengenai perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian penyerahan sengketa ke suatu tubuh arbitrase. Menurut pasal ini penyerahan sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak. Artinya, penyerahan suatu sengketa ke tubuh arbitrase haruslah berdasarkan pada kebebasan para pihak untuk memilihnya.
3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
Kebebasan para pihak untuk menentukan aturan ini termasuk kebebasan untuk menentukan kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono)
4. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Menurut prinsip ini, aturan kebiasaan internasional tetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, maka langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh aturan nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).
D. Forum Penyelesaian Sengketa
1. Negosiasi
Kohona menyampaikan bahwa perundingan yaitu "an efficacious means of settling disputes relating to an agreement, because they enable parties to arrive at conclusions having regard to the wishes of all the disputants."
Kelemahan utama dalam penggunaan cara ini dalam menuntaskan sengketa adalah: pertama, manakala para pihak berkedudukan tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Dalam keadaan ini, salah satu pihak besar lengan berkuasa berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. Hal ini acapkali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menuntaskan sengketanya di antara mereka.
Kelemahan kedua yaitu bahwa proses berlangsungnya perundingan acapkali lambat dan sanggup memakan waktu lama. Ini terutama sebab sulitnya permasalahan-permasalahan yang timbul di antara para pihak. Selain itu jarang sekali adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaian sengketanya melalui perundingan ini
Kelemahan ketiga, yaitu manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya. Keadaan ini sanggup menyebabkan proses perundingan ini menjadi tidak produktif.
2. Mediasi
- Melalui pihak ketiga
- Usulan-usulan penyelesaian informal
- A quick, cheap and effective result
- Penyelesaian melalui mediasi tidak mengikat
3. Konsiliasi
- Konsiliasi lebih formal daripada mediasi
- Komisi konsiliasi
- Tahap tertulis dan lisan
4. Arbitrase
- Arbitrase yaitu penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini sanggup individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara (ad hoc).
- Adapun alasan utama mengapa tubuh arbitrase ini semakin banyak dimanfaatkan yaitu sebagai berikut:
- kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang pertama dan terpenting yaitu penyelesaiannya yang relatif lebih cepat daripada proses berperkara melalui pengadilan.
- sifat kerahasiaannya. Baik kerahasiaan mengenai persidangannya maupun kerahasiaan putusan arbitrasenya.
- Dalam penyelesaian melalui arbitrase, para pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan ‘hakimnya’ (arbiter) yang berdasarkan mereka netral dan akhli atau seorang andal mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi.
- Keuntungan lainnya dari tubuh arbitrase ini yaitu dimungkinkannya para arbiter untuk menerapkan sengketanya berdasarkan kelayakan dan kepatutan (apabila memang para pihak menghendakinya).
- Dalam hal arbitrase internasional, putusan arbitrasenya relative lebih sanggup dilaksanakan di negara lain dibandingkan apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui contohnya pengadilan.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase sanggup dilakukan dengan pembuatan suatu submission clause, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir. Alternatif lainnya,atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (klausul arbitrase atau arbitration clause).
Baik submission clause atau arbitration clause harus tertulis. Sistem aturan nasional dan internasional mensyaratkan ini sebagai suatu syarat utama untuk arbitrase. Dalam aturan nasional kita, syarat ini tertuang dalam pasal 1 (3) UU Nomor 30 tahun 1999 perihal Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam instrumen aturan internasional, termuat dalam Pasal 7 ayat (2) UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration 1985, atau pasal II Konvensi New York 1958.
lembaga-lembaga arbitrase internasional terkemuka contohnya yaitu the London Court of International Arbitration (LCIA), the Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC) dan the Arbitration Institute of the Stockholm Chamber of Commerce (SCC).
Di samping kelembagaan, pengaturan arbitrase kini ini ditunjang pula oleh adanya suatu aturan berabitrase yang menjadi contoh bagi banyak negara di dunia, yaitu Model Law on International Commercial Arbitration yang dibentuk oleh the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL)