Pengertian, Ciri-Ciri Dan Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Monday, June 24, 2019
Edit
Apakah Psikologi Komunikasi Itu ?
Pada tahun 1970, di California, seorang ibu berusia 50 tahun melarikan diri dari rumahnya sesudah bertengkar dengan suaminya yang berusia 70 tahun. Ia membawa anaknya, gadis berusia 13 tahun. Mereka tiba meminta dukungan pada petugas kesejahteraan sosial. Tetapi petugas melihat hal asing pada anak gadis yang dibawanya. Perilakunya tidak memperlihatkan anak yang normal. Tubuh bungkuk, kurus kering, kotor, dan menyedihkan. Sepanjang ketika ia tidak henti-hentinya meludah. Tidak satu ketika pun terdengar berbicara. Petugas mengira gadis ini telah dianiaya ibunya. Polisi dipanggil, dan kedua orang tuanya harus berurusan dengan pengadilan. Pada hari siding, ayah gadis itu membunuh dirinya dengan pistol. Ia meninggalkan catatan, “Dunia tidak akan pernah mengerti.”
Mungkin ia benar. Dunia tidak akan mengerti bagaimana mungkin seorang ayah sanggup membenci anaknya begitu sangat. Penyelidikan kemudian mengungkapkan bahwa Genie, demikian nama samara gadis tersebut, melewati masa kecilnya di neraka yang di buat ayahnya sendiri. Sejak kecilnya ayahnya mengikat Genie dalam sebuah daerah duduk yang ketat. Sepanjang hari ia tidak sanggup menggerakan tangan dan kakinya. Malam hari ia ditempatkan dalam semacam kurungan dari besi. Seringkali ia kelaparan. Tetapi kalau Genie menangis, ayahnya memukulinya. Si ayah tidak pernah bicara. Si ibu terlalu buta untuk mengurusnya. Kakak pria Genielah hasilnya yang berusaha member makan dan minum. Itu pun sesuai dengan perintah ayahnya, harus dilakukan diam-diam, tanpa mengeluarkan suara. Genie tidak pernah mendengar orang bercakap-cakap. Kakaknya dan ibunya sering mengobrol dengan berbisik, lantaran takut pada ayahnya.
Ketika Genie masuk rumah sakit, ia tidak diketahui apakah sanggup berbicara atau mengerti pembicaraan orang. Ia membisu. Kepandaiannya tidak berbeda dengan anak yang berusia satu tahun. Dunia mungkin tidak akan pernah mengerti. Tetapi ditemukannya Genie telah mengundang rasa ingin tahu para psikolog, linguis, neurology, dan mereka yang mempelajari perkembangan otak manusia. Genie ialah teladan yang langka ihwal seorang anak insan yang semenjak kecil hampir tidak pernah memperoleh kesempatan berkomunikasi. Penemuan Genie menarik perhatian. Genie tidak dibekali keterampilan mengungkapkan pikirannya dalam bentuk lambing-lambang yang dipahami orang lain. Apakah kurangnya keterampilan ini menghambat pekembangan mental lainnya? Apakah sel-sel otak mengalami kelambatan pertumbuhan? Apakah seluruh sistem kognitifnya menjadi lumpuh? Inilah diantara sekian banyak pertanyaan yang mengakibatkan Susan Curtis, professor linguistik di University of California, mencurahjab waktu tujuh tahun untuk meneliti Genie (Pines, 1981).
Buku ini tidak bermaksud mengungkapkan hasil penelitian Susan Curtis. Genie menjadi penting buat kita untuk memperlihatkan dua hal. Pertama, komunikasi amat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Waserman, 1924). Antropolog terkenal, Ashley Montagu (1967: 450), dengan tegas menulis: “The most important agency through which the child learns to be human is communication, berbal also nonverbal.” Kedua, komunikasi amat erat kaitannya dengan sikap dan pengalaman kesadaran manusia. Tidak mengherankan, bahwa komunikasi selalu menarik perhatian peneliti psikologi.
Dilihat dari sejarah perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Tiga diantara empat orang Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm (1980: 73 ─82) ialah sarjanasarjana psikologi. Kurt Lewin ialah hebat psikologi dinamika kelompok. Ia memperoleh gelar doktornya dalam asuhan Koffka, Köhler, dam Wertheimer, tokoh-tokoh psikologi Gestalt. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu komunikasi lainnya, ialah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Carl I. Hovland, yang definisi komunikasinya banyak dihafal mahasiswa komunikasi di Indonesia, ialah seorang yang dididik dalam psikologi, dan selama hidupnya menentukan karir psikologi. Ia pernah menjadi ajun Clark Hull, tokoh psikologi aliran behaviorisme. Menarik sekali bahwa semua aliran besar dalam psikoligi diwakili oleh para peletak dasar ilmu komunikasi.
Walaupun demikian, komunikasi bukan subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai tanda-tanda perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi.
Bab ini akan menjelaskan pandangan psikologi ihwal arti komunikasi, karakteristik pendekatan psikologi komunikasi, dan perbandingan antara filsafat komunikasi, sosiologi komunikasi, dan psikologi komunikasi. Pada final potongan ini, akan diuraikan secara singkat penggunaan psikologi komunikasi dan isi setiap potongan dalam buku ini.
1.1 Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Bila Kroeber dan Kluckhohn (1957) berhasil mengumpulkan 164 definisi kebudayaan, Dance (1970) menghimpun tidak kurang dari 98 definisi komunikasi. Definisi-definisi tersebut dilatarbelakangi banyak sekali perspektif: mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis. Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, memdefinisikan komunikasi sebagai “ the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli ( usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)” (1953:12). Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai perjuangan “ menjadikan respons melalui lambing-lambang verbal”, ketika lambing-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Raymond S. Ross (1974:b7) mendefinisikan komunikasi sebagai,
“ a transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.” (proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambing kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.)
Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian komunikasi:
Communication 1) The transmission of energy change from one place to another as in the nervous system or transmission of sound waves. 2) The transmission or reception signals or messages by organisms. #) The transmitted message. 4) (Communication theory). The process whereby system influences another system through regulation of the transmitted signals. 5) ( K. Lewin) The influence of one personal region on another whereby a change in one results in a corresponding change in the other region. 6) The message of a patient to his therapist in psychotherapy. (Wolman, 1973:69). (Komunikasi 1) Penyampaian perubahan energy dari suatu daerah ke daerah yang lain menyerupai dalam sistem saraf atau penerimaan signal atau pesan oleh organism. 3) Pesan yang disampaikan. 4) (Teori Komunikasi). Proses yang dilakukan satu sistem untuk menghipnotis sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan. 5) (K. Lewin). Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menjadikan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain. 6) Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.)
Daftar pengertian di atas memperlihatkan rentangan makna komunikasi sebagaimana digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan, dalam psikologi, komunikasi memiliki makna yang luas, meliputi segala penyampaian energy, gelombang suara, tanda diantara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.
Kaprikornus psikologi menyebut komunikasi pada penyimpangan energy dari alat-alat indera ke otak, pada insiden penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling kuat di antara banyak sekali sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Ketika Anda membaca buku ini, retina mata Anda, yang terdiri dari 12 juta sel saraf lebih, bereaksi pada cahaya dan memberikan pesan pada cabang-cabang saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan ke impuls-impuls ssaraf itu ke otak. Sepuluh hingga 14 juta sel saraf pada otak Anda, disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, ialah penerima informasi. Soma mengolah informasi dan menggabungkannya . Axon ialah kabel miniature yang memberikan informasi dari alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knobs) yang melanjutkan informasi itu. Psikolog menyebut proses ini komunikasi. Prosesnya memang tidak berbeda dengan sistem telekomunikasi dengan terminal-terminal relay dan dilengkapi dengan computer. Otak insan sendiri ialah computer yang bisa menyimpan 280 quintillion (280 ditambah 18 angka nol) bit informasi. (Hunt, 1982:85).
Tetapi psikologi tidak hanya mengulas komunikasi diantara neuron. Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan*, psikologi memerikan karakteristik insan komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang menghipnotis sikap komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya: apa yang mengakibatkan satu sumber komunikasi berhasil dalam menghipnotis orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak.
Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menjadikan respons pada individu yang lain. Psikologi bahkan meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan imbas lambang terhadap sikap manusia. Penelitian ini melahirkan olmu blasteran antara psikologi dan linguistic, psikolinguistik.
Pada ketika pesan hingga pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya, dan menjelaskan banyak sekali corak komunikan ketika sendirian atau dalam kelompok.
Akhir-akhir ini dunia psikoterapi, teknik penyembuhan jiwa, mengenal metode baru: kounikasi terapeutik (therapeutic communication). Dengan metode ini, seorang terapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien diharapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang sanggup menjadikan korelasi social yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya berkomunikasi (Ruesch 1973)
Buku ini tidak akan mengulas terapeutik, yang memerlukan buku tersendiri. Di sini, sesudah kita mengulas karakteristik insan komunikan, kita akan membicarakan komunikasi dalam diri manusia, walaupun lebih membatasi diri pada proses persepsi daripada komunikasi antara neuron, pada system memoti dan berpikir daripada system saraf. Ini akan kita ulas dalam system komunikasi intrapersonal. Komunikasi di antara individu dibatasi pada komunikasi manusiawi. Psikologi bahwasanya banyak mempelajari komunikasi di antara binatang, hewan dengan manusia, atau insan denga mesin. Tetapi di sini anda tidak akan mendapatkan uraian bagaimana Washoe, seekor simpanse, mencar ilmu bahasa isyarat, America Sign Language (Gardner dan Gardner, 1971), atau Sarah, simpanse lainnya, mencar ilmu membaca dan menulis dengan memakai potongan-potongan plastik (Premack dan Premack, 1972). Di sini anda diperkenalkan hanya dengan komunikasi antara insan yang diuraikan dalam potongan system komunikasi interpersonal. Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi, kita akan membicarakan komunikasi massa. Dari segi psikologi, apa yang membedakan komunikasi massa dan komunikasi interpersonal? Bagaimana imbas komunikasi massa terhadap perubahan kongnitif, dan behavioral khalayaknya? Betulkah komunikasi massa cukup perkasa untuk membentuk khalayak sekehendak-nya? Apakah komunikasi massa itu “nabi” yang mendatangkan rahmat atau “iblis” yang mengembangkan laknat?
Akhirnya, komunikasi boleh ditunjukan untuk memperlihatkan informasi, menghibur, atau mempengaruhi. Yang ketiga, lazim disebut komunikasi persuasif, amat erat kaitannya dengan psikologi. Persuasif sendiri sanggup didefinisikan sebagai proses nmempengaruhi dan mengendalikan sikap orang lain melalui pendekatan psikologis. Walaupun persuasif merupakan bidang yang memerlukan buku tersendiri, kita akan membicarakannya, walaupun tidak mendalam.
Ketika komunikasi dikenal sebagai proses menghipnotis orang lain, disiplin-disiplin yang lain menambah perhatian yang sama besarnya menyerupai psikologi. Para ilmuwan dengan banyak sekali latar belakang ilmunya, dilukiskan George A. Miller sebagai “participating in and contributing to one of the great intellectual adventures of the twentieth century” (ikut serta dalam dan bantu-membantu memperlihatkan sumbangan pada salah satu petualangan intelektual besar pada masa kedua puluh). Komunikasi, begitu ujar George A. Miller selanjutnya, telah menjadi “one of the principal preoccupation of our time” (salah satu kesibukan utama pada zaman ini). Bila banyak sekali disiplin mempelajari komunikasi, apa yang membedakan pendekatan psikologis dengan pendekatan yang lain? Dengan kata lain, adakah cirri khas pendekatan psikologis, sehngga kata “psikologis komunikasi” sanggup dipertanggungjawabkan?
1.2 Ciri Pendekatan psikologi Komunikasi
Dahulu, kata Wilbur Schramm (1980), 5000 tahun yang lalu, di sebelah timur Laut Mati ada sebuah desa, Bab elh-Dhra. Selama berabad-abad, desa ini menjadi persinggahan musafir padang pasir, lantaran airnya yang terkenal. Kira-kira tahun 3000 s.M., beberapa keluarga pindah ke Bab elh-Dhra dan mendirikan perkampungan pertanian yang pertama. Ribuan tahun perkampungan ini berdiri hingga hasilnya hilang dari sejarah manusia. Yang tinggal hanyalah petilasan peninggalannya. Komunikasi, menyerupai Bab elh-Dhra, ramai dikunjungi bermacam-macam sarjana. Tetapi umumnya mereka hanya tinggal saja, menyerupai musafir padang pasir, kemudian melanjutkan perjalananya masing-masing. Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat insan sehingga setiap orang yang mencar ilmu ihwal insan mesti sekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari banyak sekali segi: antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistic, psikologi, politikm matematik, engineering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya (Budd dan Ruben, 1972).
Yang agak menetap mempelajari komunikasi ialah sosiologi, filsafat, dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi social. Interaksi social harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari interaksi social. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu masyarakat modern yang bisa bertahan tanpa komunikasi. De Fleur, D’antonio, dan De Fleur (1977:409) menulis,
To understand the organization and functioning of a group so complex as a whole society, we need to examine the communication system at all its various levels. One of these levels. Mass communication, presumes the use of mechanical and electronic devices. As modern societies have grown larger and more complex, they have come to rely upon such media to achieve certain group goals, such as spreading the news, presenting mass entertaintment, selling goods, engineering political consent, and so on. Sociologist are vitally interested in the way in which different types of societies have developed distinctive system of mass communication for pursuing these goals.
(Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks masyarakat, kita perlu meneliti system komunikasi pada seluruh tingkatannya. Salah satu tingkatannya, komunikasi massa, mengisyaratkan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis. Ketika masyarakat modern tumbuh lebih besar dan lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujuan kelompok tertentu menyerupai mengembangkan berita, menyajikan hiburan massa, menjual barang, mengarahkan janji politik, dan sebagainya. Para hebat sosiologi sangat tertarik pada cara bagaimana banyak sekali corak masyarakat mengembangkan system komunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan mereka.)
Kutipan di atas agak panjang untuk melukiskan cirri khas pendekatan sosiologi. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi social, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Ini tampak terang dari beberapa definisi komunikasi yang memakai perspektif sosiologi. Colin Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai “usaha untuk membuat satuan social dari individu dengan memakai bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk banyak sekali aktivitas mencapai tujuan”.harnack dan Fest (1964) menganggap komunikasi sebagai “proses untuk mengubah kelompok insan menjadi kelompok yang berfungsi”. Aliran sosiologi yang banyak mewarnai studi komunikasi ialah aliran interaksi simbolik (Blumer, 1969).
Filsafat sudah usang menaruh perhatian pada komunikasi, semenjak kelompok Sophist yang menjual retorika pada orang-orang Yunani. Aristoteles sendiri menulis De Arte Rhetorika. Tetapi filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk memperkokoh tujuan kelompok, menyerupai pandangan sosiologi. Filsafat mempersoalkan apakah hakikat insan komunikan, dan bagaimana ia memakai komunikasi untuk berafiliasi dengan realitas lain di alam semesta ini; apakah kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat-sifat jiwa insan atau oleh pengalaman; bagaimana proses komunikasi berlangsung semenjak kognisi, ke afeksi, hingga perilaku; apakah medium komunikasi merupakan factor sentral dalam proses evaluasi manusia; dan sebagainya. Bila sosiologi melihat posisi komunikasi sebagai integrator social, filsafat melihat posisi komunikasi dalam korelasi timbal balik antara insan dan alam semesta. Kaum fenomenologi, misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran yang dinamis. Pesan ditelaah dengan menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris yang menjadi konteks pesan tersebut (Lanigan, 1979).
Psikologi juga menelii kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada sikap insan dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang mengakibatkan terjadinya sikap itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi social, filsafat pada korelasi insan dengan realitas lainnya. Psikologi pada sikap individu komunikan.
Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi: penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of response), dan peneguhan respons (rei forcement of responses). Psikologi melihat komunikasi dimulai dengan dikenainya masukan kepada organ-organ pengindraan kita yang berupa data. Stimuli berbentuk orang, pesan, suara, warna – pokoknya segala hal yang menghipnotis kita. Ucapan “hai, apa kabar”, merupakan satuan stimuli yang terdiri dari banyak sekali stimuli: pemandangan, suara, penciuman dan sebagainya. Stimuli ini kemudian diolah dalam jiwa kita – dalam “kotam hutam” yang tidak pernah kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan ihwal proses yang terjadi pada “kotak hitam” dari respons yang tampak. Kita mengetahui bahwa bila ia tersenyum, tepuk tangan, meloncat-loncat, niscaya ia dalam keadaan gembira.
Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa kemudian sanggup meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dari sinilah timbul perhatian pada gudang memori (memori storage) dan set (penghubung masa kemudian dan masa sekarang). Salah satu unsur sejarah respons ialah peneguhan. Peneguhan ialah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme yang asli). Bergera dan Lambert menyebutkan feedback (umpan balik). Fisher tetap menyebutkan peneguhan saja (Fisher, 1978: 136-142)
Walaupun tampak kental sekali warna behaviorisme pada uraian Fisher – menyerupai yang diakuinya sendiri – ia telah memperlihatkan keunikan pendekatan psikologi, di samping secara tidak pribadi menjelaskan cakupan psikologi.
Belum ada janji ihwal cakupan psikologi. Ada yang beranggapan psikologi hanya tertarik pada prilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak sanggup mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikologi hanya ingin memperlihatkan apa yang dilakukan orang; sebagian lagi ingin meramalkan apa yang akan dilakukan orang; sebagian lagi menyatakan bahwa psikologi gres dikatakan sains bila sudah bisa menegendalikan prilaku orang lain. Daripada repot menentukan pendapat yang paling benar, George A. Miller membantu kita membuat definisi psikologi yang meliputi semuanya: phsycology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events (Miller, 1974:4). Dengan demikian, psikologi komunikasi ialah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan insiden mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental ialah – apa yang disebut Fisher – “internal mediation of stimuli” , sebagai berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral ialah apa yang nampak ketika orang berkomunkasi.
Komunikasi ialah persitiwa social – insiden yang terjadi ketika insan berinteraksi dengan insan yang lain. Mencoba menganalisa insiden social secara psikologi membawa kita pada psikologi social. Memang, bila ditanyakan di mana letak psikologi komunikasi, kita cenderung meletakkannya sebagai potongan dari psikologi social. Karena itu, pendekatan sosiologi social ialah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Buku pertama ihwal psikologi sosial, yakni social phsycology goresan pena E.A. Ross, mendefinisikan psikologi sosial sebagi ilmu “yang berusaha memahami dan menguraikan keragaman dalam perasaan, kepercayaan, atau kemauan – juga tindakan – yang diakibatkan oleh interaksi sosial” (dikutip dari Dewey, 1967:3). Sejak itu, puluhan definisi psikologi sosial muncul (sebagaimana yang biasa terjadi pada setiap disiplin ilmu). Salah satu definisi mutakhir (Kaufmann, 1973:6)menyebutkan:
Social phsycology is an attempt to understand, explain, and predict how the thoughts, feelings and actions of individuals are influenced by the perceived thoughts, feelings, and actions of others (whose presence may be actual. Imagined, or implied)
{Psikologi sosial ialah perjuangan untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan bagaimaa pikiran, perasaan, dan tindakan individual dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, dibayangkan, atau disiratkan).}
Bila indivdu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1) proses mencar ilmu yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan aspek merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambing-lambang (komunikasi), (3) prosedur pembiasaan diri menyerupai sosialisasi, permainan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya.
Ketiga proses sosial ini tampak pada rekama percakapaan antara seorang petugas Keluarga Berencana dengan seorang calon akseptor, yang kebetulan berpendidikan tinggi.
Petugas KB : Pak, betapapun sungguh-sungguhnya pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat, kalaupun penduduk bertambah menyerupai kelinci, mana tahan!
Calon Akseptor: Apa hubungannya kesejahteraan rakyat dengan pertambahan materi penduduk?
Petugas KB: Jelas sekali. Makin banyak penduduk, makin banyak lisan harus diberi makan. Bila produksi anak lebih besar dari produksi makanan, kelaparan akan terjadi. Lihat, Negara yang padat penduduknya niscaya negaara miskin.
Calon Akseptor: Ha . . . . ha . . . . ha . . . . Itu argument kuno. Ketinggalan zaman. Dengarkan, kelaparan terjadi di Bolivia dengan kepandaian penduduk 5 orang per km2, di Indonesia dengan kepadatan penduduk 172 orang per km2, tetap tidak terjadi di negeri Belanda dengan kepadatan penduduk 326 orang per km2).
Petugas KB: (terkejut. Tidak pernah mendengar keterangan itu dari atasannya): Tetapi pak, di Indonesia pertambahan penduduk terlalu cepat, sedangkan tanah pertanian makin berkurang. Pertambahan penduduk juga menuntut tambahnnya sekolah, lapangan pekerjaan, lahan pertanian, dan sebagainya.
Calon Akseptor: Nah, bener toh? Yang diharapkan bukan kondom, pil, atau spiral, tetapi sekolah. Lapangan pekerjaan, dan sebagainya.
Petugas KB: Sekarang ini, pembangunan kita belum sanggup mengadakanya. Kita sanggup juga menambah sekolah-sekolah baru, tapi kalau untuk pertambahan 10 sekolah, lahir 10 juta anak bayi, bagaimana pak?
Calon Akseptor: Bukan begitu, bagaimana kalau untuk pertambahan 10 juta bayi, dihabiskan oleh kelompok tertentu 10 juta hektar hutan, 10 juta dolar pinjaman, dan 10 juta mil lautan?
Petugas KB: Wah . . . itu prasangka. Bapak menuduh pemerintah bukan-bukan. Bapak harus berpikir untuk masa kini, Pak. Dengan rata-rata honor enam puluh ribu rupiah sebulan, bagaimana kita sanggup memlihara dengan baik lebih dari tiga orang anak.
Obrolan ini kita gunting di sini. Ada dua orang berinteraksi. Petugas KB bermaksud mengajarkan betapa pentingnya KB, tetapi mencar ilmu – dengan terkejut – bahwa ajarannya dibantah. Di sini terjadi proses belajar. Proses perdebatan itu sendiri merupakan proses pertukaran lambing, sebagian dipahami sama, sebagian besar tidak. Ini proses komunikasi. Tetapi, ketika calon peserta menuduh petugas KB kuno, dan mencela calon peserta sebagai berprasangka, terjadi proses mekaisme pembiasaan yang disebut agresi.
Bagaimana psikologi komunikasi menganalisa peristiwa-peristiwa semacam yang dicontohkan di atas? Kita melihat reaksi terhadap percakapan di atas akan beraneka ragam. Orang sanggup meninjau kebijaksanaan yang digunakan kedua belah pihak. Yang lain memperhatikan di pihak mana ia berada. Seorang psikologi komunikasi akan memakai pendekatan yang berbeda.
Pertama, ia menyingkirka semua sikap memihak dan semua perjuangan menilai secara normatif (mana yang benar, mana yang salah). Ia akan mencari prinsip-prinsip umum yang menjelaskan pendekata di atas. Prinsip itu dinyatakan dengan rumus: bila X, maka Y. bila terjadi keadaan tertentu, maka timbul prilaku tertentu. Dalam teladan di atas, bila kedua belah pihak memiliki kerangka tujuan (frame of reference) yang berbeda, maka perbedaan pendapat akan makin meruncing. Atau bila satu pihak membuktikan superioritas. Maka pihak yang lain akan melaksanakan komunikasi yang definsif (lihat perihal komunikasi definsif pada Bab 4). Pernyataan-pernyataan ini membuktikan alasannya ialah dan akibat, yakni suatu hipotesis atau teori.
Kedua, ketika merumuskan prinsip-prinsip umum. Psikologi komunikasi harus menguraikan insiden menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisa. Dalam teladan di atas, ia sanggup melihat komunikator dan menganalisa karakteristiknya sebagai sumber informasi. Ia sanggup meneliti kerangka tumpuan yang digunakan kedua belah pihak. Ia sanggup meneliti pola komunikasi interpersonal yang dilakukannya. Atau ia memusatkan perhatian pada proses penyandian econding) pesan yang terjadi. Memilih segmen-segmen tertentu memang tidak menceritakan seluruhnya. Tetapi dengan cara ini, teori sanggup diuji pada situasi yang lain. Dampak sikap superior sanggup diulangi dalam satu eksperimen. Betulkah bila saya “menggurui” orang lain, ia pun akan “menggurui” saya pula? Tanpa segmentasi, kita mustahil mengulang seluruh situasi percakapan itu sekali lagi.
Ketiga, psikoloh komunikasi berusaha memahami insiden komunikasi dengan menganalisa keadaan internal (internal state). “suasan batinlah” individu. Bila sosiolog memusatkan perhatian pada strukur sosial yang menghipnotis tingkah laku; hebat bahasa pada tata bahasa, tata kalimat, dan makna kata; biolog pada komposisi fisik dan organisasi manusia; maka psikolog pada perasaan, motif, atau cara individu mendefinisikan situasi yang dihadapinya. Psikolog mencoba “menyingkapkan” apa yang tersembunyi dibalik layar panggung komunikasi. Psikologi ialah detekif yang mencari “penjahat” yang bertanggung jawab atas terjadinya insiden yang menarik. Tetapi, betulkah psikologi komunikasi menarik? Bilamana psikologi komunikasi dipergunakan?
1.3 Penggunaan Psikologi Komunikasi
Komunikasi efektif. Seperti dinyatakan Ashley Montagu di atas, kita mencar ilmu menjadi insan melalui komunikasi. Anak kecil hanyalah seonggok daging hingga ia mencar ilmu mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan, atau senyuman. Segera sesudah ia berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, terbentuklah perlahan-lahan apa yang kita sebut kepribadian. Bagaimana ia menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia memberikan pesan kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibuat oleh lingkungan, tetapi oleh cara menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang diterimanya. Wajah ramah seorag ibu akan menjadikan kehangata bila diartikan si anak sebagai ungkapan kasih-sayang. Wajah yang sama akan melahirkan kebencian bila anak memahaminya sebagai perjuangan ibu tiri untuk menarik simpatik anak yang ayahnya telah ia rebut!
Kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan korelasi kita dengan dunia di sekitar kita. Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Bila orang lain tidak memahami gagasan anda, bila pesan anda menjengkelkan mereka, bila anda tidak berhasil mengatasi persoalan pelik lantaran orang lain menentang pendapat anda dan tidak mau membantu anda, bila semakin sering anda berkomunikasi semakin jauh jarak anda dengan mereka. Bila anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak, anda telah gagal dalam komunikasi. Komunikasi anda tidak efektif .
Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif ─ berdasarkan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1947:9─13)─ paling tidak menjadikan lima hal: pengertian, kesenangan, imbas pada sikap, korelasi yang makin baik, dan tindakan.
Pengertian
Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli menyerupai yang dimaksud oleh komunikaor. Menurut cerita, seorang pimpinan pasukan VOC bermaksud menghormati seorang pangeran Madura. Untuk itu, dipegangnya tangan sang permaisuri dan diciumnya. Sang pangeran marah. Ia mencabut kerisnya, menusuk Belanda itu dan terjadilah bertahun-tahun perang VOC dengan penduduk Madura, sehingga ribuan korban jatuh. Kita tidak tahu apakah kisah itu benar atau tidak, tetapi betapa seringnya kita bertengkar hanya lantaran pesan kita diartikan oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan mendapatkan isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication).
Untuk menghindari hal ini kita perlu memahami paling tidak psikologi pesan dan psikologi komunikator ( dijelaskan pada Bab 7)
Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk memberikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “ Selamat pagi, apa kabar?”, kita tidak bermaksud untuk menyari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan supaya orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai “ Syaa Oke ─ Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk menjadikan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan korelasi kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Ini memerlukan psikologi ihwal system komunikasi interpersonal (dibahas pada Bab 4)
Mempengaruhi sika
Paling sering kita melaksanakan komunikasi untuk menghipnotis orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jamaah beribadah lebih baik. Politisi ingin membuat gambaran yang baik pada pemilihannya, bukan untuk masuk surge, tetapi untuk masuk dewan perwakilan rakyat dan menghindari masuk kotak. Guru ingin mengajak muridnya lebih mengasihi ilmu pengetahuan. Pemasanng iklan ingin merangsan selera konsumen dan mendesaknya untuk membeli. Sering jejaka ingin meyakinkan pacarnya bahwa ia cukup “bonafid” untuk mengasihi dan dicintai. Semua ini ialah komunikasi persuasive. Komunikasi persuasive memerlukan pemahaman faktor – faktor pada diri komunikator, dan pesan yang menjadikan imbas pada komunikate. (lihat pada Bab7). Persuasi di defenisikan sebagai “ proses memepengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan memakai manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak menyerupai atas kehendaknya sendiri” (Kamus Ilmu Komunikasi,1979).
Para psikolog ,memang sering bergabung dengan komunikolog justru pada bidang persuasi.
Hubungan Sosial yang Baik
Komunikasi juga di tujukan untuk menumbuhkan korelasi sosial yang baik. Manusia ialah mahluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berafiliasi dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow (1980:80─92) menyebutnya “kebutuhan akan cinta” atau “belongingness”. William Schutz(1966) memerinci kebutuhan sosial ini kedalam tiga hal inclusion, control, affection. Kebutuhan sosial ialah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan korelasi yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih saying (affection). Secara singkat, kita ingin bergabung dan berafiliasi dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mengasihi dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya sanggup dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. Dewasa ini para ilmuan sosial, filusuf, dan hebat agama sering berbicara ihwal alienasi ─ merasa terasing, kesepian, dan kehilangan keakraban ─ pada insan modern. “Instead of affection, acceptance, love, and joy resulting from being with others, many people fell alone, rejected, ignored, and unloved”, tulis William D. Brooks dan Philip Emmert (1977:5)
Bila orang gagal membutuhkan korelasi interpersonal, apa yang terjadi?Banyak ─ kata Vance Packard (1974). Ia akan menjadi agresif, bahagia berkhayal, “dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome” ( ingin melarikan diri dari lingkungannya ). Packard mengutip penelitian Philip G. Zimbardo ihwal korelasi anatara anomitas dengan agresi.Zimbardo menyimpan dua buah kendaraan beroda empat bekas di daerah wilayah: Bronx di New York, dan Palo Alto di California. Daerah yang pertama terletak di kota besar, dimana terdapat tingkat anomitas yang tinggi.
Yang kedua ialah kota kecil, dimana orang saling mengenal dengan baik.
Zimbardo ingin mengetahui apa yang akan terjadi pada mobil-mobil itu. Di Palo Alto kendaraan beroda empat itu tidak disentuh orang selama satu minggu, kecuali pada waktu turun hujan; seeorang pejalan kaki menutupkan kap kendaraan beroda empat supaya air hujan tidak membasahi mesin didalamnya. Di Wilayah Bronx dalam beberapa jam saja, disiang hari bolong, beberapa orang remaja ramai-ramai mencopoti potongan – potongan kendaraan beroda empat yang sanggup digunakan di hadapan orang lain. Tidak ada yang mencoba mencegah perbuatan itu.
Tahap berikutnya lebih menarik lagi. Anak-anak kecil mulai menghancuri jendela depan dan belakang. Berikutnya, beberapa orang remaja yang berpakaian perlente merusak apa yang masih bisa dirusak. Dalam tempo kurang dari tiga hari, kendaraan beroda empat itu sudah menjadi onggokan besi bau tanah yang menyedihkan.
Zimbardo berteori, anomitas menjadikan orang agresif, bahagia mencuri dan merusak, disamping kehilangan tanggung jawab sosial. Lalu, apa yang mengakibatkan anomitas? Kita menduganya pada kegagalan komunikasi interpersonal dalam menumbuhkan korelasi sosial yang baik. Bila kegagalan untuk menjadikan pengertian disebut kegagalann komunikasi primer, gangguan korelasi manusiawi yang timbul dari salah-pengertian ialah kegagalan komunikasi sekunder(secondary breakdown). Supaya insan tetap hidup secara sosial, untuk apa sosial survival, ia harus terampil dalam memahami faktor – faktor yang menghipnotis efektivitas komunikasi interpersonal menyerupai persepsi interpersonal, dan korelasi interpersonal (dijelaskan pada Bab 4).
Tindakan
Diatas kita telah membicarakan persuasi sebagai komunikasi untuk menghipnotis sikap. Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang di hendaki. Komunikasi untuk menimbukan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi menghipnotis sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan faktual yang di lakukan oleh komunikate. Kampanye KB berhasil bila peserta mulai menyediakan diri untuk di pasang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Propaganda suatu partai politik efektif bila sekian juta menentukan mencoblos lambing parpol itu. Pemasangan iklan sukses bila orang membeli barang yang ditawarkan. Mubaligh pun boleh bergembira bila orang beramai-ramai mendatangi masjid, tetapi juga mendirikan shalat.
Menimbulkan tindakan faktual memang indicator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menjadikan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan korelasi yang baik. Tindakan ialah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman ihwal seluruh prosedur psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga faktor-faktor yang menghipnotis sikap manusia.