Pengertian Kepemimpinan Dalam Agama Kristen

2.1 Konsep Dasar Kepemimpinan 
Kepemimpinan sanggup diartikan sebagai proses memengarui dan mengarahkan para pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995), kepemimpinan yaitu the process of directing and influencing the task-related activities of group members. Kepemimpinan yaitu proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam hal aneka macam kegiatan yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu membuat suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan yaitu kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh lantaran itu, pemimpin sanggup didefinisikan sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memengarui sikap orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya mendapatkan dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.3 

Kepemimpinan berarti cara memimpin, yang berasal dari kata dasar kata benda Pimpin yang berarti tuntunan, bimbingan, hasil memimpin dan kata kerja Memimpin yang berati mengepalai, mengetuai; memandu; memegang tangan seseorang untuk dibimbing dan ditunjukkan jalan; melatih, mendidik, mengajar supaya sanggup mengerjakan sendiri.[1]

Organisasi kepemimpinan ada lantaran diciptakan dan bukan lantaran dilahirkan. Ini mungkin terdengar klise lantaran ungkapan “diciptakan, bukan dilahirkan” (made, not born) remaja ini sedang terkenal pada ketika kita membicarakan wacana kepemimpinan itu sendiri. Orang-orang termasyhur yang memimpin organisasi raksasa dan besar seringkali dicap sebagai pendobrak, radikal, mencapai tujuan mereka dengan cara-cara yang tak lazim, untuk bertahan mereka mempunyai tiga kekuatan kunci, yaitu : 2 
  • Mereka menghormati integritas dari harapan mereka dan naluri yang mengiringinya. 
  • Mereka mempunyai talenta untuk menarik para penanggung risiko lainnya kepihak mereka. 
  • Mereka semua menjadi siswa dan juga sebagai mentor, berguru dari pengikutnya, dari kesalahan-kesalahan mereka dan dari tentangan mereka. 
2.2 Kepemimpinan Umum 
Faktor kepemimpinan tidak diragukan lagi tingkat kepentingannya dalam fungsi pengarahan dan keseluruhan fungsi-fungsi manajemen organisasi. Ada begitu banyak pendekatan klasik maupun kontemporer baik yang diperbincangkan secara praktik maupun secara ilmiah diantaranya yaitu : 

a. Kepemimpinan Karismatik atau charismatic leadership yaitu kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa karisma merupakan karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang sanggup membedakannya dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal implikasi terhadap inspirasi, penerimaan dan dukungan para bawahan. Menurut Robert House (1977) seorang pemimpin karismatik haruslah mempunyai kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya, serta bisa mempengaruhi orang lain juga bisa berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya. Griffin (2000) menjelaskan bahwa paling tidak terdapat 3 elemen yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin karismatik, yaitu : 
  1. Mampu menyusun visi bagi masa depan, bisa memutuskan harapan yang tinggi, serta bisa memberikan sikap yang mendukung pencapaian harapan yang tinggi tersebut. 
  2. Mampu untuk memberikan kekuatan kepada orang lain untuk memperlihatkan kinerja yang baik dan terdorong untuk nerprestasi, percaya diri dan terdorong untuk meraih kesuksesan. 
  3. Mampu untuk membangun korelasi dengan orang lain melalui dukungan, empati, dan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki orang lain.[2]
b. Kepemimpinan Transformatif yaitu gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh manajer atau pemimpin dimana kemampuannya bersifat tidak umum dan diterjemahkan melalui kemampuan untuk merealisasikan misi, mendorong para anggota untuk melaksanakan pembelajaran, serta bisa memberikan wangsit kepada bawahan mengenai aneka macam hal gres yang perlu diketahui dan dikerjakan. Transformatif intinya kemampuan untuk beradaftasi dengan perubahan, sehingga esensi dari kepemimpinan transformatif yaitu kemampuan seseorang pemimpin untuk membawai orang-orang dan organisasi untuk bisa mengikuti keadaan dengan lingkungan untuk kesuksesan di masa yang akan datang.5[3]
  • Kepemimpinan Inspiratif
  • Kepemimpinan Simbolis 
2.3 Kepemimpinan Kristen 
Frank Damazio menuliskan kualifikasi huruf kepemimpinan yang didaftar dari 1 Timotius 3:1-13 dan Titus 1:5-9 dimana ada sejumlah standar kedewasaan huruf yaitu : 
  • Tidak sanggup dituduh (1 Timotius 3:2; Titus 1:7) 
  • Suami dari satu istri (1 Timotius 3:2; Titus 1:7) 
  • Dapat menahan diri (1 Timotius 3:2; Titus 1:8) 
  • Bijaksana (1 Timotius 3:2) 
  • Sopan (1 Timotius 3:2) 
Setiap generasi membutuhkan seseorang yang berpandangan jauh ke depan dan mempunyai motivasi yang kuat untuk menjadi pemimpin. “ Bila tidak ada Wahyu, menjadi liarlah rakyat” (Amsal 29:18). Orang yang gagal mencari kehendak Allah akan gagal juga dalam memimpin umatNya pada arah yang benar. 

Kepemimpinan yaitu fenomena social yang selalu hadir dalam interaksi social, lantaran itu Kepemimpinan selalu kita alami dalam konteks hidup bersama. Melalui pengalaman itu, kita mengenal dan mengetahui kepemimpinan sebagai fungsi mempengaruhi orang untuk melaksanakan suatu hal. Efektivitas seorang pemimpin, ditentukan dan dipengaruhi oleh pemahaman si pemimpin wacana arti kepemimpinan, pilihan jenis dan gaya kepemimpinan. 

Uraian pentingnya pemimpin dan kepemimpinan, dilukiskan oleh Napoleon dalam kalimat ungkapan/sindirannya : “Saya lebih baik mempunyai pasukan yang terdiri dari kelinci yang dipimpin oleh seekor singa, daripada mempunyai pasukan singa yang dipimpin oleh seekor kelinci”. Dengan ungkapan ini, Napoleon hendak menegaskan betapa pentingnya seorang pemimpin dan kepemimpinan dalam suatu organisasi. 

Ciri-ciri pemimpin yang baik diantaranya yaitu semua keputusan yang diambil yaitu demi untuk kepentingan dirinya sendiri. Pemimpinlah yang memutuskan segala-galanya wacana apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, siapa, kapan dan dimana suatu pekerjaan dilakukan (contoh klasik dalam Injil yaitu Raja Nebukadnezar, Daniel 2:1-13). 

Celakalah gembala-gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri. Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu ? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kau buat pakaian yang gemuk kau sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kau gembalakan. Yang lemah tidak kau kuatkan, yang sakit tidak kau obati, yang luka tidak kau balut, yang tersesat tidak kau bawa pulang, yang hilang tidak kau cari, melainkan kau injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman (Yehezkiel 34:2b-4). 

Contoh-contoh bagaimana menjadi pemimpin yang bertanggung jawab ada dalam Mazmur 23 dan beberapa cuilan dalam Injil yang memperlihatkan padanan pengertian kepemimpinan yaitu : 
  • Tuhan berjalan di depan mereka …. Dalam tiang awan untuk menuntun (memimpin) mereka di jalan (Keluaran 13:21) 
  • Pergilah kini tuntunlah (pimpinlah) bangsa itu (Keluaran 32:34) 
  • Biarlah Tuhan ... mengangkat ... seorang yang mengepalai (memimpin) mereka dan seterusnya (Bilangan 27:17) 
  • Tuhan, tuntunlah saya dalam keadilanMu... (Mazmur 5:9) 
  • .... Engkau akan menuntun dan membimbing saya (Mazmur 31:4) 
  •  .... Kiranya RohMu yang baik itu menuntun saya ... (Mazmur 143:10) 
  • Demikianlah Engkau memimpin umatMu, untuk membuat Nama yang Agung bagiMu (Yesaya 63:4) 
  • Daud berunding dengan pemimpin-pemimpin pasukan seribu dan pasukan seratus .... (I Tawarikh 13:1). 
  • Jika hari ini engkau mau menjadi hamba rakyat, mau mengabdi kepada mereka dan menjawab mereka dengan kata-kata yang baik, maka mereka menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu (1 Raja-Raja 12:7). 
  • Pemimpin disebut sebagai penjaga yang harus waspada kalau-kalau ada yang mengancam kehidupan yang dijaga dan mengingatkan mereka terhadap ancaman yang mengancam. (Yehezkiel 33:7). 
  • Pemimpin yang bertanggung jawab tidak hanya bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya tetapi juga bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh orang-orang yang dipinpinnya (Keluaran 16:27-28). 
  • Memotivasi/mendorong orang yang dipimpinnya atau yang menjadi bawahannya dengan jujur dan bukan dengan tipu daya, serta memberi semangat supaya anggota-anggotanya melaksanakan pekerjaan dengan baik (Amsal 20:17; 21:6) 
  • Bersedia dan rela dikritik oleh orang lain mirip kata Amsal ”Siapa mengindahkan teguran yaitu bijak (Amsal 15:5) tetapi siapa benci kepada teguran akan mati (Amsal 15:10) dan Dengarkanlah pesan yang tersirat dan terimalah didikan supaya engkau menjadi bijak dimasa depan (Amsal 19:20). 
  • Mudah menyesuaikan diri dan tidak kaku (fleksibel) dan terampil dalam berkomunikasi (Amsal 16:24). 
  • Berlaku adil dalam memberi tugas/ perintah kepada orang yang dipimpin (Keluaran 18:13-27) dan Seorang pemimpin selalu dituntut untuk bertindak adil terhadap orang-orang yang dipimpinnya (Amsal 11:1). 
Injil senantiasa menempatkan posisi seorang pemimpin dalam kedudukan antara, yakni antara Allah (Pemimpin yang sesungguhnya) dan umat (manusia). Pemimpin dalam Injil bukanlah ”ujung kerucut” dari suatu sistem sebagaimana halnya sistem kepemimpinan dunia. Dalam Alkitab, pengertian pemimpin yaitu seorang yang diangkat Allah sebagai ”wakilNya” untuk mempin umatNya, tetapi Allah yaitu pemimpin umat yang sesungguhnya. Segala kebijakan dan keputusan berada ditangan Allah. Otoritas ini mutlak milik-Nya. Perhatikan kepemimpinan Nabi Musa dalam Perjanjian Lama. Musa tidak pernah melaksanakan tindakan berdasarkan pertimbangannya, tetapi selalu berdasarkan amanat, perintah dan petunjuk dari Allah (Keluaran 12:43-51; 13:1-16; 14:15-31; 15:25-26; 16:4-16; 17:4-7). 

Dalam sejarah kehidupan Israel, suatu ketika Israel menghendaki adanya seorang Raja/ Pemimpin (I Samuel 8) sebagaimana layaknya bangsa-bangsa yang ada di sekeliling mereka. Permintaan ini mendukacitakan Samuel yang mempunyai kedudukan sebagai Hakim pada waktu itu. Tetapi Allah berfirman kepada Samuel untuk mendapatkan seruan Israel itu, alasannya yaitu bukannya Samuel yang mereka tolak melainkan Allah (I Samuel 8-6-7). Permintaan untuk mempunyai seorang Raja, yaitu perbuatan dosa di mata Tuhan (I Samuel 12:19). Itulah sebabnya, meskipun di antara Israel memerintah seorang Raja (Pemimpin), tetapi Raja/ Pemimpin Israel yang sesungguhnya yaitu Tuhan Allah. Raja manusiawi tidak lain hanya melaksankan kehendak Allah, maka sejauh itu apa yang Allah kehendaki, maka pada saatnya pula Allah menurunkan ia dari takhtanya. Contoh Raja Saul (I Samuel 15:11). Namun apablila Raja itu memerintah sesuai dengan kehendak Allah, maka Allah akan memuji-mujinya (contoh Raja Daud). 

Seorang pemimpin kristen bukanlah yang harus ditinggikan di atas yang lain, melainkan yang senantiasa berada ditengah-tengah orang yang dipimpinnya untuk memberi teladan, membimbing, menuntun dan mengarahkan mereka kejalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah, supaya mereka memperoleh hidup dan memperolehnya dalam kelimpahan. Ini berarti pula bahwa tujuan utama kepemimpinan kristen yaitu mengusahakan kebaikan dan kesejahteraan hidup bagi orang-orang yang dipimpin (Mazmur 23). 

Dengan kata lain, kepemimpinan kristen bertujuan untuk membawa orang-orang yang dipimpin kepada keselamatan dan memelihara keselamatan itu sehingga memperoleh penggenapan di dalam kemulianNya. Karena itu menjadi seorang pemimpin kristen yaitu untuk memikul tanggung jawab dan bukannya untuk mencari kedudukan/ kekuasaan. Dalam kepemimpinan kristen, fungsi dan tanggung jawab harus mendahului posisi atau kedudukan. Pemimpin dalam sistem sekuler (dunia) cenderung menggunakan kekuasaan itu untuk menindas orang-orang yang dipimpinnya. 

Yehezkiel mengingatkan bagaimana seharusnya seorang pemimpin kristen berperilaku dalam kepemimpinannya supaya berkenan kepada Allah dan membawa kebaikan bagi orang-orang yang dipimpinnya, yakni : 
  • Pemimpin dihentikan menindas atau memeras orang-orang yang dipimpinnya. Celakalah pemimpin yang berbuat demikian, lantaran sebetulnya mereka telah melawan Allah. 
  • Pemimpin harus menggembalakan orang-orang yang dipimpinnya, dan bukannya sibuk menggembalakan dirinya sendiri. 
  • Pemimpin dengan tekun dan setia mengusahakan jalan supaya orang-orang yang dipimpinnya sanggup menemukan makna kehidupannya. 
  • Pemimpin harus bekerja dengan penuh kesungguhan hati dan bukan lantaran terpaksa. 
Pengorbanan Untuk Menjadi Seorang Pemimpin Yang Berhasil : 
  • Berani Seorang Diri, sebagai seorang pemimpin adakalanya seorang diri berjuang untuk suatu tujuan, bahkan ketika tidak seorangpun bersedia melangkah maju, sang pemimpinlah yang selalu melakukannya, inilah salah satu biaya besar kepemimpinan dan inilah pula tanda pengenal dari seorang pemimpin. Daud bersedia melawan Goliat ketika tak seorangpun mau melakukannya (1 Samuel 17:32) ”Janganlah seseorang menjadi tawar hati lantaran dia; hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu”. 
  • Menentang Pendapat Umum, tidaklah gampang untuk bertahan terhadap derasnya arus pendapat umum bila itu menentang Anda tetapi adakalanya perlu bersikap demikian. Yosua bukanlah seorang pemimpin hanya lantaran ia menjadi kepala dari sebuah bangsa, ia seorang pemimpin lantaran ia bersedia membayar harganya. Ia bersedia menentang pendapat umum demi mempertahankan dan memajukan hal yang dipercayainya. Yosua 24:15 ” Tetapi jika kau anggap tidak baik untuk beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kau akan beribadah : allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kau diami ini. Tetapi saya dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan”. 
  • Menanggung Risiko Kegagalan, semua insan sanggup gagal sekalipun mereka yaitu pemimpin-pemimpin besar, Abraham pernah gagal (Kejadian 12:10-13; 16:1-6), Musa pernah gagal (Keluaran 2:11-12; Bilangan 11:10-23), Daud juga pernah gagal (2 Samuel 11:21). Tanda seorang pemimpin yang baik bukanlah bahwa ia bebas dari kegagalan. Bukti nyata dari kepemimpinan ialah cara pemimpin itu menangani kegagalan. Mereka berguru dari kegagalan mereka dan Allah terus menggunakan mereka sebagai pemimpin yang berhasil guna. 
  • Menguasai Emosi, apapun yang dirasakan, para pemimpin yang baik berusaha keras untuk dituntun oleh fakta dan prinsip. Jika kita membiarkan emosi menguasai diri kita maka kita akan makin gampang untuk melaksanakan kekeliruan dalam evaluasi bahkan terlibat dalam kegagalan yang parah. Amsal 14:29 ”Seorang yang bijaksana menguasai kemarahannya”. Ia mengetahui bahwa kemarahan mengakibatkan kesalahan. Amsal 4:23 ”Di atas segala yang lain, jagalah perasaanmu, lantaran perasaan mempengaruhi semua hal yang lain dalam hidupmu”. 
  • Tetap Tidak Bercela, pemimpin ulet berusaha supaya tetap dalam keadaan tidak bercela.
2.4 Gembala
Istilah Gembala dalam bahasa Inggris Shepherd berarti domba sedangkan Ibrani kuno ra’ah artinya memberi makan sehingga Gembala dikenal sebagai orang yang memberi makan dan sanggup ditujukan kepada individu yang membantu atau memelihara orang lain dimana seseorang yang memperlihatkan kepedulian yang penuh kasih sayang. Deskripsi kiprah dari kepemimpinan pastoral ada di 1 Petrus 5:1-8 yaitu memelihara dan mengawasi. Kata memelihara memperlihatkan fungsi seorang gembala yaitu menyediakan kuliner bagi domba-dombanya.

Tugas dan Tanggung jawab Gembala Jemaat :
  • Memimpin kawanan domba Tuhan ke padang rumput dimana mereka sanggup diberi makan secara rohani. 
  • Melindungi kawanan domba, berdasarkan gambaran Alkitab, jika gembala menelantarkan kawanan dombanya mereka tidak akan mati kelaparan, ancaman yang lebih cepat dihadapi kawanan domba itu lebih disebabkan oleh kurangnya perlindungan.
  • Memerintah atas mereka yang dipercayakan Tuhan
  • Menjadi teladan dalam mengikuti ketuhanan Kristus.
  • Memberikan waktu kepada anggota jemaatnya untuk mempersatukan Firman dengan lebih penuh ke dalam kehidupan mereka masing-masing. 
  • Harus Injili dimana karyanya harus mencakup mencari yang terhilang yang berarti kepedulian gembala terhadap mereka yang tersesat seharusnya tidak terpuaskan hingga orang berdosa itu diselamatkan.
  • Harus terlibat di dalam pelayanan rekonsiliasi (pendamaian), panggilan seorang gembala ialah supaya ia pergi keluar dan membawa pulang individu yang tersesat.
  • Meliputi pelayanan penyembuhan dan penguatan.
  • Membedakan kebutuhan setiap anggotanya dan dengan cermat membuat lingkungan yang mendukung perkembangan mereka masing-masing.
  • Menjaga sangkar dombanya.
Dalam Mazmur 23, kita berguru bukan hanya wacana sifat Allah. Melainkan juga wacana kepemimpinan-Nya. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menggunakan istilah “gembala” untuk menggambarkan kepemimpinan. Kata itu mengkomunikasikan kasih, pemeliharaan dan penjagaan rohani yang diberikan seorang pemimpin ilahi. Itu melibatkan baik gada (perbaikan) maupun tongkat (pengarahan). Mazmur 23 menggambarkan Gembala Utama melaksanakan beberapa fungsi, dimana Sang Gembala :
  • Memberikan kebutuhan
  • Memimpin dengan penuh keyakinan
  • Menuntun dan memberikan pengarahan
  • Memberi makan dan mengurapi
  • Mengasihi tanpa syarat
  • Memberikan kelegaan
  • Memperbarui dan memperbaiki
  • Melindungi dari bahaya
  • Mengoreksi dan menghibur
  • Memberikan naungan permanen
Pesan dari Yehezkiel 34 merupakan pernyataan utama mengenai penggembalaan, mereka yang memimpim bangsa Yehuda termasuk para penguasa maupun pemimpin agama mempunyai fungsi penggembalaan yang bertanggung jawab untuk memelihara rohani bangsa umat Allah. Celakalah gembala yang memberi makan dirinya sendiri (Yeh 34:1-3) dimana :
  1. mereka mengambil bagi diri sendiri sumber-sumber yang terbaik
  2. para gembala mengambil bulu wol yang melindungi si domba dan mereka menggunakannya untuk melindungi diri sendiri
  3. para gembala mengambil nyawa domba-dombanya
  1. Gembala yang menelantarkan kawanan dombanya (Yeh 34:4-10)
    yang lemah tidak kau kuatkan
  2. yang sakit tidak kau obat
  3. yang luka tidak kau balu
  4. yang tersesat tidak kau bawa pulang
  5. yang hilang tidak kau cari
  6. kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman
  7. Allah menjadi lawan yang tidak lagi menopang dan membimbing gembala
  8. Gembala bertanggungjawab atas konsekwensi kesalahannya
  9. Allah menghentikan fungsi para gembala
  10. Allah menyingkirkan kemampuan para gembala dalam hal menggembalakan dirinya sendiri.
Akibat pengabaian para gembala domba-domba berserak dan mati terbunuh. Berserak bukan hanya menunjukan bahwa domba-domba itu berkelana tetapi juga menunjukan bahwa domba-domba itu berlari ke aneka macam arah. Mereka lari dalam ketakutan dan keputusasaan lantaran tidak ada kepemimpinan dan pemeliharaan. Mereka ditelantarkan tanpa perlindungan. Bahaya yang mengancam bukan hanya ancaman kelaparan tetapi ancaman pembunuhan.

Allah membuat deklarasi yang penuh kuasa bahwa kawanan domba yaitu milik-Nya (Yeh 34:10b), Allah digambarkan sebagai gembala umat-Nya yang melindungi, memberi makan dan menyelamatkan mereka dari ancaman (Yeh 34:12b-15), pesan utama Yehezkiel 34 bahwa Allah yaitu gembala umat-Nya sekalipun gembala manusiawi gagal, Allahlah gembala terakhir bagi umat-Nya.

Kristus yaitu Gembala Agung dari gereja, namun demikian Ia juga menggunakan gembala-gembala manusiawi. Ide bahwa Allah menyediakan para gembala untuk gereja-gereja yaitu hal fundamental untuk memahami pentingnya kelembagaan dan fungsi gembala di dalam Perjanjian Baru. 

Di masyarakat pada zaman Perjanjian Baru, pekerjaan gembala dipandang rendah. Pekerjaan gembala dianggap merendahkan martabat dan pada umumnya dianggap hina. Namun demikian, gereja Perjanjian Baru mempunyai pandangan yang mulia dan kudus terhadap pekerjaan penggembalaan dengan menggunakan perspektif Perjanjian Lama yang dua fungsi utama gembala yaitu melindungi dan memberi makan.

Istilah kawanan domba, “poimnion, mempunyai akar kata yang sama dengan kata gembala “poimaino. Kawanan domba berada dalam pemeliharaan gembala. Hal ini membuat korelasi vital antara domba dan gembalanya suatu korelasi yang bahkan lebih kuat dibanding kebutuhan akan rumput atau makanan. Kawanan domba Tuhan ditakdirkan untuk dikerja-kejar dan dianiyaya (Mat. 26:31). Mereka dipelihara oleh Gembala yang Baik (Yoh. 10:16). Kawanan domba itu dipelihara oleh gembala yang sebagai balasannya menerima upah yang sepadan (1 Kor. 9:7). Kawanan domba itu sanggup dengan kondusif mempercayai Allah untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kekal mereka (Luk 12:32). Kawanan domba itu dibeli dengan darah Kristus dan gembala dari kawanan domba itu telah diangkat oleh Roh Kudus untuk memelihara mereka (Kis 2:28; 1 Pet 5:2). Mereka terancam ancaman serangan dari serigala (Kis 20:29). Akhirnya kawanan domba itu harus dipimpin melalui teladan gembalanya (1 Pet. 5:3)

Kristus sebagai dasar penggembalaan Perjanjian Baru, prinsip-prinsip penggembalaan sebagaimana terdapat dalam Yohanes 10:1-29 yaitu :
  • Yesus menekankan perihal gembala yang sejati sebagai lawan gembala yang mempunyai motif yang egois dan tersembunyi.
  • Karakter gembala sejati menjadikannya seorang gembala penjaga.
  • Gembala sejati mempunyai komitmen untuk memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.
  • Tujuan gembala yang baik ialah untuk memberi hidup yang berkelimpahan kepada kawanan domba itu.
  • Gembala yang penuh kasih berusaha untuk memberi keamanan kepada dombanya dan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
  • Gembala yang menelantarkan dombanya secara eksklusif dan tak eksklusif telah menempatkan kawanan dombanya dalam ancaman bahaya.
  • Gembala jemaat dihentikan kehilangan cinta kasihnya kepada orang-orang yang ada di luar jemaat.
  • Tindakan Pastoral harus didasarkan pada kasih yang memelihara korelasi dengan Allah dan ketaatan kepada perintah-perintah Allah.
  • Mengenali kehadiran Allah yang aktif ditengah-tengah jemaat yaitu tujuan utama dari tindakan penggembalaan.
Panggilan seorang gembala jemaat berakar di dalam wewenang Allah. Dasar panggilan Yesaya ialah bunyi Allah (Yes. 6:1-4) ; Pelayanan Amos juga diawali dengan penugasan dari Allah (Amos 7:14-16); Allah menugaskan Yehezkiel untuk berkhotbah sekalipun umat-Nya tidak mau mendengarkan (Yeh. 2:2-3); di dalam Perjanjian Baru asul-usul panggilan untuk pelayanan pemberitaan Firman berakar di dalam penugasan Allah eksklusif (Roma 10:14). Wewenang gembala sanggup disalahgunakan dan diselewengkan dan sebagian orang berusaha memanipulasinya untuk laba yang egois. Namun demikian, penugasan seorang gembala jemaat tidak bersumber dari pikiran insan tetapi dari belas kasihan Allah dan perintah-Nya.

Paulus menentang orang-orang yang menyalahgunakan pemberitaan Injil (Fil. 1:15-20 dan 2 Tim 3:1-10), Paulus mengklaim bahwa panggilannya berasal eksklusif dari Allah (1 Tim 1:1; 2 Tim 1:1). Gembala jemaat dan para pelayan gereja masa kini harus mengajukan klaim yang sama walaupun orang lain menyalahgunakan pemberitaan Injil. Allah yang kekal, kegiatan penggembalaannya harus dipenuhi dengan Roh Kudus.

2.5 Konsep Integritas
2.5.1 Pengertian Integritas
Secara etimologis. Kamus Webster : integritas (Latin), integrity (Inggris) : the quality or state of being unimpaired. Kamus Umum Bahasa Indonesia : ketulusan, kejujuran, keutuhan. Dari bahasa Yunani Integrare yang berarti to make whole atau menjadi sesuatu itu lengkap; contohnya untuk mengintegrasikan yaitu untuk mengkombinasikan beberapa menjadi satu kesatuan yang lengkap. Integritas sama dengan Wholeness dimana What yo say is what you do – apa yang anda katakan itu yang anda lakukan. What yo do in public is what you do in private – apa yang anda lakukan ditempat umum itu juga yang anda lakukan di tempat tersembunyi. 

Secara nilai moral. Secara nilai moral, seseorang yang mempunyai integritas yaitu orang yang sama baiknya di dalam maupun di luar, tidak berbeda antara apa yang diucapkan dengan yang dikerjakan, ia sanggup dipercaya dan ia yaitu orang yang sama pada ketika jauh dari rumah sebagaimana ia di gereja atau di rumah (Billy Graham). 

Secara Alkitabiah. Di dalam Perjanjian Lama paling tidak terdapat kurang lebih 16 kali (Kej. 20:5-6; 1 Raj. 9:4; Ayub 2:3; 9; 27:5; 31:6; Maz. 7:8; 25:21; 26:1, 11; 41:12; 78:72; Amsal 11:3; 19:1; 20:7), yang umumnya diterjemahkan dengan “ketulusan atau tulus hati.” Sedangkan di dalam Perjanjian Baru disebut 3 kali dalam Matius 22:16 dan Matius 12:14, dalam The Full Life Study Bible-New International Version Tuhan Yesus disebut “Man of Integrity”. Ya di atas ya dan tidak di atas tidak” (Mat. 5:37; 2 Kor. 1:17), Suart Kristus yang terbuka (2 Kor. 3:2-3). Integritas dalam pengajaran (Titus 2:7) sehingga sanggup menjadi teladan dalam berbuat baik. [1]

John Stott memberi pernyataan mengenai integritas pada kata pengantar buku Integrity yang ditulis oleh Jonathan Lamb “Integritas yaitu ciri orang-orang yang terintegrasi secara selaras, yang di dalam dirinya tidak ada dikotomi antara kehidupan pribadi dan kehidupan di muka umum, antara yang disaksikan dan yang diterapkan, antara yang diucapkan dan yang dilakukan. Integritas merupakan ciri esensial dari seorang pemimpin dan yang terpenting dari para penginjil. Seperti komentar John Poulton (mantan penasihat Uskup Agung dalam bidang penginjilan) : Kesaksian yang paling efetif berasal dari mereka yang mewujudnyatakan hal-hal yang mereka katakan. Mereka yaitu perwujudan dari pesan mereka sendiri. Orang Nasrani harus konsisten dengan perkataan mereka sendiri, apa yang dikomunikasikannya intinya merupakan keaslian pribadinya. 

Integritas berarti kejujuran; mutu, sifat atau keadaan yang memperlihatkan kesatuan yang utuh sehingga mempunyai kemampuan yang memancarkan kewibawaan.[2]

Pdt. Prof. Dr. Ir. Bambang Yudho, M.Sc., M.A., Ph.D menyampaikan bahwa Integritas berasal dari bahasa Latin “integrare” yang artinya “menjadi utuh” dan diadopsi ke dalam bahasa Inggris sebagai “integrity”. Kaprikornus integritas yaitu wacana suatu kesatuan yang utuh (a whole). Pemimpin dengan integritas yaitu seorang yang mempunyai kepribadian utuh dalam kata dan perbuatan. Sebagaimana perilakunya di depan umum, begitulah kenyataan kehidupannya. Sebagai seorang pemimpin, ia selalu melaksanakan apa yang dikatakannya dan menyampaikan apa yang dilakukannya. Integritas merupakan tulang punggung dari seorang pemimpin Kristen. Dengan lain kata bahwa integritas juga merupakan tiang utama (main post) aneka macam macam jenis pelayanan kerohanian, bakan juga di bidang sekuler.[3]

Kalau saya punya integritas, kata-kata dan perbuatan saya sesuai, saya yaitu diri saya, tidak peduli di mana diri saya atau bersama siapa. Seseorang yang punya integritas tidak membagi loyalitas (itu sikap mendua), ataupun ia hanya akal-akalan (itu kemunafikan). Orang yang mempunyai integritas yaitu orang yang utuh; mereka bisa diidentifikasi dengan kesatuan pikirannya. Orang yang mempunyai integritas tidak punya apa pun untuk disembunyikan dan tidak punya apa pun untuk ditakuti. Kehidupan mereka mirip buku terbuka. V. Gilbert Beers mengatakan, “Seseorang yang punya integritas yaitu orang yang memutuskan sistem norma untuk menilai semua kehidupan.”[4]

Integritas yaitu reputasi kredibilitas, moralitas tinggi, kejujuran dan huruf yang berdasarkan huruf Kristus. Integritas sangat penting untuk menjadi pemimpin yang sukses. Orang yang dipimpin harus tahu bahwa yang memimpin mereka sanggup diandalkan, sanggup dipercayai. Kalau seorang pemimpin kehilangan integritas maka pemimpin tersebut kehilangan kapasitas untuk berfungsi dengan baik. Untuk mempertahankan integritas, seorang pemimpin harus mengikuti pesan yang tersirat Yohanes dalam 1 Yohanes 1:7 “Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama mirip Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh komplotan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa”.[5]

Integritas bisa berarti keadaan yang utuh dan lengkap. Satu definisi dari kata ‘integral’ yaitu sangat fundamental atau sangat penting untuk keadaan yang lengkap; utuh; sempurna; tidak ada yang kurang; menyeluruh. Dalam pengertian ini, integritas menyatakan kehidupan yang menyatu dengan baik. Ada keterkaitan antara bagian-bagian yang berbeda dari kehidupan seseorang. Sistem nilai yang kita anut akan membentuk setiap segi kehidupan kita, baik di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. Ada kekompakan antara kepribadian kita dan cara hidup kita. 

Integritas juga bisa mempunyai arti lebih umum dalam percakapan sehari-hari. Kita menggunakannya untuk menggambarkan kualitas yang bekerjasama dengan kebenaran dan moralitas. Integritas mengandung arti bahwa kita yaitu orang yang ‘lurus’, jujur dan tulus. Kita bisa dipercayai lantaran adanya konsistensi kata, sifat dan tindakan. Inilah wujud luar dari integritas yang tertanam dalam batin. 

Ketika pemimpin pada setiap tingkatan gagal menjalani kehidupan yang berintegritas, maka jadinya sungguh sangat fatal. Kegagalan ini meracuni komunitas, menghancurkan kepercayaan, menggagalkan misi yang saling terkait dan menyatu, dan yang paling berbahaya kegagalan ini bisa mengkhianati usaha-usaha dalam pengabaran Injil dan merendahkan Allah yang kita sembah. Namun ketika para pemimpin Nasrani menjalani kehidupan yang sesuai dengan kata-kata yang mereka ucapkan, menepati janji-janji mereka, melayni komunitas mereka; pendeknya memperliatkan kepada kita Yesus Kristus itu sendiri; maka komunitas kristiani itu akan terbina dan misi kristiani pun akan meningkat. Integritas bila benar-benar dipahami dan dilakukan dengan setia, bisa mengubah karya para pemimpin, memperkuat pelayanan gerejawi dan organisasi dan mendukung kesaksian kehidupan kekristenan kita. 

Kepemimpinan intinya yaitu suatu ubungan atas dasar kepercayaan, oleh lantaran itu dapat dipercaya sangat penting. Ubungan Paulus dengan jemaat Korintus memperlihatkan bagaimana Paulus yaitu seorang pemimpin gembala yang berintegritas. Kalau kita melihat 2 Korintus, Jemaat Korintus mempunyai kecurigaan yang cukup besar akan kualitas kepemimpinan Paulus hal ini terlihat dengan faktanya bahwa Paulus dikritik dalam banyak hal, diantaranya Paulus dituduh sebagai orang yang sangat tidak bisa diandalkan lantaran berjanji untuk mengunjungi orang-orang Korintus, namun ternyata tidak ditepati. Paulus juga dituduh telah bertindak secara berbelit-belit dan tidak tulus, tidak mau berterus terang. 

Latar belakang korelasi Paulus dengan Jemaat Korintus yaitu Paulus sudah bahu-membahu jemaat Korintus sebagai gembala kurang lebih delapan belas bulan seingga kalau diukur dari sudut waktu ini hubungannya dengan jemaat sudah sangat dekat, Paulus besar hati dengan mereka mirip seorang ayah besar hati terhadap anak-anaknya. Ada beberapa hal yang terjadi dalam jemaat yang tidak sepadan dengan kehidupan komunitas orang kristen, sehingga Paulus harus memberi teguran keras kepada mereka, Paulus arus menulis kepada mereka dengan kata-kata yang sepertinya tajam sekali. Setiap orang yang terlibat dengan kiprah mendisiplin warga gereja akan memaami bahwa untuk melaksanakannya dibutukan perjuangan dan pengorbanan emosi yang sangat majal. Jemaat Korintus tentu saja sangat merasa sakit atas teguran itu. Bagi Paulus kiprah mendisiplin itu juga penuh pengorbanan,tentu saja, ia berharap bahwa pada akirnya kehangatan dan keintiman komplotan mereka bisa dipulihkan kembali. 

Larry Keefauver menyampaikan integritas yaitu apa yang dilakukan di balik pintu dalam pelayanan ketika kamera dan mikrofon dimatikan. Tanpa integritas suatu pelayanan niscaya akan hancur. Dengan integritas, pemimpin mempraktekkan apa yang pemimpin ucapkan, dibalik pintu yang tertutup bersama orang lain, di tempat-tempat yang jauh dan dengan mereka yang paling karib dengan pemimpin. Lukas 12:2-3 berbunyi “Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Karena itu apa yang kau katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kau bisikkan ke indera pendengaran di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah.”[6]

Myles Munroe menuliskan bahwa salah satu kualitas dan karakteristik yang diharapkan dalam kepemimpinan sejati yaitu Integritas yaitu konsistensi dalam perkataan dan tindakan seseorang; kelayakan untuk dipercaya; huruf yang benar.[7]

Pakar kepemimpinan Warren Bennis dalam bukunya Leaders : Strategies for Taking Charge menulis bahwa integritas yaitu fondasi untuk membangun rasa percaya (trust). Trust ini berkaitan erat dengan predictability. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas membangun rasa percaya dengan memperlihatkan kepada orang lain bahwa apabila ia diperhadapkan dengan tantangan moral, segala keputusan dan aksinya sanggup diprediksi.[8]

Integritas dimengerti sebagai “wholeness, completeness, entirety, unfied”. Keutuhan yang dimaksud yaitu keutuhan dalam seluruh aspek hidup, khususnya antara perkataan dan perbuatan. Beberapa kamus mendefinisikan integritas sebagai, “the condition of having no part taken away” atau “the character of un-corrupted virtue.” Yakobus memberikan definisi yang senada. Orang yang berintegritas yaitu orang yang “mature and complete, not lacking anything” (Yakobus 1:4). Iman dan perbuatannya menyatu. Bakan dari perbuatannya, orang sanggup melihat imannya (Yakobus 2:8).[9]

Integritas yaitu : pekerjaan dari dalam batin, tidak ditentukan oleh keadaan, tidak didasarkan pada surat kepercayaan dan dihentikan disamakan dengan reputasi/ citra. Lingkungan mempengaruhi siapa kita, khususnya waktu muda. Tapi semakin dewasa, semakin banyak pilihan – untuk kebaikan atau kejahatan. Akhirnya anda bertanggung jawab atas pilihan anda. Lingkungan menentukan reputasi/ citra, kebenaran yang anda yakini menentukan karakter. Reputasi mengharapkan anda menjadi mirip siapa, huruf yaitu siapa anda sebenarnya. Reputasi tiba dari luar, huruf tumbuh dari dalam. Reputasi terbentuk dalam sesaat, huruf dibangun seumur hidup. Reputasi yaitu apa yang orang katakan wacana anda di hadapan tahta Allah. Reputasi yang baik muncul lantaran merupakan cerminan dari karakter. D.L. Moody berkata, “Jika saya mengurus huruf saya, maka reputasi saya akan mengurus dirinya sendiri”. 

Pertanyaan untuk mengukur integritas : Seberapa baik saya memperlakukan orang lain yang darinya saya tidak sanggup memperoleh apa-apa ? Apakah saya orang yang sama ketika menjadi sentra perhatian umum mirip ketika sendiri ? Apakah saya cepat mengakui kesalahan tanpa didesak ? 

Integritas bukanlah apa yang kita lakukan melainkan lebih banyak siapa diri kita. Dan siapa diri kita, pada gilirannya memutuskan apa yang kita lakukan. Sistem norma kita merupakan sebagian besar dari diri kita yang tidak bisa dipisahkan dengan diri kita. Ini memutuskan prioritas dalam kehidupan kita dan menilai apa yang akan kita terima atau kita tolak. 

Di semua lapisan masyarakat ada seruan yang kuat supaya para pemimpin, baik di bidang usaha, politik atau agama, hidup berintegritas. Integritas dipandang sebagai kualitas yang sangat fundamental dan penting dalam kepemimpinan. Kita tidak perlu terkejut bila integritas dinilai tinggi dalam sektor usaha. 

Dalam bukunya yang berjudul Transforming Leadership, Richard Higginson mendaftarkan beberapa pernyataan misi dari perusahaan-perusahaan terkemuka : 
  • Integritas tidak bisa dikompromikan. Usaha-usaha yang dijalankan oleh perusahaan kami di seluruh dunia harus dilaksanakan dengan sikap yang bertanggungjawab secara sosial dan menjunjung tinggi integritas serta berkontribusi positif pada masyarakat.” (Ford Motors)
  • Perusahaan Shell mengutamakan kejujuran dan integritas dalam semua aspek usahanya.”
  • Kami menjalankan perjuangan dengan penuh integritas. Di setiap tingkat jabatan para pekerja diarapkan setia pada etika-etika standar bisnis yang tertinggi dan harus memahami bahwa segala sesuatu yang di bawah standar sama sekali tidak bisa diterima.” (Hewlett Packard)
Integritas juga merupakan hal yang sangat diperhatikan dikalangan para pegawai. Penelitian memperlihatkan bahwa, ketika para pegawai ditanyai mengenai apa yang paling mereka kagumi dari seorang pemimpin, maka integritas merupakan salah satu dari tiga kualitas yang paling sering disebutkan. Bagi kebanyakan pegawai tersebut integritas berarti bertindak jujur, mereka menginginkan atasan mereka bersikap jujur dengan pegawainya, dan juga bersikap konsisten. Pemimpin-pemimpin dalam bidang perjuangan atau politikus atau para hamba Tuhan sebaiknya tidak menyampaikan hal yang sama sekali berbeda dengan apa yang mereka katakan keesokan harinya. 

Integritas sanggup digambarkan dan dibuktikan dengan beberapa hal mirip : (1) Saat tiuada orang yang tahu, (2) Hidup transparan dan (3) Tidak menipu orang lain, diri sendiri dan Allah. 

(1) Integritas : Saat Tiada Orang Yang Tahu 
Apa yang kita lakukan pada ketika kita merasa bahwa perbuatan kita tidak akan diketahui orang lain memperlihatkan level integritas kita. Integritas kita diukur dari apa yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan pada ketika kita benar-benar sendirian. 

Yusuf selama berhari-hari digoda oleh istri Potifar, bosnya, untuk bersetubuh dengan dia. Probabilitas perselingkuhan mereka diketahui orang sangat kecil. Bahkan mencapai titik nol. Potifar tidak dirumah, dan para pengawal dan dayang-dayang si nyonya rumah telah diatur untuk menghilang dalam waktu yang cukup lama. Yusuf sanggup berselingkuh tanpa khawatir ketahuan. Namun jawabannya yang begitu tegas memperlihatkan level integritasnya, “Bagaimana mungkin saya melaksanakan kejahatan yang besar ini (terhadap Potifar) dan berbuat dosa terhadap Allah?” Itulah integrity in action. 

Sering kali integritas kita ditentukan oleh probabilitas tindakan tersebut diketahui orang lain. Padahal seharusnya kita gentar terhadap Allah lantaran Dia yaitu yang Allah tak pernah tidur. Bukan hanya itu, Ia juga yaitu Allah yang menyingkapkan dosa. Tegasnya, sebuah bacin bau tidak akan sanggup ditutup-tutupi selamanya. Pada ketika kita mencoba menutupinya, Allah dalam kedaulatan-Nya sanggup membukanya dan menyatakan kepada publik. 

Pengamsal mengingatkan kita, “Siapa higienis kelakuannya kondusif jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya akan diketaui” (Amsal 10:9). Terjemahan bahasa Inggris terhadap ayat ini lebih tepat : “The man of integrity walks securely, but he who takes crooked paths will be found out”. Jika kita bersikeras menutupi dosa dan kesalahan kita, Allah yang akan membukakannya dengan cara dan konteks yang berbeda sesuai dengan kedaulatan-Nya. Dan kalau itu yang terjadi, biasanya berakibat fatal. 

(2) Hidup Transparan
Orang yang mempunyai integritas tidak mempunyai sesuatu yang perlu disembunyikan atau ditakuti. Hidup mereka yang transparan bagai surat yang terbuka. Dalam Perjanjian Lama, Daniel mendemonstrasikan prinsip ini dengan konkret. Saat orang-orang yang tidak mengenal Allah mencari-cari alasan untuk mendakwanya, mereka tidak sanggup menemukan kesalahan apapun dalam hidup Daniel (Daniel 6:5,6). Ia menjalani kehidupan yang dari beling mata insan sama sekali tidak bercacat. 

(3) Tidak Menipu Orang Lain, Diri Sendiri dan Allah
Warren Wiersbe dalam bukunya Integrity Crisis menulis bahwa orang yang tidak berintegritas yaitu orang yang sedang mengalami dekadensi moral dan spiritual. Kegelapan mencakup dirinya namun ia tidak mengetahuinya, lantaran ia merasa kegelapan dalam dirinya yaitu terang. 

Jalan menuju integritas begitu sulit dan berliku. Begitu banyak pemimpin Nasrani yang jatuh dalam area integritas, berkompromi dalam area kuasa, uang dan seks. 

Rentetan skandal ala raja Daud seharusnya membuat kita semakin rendah hati dan gentar dihadapan Tuhan. Kita semakin ketat menjaga hati dan mengujinya di hadapan Allah. Tanpa itu, mustahil seorang pemimpin sanggup memberikan teladan hidup. Dunia tetap menanti para role model yang berani menyatakan, “Ikutlah aku, sama mirip saya mengikut Kristus”. 

2.5.2 Mengapa Integritas Penting
Pdt. Dr. Frans Pantan mengemukakan alasan mengapa integritas penting, yaitu :[10]
  1. Ada sebuah standar kualitas dari Allah (1Raja-Raja 9:4; Ayub 2:3; Matius 22:16) 
  2. Integritas membawa percaya diri bagi yang melakukannya (Amsal 10:9) 
  3. Integritas memberikan kuasa atas kata-kata kita (Titus 2:7-8, Markus 1:27 kaitan dengan Kisah Rasul 19:14-15) 
  4. Orang percaya perlu dipimpin oleh kejujuran dan ketulusannya (Amsal 11:3) yaitu sanggup mengendalikan diri dan mengalahkan pencobaan serta berani mempertahankan kebenaran (Ayub 27:5) 
  5. Tidak sanggup dipersalahkan (Ayub 2:3; Kej. 20:6) dimana berani diadili (Ayub 31:6; Maz. 7:8) dan ada percaya diri – ada tenang meski difitnah, dsb. 
  6. Memiliki korelasi yang serasi dengan diri sendiri, sesama dan Tuhan 
Integritas yaitu modal utama seorang pemimpin, namun sekaligus modal yang paling jarang dimiliki oleh pemimpin. Integritas ialah keadaan dimana sesuatu sama dan lengkap dalam suatu kesatuan. Artinya : “Kata-kata saya sesuai dengan perbuatan saya, kapanpun dan dimanapun saya berada”. Orang yang berintegritas ialah orang yang punya prinsip, orang yang mempunyai kepribadian yang teguh dan mempertahankannya dengan konsisten. Integritas berbeda dengan image. Image yaitu apa yang orang pikir wacana siapa kita. Image yaitu persepsi orang terhadap kita. Integritas yaitu siapa kita sesungguhnya.[11]

Alasan-alasan mengapa integritas begitu penting : 
  1. Integritas membina kepercayaan (trust) – seseorang yang mempunyai integritas dan mempertahankannya akan menerima kepercayaan yang besar dari orang lain. 
  2. Integritas punya imbas yang sangat tinggi bagi para pengikut – pemimpin yang berintegritas sangat dikagumi dan diteladani oleh pengikutnya. 
  3. Integritas mempunyai standar yang tinggi – pemimpin yang berintegritas harus hidup dengan standar yang lebih tinggi daripada pengikutnya. 
  4. Integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya gambaran – gambaran yaitu apa yang dipikirkan orang wacana kita, tetapi integritas yaitu diri kita sesungguhnya. 
  5. Integritas berarti menghayati sendiri sebelum memimpin orang lain – sebelum kita mengajarkan atau mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu kita harus terlebih dulu hidup di dalamnya. 
  6. Integritas yaitu prestasi yang dicapai dengan susah payah – integritas yaitu hasil dari disiplin pribadi, kepercayaan batin, keputusan yang konsisten dan komitmen yang kuat sepanjang hidup. 
Penelitian UCLA terhadap 1300 administrator senior memperlihatkan bahwa 71% dari mereka menyatakan bahwa integritas yaitu kualitas yang paling dibutuhkan untuk berhasil dalam bisnis. Menurut kamus Webster : Integritas yaitu kepatuhan pada prinsip moral dan etika; kekuatan huruf moral; kejujuran. Komitmen pada huruf > laba pribadi, orang > benda, pelayanan > kekuasaan, prinsip > kesenangan, pandangan jangka panjang > jangka pendek. Karakter terbentuk dalam momen-momen kecil dalam kehidupan. Karakter tidak dibuat dalam masa krisis, Cuma terlihat. 

John C. Maxwell menyampaikan delapan puluh persen dari apa yang dipelajari orang tiba melalui stimulasi visual, 10 persen melalui stimulasi pendengaran, dan 1 persen melalui indera lainnya. Maka merupakan hal yang masuk nalar bahwa semakin banyak pengikut meliat dan mendengar pemimpinnya konsisten dalam tindakan dan perkataan, akan semakin besar pula konsistensi dan loyalitas mereka. Apa yang mereka dengar, mereka pahami. Apa yang mereka liat, mereka percayai. Terlalu sering kita berusaha memotivasi pengikut kita dengan sarana yang cepat mati dan dangkal. Yang diharapkan orang bukanlah motto untuk dikatakan, melainkan teladan untuk dilihat.[12]

Semakin bisa dipercaya diri anda semakin besar pula kepercayaan orang lain yang ditempatkan pada diri anda, dengan demikian memungkinkan diri anda mempunyai hak istimewa mempengaruhi kehidupan mereka. Semakin kurang di percaya diri anda, semakin kurang pula kepercayaan yang ditempatkan orang lain pada diri anda dan makin cepat anda kehilangan kedudukan untuk mempengaruhi. 

Beberapa alasan mengapa integritas begitu penting :[13]
  • Integritas Membina Kepercayaan 
  • Integritas Punya Nilai Pengaruh Tinggi 
  • Integritas Memudahkan Standar Tinggi Integritas Menghasilkan Reputasi Yang Kuat, Bukan Hanya Citra 
  • Integritas Berarti Menghayatinya Sendiri Sebelum Memimpin Orang Lain 
  • Integritas Membantu Seorang Pemimpin Dipercaya, Bukan Hanya Pintar 
  • Integritas Adalah Prestasi Yang Dicapai Dengan Susah Payah 
Mengapa integritas sangat penting, berdasarkan Pdt. Prof. Dr. Ir. Bambang Yudho, M.Sc., M.A., Ph.D ada 3 hal, yaitu :[14]

Tuhan selalu memperhatikan integritas insan yang dipilih-Nya menjadi seorang pemimpin. Dalam Kitab 1 Raja-raja 9:4-5 dikatakan : “Mengenai engkau, jika engkau hidup dihadapan-Ku sama mirip Daud, ayahmu, dengan tulus hati dan dengan benar, dan berbuat sesuai dengan segala yang Kuperintahkan kepadamu, dan jika engkau tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku, maka Aku akan meneguhkan takhta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya.....” Tuhan Yesus juga merupakan teladan yang sempurna, mirip terdapat di dalam Matius 22:16b, yang berkata : “Guru, kami tahu, Engkau yaitu seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun”. Rasul Paulus di dalam 2 Korintus 1:12, juga menyampaikan : “Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa bunyi hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam korelasi kami dengan kamu, dikuasai oleh kekudusan dan kemurnian dari Allah”. 

Seorang dengan integritas akan memimpin orang lain dengan penuh kepercayaan. Ia akan melangkah tanpa rasa khawatir. Amsal 10:9 menyampaikan : “Siapa higienis kelakuannya, kondusif jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui” dan Amsal 28:1 juga dikatakan : “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa kondusif mirip singa muda”. 

Injil terus-menerus mengingatkan kita untuk menjalankan kehidupan yang sepadan dengan panggilan kita, “Barangsiapa menyampaikan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama mirip Kristus telah hidup” (1 Yoh 2:6). Ini yaitu mengenai iman yang dijalankan, kebenaran yang diterapkan dalam tindakan, kesalehan dalam menjalani kehidupan di tempat kerja. Jemaat Nasrani mula-mula tentu saja harus menjalani hidup mereka secara konsisten. Ada korelasi yang erat antara kekudusan dan misi. Gereja mula-mula sangat diperhatikan gerak-geriknya. Kehidupan mereka, pekerjaan mereka, keluarga mereka, respon mereka ketika berada dalam tekanan; semua ini harus mendukung pesan radikal yang mereka sampaikan pada era pertama. 

Paulus juga sangat menyadari ancaman yang diadapi pemimpin umat Kristen. Ketika berbicara kepada para penatua di Efesus, ia menekankan, “Jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, lantaran kamulah yang ditetapkan Ro Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah” (Kis. 20:28). Ia menyampaikan hal yang sama kepada Timotius : “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah lantaran engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu... Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Tim. 4:12,16). Perintahnya sangat penting dalam kedua pesan yang tersirat tersebut : awasilah kehidupanmu, kesalehanmu, keberlangsungan kehidupan rohanimu terlebih dahulu. 

Manfaat integritas : kepercayaan. Kepercayaan yaitu faktor terpenting dalam membina korelasi dan kunci untuk menjadi orang yang berpengaruh. Orang hanya ingin dipimpin oleh orang yang mereka percayai, yaitu orang yang berkarakter baik. Karena itu : teladankan huruf yang konsisten, gunakan komunikasi yang jujur, hargai keterusterangan, teladankan kerendahan hati, perlihatkan dukungan kepada orang lain (Zig Ziglar berkata, “Bantulah orang lain meraih sukses sehingga anda pun ikut sukses), penuhi kesepakatan anda, miliki sikap melayani, doronglah partisipasi dua arah dengan orang yang anda pengaruhi (tujuan imbas bukanlah manipulasi, melainkan partisipasi. Bila anda menyertakan orang lain dalam hidup dan kesuksesan anda, anda benar-benar sukses secara permanen). Integritas teruji dalam kasus yang kecil. Kita tidak benar-benar mengenal orang sebelum kita mengamati orang itu sewaktu berinteraksi-aksi dengan seorang anak kecil, ketika ban kendaraan beroda empat kempes, ketika bos tidak di tempat, dan ketika mereka pikir tidak seorang pun akan tahu.[15]

2.5.3 Tantangan Integritas 
Pdt. Dr. Frans Pantan mengemukakan ada beberapa hal yang mempengaruhi integritas, yaitu : Keamanan (Power), Kecukupan (Uang) dan Kesetiaan (Wanita lain atau Pria lain) serta Kehidupan yang Konsumtif (Shopping) khususnya bagi wanita. Kalau kita cermati hal-hal tersebut ditawarkan Iblis lantaran : (1) untuk membuat kita masuk dalam kotak iblis, (2) membuat kita menjadi terbatas, (3) melihat problem hanya bisa dipecahkan oleh insan – membuat insan jauh dari Allah.[16]

(1) Pentingnya Keamanan Pemimpin 
  • Apabila seorang pemimpin merasa tidak aman, maka semua orang dilingkungannya juga akan menjadi korban. Yang pada akhirnya ia akan mengorbankan pekerjaannya dan ia sendiri dan ia kan gagal mempertahankan diri sebagai seorang pemimpin. 
  • Ketidakamanan muncul sebagai akhir kita memalingkan fokus kita dari Allah kepada seseorang atau sesuatu. 
  • Percaya kepada Allah : mempunyai Allah yang berkuasa dalam segala hal (Roma 8:28) 
  • Mematikan ke-Aku-an setiap hari. Bukan saya lagi yang hidup tapi Kristus didalamku (Gal. 2:20) 
  • Percaya akan Kasih Allah yang tak berkesudahan (Roma 5:8) 
(2) Pemimpin dan Kesetiannya 
· Bagaimana menumbuhkan kesetiaan : (1) mengerti bahwa anda bukan untuk diri sendiri (Kis 27:23; Markus 13:33-35), (2) berpikirlah jangka panjang dan berusaha untuk menuntaskan segala sesuatu dengan baik – jangan mengalah (Kis 20:24), (3) hitung kesetiaan Tuhan kepada kita (2 Tim 2:13, I Yoh 1:9), (4) jaga jarak korelasi anda dengan perempuan lain (Amsal 6:27-28), (5) berdiri korelasi yang kuat antara anda dengan istri anda, berdiri korelasi saling membangun, jagalah dengan baik emosi dan kebutuhan seks anda dalam ijab kabul anda (Amsal 5:15), (6) isi waktu luang anda dengan maksimal (Amsal 7:7-9, Matius 12:43-45) 

(3) Pemimpin dan Rasa Mencukupi 
  • Iri hati atau rasa ingin mempunyai mirip orang lain (iri hati atau keserakahan) yaitu kasus dalam hal rasa mencukupi. 
  • Contoh-contoh keserakahan : Achan (Yosua 7:1-26), Raja Saul (1 Samuel 15:1-35), Gehazi (2 Raja-Raja 5:1-27), Judas Iskariot (Yo. 12:6), Ananias dan Safira (Kis. 5:1-11) 
  • Bagaimana menumbuhkan rasa mencukupi : (1) tumbuhkan rasa percaya anda kepada Allah Bapa (1 Tim 6:17), (2) tumbuhkan rasa ucapan syukur anda kepada Allah Bapa (1 Tim. 6:7-8, Filipi 4:10-13), (3) tumbuhkan keinginan untuk memberi (1 Tim. 6:18-19, 2 Kor 9:10-12) 
Pertanyaan integritas paling utama ? Berapa besar nilai sebuah integritas anda sebagai seorang pemimpin ? Apakah kita sanggup menjadi seorang pemimpin dengan integritas, yang menemukan keamanan hanya dalam Allah saja, menjadi setia kepada keluarga kita dan panggilan kita dan terus menerus melatih ucapan syukur kepada Allah dengan tida henti-hentinya ? Jawabannya I can do all things through Christ who strengthens me (Philippians 4:13). 

2.5.4 Membentuk dan Mengembangkan Kepemimpinan Yang Berintegritas
Pdt. Dr. Frans Pantan mengemukakan ada beberapa hal yang perlu dikembangkan supaya tercipta kepemimpinan yang berintegritas, yaitu :[17]
(1) Kembangkan dan pelihara korelasi dengan Tuhan 
  • Integritas merupakan buah Roh (Gal. 5:22-23) 
  • Di dalam Kristus terjadi ciptaan gres (2 Kor. 5:17) 
  • Melakukan perbuatan baik yang telah disediakan (Ef. 2:10) 
  • Tetap di dalam Dia supaya berbuah (Yoh. 15:2) 
(2) Bersedia dibuat oleh Tuhan 
  • Perlu dibersihkan supaya semakin banyak buah (Yoh 15:2) 
  • Kita mirip tanah liat di tangan penjunan (Yes. 64:8; Yer. 18:6) 
(3) Perlu berlatih terus dengan tekun dan disiplin 
  • Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus (2 Tim. 2:3) 
  • Melatih diri beribadah (1 Tim 4:7) 
  • Tiap-tiap orang turut mengambil cuilan dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal (1 Kor. 9:25) 
(4) Perlu perubahan nilai dan mempunyai visi yang jelas 
  1. Perlu pembaharuan budi (Roma 12:2) 
  2. 2 Tim 3:16 
  3. ·2 Kor. 5:17 
  4. Lukas 6:45 
(5) Ciptakan suasana dan lingkungan yang menunjang 
  • Mazmur 1:1-2 
  • Timotius yang hidup di bawah asuhan neneknya Lois dan ibunya Eunike yang taat pada Tuhan telah menumbuhkan seorang cowok yang berintegritas. Bandingkan dengan Lot yang beriman tinggal di antara orang yang tidak beriman di Sodom (Kej. 19). 
(6) Waspada dan berdoa terhadap hal-hal yang sanggup mempengaruhi integritas kita 
  • Keuangan 
  • Kuasa dan popularitas 
  • Kemalasan dan menunda pekerjaan 
  • Menghitung-hitung pengorbanan 
  • Diperhadapkan pada pilihan yang sangat sulit-semua tidak baik 
Jonathan Lamb menyatakan membentuk seseorang menjadi pemimpin yang berintegritas tidak gampang lantaran membutuhkan proses panjang dan terencana. Makin dini proses ini dikerjakan, makin besar kemungkinan seseorang menjadi pemimpin yang setia kepada Tuhan. Proses pembentukan integritas sanggup dimulai semenjak seorang anak mengikuti acara Sekolah Minggu. Melalui cerita-cerita Sekolah Minggu, guru sekolah ahad sanggup mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran dan juga keteladanan kepemimpinan tokoh-tokoh Alkitab. Selain itu, terjadi juga pembentukan dan penumbuhan spiritualitas atau kesalehan hidup melalui disiplin doa, membaca Alkitab, mengikuti ibadah, memberi persembahan dan berpartisipasi dalam pelayanan. Ketika mereka menginjak dewasa, pembinaan dan pembinaan sanggup ditingkatkan untuk membekali mereka supaya sanggup menerapkan kebenaran-kebenaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks, termasuk menerapkan kepemimpinannya di masyarakat. 

Ada 4 (empat) hal utama yang perlu dibangun sebagai jalan panjang persiapan pemimpin Nasrani untuk meneladani huruf dan integritas Kristus menjadi pemimpin yang berintegritas, yaitu : [18]
  1. Kristus sebagai model - Ketuhanan Kristus, yaitu mengakibatkan Yesus sebagai Tuhan dalam setiap keputusan kehidupan 
  2. Injil sebagai dasar – keyakinan akan Injil sebagai dasar dari kehidupan menuntut untuk memahami firman Tuhan sebagai dasar dalam setiap keputusan yang akan diambil. Injil bukan hanya mengubah diri tetapi juga akan menjadi daya imbas terhadap orang di sekitar. 
  3. Tubuh Kristus sebagai tujuan panggilan – akan mengubah seluruh prioritas dan taktik hidup. Sasaran dan perencanaan kepemimpinan tidak lagi berorientasi kepada diri sendiri saja tetapi kepada amanat yang Tuhan percayakan. 
  4. Kehidupan yang terus-menerus ibarat Kristus – hidup dengan gaya hidup yang ibarat Kristus yaitu pengejawantahan dari kepemimpinan yang berpusatkan Kristus. 
Dari beberapa karakteristik utama seorang pemimpin : karakter, kepedulian, komunikasi, kompetensi, komitmen dan keberanian (character, caring, communication, competence, commitment dan courage), huruf atau integritas yaitu yang paling utama. Integritas yang sejati haruslah beralaskan kehidupan kerohanian yang sehat. 

Kepemimpinan rohani mempunyai dua dimensi, yaitu “Perintah Allah” sebagai dimensi Illahi dan “Tanggapan insan atas pilihan dan perintah Allah” sebagai dimensi manusia. Sebagai pemimpin Nasrani yang baik, haruslah memerhatikan segi “dimensi manusia” dengan menjaga “integritas” kehidupan, lantaran Allah selalu menentukan insan dengan “integritas” yang baik.[19]

Sifat-sifat apakah yang seharusnya dimiliki setiap pemimpin ? John C. Maxwell mengutif Mazmur 15 dimana Daud menggambarkan seorang pemimpin yang saleh sebagai seorang yang :[20]
  • Mempunyai integritas 
  • Tidak ikut serta dalam gosip 
  • Tidak mencelakai orang lain 
  • Berbicara menentang kesalahan 
  • Mengargai orang lain yang hidup dalam kebenaran 
  • Menepati kata-kata mereka bahkan jika merugi 
  • Tidak ingin mendapatkan laba dari kerugian orang lain 
  • Kuat dan mantap 
Integritas Paulus mendorongnya mengambil sikap teradap Petrus, rekan pemimpinnya, di depan beberapa orang percaya Yahudi dan Kafir. Paulus mengkritik kemunafikan Petrus dan menuntut supaya semua pemimpin Nasrani tetap konsisten, tanpa mempedulikan teman yang ada bersama mereka. “Tetapi waktu kulihat kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, saya berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua : “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau sanggup memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yaudi?” (Galatia 2:14). 

Ada tiga ciri integritas yang sangat penting, yaitu :[21]
  • Ketulusan : Motivasi Yang Murni 
  • Konsistensi : Menjalani Kehidupan Sebagai Suatu Keseluruan 
  • Keandalan : Mencerminkan Kesetiaan Allah 
Hal-hal lainnya yang memperlihatkan ciri-ciri diatas terkait dengan integritas yaitu : 
  • Kekudusan 
  • Kesalehan 
  • Kesederhanaan 
  • Apa adanya 
  • Tulus ikhlas 
  • Tidak licik 
  • Bukan Penipu 
  • Spontan 
  • Jujur 
  • Tidak Berpura-pura 
  • Transparansi 
  • Keterbukaan 
  • Keterusterangan 
  • Ketulusan hati 
  • Konsisten dalam semua situasi dan kondisi 
  • Konsisten dalam berkomunikasi 
  • Konsisten dalam mengatur semua urusan 
  • Setia kepada Allah 
  • Akuntabilitas kepada Allah 
  • Akuntabilitas kepada orang lain 
  • Akuntabilitas teradap diri sendiri 
  • Melayani orang lain 
  • Kasih yang berkorban 
  • Kepedulian mirip orang bau tanah kepada anaknya 
  • Tidak ada penipuan 
  • Tidak ada penyimpangan 
  • Merendahkan diri 
  • Tidak meninggikan diri 
  • Menggunakan otoritas 
  • Membangun Komunitas 
  • Menangani Kegagalan 
  • Integritas Sebagai Cara idup 
Para pemimpin dalam beberapa organisasi tidak mengenali pentingnya membuat suatu keadaan yang menghasilkan pengembangan calon-calon pemimpin. Hanya pemimpinlah yang sanggup mengendalikan lingkungan organisasi mereka. Mereka sanggup menjadi pemicu perubahan yang membuat suatu keadaan yang mengasilkan pertumbuhan. 

2.6 Kajian Teologis Dalam Perjanjian Lama Kepemimpinan Yang Berintegritas 
Kajian teologis dari Kepemimpinan Nasrani merupakan suatu studi yang sangat luas dan menarik untuk diteliti, dipelajari, didiskusikan bahkan dirumuskan menjadi topik mata studi ajaran, namun dikarenakan keterbatasan wantu dan penelitian, maka pada makalah ini hanya difokuskan pada integritas pada tokoh tertentu dalam Perjanjian Lama. 

Dalam Keluaran 18:21, disebutkan bahwa orang yang harus dipilih untuk menjadi pemimpin umat Israel yaitu orang yang mempunyai :[22]
  1. Integritas Diri (hubungan dengan diri, dan bagaimana memandang diri) – cakap, yaitu menyangkut keberadaan/ kemampuan/ kematangan individu. 
  2. Integritas Rohani (hubungan pribadi dengan Allah) – takut akan Allah, komitmen dengan Allah. 
  3. Integritas Sosial (integritas pribadi/ moral/ sosial dalam korelasi dengan orang lain) – sanggup dipercaya 
  4. Integritas Ekonomi (hubungan dengan uang/ benda, kebutuhan versus tanggung jawab) – benci pengejaran suap 
  5. Integritas Kerja (hubungan dengan pekerjaan yang dipercayakan kepada pemimpin). 
2.6.1 Kepemimpinan Musa 
Kehidupan Musa sanggup dibagi dalam tiga periode selama tiap-tiiap 40 tahun. Sebagai seorang pangeran Mesir, seorang gembala di pengasingan dan seorang pemimpin bangsa Israel. Persiapan-persiapannya untuk menjadi pemimpin bangsa Israel yaitu pendidikan yang baik di istana Mesir, pengalaman tinggal di padang gurun dan persekutuannya yang erat dengan Allah. Iman dan kesabaran Musa sangat diuji oleh bangsanya, sekumpulan budak yang gampang ketakutan, plin-plan, bersungut-sungut dan pemberontak. Memikul beban tanggung jawab kesejahteraan fisik dan rohani bangsa Israel, Musa tampil sebagai orang yang lembut hati dan rendah hati, bijaksana dan beriman teguh pada Allah, seorang yang lebih mementingkan kemuliaan Allah daripada kemegahan diri sendiri. 

Musa menjadi remaja dengan memperoleh pengalaman di tempat yang glamor (istana Mesir) maupun di tempat yang sederhana (Midian). Kemudian ia dipanggil Tuhan untuk menjadi pemimpin bangsa Israel, sebagaimana dilaporkan dalam Keluaran 3 dan diringkaskan dalam ayat 30-34. Dialah yang memberikan firman Tuhan kepada bangsa Israel dan memberikan jawaban bangsa Israel kepada Tuhan. Sebagai penyambung pengecap Tuhan tentu saja ia tidak mengurangi atau menambahi sedikitpun kehendak kedua belah pihak. 

Ada 3 kejadian dalam kepemimpinan Musa sewaktu memimpin umat Allah ke luar dari perhambaan dimana Musa membutuhkan sumbangan sebagai pendamping/ pemimpin yaitu : 
Ketika Musa diberikan Harun untuk membantunya mendatangi Firaun, lantaran Musa terlampau menekankan keterbatasannya dalam hal kemampuan natural (Keluaran 4:16). 
Peristiwa tatkala beban menanggulangi perselisihan selaku seorang hakim menjadi terlampau berat, Musa akhirnya menuruti pesan yang tersirat ayah mertuanya, Yitro dan memutuskan orang-orang lain untuk membantu (Keluaran 18:14-21). 
Bebab rohaniah dalam berdoa syafaat untuk umat Israel sambil berupaya membuatkan huruf mereka telah mengakibatkan Musa kewalahan dan jawaban Allah memperlihatkan tujuh puluh tua-tua Israel guna mendampingi Musa (Bilangan 11:14-17). 

Dalam Keluaran 15-17 Musa mengalami keputusasaan dalam memimpin bangsa yang gemar bersungut-sungut. Sikap mereka yang jelek menambah beban kepemimpinannya dan penderitaan mereka sendiri. Melalui pengalaman tersebut Musa mempelajari keterbatasan kepemimpinan insan dan menyadari kebergantungannya pada Allah. Dia juga mempelajari nilai dukungan rekan-rekan sepelayanannya melalui pertolongan Harun dan Hur. 

Dalam Keluaran 32-34 Musa menolak kesempatan untuk meninggalkan bangsa yang pemberontak dan bebal tersebut dan pergi sendiri dengan Allah. Musa juga menolak godaan untuk berpikir bahwa ia sanggup bertahan dengan bangsa tersebut tanpa hadirat Allah. Musa tidak sanggup hidup sendiri tanpa Allah dan tidak sanggup bebas dari tanggung jawab kepada orang lain, juga ia tidak sanggup hidup dalam kekuasaan politik tanpa kekuatan yang tiba dari komplotan pribadinya dengan Allah. Cara hidup Musa mirip dalam Keluaran 33:15 ”Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini”, Musa tidak akan mau pergi kemanapun, sekalipun ke Kanaan yang dijanjikan Allah, tanpa jaminan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka. 

Dalam Bilangan 11-14 Musa diuji kepemimpinannya, kebesaran Musa nampak berkali-kali ketika beban kepemimpinannya menjadi semakin berat, Allah menaruh RohNya di atas 70 tua-tua Israel untuk menolong Musa memerintah bangsa itu. Tidak mirip banyak orang yang tidak cukup kemampuan untuk melepaskan kekuasaan kepada orang-orang lain, Musa sangat senang mendapatkan pemimpin-pemimpin tersebut dan memuliakan Roh Allah yang ada pada mereka. Ketika Miryam dan Harun mengata-ngatai dia, Musa tidak membalas dendam dan ia memohon pengampunan untuk Miryam yang kena kusta akhir eksekusi Allah. Penolakan Musa untuk mencari kedudukan dan kemuliaan bagi diri sendiri membuat Allah bebas membela Musa dan ini lebih efektif daripada yang mungkin dilakukan Musa. Walupun bangsa Israel menolak untuk memasuki tanah perjanjian kemana Allah telah memimpin mereka keluar dari perbudakan di Mesir, Musa tidak menolak mereka ketika Allah memperlihatkan kesempatan padanya. Doa Musa mencegah kehancuran mereka dan ia rela mendapatkan eksekusi perjalanan 40 tahun di gurun bahu-membahu mereka. 

Musa menentukan menderita sengsara bersama umat Allah daripada untuk menikmati kesenangan dosa. Sikap ini memperlihatkan kejujuran Musa terhadap umat Allah yang dipercayakan kepadanya untuk dibimbing dan dipimpin. Kehidupan Musa membuktikan segi-segi yang dibutuhkan dalam kepemimpinan yang efektif. Saat Allah memanggil Musa Ia memampukan Musa untuk kiprah yang diberikan.

2.6.2 Kepemimpinan Nehemia
Nehemia mengungkapkan seluruh keberadaan dirinya di dalam catatan hariannya, yang tergabung dalam sebuah kitab Nehemia. Sama mirip jutaan orang Yahudi sepanjang sejarah, Nehemia menyadari akan kasus orang-orang yang tergolong minoritas. Dan sama mirip kebanyakan orang Yahudi, ia juga tahu apa artinya mencapai keberhasilan. Ia telah mencapai suatu kedudukan yang terkemuka yaitu sebagai juru minuman bagi seorang raja Persia yaitu raja Artahsasta I, penguasa yang paling kuta pada zaman itu. Sebagai seorang juru minuman, Nehemia bertugas untuk merasakan air anggur dari cawan raja (587 sM) bangsa Babel telah menjarah Yerusalem dan Kerajaan Yehuda yang di selatan itu, kemudian membawa penduduknya ke pengasingan. Tetapi sesudah Babel jatuh ke tangan orang Persia, Raja Koresy mengubah total garis kebijaksanaan Babel dan pada tahun 538 sM mengizinkan beberapa rombongan orang Yahudi untuk pulang ke Yerusalem. Tindakan mereka yang pertama-tama ialah mendirikan sebuah mezbah dan membangun kembali bait Allah. Perhatian mereka selanjutnya ditujukan pada kota itu supaya mempunyai daya pertahanan lagi. Dan pada tahun 445 sM Nehemia tiba ke Yerusalem untuk menuntaskan kiprah membangun tembok-tembok kotanya. 

Dalam Nehemia Pasal 1, pada waktu kisah ini dimulai Nehemia yaitu seorang pemimpin yang masih dalam masa pendidikan. Ketika ia mendengar isu wacana tembok Yerusalem yang telah rusak terbongkar, pintu-pintu gerbang yang terbakar dan penduduknya yang sedang menderita tekanan batin serta perasaan malu, isu itu dirasakan Nehemia sebagai pukulan jasmani sehingga selama beberapa hari ia menangis, berkabung, berpuasa dan berdoa (1:4). Allah membuka hati Nehemia terhadap bencana bangsanya, bencana yang makin mencemarkan nama Allah. Allah memberikan kemampuan kepadanya untuk sanggup merasakan apa yang memprihatinkan Allah dan tertarik masuk ke dalam jalur yang mengarah ke tujuan Allah. Nehemia berdoa dan mengakui dosa bangsa-bangsanya, ia mempunyai rasa turut bertanggung jawab bahkan tidak mempedulikan nasib dirinya sendiri sementara ia memohon bagi bangsanya. Allah menggunakan kehidupan doa Nehemia yang aktif untuk membentuk ia menjadi seorang pemimpin yang saleh dan takut akan Tuhan. 

Dalam pasal 2, Nehemia yaitu orang yang cepat bertindak, segera sesudah ia menerima persetujuan raja mengenai rencananya, ia merundingkan segala perlengkapan yang diperlukan, mengatur keselamatan perjalanan itu, menyusun planning masa yang akan datang, mengerahkan tenaga kerja yang besar dan membagi proyek pekerjaan masal yang sangat besar itu ke dalam unit-unit yang gampang ditangani. Ada 3 unsur yang mengakibatkan segalanya tertib yaitu : 
  1. Pikirannya mengarah ke masa depan dalam doanya (2:1-10) 
  2. Melakukan dulu penyelidikan yang cermat mengenai situasi (2:11-16) 
  3. Tugasnya memberi motivasi kepada orang-orang sebelum menyerahkan pekerjaan itu (2:17-18) 
Nehemia yaitu pemimpin yang baik, pemimpin yang baik melaksanakan penelitian sendiri. Tiga hari sesudah tiba di Yerusalem, ia pergi pada malam hari untuk melaksanakan penyelidikan secara rinci mengenai tembok itu. Amanatnya kepada penduduk Israel dalam 2:17-18 memperlihatkan bahwa ia sungguh hebat dalam segala kesederhanaan serta ketegasannya. Hal itu terdiri dari 4 unsur yaitu : (1) kepekaan batin untuk mempersamakan diri yang menjalar kepada orang lain, (2) ratifikasi mengenai keadaan Yerusalem yang sudah sangat gawat (3) seruan untuk mengambil langkah khusus (4) kesaksian pribadi. Nehemia seorang pemimpin yang memimpin bukan seseorang yang hanya mendorong dari belakang, ia bukan hanya mempersamakan dirinya dengan bangsanya melainkan juga memimpin dengan menjadi teladan. Dan ia memanggil mereka untuk ikut dengan dia. Dalam pasal 3 dan 4, Nehemia sasarannya ialah membuat Yerusalem mempunyai daya pertahanan lagi, untuk itu Nehemia membagikan tugas-tugas pekerjaan kepada orang-orang lain dan ia sendiri pun ikut serta mengerjakannya. Nehemia mendelegasikan, menyerahkan wewenang serta tanggung jawab dan membagi-bagikan pekerjaan. Paling sedikit ada tiga puluh sembilan kelompok pekerja yang terlibat dalam pekerjaan itu. 

Sebagian dari pekerjaan Nehemia berupa administrasi. Ia seorang pengatur yang sangat cermat dan seorang pencatat yang saksama (7:5). Sebagian dari pekerjaannya juga berupa doa dan puasa (1:5-11). Sebagian lagi dari pekerjaannya ialah mengawasi atau memandori. Dialah yang mengambil tanggung jawab untuk memastikan bahwa pekerjaan itu maju di semua cuilan tembok Yerusalem, bahwa kesulitan-kesulitan di satu cuilan jangan hingga menghambat cuilan yang lainnya. Kaprikornus doa, administrasi, pengawasan di tempat dan kerja fisik semuanya merupakan cuilan dari satu keutuhan. Dalam pasal 5, perintah Nehemia untuk membangun tembok kota Yerusalem diiringi dengan pengangkatannya sebagai bupati (atau kepala daerah) Tanah Yehuda. Lama masa jabatannya yang pertama ialah 12 tahun (5:14). Kedudukan itu memberi hak kepadanya untuk memungut pajak-pajak tertentu bagi menutup biaya pemerintahan, contohnya bila ada pengeluaran untuk pesta menjamu serta menghibur orang dan keramahan sebagai tuan rumah. Tetapi Nehemia menolak berbuat mirip itu. ”Aku dan saudara-saudaraku tidak pernah mengambil pembagian yang menjadi hak bupati. Tetapi para bupati yang sebelumnya, yang mendahului aku, sangat memberatkan beban rakyat. Bupati-bupati itu mengambil dari mereka 40 syikal perak sehari untuk materi kuliner dan anggur” (5:14-15). Pikiran Nehemia hanya tertuju pada setia mengabdi sebagai saksi Allah dan menolong mereka yang sedang dalam keadaan putus asa. Karena pikirannya yang demikian itu, maka musuh-musuhnya tidak sanggup menarik ia menyimpang dari tujuannya, juga kekayaan dan kehormatan tidak sanggup menjeratnya. Ia berada di Yerusalem bukan untuk mengambil, melainkan untuk memberi. Ia bukan saja abdi Allah, melainkan juga abdi masyarakat. Jarang sekali ada pejabat pemerintah mirip dia, yang mempunyai jiwa seorang gembala. Pada masa tuanya Nehemia dipuji atas keberaniannya, ketegasannya, kesediaannya untuk menghadapi masalah-masalah dan mengambil tindakan terhadap hal-hal itu. Bahkan caranya bertindakpun sanggup dibenarkan. Sampai final hidupnya Nehemia tetap menjadi pemimpin yang bisa mengambil jalan yang tidak disenangi orang lain dan memang sering ia melakukannya bila ia memandang hal itu perlu. 

Prioritas Nehemia yaitu prioritas Allah. Pada waktu orang dengan gampang sanggup menjadi patah semangat, tidak mau bertindak dan membiarkan masalah-masalah itu lewat saja, Nehemia mengambil tindakan yang tepat serta efektif untuk membereskan apa yang masih kurang. Sejak mula pertama kepemimpinannya mengungkapkan kebijaksanaan untuk melaksanakan terlebih dulu apa yang perlu diutamakan. Ia mendapatkan prioritas-prioritas Allah, apakah itu menyenangkan orang banyak atau tidak, apakah itu menguntungkan ia secara pribadi atau tidak. Nehemia seorang pemimpin dengan semangat dan konsisten dengan visinya dan kuat dengan doa-doanya. 

2.6.3 Kepeminpinan Daniel
Daniel memberi teladan mudah dan bersifat pribadi bagi pergumulan kita. Ia yaitu pola dari orang yang karirnya mencapai posisi dengan kekuasaan dan prestise besar dalam sistem dunia, namun yang tidak pernah mengkompromikan prinsip-prinsip dasar Alkitab. Ia memperlihatkan kepada kita cara menjalani hidup rohani yang utuh di bawah tekanan dunia sekuler. Mereka yang mengalami godaan untuk mengalah terhadap tekanan semacam itu akan banyak berguru dari Daniel. 

Pelayanan Daniel di Babel berlanjut dari 70 tahun penjajahan Babel hingga masa pemerintahan Persia. Daniel hidup sehat hingga usia 80 atau 90 tahun. Fokus utama nubuat Daniel yaitu pada orang-orang kafir. Dalam setiap keadaan dan dalam setiap krisis, Daniel mengarahkan kita pada Allah yang secara berkuasa bekerja dalam sejarah manusia. Daniel sanggup menolak sikap berkompromi lantaran hubungannya dengan Allah yang maha kuasa. Ketaatan Daniel secara sederhana merupakan pernyataan keberadaan Allah yang maha kuasa. Dia memandang Tuhan sebagai Raja di atas segala raja dunia dari Babel. Dalam pasal 1, Daniel dan kawan-kawannya dipisahkan dari tempat asal mereka dan dibawa ke Babel pada waktu mereka muda. Kemungkinan mereka gres berusia antara 12-14 tahun. Di Babel mereka harus menjalani acara pembinaan selama 3 tahun untuk mempersiapkan mereka menangani duduk kasus bangsa Yahudi dalam kekaisaran Babel. Dan pada ketika menghadapi kuliner yang pertama kali disajikan, bunyi hati mereka berontak. 

Dalam pasal 5, Daniel sudah bau tanah lebih dari 80 tahun usianya, Raja yang menggantikan Nebukadnezar memandang sebelah mata padanya. Daniel dipindahkan ke cuilan yang tidak berarti dalam struktur birokrasi Babel, namun ketika raja menemui masalah, ia memanggil Daniel. Daniel memperlihatkan pada kita bagaimana hidup berpegang teguh pada Allah selama masa pembuangan yang panjang. 

Nabi Daniel yaitu pola insan yang mempunyai pribadi yang utuh/ berintegritas lantaran Daniel : 
  • Adalah seorang yang beriman dan taat kepada Allah sehingga bisa menjaga dan memelihara integritas dan kredibilitasnya sepanjang waktu. (Daniel 5:11-12). 
  • Tidak terdapat cacat cela (tidak bercacad) lantaran ia setia kepada Allah dan mempunyai Roh Kebenaran (Daniel 6:4-5). 
  • Rajin dan tekun berdoa, lantaran menyadari bahwa doa merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi pelbagai ancaman dalam hidupnya (Daniel 6:10-12). 
  • Siap dan rela berkorban untuk sesuatu yang dianggapnya baik dan benar dihadapan Allah (Daniel 6:14-17). 
  • Mampu menyatukan (mengintegrasikan) pelayanannya kepada Allah dan pelayanannya kepada insan (Daniel 6:23).. 
Pemimpin yang mempunyai integritas, yakni kepribadian yang utuh (kepribadian yang tidak terpecah), yaitu pemimpin yang berani menyampaikan YA di atas YA dan TIDAK di atas TIDAK. Pemimpin mirip ini akan berhasil dalam kepemimpinannya. 

Integritas penting dan perlu dimiliki oleh seorang pemimpin lantaran : 
3 Allah menghendaki pemimpin mempunyai integritas yakni : Ketulusan, kebenaran, kesetiaan, kemurnian hati, kesalehan, kejujuran dan tidak mencari muka. Dalam 1 Raja-Raja 9:4-5 dikatakan ”Mengenai engkau, jika engkau hidup dihadapanKu sama mirip Daud, ayahmu dengan tulus hati dan dengan benar, dan berbuat sesuai dengan segala yang Kuperintahkan kepadamu dan jika engkau tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturanKu, maka Aku akan meneguhkan kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya mirip yang telah Kujanjikan kepada Daud, ayahmu, dengan berkata : Keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel”. 

4 Karena pemimpin yang mempunyai integritas akan memimpin dengan penuh percaya diri. Amsal 10:9 ”Siapa higienis kelakuannya, kondusif jalannya...” dan Amsal 28:1 ”Orang fasik lari walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman...”. Kaprikornus integritas memberi kuasa dalam perkataan dan memberi kekuatan dalam perencanaan kerja dan pelayanan. 

Pemimpin yang mempunyai integritas tidak memisahkan kehidupan pribadi dari kehidupan bersama dimana pemimpin yang mempunyai integritas akan menampilkan dirinya sebagaimana adanya dan tidak dibuat-buat pada setiap situasi yang dihadapinya. Contoh pemimpin yang memisahkan kehidupan pribadinya dari kehidupan bersama yaitu Raja Saul. Ia lebih memperhatikan ”public image’nya daripada kondisi nyata dirinya. Pemimpin mirip Saul akan bertindak/berperilaku lain manakala ia berada di antara orang-orang yang memperhatikannya. ”Aku telah berdosa, tetapi tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku kini di depan para tua-tua bangsaku ....” (I Samuel 15:30). 

2.7 Kajian Teologis Dalam Perjanjian Baru Kepemimpinan Yang Berintegritas
Kajian teologis dari Kepemimpinan Nasrani merupakan suatu studi yang sangat luas dan menarik untuk diteliti, dipelajari, didiskusikan bahkan dirumuskan menjadi topik mata studi ajaran, namun dikarenakan keterbatasan wantu dan penelitian, maka pada makalah ini hanya difokuskan pada integritas pada tokoh tertentu dalam Perjanjian Baru. 

Dalam 1 Timotius 3:1-13, Paulus memberikan kriteria bagi seorang pemimpin rohani, mencakup pembagian terstruktur mengenai :[23]
  1. Sosial : tidak bercacat, mempunyai nama baik di luar jemaat, orang terhormat. 
  2. Moral : suami dari satu istri, sanggup menahan diri, bukan peminum/ penggemar anggur. 
  3. Mental : bijaksana, sopan, cakap mengajar 
  4. Kepribadian : bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, suka memberi tumpangan, bukan hamba uang/serakah, jangan bercabang pengecap dan suka memfitnah, hati nuraninya sanggup dipercaya. 
  5. Rumah Tangga : kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. 
  6. Kedewasaan : bukan orang yang gres bertobat, harus diuji dulu. 
2.8 Kepemimpinan Gembala Yang Berintegritas
Faktor utama yang harus dimiliki seorang peminpin Nasrani yaitu Integritas. Paulus pernah menasehati Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Tim 4:16). Bila kita mempunyai huruf yang indah maka akan timbul wibawa rohani, yang membuat orang akan rela mengikuti kita. Injil menuntut persyaratan ketat untuk seorang pemimpin rohani.[24]
Dalam integritas seorang pemimpin dibutuhkan : 
  1. Hati seorang hamba
  2. Hati seorang bapa 
  3. (Suatu Penatalayanan 
Jika tiga kasus ini ada, dipenuhi dan dijalankan berarti integritas tercipta. 
Berdasarkan deskripsi teori-teori di atas, maka Kepemimpinan Gembala Yang Berintegritas dalam penulisan Karya Ilmiah ini digambarkan dengan tiga dimensi, yaitu Ketulusan - motivasi yang murni, Konsistensi - menjalani kehidupan sebagai suatu keseluruan dan Keandalan - mencerminkan kesetiaan Allah. Ketulusan dengan idikator-indikatornya : 1) Transparan, 2) Ketulusan Hati dan 3) Keterusterangan. Konsistensi dengan indikator-indikatornya : 1) Tingkah Laku, 2) Komunikasi dan 3) Mengatur Semua Urusan. Keandalan dengan indikator-indikatornya : 1) Kekudusan, 2) Kesetiaan dan 3) Pengetahuan Firman Tuhan. 

Kepemimpinan Gembala Yang Berintegritas yaitu kehidupan pribadi gembala gembala sidang yang penuh integritas sehingga kepemimpinanya menjadi efektif. 

Kepemimpinan Gembala Yang Berintegritas yaitu Ketulusan, Konsistensi dan Keandalan gembala sidang dalam kepemimpinannya sehingga bisa mempengaruhi, mengarahkan pengerja dan pelopor menuju pertumbuhan rohani yang baik dan matang.

[1] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta : Prenada Media), 2005, hlm.255. 
4 Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Difa Publisher), hlm.654. 
[2] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta : Prenada Media), 2005, hlm.255. 
[3] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta : Prenada Media), 2005, hlm.255-256. 
[1] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership. ITKI-Jakarta.2007.Hlm.48-49 
[2] Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Difa Publisher), hlm.382. 
[3] Bambang Yudho, How to Become A Christian Leader, (Yayasan Andi),2006,hlm.20. 
[4] John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, (Jakarta : Binarupa Aksara),1995.hlm.38. 
[5] Jeff Hammond, Kepemimpinan Yang Sukses, (Metanoia),2003,hlm.51-52. 
[6] Larry Keefauver, 77 Kebenaran Yang Hakiki Dalam Pelayanan. (Semarang : Media Injil Kerajaan),hlm.121-122. 
[7] Myles Munroe, The Spirit of Leadership. (Immanuel), 2006.hlm.276. 
[8] Sendjaya, Kepemimpinan Nasrani (Kairos), 2004, hlm.62. 
[9] Sendjaya, Kepemimpinan Nasrani (Kairos), 2004, hlm.63-64. 
[10] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership. ITKI-Jakarta.2007.Hlm.6-7 
[11] Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, D.Th. Diktat Kepemimpinan Rohani.Hlm.26. 
[12] John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, (Jakarta : Binarupa Aksara),1995.hlm.40. 
[13] John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, (Jakarta : Binarupa Aksara),1995.hlm.41-48. 
[14] Bambang Yudho, How To Become A Christian Leader, (Yayasan Andi),2006,hlm.20-22. 
[15] Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, D.Th. Diktat Kepemimpinan Rohani.Hlm.38-40 
[16] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership. ITKI-Jakarta.2007.Hlm.9-25 
[17] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership. ITKI-Jakarta.2007.Hlm.49-50 
[18] Jonathan Lamb, Integritas.Perkantas.2008.Hlm.31-32 
[19] Bambang Yudho, How to Become A Christian Leader, (Yayasan Andi),2006,hlm.19. 
[20]John C. Maxwell, Leadership – Janji Tuhan Untuk Setiap Hari.(Jakarta : Immanuel),2005.hlm.24. 
[21] Jonatahan Lamb, Integritas.(Jakarta : Perkantas – Divisi Literatur),2008.hlm.37-45. 
[22] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership, ITKI-Jakarta.2007.Hlm.50. 
[23] Pdt. Dr. Frans Pantan. Kompilasi Bahan Ajar Christian Leadership, ITKI-Jakarta.2007.Hlm.50. 
[24] Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, D.Th. Diktat Kepemimpinan Rohani.Hlm.8-9 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel