Pengertian Ilmu Dan Ilmu Ekonomi

A. Pengertian Ilmu 
Ekonomi dan Ruang Lingkupnya Istilah ‘ekonomi’ berasal dari bahasa Yunani asal kata ‘oikosnamos’ atau oikonomia’ yang artinya ‘manajemen urusan rumah-tangga’, khususnya penyediaan dan manajemen pendapatan. (Sastradipoera, 2001: 4). Namun semenjak perolehan maupun penggunaan kekayaan sumberdaya secara mendasar perlu diadakan efesiensi termasuk pekerja dan produksinya, maka dalam bahasa modern istilah ‘ekonomi’ tersebut menunjuk terhadap prinsip perjuangan maupun metode untuk mencapai tujuan dengan alat=alat sesedikit mungkin. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi perihal ilmu ekonomi. Kedua, tentang” pemuas kebutuhan” yang mempunyai ciri-ciri “terbatas” adanya. Aspek yang kedua inilah berdasarkan Lipsey (1981: 5) yang menimbulkan kasus dalam ekonomi, yaitu lantaran adanya suatu kenyataan yang senjang, lantaran kebutuhan insan terhadap barang dan jasa jumlahnya tak terbatas, sedangkan di lain pihak barang-barang dan jasa-jasa sebagai alat pemuas kebutuhan sifatnya langka ataupun terbatas. Itulah sebabnya maka insan di dalam hidupnya selalu berhadapan dengan kekecewaan maupun ketidakpastian. Definisi ini nampaknya begitu luas sehingga kita sulit memahami secara spesifik. Ahli ekonomi lainnya yaitu J.L. Meij (Abdullah, 1992: 6) mengemukakan bahwa ilmu ekonomi ialah ilmu perihal perjuangan insan ke arah kemakmuran. Pendapat tersebut sangat realistis, lantaran ditinjau dari aspek ekonomi di mana insan sebagai mahluk ekonomi (Homo Economicus) pada hakekatnya mengarah kepada pencapaian kemakmuran. Kemakmuran menjadi tujuan sentral dalam kehidupan insan secara ekonomi, sesuai yang dituliskan penggagas “liberalisme ekonomi” oleh Adam Smith dalam buku “An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations” tahun 1976. Namun dengan cara bagaiman insan itu berusaha mencapai kemakmurannya ? Dalam definisi yang dikemukakan Meij memang tidak dijelaskan.

Menurut Samuelson bahwa ilmu ekonomi itu merupakan ilmu pilihan. Ilmu yang mempelajari bagaimana orang menentukan penggunaan sumber-sumber daya produksi yang langka atau terbatas untuk memproduksi banyak sekali komoditi, dan menyalurkannya ke banyak sekali anggota masyarakat untuk segera dikonsumsi. Jika disimpulkan dari tiga pendapat di atas walaupun kalimatnya berbeda, namun tersirat bahwa pada hakikatnya ilmu ekonomi itu merupakan perjuangan insan untuk memenuhi kebutuhannya dalam mencapai kemakmuran yang diharapkan, dengan menentukan penggunaan sumber daya produksi yang sifatnya langka/terbatas itu. Dengan kata lain yang sederhana bahwa ilmu ekonomi itu merupakan suatu disiplin perihal aspek-aspek ekonomi dan tingkah laris manusia. Secara mendasar dan historis, ilmu ekonomi sanggup dibedakan menjadi dua, yakni ilmu ekonomi positif dan normatif (Samuelson dan Nordhaus, 1990: 9). Jika ilmu ekonomi positif hanya membahas deskripsi mengenai fakta, situasi dan korelasi yang terjadi dalam ekonomi. Sedangkan ilmu ekonomi normatif membahas pertimbangan-pertimbangan nilai dan etika, ibarat haruskan sistem perpajakan diarahkan pada kaidah mengambil dari yang kaya untuk menolong yang miskin? Lebih jelasnya Sastradipoera, 2001: 4, mengemukakan. Ilmu konomi positif merupakan ilmu yang hanya melibatkan diri dalam kasus ‘apakah yang terjadi’ Oleh lantaran itu ilmu ekonomi positif itu netral terhadap nilai-nilai. Artinya ilmu ekonomi positif itu ‘bebas nilai’ (value free atau wetfrei)…hanya menjelaskan ‘apakah harga itu’ dan ‘apakah yang akan terjadi jika harga itu naik atau turun’ bukan ‘apakah harga itu adil atau tidak’…Ilmu ekonomi normative, bertentangan dengan ilmu positif, ilmu ekonomi normatif beranggapan bahwa ilmu ekonomi harus melibatkan diri dalam mencari balasan atas kasus ‘apakah yang seharusnya terjadi’. Esensi dasar ilmu ekonomi ialah pertimbangan nilai (value judgment). Seorang ekonom penganut etika puritan egalitarianisme, Gunnar Myrdal (1898-1987) lebih suka menyebutnya ‘ilmu ekonomi institusional’. Ilmu ekonomi sebagai serpihan dari ilmu sosial, tentu berkaitan dengan bidang-bidang disiplin akademis lainnya, ibarat ilmu politik, psikologi, antropologi, sosiologi, sejarah, geografi, dan sebagainya. Sebagai contoh kegiatan-kegitan politik seringkali dipenuhi dengan masalah-masalah ekonomi, ibarat kebijaksanaan perlindungan terhadap industri kecil, undang-undang perapajakan, dan sanksi-sanksi ekonomi. Ini artinya bahwa kegiatan ekonomi tidak sanggup dipisahkan dari kegitan-kegiatan plitik (Abdulah, 1992: 6). Sebagai disiplin yang mengkaji perihal aspek ekonomi dan tingkah laris manusia, artinya juga mengkaji peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat. Dan perlu diketahui, bahwa mengkaji peristiwa-peristiwa ekonomi, tujuannya ialah berusaha untuk mengerti hakikat dari peristiwaperistiwa tersebut yang selanjutnya untuk dipahaminya. Dengan demikian sanggup dikemukakan bahwa tujuan ilmu ekonomi itu untuk: (1) mencari pengertian perihal korelasi peristiwa-peristiwa ekonomi, baik yang berupa korelasi kausal maupun fungsional. (2) untuk sanggup menguasai masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. (Abdullah, 1992:7). Ilmu ekonomi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Walaupun kita ketahui dalam ilmu ini telah digunakan pendekatan-pendekatan kuantitatif-matematis, tetapi pendekatan-pendekatan tersebut tidak sanggup menghilangkan keterbatasan-keterbatasannya yang menempel pada ilmu ekonomi sebagai salah satu cabang ilmu sosial. Menurut Abdullah, (1992: 8), keterbatasanketerbatasan tersebut mencakup:
  1. Objek penyelidikan ilmu ekonomi tidak sanggup dilokalisasikan. Sebagai kesudahannya kesimpulan atau generalisasi yang diambilnya bersifat kontekstual (akan terikat oleh ruang dan waktu).
  2. Dalam ilmu ekonomi insan selain berkedudukan sebagai subjek yang menyelidiki, juga objek yang diselidiki. Oleh lantaran itu hasil penyelidikannya yang berupa kesimpulan ataupun generalisasi, tidak sanggup bersifat mutlak, di mana unsure-unsur subjeknya akan mewarnai kesimpulan tersebut.
  3. Tidak ada laboratorium untuk mengadakan percobaan-percobaan. Sebagai kesudahannya ramalan-ramalan ekonomi sering kurang tepat.
  4. Ekonomi hanya merupakan salah satu serpihan saja dari seluruh acara kegiatan di suatu negara. Oleh lantaran itu apa yang direncanakan (exante) dan kenyataannya (ex-post) sering tidak sejalan. Sehubungan dengan keterbatasan-keterbatasannya tersebut, maka sebagai kesudahannya sifat keberlakuan generalisasinya yang berupa dalil-dalil atau hukumhukum dan teori-teorinya akan tergantung kepada konteks ruang dan waktu serta tidak mutlak. Makara sifat keberlakuan dalil-dalil atau hokum-hukumnya ialah bersyarat. Yaitu bila yang lainnya tidak berubah Syarat ini bisa disebut juga dengan “Cateris Paribus”.
Hal ini disebabkan oleh hukum-hukum ekonomi merupakan pernyataan-pernyataan perihal tendensi-tendensi ekonomi. Ia merupakan hukum-hukum yang bekerjasama dengan tingkah laris sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, di mana tingkah laris tersebut juga dipengaruhi atau tergantung kepada situasi dan kondisi yang berlaku pada suatu saat. Makara ilmu ekonomi sebagai serpihan dari ilmu sosial tetap tidak sanggup melepaskan dirinya dari keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh ilmu sosial. Ditinjau dari ruang-lingkup/cakupannya, ilmu ekonomi juga sanggup dibedakan atas makroekonomi dan mikroekonomi (Samuelson dan Nordhaus, 1990: 99). Istilah ”makroekonomi” itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch pada tahun 1933, untuk diterapkan pada studi mengenai korelasi antar agregat ekonomi yang bersifat luas, seperti; pendapatan nasional, inflasi, pengangguran agregat, neraca pembayaaran (Taylor, 2000: 597).

PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Dalam perekonomian yang terbuka, baik posisi neraca pembayaran (balance of payment) atau pola tingkat pertukaran di pasar pertukaran valuta aneh sanggup dipandang sebagai tujuan yang terpisah dari kebijakan makroekonomi atau sebagai suatu halangan terhadap operasional makroekonomi (Britton, 2000: 596). Dalam hal ini instrumen kebijakan makroekonomi ialah moneter dan fiskal. Kebijakan moneter dilaksanakan oleh bank sentral, sebagai contoh oleh Bank Indonesia. Ketat/tidaknya kebijakan ini sanggup diukur dari tingkat suku bunga riil (yaotu suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi) atau melalui pertunbuhan penawaran uang (yang didefinisikan secara berbeda-beda)> Salah satu keuntungan kebijakan moneter sebagai alat untuk mempengaruhi perekonomian ialah berbeda dari kebijakan fiskal., kebijakan ini bisa dikaji ulang dan diubah secara kontinu berdasarkan informasi gres (Britton, 2000: 596). Sedangkan kebijakan fiskal ialah perpajakan dan pembelanjaan masyarakat yang dikontrol oleh pemerintah yang tunduk pada ketentuanketentuan yang telah menerima engesahan dari tubuh legislatif. Pajak dan pembelanjaan mempengaruhi perekonomian melalui cara yang berbeda-beda, tetapi ’kebijakan fiskal’ dalam konteks ketika ini ialah imbas bujet sebagai suatu keseluruhan terhadap tingkat agregat permintaan dalam perekonomian. Kecuali dalam situasi darurat, kebijakan fiskal biasanya diubah sekali setahun.

Kegunaannya dalam mengatur perekonomian juga ditentukan oleh kemampuan dalam menangani anggaran publik itu sendirisecara bijaksana (Britton, 2000: 596). Penggunaan pinjaman publik dan tingkat suku bunga untuk menstabilkan perekonomian diterima sebagai suatu prinsip kebijakan pada tahun 1950-an dan 1960-an, seiring dengan gagasan Maynard Keynes yang telah mengubah banyak prinsip ekonomi. Selanjutnya, di tahun 1970-an dan 1980-an muncullah neo klasik atau kontra revolusi monetaris yang berasal dari Chicago dan dipimpin Milton Frriedman. Isu yang mendasar dalam perdebatan ini berkaitan dengan korelasi antara dua tujuan dari full employment dan stabilitas harga. Hal ini dimungkinkan (melalui pemotongan pajak atau pemotongan tingkat suku bunga), untuk meningkatkan ketenagakerjaan dalam jangka pendek tanpa harus membuat inflasi meningkat cepat. Namun, dalam jangka apanjang argumentasi neo klasik menyatakan bahwa situasi ini tidak bisa berbalik (dengan tingkat pengangguran kembali pada level ”alamiah” dan tidak ada yang bisa ditunjukkan untuk kebijakan perluasan kecuali terjadinya inflasi yang lebih tinggi. Menurut Britton (2000: 597), tidak bisa dipungkiri, dalam praktiknya catatan kebijakan makroekonmi semenjak tahun 1970-an lebih banyak mengalami kegagalan dibandingkan keberhasilan. Inflasi meningkat tajam di sebagian besar negara, terutama pada periode kenaikan harga minyak dunia yang paling dramatis, 1974 dan 1979. Sejak tahun 1980-an inflasi lebih rendah, tetapi pada ketika bersamaan pengangguran di banyak negara jauh lebih tinggi. Respons terhadap banyak sekali kekecewaan ini telah mengarahkan pada tindakan memperkenalkan desain kebijakan gres untuk meningkatkan ”saling tukar” (trade off) antara dua sasaran. Di tahun 1970-an, khususnya di Inggeris, penekanannya yang utama ialah kebijakan harga dan penghasilan. Pendekatan lain, yang berlanjut hingga tahun 1990-an, melibatkan tindakan-tindakan ketenagakerjaan khusus yang dirancang untuk membantu pengaturan secara pribadi dengan cara menyampaikan training atau mencarikan lowongan pekerjaan yang sesuai untuk mereka. Ini sangat berbeda dengan studimengenai unit-unit pengambilan keputusan individual dalam perekonomian ibarat rumah tangga, pekerja dan perusahaan, yang secara umum dikenal dengan sebutan mikroekonomi. Sebagai contoh ekonomi mikro meneliti determinasi harga terhadap beras, atau harga relatif beras dan baja atau employment dalam industri baja, sementara ekonomi makro berurusan dengan determinasi tingkat employment dalam suatu perekonomian khusus, atau dengan tingkat harga dari seluruh komoditas.

Kendati perbedaan antara dua bidang analisis ekonomi ini mempunyai kegunaan untuk banyak sekali tujuan. Perkembangan ekonomi mikro sebagai suatu bidang tersendiri, merupakan serpihan dari pendekatan marjinal atau neo klasik yang mulai mendominasi teori ekonomi sesudah tahun 1970-an. Berbeda dengan ekonomo klasik, yang menyoroti pertumbuhan ekonomi negara akhir pertumbuhan sunber daya produktif mereka, serta menjelaskan harga relatif barang berdasarkan kondisi-kondisi obyektif dari biaya-biaya produksinya. Dalam teori neo klasik mengarahkan perhatiannya pada alokasi sumber daya yang tersedia secara efektif (dengan perkiraan implisit mengenai fullemployment) dan pada determinasi ’subyektif’ terhadap harga-harga individual yang berdasarkan pada kegunaan marjinal (Asimakopulos, 2000: 660). Terdapat enam topik yang sering dipresentasikan dalam ekonomi mikro, yakni;
  1. teori sikap konsumen,
  2. teori pertukaran,
  3. teori produksi dan biaya,
  4. teori perusahaan,
  5. teori distribusi, dan 
  6. teori ekonomi kesejahteraan (Asimakopulos, 2000: 661). 
Tema umum yang mendasari semua topik tersebut ialah upaya dari para pemeran individual untuk meraih suatu posisi yang optimal, dengan nilai-nilai parameter yang membatasi pilihan mereka. Para konsumen berusaha untuk memaksimalkan kepuasan (atau kegunaan), sesuai dengan selera, pendapatan mereka dan harga barang-barang; perusahaan berusaha memaksimalkan keuntungan mereka, dan ini berarti bahwa dengan tingkat output berapapun diproduksi dengan biaya terendah. Syarat-syarat maksimalisasi tersirat dalam istilah ekualitas marjinal (marginal revenue) sama dengan biaya mrginal (marginal cost). Dewasa ini ilmu ekonomi telah berkembang jauh melebihi ilmu-ilmu sosial lainnya yang terbagi-bagi dalam beberapa bidang kajian seperti; Ekonomi Lingkungan. Bidang kajian ’ekonomi lingkungan’ (environmental economics) ini bermula dari goresan pena Gray (1900-an), Pigou (1920- an), dan Hotelling (1930-an), akan tetapi gres mncul sebagai studi koheren pada tahun 1970-an, yakni ketika revolusi lingkungan mulai terjadi di banyak sekali negara (Pearce, 2000: 300). Selanjutnya, jika ditinjau dari substansinya, terdapat tiga unsur pokok dalam ekonomi lingkungan, yakni; Pertama, kesejahteraan insan sedang terancam oleh degradasi lingkungan dan penyusutan sumber daya alam.

Dalam hal ini sangat mudah untuk memperlihatkan bukti konkret dari timbulnya tragedi banjir yang disebabkan oelh penggundulan hutan, pembukaan lahan untuk perumahan dan industri, terjadinya erosi, dan sebagainya. Semuanya ini mempunyai dampak bukan saja pada kesehatan, tetapi juga secara hemat merugikan kehidupan manusia. Kedua, kerusakan lingkungan disebabkan oleh penyimpangan/kegagalan ekonomi, terutama yang bersumber dari pasar. Hal ini sanggup diambil contoh, bahwa lantaran orientasi produk dan profit, tidak sedikit beberapa industri yang mengabaikan analisis dampak lingkungan yang merugikan (externality) bagi masyarakat luas. Begitu juga banyak industri-industri global yang menempatkan pabrik-pabrik dari negara maju ke hutanhutan dan persawahan di negara berkembang. Ketiga, solusi kerusakan lingkungan harus mengoreksi unsur-unsur ekonomi sebagai penyebabnya. Seperti halnya dengan kebijakan subsidi, relokasi industri, dan sebagainya, yang kiranya merusak lingkungan, harus segera dihentikan.

Selain itu, jika ativitas ’destruktif’ terselubung yang merugikan itu sulit dihentikan, perlu ada penerapan pajak ekstra atau penerbitan lisensi khusus demi merendam kegiatan tersebut. Langkah ini pernah dilakukan di Amerika Serikat yang menerbitkan lisensi polusi dan lisensi memancing, yang ternyata cukup efektif mengatasi kasus tersebut (Pearce, 2000:300). Ekonomi Evolusioner : Merupakan bidang kajian ekonomi yang menjelaskan naik turunnya pertumbuhan ekonomi dan jatuh bangunnya perusahaan-perusahaan, kota-kota, daerah dan negara, yang mencerminkan bahwa evolusi selalu beroperasi pada tingkat yang berlainan dengan tingkat kecpatan yang berbeda-beda. Dan, hal inilah yang menjadi latar belakang munculnya bidang-bidang gres kegiatan ekonomi (Metcalfe, 2000: 324). Dengan demikian selalu dipertanyakan mengapa dan bagaimana perekonomian dunia berbah, sehingga tinjauannya bersifat dinamis, untuk menangkap keragaman sikap yang memperkaya perubahan sejarah. Tema-tema inilah yang sering dibicarakan dalam sejarah (Landes, 1968; Mokyr, 1991), yang semuanya bertolak dari suatu prosedur yang sama, namun menentukan pula keragaman sikap ekonomi.

Ekonomi evolusioner, juga merupakan entitas-entitas yang mempunyai banyak sekali karakteristik atau ciri perilaku, yakni; stabilitas kelangsunan perlaku dari waktu ke waktu, sehingga kita sanggup mengaitkan ciri-ciri sikap di masa mendatang dengan yang ada pada ketika ini. Dengan dengan demikian inersia (inertia) merupakan elemen pengikat penting serta tampak terang bahwa evolusi tidak sanggup berlangsung di dunia di mana individu-individu atau organisasinya berperilaku secara acak/random. Begitu juga dalam kajian mengenai sumber keragaman sikap ekonomi, para jago lebih menaruh perhtian pada dampak teknologi, organisasi, dan manajemen berdasarkan pemahaman bagaimana suatu tindakan dilangsungkan sehingga memunculkan ciri-ciri sikap yang menguntungkan. Kemudian timbul pertanyaan; apakah evolusi itu mengandung rasinalitas?. Di sini nampaknya tidak. Sebab dalam dunia manapun, di mana pengetahuan dihargai cukup mahal sertakapasitas komputasional senaniasa terbatas, maka kita tidak mempunyai ijakan yang layak untukk mengupayakan optimistisasi secara pasti, sebagai pedoman guna menilai perilaku. Walaupun tidak disangkal lagi bahwabahwa ndividu senantiasa mencari hasil yang terbaikdari serangkaian pilihan yang ada, akan tetapi kalkulasi yang dipergunakannya mungkin saja bersifat lokal, dan tidak bersifat global. Hal nilah yang merupakan sumber keragaman sikap tersebut (Metcalfe, 2000: 324). Ekonomi Eksperimental: Bidang ekonomi eksperimental pada mulanya merupakan hasil-hasl studi sikap pilihan individu, terutama ketika para ekonom memusatkan perhatiannya pada teori-tori mikroekonomi. Teori tersebut bertumpu pada preferensi-preferensi individu, di mana mereka menyadari bahwa bidang tersebut sulit dipelajari dalam lingkungan alamiah, sehingga dirasakan perlunya merumuskan sarana laboratorium.

Sebagai pengujian awal formal atas teori-teori pilihan individu (individual choice), sanggup dtemukan pada goresan pena Thurstone dalam The Indifference Function (1931) yang menggunakan teknik-teknik eksperimental. Kemudian didukung pula oleh teori impian kepuasan (expected utility theory) mengajukan prediksi-prediksi lebih gamblang, maka pada tahun 1950 Melvin Dresher dan Merrill Flood melaksanakan eksperimen awal secara formal dilaksanakan. Ternyata teori ini memang cocok untuk mempelajari perilaku, kendati masih ada penyimpangan. Selain itu, teori ini juga diterapkan pula pada studi perihal pengadaan barang publik, yang dilakukan secara survey oleh Ledyard dalam Publik Goods: a survey of experimental research tahun 1995 (Roth, 2000: 332). Sebagai eksperimen awal perihal hal ini dilaukan oleh Thomas Schelling dalam karyanya The Strategy of Conflict (1960). Eksperimen in sangat mempunyai kegunaan untuk mengisolasikan dampak-dampak aturan main tertentu yang harus diorganisir pasar. Tentang kajian umum mengenai ilmu ekonomi eksperimental dan ulasannya perihal sejarah dan perkembangannya, telah dimuat dalam karya Roth ”Introduction to experimental ecomics” (1950). Begitu juga Sunder dalam Experimental asset markets: a survey (1995), yang menyoroti pasar-pasar komoditi, seperti; pasar ang dan asar modal, di mana informasi memegang peranan sedemikan penting. Pendeknya, ’ilmu ekonomi eksperimental’ kini telah menjadi perangkat riset yang mapan bagi perkembangan ekonomi secara umum (Roth, 2000: 334).

Ekonomi Kesehatan: Ilmu ekonomi (health economics) kesehatan berusaha melaksanakan analisis terhadap input-input perawatan kesehatan, ibarat pembelanjaan dan tenaga kerja, memperkerikan dampak-adampaknya pada hasil simpulan yang diinginkan, yakni kesehatan masyarakat. Sedangkan tujuannya ilmu ekonomi kesehatan tersebut ialah menggeneralisasikan aneka informasi mengenai biaya dan keuntungan dari cara-cara alternatif mencapai kesehatan dan tujuan-tujuan kesehatan (Maynard, 2000: 427). Dalam relaitasnya, penilaian mengenai perawatan kesehatan itu jarang dilakukan baik yang bersifat publik (pemerintah) maupun pribadi (misalnya individu pembuat keputusan dan anggota keluarganya). Bahkan Cochrane dalam tulisannya yang berjudul Effectiveness and Efficiency (1971) mengeluhkan kebiasaan buruk tersebut dengan mengemukakan: ”hampir semua terapi perawatan kesehatan, tidak pernah dievaluasi secara ’ilmiah’.

Maksud ’ilmiah’ di sini ialah bahwa aplikasi ujicoba terkontrol yang sifatnya random oleh pelaksana terapi terhadap kelompok eksperimental pasienyang diambil secara acak. Serta sebuah konsep terapi alternatif sebagai pembandingnya. Jika ada perbedaan signifikan antara hasil terapi pada kelompok kontrol, berarti dampak relatif dari terapi tersebut benar-benar kuat maupun bermakna. Ekonomi Institusional. Ekonomi institusional (institutional economics) merupakan studi perihal sistem-sistem sosial yang membatasi penggunaan dan pertukaran sumber daya langka, serta upaya-upaya untuk menjelaskan munculnya banyak sekali bentuk pengaturan institusional yang masing-masing mengandung konsekuensi tersendiri terhadap kinerja ekonomi (Eggertsson, 2000: 501). Lahirnya ilmu ekonomi institusional ini bertolak dari asumsi-asumsi;
  • Kontrol yang lemah akan mendorong pemborosan dan pemanfaatn sumber daya secara semberono. 
  • Kontrol yang tertib akan menurunkan niat curang dan memperkecil biaya transaksi yang selanjutnya memacu spesialisasi produksi dan investasi jangka panjang.
  • Pemilahan kontrol sosial mempengaruhi distribusi kekayaan.
  • Kontrol organisaional mempengaruhi pilihan organisasi ekonomi.
  • Kontrol bisa secara pribadi mengatur pemakaian sumber daya ke sektor-sektor yang dianggap paling tepat.
  • Struktur kontrol mempengaruhi pengembangan jangka panjang sistem ekonomi lantaran strukturitu mempengaruhi nilai relatif investasi dan jenis-jenis proyek yang akan diutamakan (Eggertsson, 2000: 501). 
Ditinjau dari usianya, ilmu ekonomi institusional tersebut relatif baru, lantaran secara formal gres berdiri semenjak tahun 1980, kendati perintisannya jauh dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Coase dalam The Nature of the Firm (1937), dan The Problem of Social Cost (1960), perihal biaya transaksi; Alchian dalam Some economics of property (1961) perihal hak cipta. Padatahun 1980-an inilah upaya-upaya pengembangan teori ekonomi umum yang baku perihal institusi memperoleh momentumnya. Penyempurnaan-penyempurnaan pendekatan standar dalam ilmu ekonomi telah berhasil dilakukan, bersamaan dengan munculnya ekonomi neo-institusdional yang meliputi banyak sekali al penting yang semula tidak termasuk dalam endekatan konvensioanl. Beberapa modifikasi tersebut telah diterima sebagai serpihan dari aliran utama ilmu ekonomi serta cabang-cabangnya seperti; studi organisasi industri ibarat yang ditulis Milgram dan Roberts, 1992; dan ekonomi aturan yang ditulis Posner, 1992, (Eggerstsson, 2000: 503).

Ekonomi Matematik. Ilmu ’ekonomi matematik’ (mathematical economics) mulai berkembang semenjak tahun 1950-an. Sebelum terjadi formalisasi ekonomi matematika dan sebelum dikenal teknik-teknik canggih dalam analisis matematika ekonomi tersebut terutama bertumpu pada teknik-teknik analisis grafik dan presentasi. Memang pada tingkat tertentu sangat efektif, tetapi teknikteknik tersebut juga dibatasi leh huruf dua dimensional dari selembar kertas. Selain itu juga, teknik-teknik grafik sanggup mengemukakan asumsi-asumsi implisit yang signifikansinya mungkin tidak kentara atau sangat sulit dimengerti (Hughes, 2000: 630). Tetapi sesudah tahun 1950-an, terutama yang ditandai oleh arus perpindahan ahli-ahli matematika menjadi akademisi ekonomi (seperti Kenneth Arrow, Gerard Debreu, Frank Hahn, Werner Hildenbrant), maka ilmu ekonomi matematik-pun menjadi berkembang dengan pesat sebagai suatu disiplin ilmiah.

Ditinjau dari substansinya dalam ekonomi matematik tersebut, mula-mula digunakannya teori ekuasi simultan (simultaneous equations) oleh Leon Walras, untuk membahas problem ekuilibrium dalam beberapa pasar yang saling bekerjasama dengan dignakannya kalkulus oleh Edgeworth untuk menganalisis sikap konsumen. Beberbagai permasalahan ini tetap berada pada inti ekonomi matematika modern, kendati teknik-teknik matematematika yang diterapkan telah berubah seluruhnya. Analisis ekuilibrium umum telah menjadi sangat bergantung pada perkembangan modern dalam tipologi dan analisis fungsional, sehingga pembagian bidang antara tipe ekonomi matematika yang cukup abnormal dengan matematika murni, hampir tidak terang sama sekali. Kemudian substansi lainnya ialah teori sikap konsumen atau produsen, individual mendapatkan manfaat dan kemajuan melalui teori acara matematika dan teori analisis cembung atau covex analysis (Hughes, 2000: 631). Sebagai implikasinya hasil ari penerapan kalkulus digolongkan pada suatu teori umum yang didasarkan pada konsep fungsi nilai maksimum/minimum, yaitu suatu fungsi keuntungan maupun biaya untuk produsen.

Hal ini merupakan suatu fungsi kegunaan atau pembelanjaan tidak pribadi bagi konsumen. Dengan demikian teori ini menggali hasil dualitas yang menandai banyak sekali kasus maksimalisasi dan minimalisasi yang saling berhubungan, yang sanggup diberi nterpretasi ekonom langsung. Seperti halnya kumpulan ’harga-harga bayangan’ dengan banyak sekali kendala yang membatasi banyak sekali berbagai pilihan yang layak. Pendekatan terhadap teori konsumen dan produsen tersebut mempunyai implikasi–implikasi empiris g penting dan sanggup diuji (Hughes, 2000: 631). Ekonomi Sumber Daya Alam; Ilmu ekonomi sumber daya alam (natural resource economics), merupakan bidang ekonomi yang meliputi kajian deskriptif dan normatif terhadap alokasi banyak sekali sumber daya alam (yaitu sumber daya yang tidak diciptakan melalui kegiatan manusia, melainkan disediakan oleh alam). Beberapa kasus penting dalam hal ini berkaitan dengan jumlah sumber tertentu yang bisa atau harus ditransformasikan dalam proses-proses ekonomi, dan keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya antara generasi kini dan yang akan tiba (Sweeney, 2000: 697). Ekonomi Pertahanan.

Ekonomi pertahanan (defence economic), merupakan studi perihal biaya-biya pertahanan yang mengkaji kasus pertahanan dan erdamaian dengan menggunakan analisis dan metode ekonomi yang meliputi kajian mikroekonomi dan makroekonomi ibarat optimiasi statis dan dinamis, teori-teori pertumbuhan, distribusi, perbandingan data statistik dan ekonometrik (penggnaan statistika model ekonomi). Sedangkan pelaku-pelaku dalam studi ini antara lain, Menteri Pertahanan, birokrat, kontraktor pertahanan, anggota parlemen, bangsa-bangsa yang bersekutu, para gerilyawan, teroris dan pemberontak (Sandler, 2000: 208). Bidang ini berkembang pesat sesudah Perang Dunia II, yang topik-topiknya mencakup; perlombaan senjata, studi aliansi dan pembagian beban, kesejahteraan, penjualan senjata, kebijakan pembelian senjata, pertahanan dan pembangunan, industri senjata, persetujuan embatasan senjata, dampak hemat dari suatu erjanjian, penilaian usulan perlucutan senjata, pengalihan industri pertahanan, dan sebagainya. Ketka terjadi Perang Dingin Blok barat dan Timur, pehatian ekonomi pertahanan umumnya tertuju pada masalah-masalah beban pertahanan dan dampaknya terhadap pertumbhan ekonomi. Sedangkan pada pasca Perang Dingin, para ekonom pertahanan memusatkan perhatian pada konversi perindustrian militer, aspek sumber daya persenjataan, biaya pemeliharaan pasukan penjaga perdamaian, dan pengukuran keuntungan perdamaian (Sandler, 2000: 209). 

B. Metode Ilmu Ekonmi
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa ilmu ekonomi secara sedehana merupakan uapaya insan untuk pemenuhan kebutuhannya yang bersifat tak terbatas dengan alat pemenuhan kebutuhan berupa barang dan jasa yang bersifat langka serta mempunyai kegunaan altrnatif. Untuk dalam cara pemenuhan kebutuhan itulah berkaitan dengan metode-metode dalam ilmu ekonomi tersebut. Adapun metode-metode yang digunakan dalam ilmu ekonmi,menurut Chaurmain dan Prihatin (1994: 14-16) meliputi:
  1. Meode Induktif; yaitu metode di mana suatu keputusan dilakukan dengan mengumpulkan semua data iformasi yang ada di dalam realitas kehidupan. Realita tersebut dalam setiap unsur kehidupan yang dialami individu, keluarga, masyarakat local dan sebagainya mencoba dicari jalan pemecahan sehingga upaya pemenuhan kebutuhannya tersebut sanggup dikaji secara secermat mungkin. Sebagai contoh upaya menghasilkan dan menyalurkan sumber daya ekonomi. Upaya tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga hingga diperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang sanggup tersedia pada jumlah, harga, dan waktu yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan perencanaan yang dalam ilmu ekonomi berfungsi sebagai cara ataupun metode untuk menyusun daftar kebutuhan terhadap sejumlah barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. 
  2. Metode Deduktif; ialah suatu metode ilmu ekonomi yang bekerja atas dasar hukum, ketentuan atau prinsip umum yang sudah diuji kebenarannya. Dengan metode ini ilmu ekonomi mencoba menetapkan cara pemecahan masalah, sesuai dengan acuan, prinsip, aturan dan ketentuan yang ada dalam ilmu ekonomi. Misalnya, dalam ilmu ekonomi terdapat aturan yang mengemukakan bahwa “jika persediaan barang-barang dan jasa berkurang dalam masyarakat, sementara permintaannya tetap, maka maka barang-barang dan jasa-jasa akan naik harganya”. Bertolak dari aturan ekonomi tersebut, para jago ekonomi secara deduktif sudah sanggup menentukan bahwa harus dijaga biar pesrsediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat tersebut selalu sanggup mencukupi dalam kuantitas dan kualitasnya. Boulding (1955: 12) menyebutnya sebagai metode eksperimen intelektual (the method of intellectual experiment). 
  3. Meode Matematika; ialah metode yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi dengan cara pemecahan soal-soal secara matematis. Hal ini maksudnya bahwa dalam matematika terdapat kebiasaankebiasaan yang dimulai dengan pembahasan dalil-dalil. Melaui pembahasan dalil-dalil tersebut sanggup dipastikan bahwa kajiannya itu sanggup diterima secara umum. 
  4. Meode Statistika; ialah suatu metode pemecahan kasus ekonomi dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, penafsiran data, dan penyajian data dalam bentuk angka-angka secara statistik. Dari angkaangka yang yang disajikan, kemudian sanggup diketahui permasalahan yang sesungguhnya untuk kemudian dicarikan cara pemecahannya. Sebagai contoh, pembahasan mengenai kasus pengangguran. Dalam hal ini bisa terlebih dahulu diidentifikasi unsur-unsur yang berkaitan dengan pengangguran, misalnya; data-data perusahaan, data-data tenaga kerja yang yang terdidik/kurang terdidik, jenis dan jumlah lapangan kerja yang trsedia, jumlah dan tingkat upah yang ditawarkan perusahaan, temapat perusahaan beroperasi, maupun rata-ratempat tinggal para calon pekerja. Dari data yag tekumpul tersebut, spesialis ekonomi akan sanggup menyusun pengolahan/analisis dan penafsiran data secara statistik yang bekerjasama dengan pemecahan kasus pengangguran tersebut. Dari angka-angka statistik tersebut kemudian ia sanggup menentukan cara-cara yang tepat untuk membantu mengatasi masalahmasalah pengangguran secara akurat berdasarkan tafsiran peneliti terhadap angka-angka yang disajian secara statistik.
B. Sejarah Lahir dan Perkembangan Ilmu Ekonomi
Menurut Irving Kristol, ilmu ekonomi sebagai sebuah disiplin akademis, dalam perjalanan sejarah, muncul pada era ke-17 dan 18 sebagai suatu aspek “revolusi” filosofis yang membuat dunia “modern” (Kristol, 1981: 203). Dalam hal ini “manusia ekonomi” yang diciptakan ilmu ekonomi tampil sebagai insan yang ingin mencapai kepuasan yang tertinggi. Jika ditelusuri lebih jauh kisah, konsep “manusia ekonomi” itu sanggup ditelusuri dalam falsafah Psikologi Asosiatif khususnya “hedonisme” serta falsafah “utilitarianisme” yang banyak merambah pengikutnya semenjak era 18 dan 19. Dan kalau ingin ditelusuri lebih jauh lagi “hedonisme” sudah ada semenjak zaman Yunani kuno, salah seorang tokohnya yang terkenal ialah Epikurus (341-271 s.M.)

Paham ini beropini bahwa kepuasan merupakan satu-satunya alasan dalam tindak susila. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph Schumpeter (1954) menulis sebagai berikut: Buku ini akan memaparkan perkembangan dan nasib baik analisis ilmiah di bidang ilmu ekonomi, mulai dari zaman Greaco-Roman hingga sekarang, dalam suatu kerangka sosial dan politik yang memadai dengan tetap memberi perhatian pada perkembangan-perkembangan di banyak sekali bidang ilmu sosial lainnya dan juga filsafat. Sedikit sekali para ekonom kontemporer yang mau melacak ilmunya dari peradaban Greaco-Roman (Yunani-Romawi) dan tidak banyak pula yang menonjolkan keeratan korelasi antara ilmu ekonomi dengan ilmu-ilmu lainnya ibarat dengan sejarah maupun filsafat (Bills, 2002: 273). Namun dengan menyediakan goresan pena 200 halaman, Schumpeter sengaja melacak hal itu sebelum Adam Smith tahun 1776 menulis The Wealth of Nations, yang menandai munculnya ilmu ekonomi yang sepenuhnya berdiri sendiri (Bill, 2002: 273).

Pertama, ide-de yang berkembang pada jaman Renaissance yang menyatakan bahwa insan ialah serpihan dari alam yang berdaulat. Gagasan ini membebaskan para analis ekonomi untuk menerapkan metode-metode rasional dan reduksionis guna mengikis anggapan-anggapan ekonomi yang tidak didasarkan pada fakta atau kajian ilmiah (misalnya, anggapan orang hanya bisa disebut kaya jika ia punya banyak emas). Kedua, ilmu ekonomi terbebaskan dari ikatan moral, namun tidak lantas menjadi sosok negara yang penuh kekuasaan yang politik ekonominya amoral ibarat yang diperkirakan para merkantilis dan teoretisi lainnya, yang di mata Adam Smith dan kawan-kawan tidak realistis. Ilmu ekonomi sekedar lebih “dingin” dalam menanggapi soal-soal moral, dan membuka diri terhadap kajian kritis. Ketiga, tujuan analisis ekonomi meluas, bukan sekedar pada pemilihan kebijakan dagang demi memperbesar kekuatan negara, melainkan juga menyangkut kehidupan dan kesejahteraan sehari-hari. Perkembangan individualisme libelar di era 17 dan 18 menggarisbawahi pergeseran itu. Mulai banyak analisis yang dicurahkan pada pengerjaan kesejahteraan individu yang telah dipandang sebagai sesuatu yang wajar, dan tidak lagi dianggap sebagai wujud keserakahan (Bliss, 2000: 273).

Pernyataan yang terakhir inilah nampak adanya titik temu dua aliran besar, yakni aliran yang menghendaki kiprah aktif negara, dan aliran laissez faire. Kedua-duanya sama-sama menganggap penting kiprah negara/pemerintah dalam perekonomian. Hanya saja mereka masih berbeda pendapat secara mendasar perihal sejauh mana kiprah itu dilakukan? Kebijakan menjadi topik kajian yang sangat diminati, dan hingga kini aneka model dan rumusannya terus dikembangkan demi memudahkan berlangsungnya perumusan kebijakan ekonomi yang sebaik-baiknya. Ilmu ekonomi sendiri terus bergulat dengan persoalan-persoalan epistemologi dan aksiologinya. Ilmu ekonomi memang bukan ilmu niscaya ibarat fisika, biologi, maupun kimia yang serba eksak. Ilmu ekonomi mempunyai modelmodel data dan asumsi-asumsinya sendiri yang bersifat menyederhanakan atau simplistik. Di dalamnya juga terkandung nilai-nilai, perihal apa yang dianggap baik atau buruk. Padahal ilmu pada umumnya bebas nilai (bukan dalam penegrtian acak, namun bebas dari penilaian si ilmuwan). Secara umum, perkiraan kedaulatan selera individu tidak dipersoalkan oleh para ekonom. Sejak Vilfredo Pareto hingga sekarang, dukungan bagi pengajaran kepentingan individu merupakan inti ekonomi kesejahteraan. Namun Hicks (1969) menentang pandangan itu dengan mengungkapkan adanya tiga kelemahan dalam evaluasinya.

Hal ini didukung oleh Arrow (1973) yang secara meyakinkan sanggup memperlihatkan melui sebuah fungsi kesejahteraan yang diderivasikan dari preferensi individu bahwa prinsip kedaulatan konsumen akan memunculkan pemaksaan atau kediktatoran satu individu kepada individu lainnya. Meskipun rumusan Arrow itu controversial (lihat contohnya Sen, 1979), namun pendapatnya telah mengubah keyakinan mutlak perihal kedaulatan konsumen yang semula diagungkan. Memang sejumlah ekonom lebih suka menanggalkan sikap netral dan melacak implikasi dari suatu kebijakan berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri, meskipun ekonom lain mempertahankannya. Hal ini antara lain terwujud berupa teori kebijakan keuangan publik yang mementingkan kepentingan umum; contohnya mereka menegaskan bahwa pajak rata-rata (lump taxation) ialah yang paling baik lantaran tagihan yang dibebankannya terhadap setiap wajib pajak relatif paling kecil, meskipun distribusinya tidak merata (pajak yang dibayarkan oleh orang kaya dan miskin tidak banyak berbeda (Atkinson dan Stiglitz, 1980). Perdebatan ini tidaklah berarti bahwa ilmu ekonomi semenjak awal suddah demikian sarat dengan nilai.

Usulan pajak rata-rata itu lebih bertolak dari sikap yang tidak terlalu mementingkan kaitan antara efisiensi dan distribusi pungutan pajak, serta sikap itu sendiri diwarnai oleh angan-angan akan adanya lembagalembaga ekonomi yang tepat dan bisa menjangkau batas kemungkinan kepuasan (utility possibility frontier) melui kebijakan tertentu. Ilmu ekonomi modern berusaha mencapai “kompatibilitas intensif” atau pengutamaan disain dan fungsi lembaga-lembaga ekonomi, termasuk perpajakan, di mana setiap individu dimudahkan oleh negara dalam mengejar kepentingannya (Fudenberg dan Tirole, 1991). Dalam ekonomi modern, disain kebijakannya jauh lebih rumit dan canggih, dan begitu juga perkiraan pembatasannya lebih banyak daripada perekonomian pada era sebelumnya khususnya aabad ke-18.

Bentuk dan sejauh mana kiprah negara dalam ekonomi dimodelkan dalam konteks disain sistem perpajakan dan regulasi.Harus diakui bahwa kajian perihal desain kebijakan ini kian usang kian lengkap. Lalu seberapa jauh keberhasilan ilmu ekonomi di simpulan era 20 atau awal 21? Ditinjau sekilas secara ekologis, ilmu ekonomi memang cukup berhasil. Ia bisa mereproduksi diri secara efisien. Namun kemampuannya dalam memecahkan kasus masih perlu dipertanyakan. Betapa-pun, ilmu ekonomi akan tetap mmenarik lantaran sanggup menyampaikan perspektif guna memahami apa yang terjadi di pasar. Hampir setiap kekeliruan kebijakan selalu ditimpakan pada pemikiran intelektual yang melandasinya. Hal ini tidak selalu benar, lantaran ada kalanya kegagaln kebijakan disebabkan oleh faktor-faktor non-ekonomi ataupun yang lain. Sebaliknya kegagalan ekonomi bisa ikut menimbulkan hancurnya suatu sistem negara ibarat yang dialami sistem komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur lainnya. Namun tentu saja pasar atau ekonomi dan langkah-langkah pembinaannya (misalnya liberalisasi) bukan satu-satunya solusi. Hal ini terbukti dengan gagalnya serangkaian reformasi ekonomi di bekas negara-negara komunis.

Eropa Timur itu. Kondisi ekonomi di setiap masyarakat terbukti tidak bisa dilepaskan dari pengalaman dan presumsi sejarahnya (Bliss, 2000: 277). 

C. Mazhab-mazhab dalam Ekonomi
Ilmu ekonomi mengenal banyak sekali mazhab, berdasarkan Sastradipoera (2001: 12-82) terdapat delapan mazhab ilmu ekonomi, yaitu mazhab:(1) merkantilis; (2) fisiokrat; (3) klasik; (4) sosialis; (5) hitoris; (6) marjinalis; (7) institusionalis; (8) kesejahteraan. Mazhab merkantilisme muncul antara Abad Pertengahan dengan kejayaan Laissez-Faire (1500-1776 atau 1800). Menurut Eatwell (1987: 445), merkantilisme merupakan babak panjang pertalian sederhana dalam sejarah pemikiran ekonomi Eropa da kebijaksanaan ekonomi nasional, yang membentang sekitar tahun 1500 hingga tahun 1800. Adanya ‘penemuan-penemuan’ daerah gres yang luas mempunyai implikasi bahwa institusi ‘gilda’ tidak memadai lagi, bahkan dianggap sebagai penghambat berkembangnya perdagangan antar negara waktu iru. Akibatnya, mereka melaksanakan perdagangan dengan banyak sekali negara hasil temuan mereka, dan semua ini menimbulkan persaingan dagang yang makin menajam antar bangsa penjelajah. Para ‘kapitalis pedagang’ (marchant capitalists) memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Emas, rempahrempah, perak yang menyampaikan kemudahan bagi pesatnya perdagangan dan mendorong tumbuhnya teori menenai logam mulia (Sastradipoera, 2001: 14).

Pada masa tersebut kiprah tokoh Thomas Mun (1571-1641) saudagar kaya raya dari Inggris dan Jean Baptist Colbert (1619-1683) ialah seorang menteri utama ekonomi dan keuangan dari Prancis pada zaman raja Louis XIV, meupakan dua tokoh penting yang mewakili kaum ‘skolar’ dan saudagar pada waktu itu, sehingga ekonomi merkalitisme ini sering disebut ‘Colbertisme’. Inti ajaran/mazhab ini bahwa; Pertama, emas dan perak khususnya merupakan bentuk kekayaan yang paling banyak disukai, oleh lantaran itu merka melarang ekspor logam mulia. Kedua, negara harus mendorong ekspor dan memupuk kekayaan dengan merugikan negara lainnya (tetangga). Ketiga, dalam kebijaksanaan ekspor-impor, berkeyakinan bahwa perkembangan harus sanggup diraih dan dikelola dengan jalan meraih surplus sebesar-besarnya dari penerimaan ekspor barang yang melebihi belanja untuk impor barang. Keempat, kolonisasi dan monopolisasi perdagangan harus benar-benar sanggup dilaksanakan secara ketat untuk memelihara keabadian kaum koloni tunduk dan tergantung kepada negara induk. Kelima, penentangan atas bea, pajak, dan restriksi intern terhadap mobilitas barang, Keenam, harus dibangun pemerintah pusat yang kuat, guna menjamin kebijaksanaan merkantilisme tersebut, dan. Ketujuh, pentingnya pertumbuhan penduduk yang tinggi namun disertai dengan sumberdaya insan yang tinggi pula untuk memenuhi kepentingan pemasokan kepentingan militer serta pengelolaan merkentilisme yang kuat pula (Sastradipoera, 2001: 12-18). Mazhab Fisiokrat, muncul pertama kali di Prancis menjelang berakhirnya zaman merkantilis yang diawali tahun 1756. Isitah ”fisiokrat” berasal dari bahasa Yunani, dari kata ”physia” berarti alam, dan ”kratos” berarti kekuasaan. Secara harfiah beararti ”supremasi alam”. Tokohnya ialah Frncois Quesnay (1654- 1774), seorang dokter ilmu bedah Prancis yang pernah menjadi dokter pribadi.

Raja Louis XV, juga dokter kepercayaan selir raja, Madame de Pompadour. Di samping profesinya sebagai dokter, ia spesialis ekonomi yang menulis artikelnya ”ilmu ekonomi” dalam Grande Encyclopedie. Quesnay mengecam kebijaksanaan ekonomi Colbert, dengan menyampaikan bawa seorang menteri tidaklah pantas mengeluarkan kebijaksanaan hanya didorong oleh kecemburuan terhadap keberhasilan perdagangan Belanda dan keindahan industri barang-barang mewah. Hal ini hanya akan menjebloskan negara Prancis dalam kebodohan yang amat dalam, di mana rakyat hanya bisa bicara mengenai ”dagang” dan ”uang”. Semuanya ini tidak lain hanya lantaran ulah Colbert yang telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi rakyat Prancis. Inti anutan fisiokrat ini pada hakikatnya berlandaskan aturan alam. Sebagaimana Isaac Newton (1643-1727) yang telah menemukan aturan dunia fisik, maka Quesnay percaya bahwa seluruh kegiatan insan harus dibawa ke ke dalam harmoni dengan aturan alam. Intinya, pertama, Semboyan laissez-faire, laissez-passer yang berasal dari Vincent de Gournay (1712-1759) yang arti konotatifnya ”biarkan orang berbuat ibarat yang mereka sukai tanpa campurtangan pemerintah” mengisaratkan betapa pemerintah harus membatasi diri dalam intervensinya dalam perekonomian terang bertentangan dengan kaum merkantilis, maupun feodalis.

Kedua, tekanan pada sektor pertanian yang produktif yang memungkinkan terjadinya surplus atau produk neto di atas nilai sumber daya yang digunakan. Ketiga, pemilik tanah harus dibebani pajak yaitu dalam bentuk satu macam pajak Sekalipun perekonomian Prancis tidak menjadi lebih baik, namun fisiokrat telah menyampaikan sumbangan yang bermakna bagi perkembangan ilmu ekonomi, terutama dalam semboyan laissez-faire, fisiokrat mengubah perhatian para ekonom kepada kasus peranan pemerintah dalam perekonomian yang didasarkan pada persaingan bebas dan kebebasan menentukan serta membuat keputusan (Sastradipoera, 2001: 21-27).. Mazhab Klasik; mazhab ini secara umum mengacu kepada sekumpulan gagasan ekonomi yang bersumber dari formulasi David Hume, yang karya terpentingnya diterbitkan pada tahun 1752 dan munculnya seorang ekonom besar yang pernah menjadi Guru Besar Falsafah Moral di Universitas Glasgow, Adam Smith dengan karyanya An Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations tahun 1776 hingga Ricardo, McCulloch John.Stuart. Mill, dan Lord Overstone (1837).

Gagasan-gagasan kedua tokoh tersebut mendominasi ilmu ekonomi, khususnya yang mekar di Inggeris, selama seperempat terakhir era 18 dan tigaperempat pertama era 19 (O’Brien, 2000: 120). Inti mazhab klasik tersebut pada hakikatnya terletak pada gagasan bahwa pertumbuhan ekonomi berlangsung melalui interaksi antara akumulasi modal dan pembagian kerja. Akumulasi modal sanggup dilakukan dengan menunda atau mengurangi penjualan out-put dan hal ini gres akan bermanfaat jika dibarengi pengembangan spesialisasi dan pembagian kerja. Pembagian kerja iu sendiri nantinya akan sanggup meningkatkan total out-put sehingga memudahkan dilakukannya akumulasi modal lebih lanjut. Makara jelaslah bahwa antara kedua hal tersebut terdapat korelasi timbal-balik yang sangat penting. Pertumbuhan ekonomi hanya sanggup ditingkatkan jika modal bisa ditambah, dan atau jika alokasi sumber daya (pembagian kerja) sanggup disempurnakan. Namun pembagian kerja itu sendiri dibatasi oleh ukuran atau skala pasar, yang pada gilirannya ditentukan oleh jumlah penduduk dan pendapatan perkapita yang ada.

Tatkala modal terakumulasi, tenaga kerja akan kian dibutuhkan sehingga tingkat upah-pun meningkat untuk memenuhi kebutuhan ”subsisten” baik secara psikologis maupun fisiologis (O’Brien, 2000: 121). Ilmu ekonomi klasik tersebut merupakan prestasi intelektual yang mengesankan. Landasan-landasan teoretis yang dikembangkannya menjadi pijakan bagi teori-teori perdagangan dan moneter hingga kini ini. Mazhab Sosialisme. Dalam mazhab sosialisme ini sistem pemilikan dan pelaksanaan kolektif atas faktor-faktor produksi (khususnya barang-barang modal), biasanya oleh pemerintah. Ide-ide sosialis dan gerakan politik mulai berkembang pada awal era ke-19 di Inggeris dan Prancis. Periode antara tahun 1820-an hingga 1850-an ditandai dengan pletoria bermacam-macam sistem sosialis yang diusulkan oleh Saint-Simon, Fourier, Owen, Blanc, Proudhon, Marx dan Engels, serta banyak lagi pemikir sosialis lainnya.

Kebanyakan sistem/mazhab ini bersifat utopia dan sebagian besar pendukungnya ialah para ’filantropis’ (cinta kasih sesama umat manusia) kelas menengah yang mempunyai komitmen untuk memperbaiki kehidupan para pekerja/burh serta kaum miskin lainnya. Selain itu kebanyakan penganut sosialis mendambakan masyarakat yang lebih terorganisir yang akan menggantikan anarki akhir dari pasar dan kemiskinan masal masyarakat perkotaan (Hirst, 2000: 1012). Inti anutan atau mazhab sosialis bekerjsama sulit dijelaskan lantaran luasnya cakupan sosialisme (sosialisme utopis, sosialisme ilmiah, sosialisme negara, sosialisme anarkis, sosialisme revisionis, sosialisme serikat sekerja, dan sebagainya). Mereka yang membela sosialisme acapkali berbeda mengenai jenis sosialisme yang mereka cari. Hanya dalam beberapa hal mereka mempunyai kesamaan, selebihnya berbeda bahkan bertentangan.

Ada yang menghendaki hapusnya pemerintah, sementara yang lainnya ingin mempertahankan biar sanggup melindungi kepentingan bruh; ada pula yang menganggap semua lambang kapitalisme harus dilenyapkan, termasuk prosedur pasar, harga, dan invisible hand, sedangkan yang lainnya menganggap prosedur pasar dan harga masih dibutuhkan dalam saat-saat awal soialisme disebabkan sulitnya mengukur efisiensi ketika dewan perencanaan pusat menyusun prioritas (Sastradipoera, 2001: 40). . Sedangkan mazhab historis, yang lahir di Jerman tahun 1840-an melalui karya ilmiah yang ditulis oleh Friederich List (1789-1846) dalam Nationales System der politischen Oekonomie (1840), dan Wilhelm Roscher (1817-1894) dalam Grundriss zu Vorlesungen ueber die Staatswissenchaft nach geschichtilicher Methode (1843), menyerang mazhab klasik Inggeris. Mereka beranggapan bahwa konsep-konsep ekonomi sesungguhnya merupakan produk perkembangan berdasarkan sejarah kehidupan ekonomi yang khusus tumbuh di sautu negara. 

Oleh lantaran itu hukum-hukum ekonomi tidaklah mutlak, tetapi bersifat relatif atau nisbi bekerjasama dengan perkembangan sosial berdasarkan dimensi waktu dan tempat. Kemudia mazhab marjinalis. Mazhab ini pelopornya ialah Karl Menger (1840-1921) dari Jerman dalam karyanaya Grundsaetze der Volkswirtschaftlehre (1871). Selanjutnya seorang ekonom Inggeris William Staley Jevons (1835-1882) dalam karyanya Theory of Political Economy (1871), dan seorang Prancis Leon Walras (1834-1910) dalam karyanya Elements d’economie politique pure (1874). Mereka menyampaikan analisis yang telak mengenai korelasi antara kebutuhan dan harga dengan mengacu kepada konsep ”guna marjinal”. Mereka menegaskan bahwa dalam hal seseorang individu, setiap tambahan suatu barang yang dilakukan secara berturut-turut akan memperkecil nilai obyektif setiap tambahan yang dimiliki oleh individu itu.

Oleh lantaran itu gagasan yang tidak sistematik mengenai nilai pakai dan permintaan serta penawaran sebagai penentu nilai barter (yang dikembangkan bersamaan dan bertentangan dengan teori Klasik), menemukan penanganansistematik pada awal tahun 1970-an oleh ketiga penulis di atas (Sastradipoera, 2001: 62). Mazhab institusionalis, tiba dari Amerika Serikat tahun 1900-an yang pengaruhnya masih kuat hingga kini ini, contohnya adanya undang-undang anti-trust yang masih dipertahankan. Tokohnya ialah Thorstein Veblen (1857- 1929) dalam karyanya The Theory of the Leisure Class pada tahun 1899. Veblen dikenal sebagai seorang kritikus sosial yang bersemangat serta menyerang organisasi masyarakat industri kontemporer yang dianggapnya boros, dan mengalahkan sikap konsumtif yang menyolok mata. Selanjutnya ia mengamati sudut-sudut yang merugikan yang berasal dari tanda-tanda yang dihadapinya; ”milik guntay” (abstentee ownertship) yang merupakan ciri utama kapitalisme finansial.

Berasal dari ”milik guntay” maka muncullah suatu lapisan masyarakat yang dianggap oleh Veblen sebagai ”kelas santai” (lesure class), ialah suatu kelas pada masyarakat lapisan atas yang berasal dari dunia industri dan keuangan yang perilkunya menampakkan fenomena kaum ”feodal tanggung” dengan mempertontonkan pola konsumsi yang berlebihan serta mencolok mata (Sastradipoera, 2001: 72). Mazhab neo kalsik; merujuk pada versi terbaru dari ekonomi klasik yang dimunculkan pada era 19 terutama oleh Alfred Marshal dan Leon Walras. Versiversi yang terkenal itu dikembangkan pada era ke-20 oleh John Hicks (1946[1939]) dan Paul samuelson (1965[1947]). Lepas dari pengertian neo klasik umumnya, perbedaan ekonomi ne klasik dan klasik hanya terletak pada penitikberatan dan pusat perhatiannya. Jika ekonomi klasik menjelaskan segala kondisi ekonomi dalam kerangka kekuatan-kekuatan misterius ”invisiblehand” (tangan-tangan tak terlihat), maka dalam mazhab ekonomi neo klasik mencoba memberi klarifikasi lengkap dengan memfokuskan pada mekanisme-mekanisme kasatmata yang menimbulkan terjadinya kondisi ekonomi tersebut (Boland, 2000: 700). Selanjutnya ialah mazhab Keynesian; Mazhab ini sesuai dengan namanya dipimpin oleh John Maynard Keynes, yang merupakan ekonomi agregat (makro) yang dituangkan dalam bukunya General Theory of Employment, Interest and Money (1936), dan dari karya-karya pengikut Keyneu yang lebih kontemporer ibarat Sir Roy Harrold, Lord Kaldor, Lord Kahn, Joan Robinson dan Michael Kalecki, yang meluaskan analisis Keynes terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertanyaan mengenai distribusi fungsional pendapatan (functional distribution of income) antara upah dan keuntungan yang oleh Keynes sendiri dibaikan (Thirwall, 2000: 531). Dua pilar utama dari teori employment klasik ialah bahwa tabungan dan investasi menghasilkan ekuilibrium pada tingkat full employment melalui tingkat suku bunga, dan bahwa penawaran serta permintaan tenaga kerja menghasilkan ekuilibrium melalui banyak sekali variasi upah riil.

General Theory Keynes ditulis sebagai reaksi terhadap paham klasik tersebut. Perdebatan mengenai kasus ini hingga kini masih berlangsung. Mazhab Chicago, merupakan aliran kontrarevolusi neoklasik yang menentang institusionalisme dalam metodologi ilmu ekonomi, makroekonomi ala Keyney maupun terhadap liberalisme era 20 yang menonjolkan intervensionisme dan penonjolan kebijakan ekonomi oleh pemerintah (Bronfendbrenner, 2000: 103). Sesuai dengan namanya, aliran ini berkembang di Universitas Chicago semenjak dekade 1930-an. Tokoh utamanya tahun 1950-an ialah Frank H. Knight untuk soal teori dan metodologinya, serta Henry C.Simons dalam rumusan kebijakan ekonomi.Kemudian pada generasi berikutnya tokoh yang menonjol ialah Milton Friedman, George Stigler dan Gary Becker. Jika dilihat dari sudut sejarahnya pemikiran ekonomi mazhab Chicago ini bekerjsama ialah suatu varian Neoklasisme dan mengacu kepada ”Klasisisme Baru (New Classicism), di mana; Pertama, pasar dianggap sebagai prosedur utama dalam menuntaskan banyak sekali kasus ekonomi, asalkan didukung kebebasan politik intelektual; para ekonom aliran Chicago melihat perekonomian sebagai suatu kondisi perlu, namun bukan kondisi cukup untuk membuat masyarakat bebas; Kedua; pengelolaan administratif dan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat ad hoc, hanya akan merusak situasi ekonomi; dalam soal kebijakan moneter dan fiskal, aliran ini menekankan pentingnya kesinambungan. Ketiga; monetarisme dianggap lebih baik ketimbang fiskalisme dalam regulasi makroekonomi. Keempat; kebijakan fiskal diyakini sebagai wahana yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan, namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di atas garis kemiskinan justru akan lebih banyak meninmbulkan kerugian. 

D. Konsep-konsep Ilmu Ekonomi
Beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, seperti; (1) skarsitas, (2) produksi, (3) konsumsi, (4) investasi, (5) pasar, (6) uang, (7) letter of credit (LC), (8) neraca pembayaran, (9) bank atau perbankan, (10) koperasi, (11) kebutuhan dasar, (12) kewiusahaan, (13) perpajakan (14) periklanan (15) perseroan terbatas, (16) keuntungan (17) Kurs atau nilai tukar.
  1. Skarsitas “Skarsitas” atau “kelangkaan” ialah sebuah prinsip bahwa sebagian besar barang yang diinginkan orang hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas (kecuali ibarat barang bebas ibarat udara). Dengan demikian barang umumnya dalam keadaan langka dan harus dijatah, baik melaui prosedur harga maupun cara lainnya (Samuelson dan Nordhaus, 1990: 535). Dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial lainnya, kelangkaan juga melahirkan teori stratifikasi sosial dalam sejarah perkembangan manusia. Teori skarsitas (kelangkaan) merupakan devisi pemikiran Michael Harner (1970), Morton Fried (1967) dan Rae Lesser Blumberg (1978). Teori ini beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan semakin intens-nya stratifikasi sosial disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk. Tekanan jumlah penduduk tersebut sangat kuat terhadap sumber daya yang menimbulkan masyarakat baik pemburu dan peramu pola subsistensi pertanian. Pertanian akhirnya menggantikan pola subsistensi pemburu dan peramu. Sebut saja “komunisme primitif” dalam masyarakat pemburu dan peramu merupakan cikal bakal pemilikan tanah oleh keluarga besa, namun pemilikan masih bersifat komunal daripada pribadi. Makin meningkatnya tekanan jumlah penduduk, menimbulkan masyarakat holtikultura makin memperhatikan pemilikan tanah serta makin kokohnya jiwa “egoisme” pribadi sehingga menghilangkan apa yang disebut sebagai “pemilikan bersama”.Di samping itu perbedaan susukan terhadap sumber daya muncul, dari suatu individu maupun kelompok muncul memaksa individu maupun kelompok lainnya yang memaksa bekerja lebih keras untuk menghasilkan surplus ekonomi melebihi apa yang dibutuhkan hingga terbentuknya kelompok yang bersenang-senang atau leisure class (Sanderson, 1995: 161). Dengan demikian dalam teori kelangkaan tersebut tertanam kebiasaan persaingan maupun konflik materialistik 
  2. Produksi “Produksi” sanggup diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian luas “produksi” ialah segala perjuangan untuk menambah atau mempertinggi nilai atau faedah dari sesuatu barang. Sedangkan dalam arti sempit “produksi” ialah segala perjuangan dan kegiatan untuk membuat suatu barang atau mengubah bentuk suatu barang menjadi barang lain (Abdullah, 1992: 4; 38). Misalkan seorang petani berusaha untuk menghasilkan padi atau beras melalui perjuangan bertani, hal ini sanggup diklasifikasikan “produksi” dalam pengertian sempit. Jika jumlah padi atau beras yang dihasilkan di tempat petani tersebut berlimpah bila disbandingkan dengan keperluan konsumsinya, maka beras atau padi tersebut nilai atau faedahnya akan rendah. Dalam hal ini kemudian para pedagang berusaha membawa limpahan beras tersebut ke tempat gres yang mempunyai nilai faedah yang lebih tinggi. Untuk kegiatan yang terakhir ini sanggup digolongkan “produksi” dalam arti luas. Suatu kegiatan “produksi” tidak akan berjalan tanpa melalui “proses produksi”. Sebab sesuatu produksi tidaklah terjadi dengan tibab-tiba, melainkan melalui tahapan suatu proses yang cukup panjang. Proses produksi ialah suatu proses atau kegiatan untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, baik secara pribadi maupun tidak langsung. Makara tujuan pokok dari produksi ialah untuk konsumsi. Bila jarak produsn dengan konsumen berjauhan maka dibutuhkan adanya usaha-usaha untuk meyampaikannya kepada konsumen. Usaha-usaha untuk nenyampaikan barang-barang dari produsen ke konsumen tersebut dinamakan proses “distribusi” (Abdullah, 1992: 4; 38). Terdapat empat macam faktor produksi, yakni (1) alam; (2) tenaga kerja; (3) modal; (4) skill atau keterampilan. Faktor alam, mencakup; tanah dan keadaan ilklim, kekayaan hutan, kekayaan kandungan tanah (mineral), kekayaan air sebagai sumber penggerak trannsportasi maupun sumber pengairan dalam pertanian. Faktor produksi tenaga kerja ialah peranan insan dalam proses produksi. Faktor produksi modal, ialah adalah semua barang yang dihasilkan dan dipergunakan dalam produksi untuk masa depan. Barang-barang tersebut kadang kala disebut sebagai barang-barang produksi dan kadang kala disebut investasi maupun barang modal, sepert mesin-mesin, gedung-gedung, dan instalasi pabrik. Sedangkan faktor produksi skill atau keterampilan merupakan beberapa jenis kecakapan atau keterampilan khusus yang dibutuhkan dalam proses produksi ekonomi. Adapun cakupan skills yang dimaaksud meliputi managerial skills, technological skills, dan organizational skills (Abdullah, 1992: 41). 
  3. Konsumsi Secara sederhana pengertian “konsumsi’ ialah segala tindakan insan yang sanggup menimbulkan turunnya atau hilangnya “faedah atau guna” sesuatu barang. Pengertian tersebut sanggup dibandingkan dengan Samuelson dan Nordhaus (1990: 161) bahwa “konsumsi” ialah sebagai pengeluaran untuk barang dan jasa ibarat makanan, pakaian, mobil, pengobatan, dan perumahan Makara pengertian tersebut terang berbeda dengan pemahaman yang hidup di masyarakat bahwa pemahaman ‘konsumsi’ selalu inherent dengan ‘makanan’. Seseorang konsumen akan bersedia membeli sesuatu barang, lantaran barang itu sangat mempunyai kegunaan baginya. Begitu juga terhadap jasa, seseorang akan membayar suatu jasa lantaran jasa tersebut sangat berfaat baginya. 
Di sinilah sebagai insan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya orang dengan sadar atau tidak akan menggunakan prinsip ekonomi. Artinya ia akan berusaha untuk mencapai tingkat konsumsi yng paling menguntungkan baginya. Dengan demikian pula konsumen dalam melaksanakan konsumsinya bertujuan untuk mencapai kepuasan dan kegunaan setinggi-tingginya melalui pemikiran yang se rasional mungkin. Idealnya seorang konsumen akan mempertimbangkan;
  • jumlah pendapatannya,
  • daftar preferensi dari jenis barang yang akan dikonsumsi;
  • harga persatuan tipa jenis barang yang akan dikonsumsi;
  • jumlah tiap jenis barang yang akan dikonsumsi (Abdullah, 1992: 37).
  • Investasi “Investasi” sanggup diartikan sebagai perubahan stok modal dalam kurun waktu tertentu, bisanya satu tahun buku (Mullineux, 2000: 522).
Makna “investasi” tersebut sering dikacaukan dengan investasi keuangan (financial investment) yang definisinya ialah pembelian aset-aset keuangan ibarat saham dan obligasi yang nantinya akan akan dijual kembali begitu harganya meningkat, dan hal itu lebih terkait dengan analisis jasa. “Investasi” juga berbeda dari “investasi inventori”, yakni penyimpanan atau perubahan stok produk final, produk setengah jadi, atau bahan-bahan mentah.Begitu-pun barang-barang investasi modal (capital investment goods) berbeda dari barang konsumsi, lantaran hal itu sanggup menghasilkan arus jasa selama periode tertentu, dan jasa itu tidak pribadi memenuhi kebutuhan konsumen. Namun demikian sangat dibutuhkan untuk produksi barang dan jasa yang sanggup memenuhi kebutuhan konsumen. Kedua-duanya agak mirip, lantaran sebagian barang konsumen (yakni durable goods atau banyak sekali barang yang bisa digunakan berkali-kali / bisa dimanfaatkan dalam waktu lama) sanggup juga dikategorikan sebagai barang investasi.

Pembedaan investasi juga sanggup juga dibedakan atas dasar lembaganya, ada dua yaitu yang dilakukan atas dasar investasi publik (dilakukan pemerintah), dan investasi yang dilakukan oleh badan-badan swasta. Selain itu investasi juga sanggup dibedakan berdasarkan tempatnya yang terbagi atas dua macam, yaitu; ada investasi domestik dan ada pula investasi asing. Sedangkan pembedaan yang berdasarkan jenis barangnya, investasi sanggup digolongkan menjadi dua pula yaitu investasi pribadi (seperti pengadaan pabrik, peralatan, dan banyak sekali sarana produksi), dan investasi keuangan atau portofolio seperti; obligasi dan saham (Mullineux, 2000: 522) 5. Pasar “Pasar” ialah sebuah prosedur yang melaluinya para pembeli dan para penjual berinteraksi untuk menentukan harga dan melaksanakan pertukaran barang dan jasa (Samuelson dan Nordhaus: 2003; 29).

Dengan demikian pasar pada hakikatnya juga merupakan keseluruhan permintaan dan penawaran barang serta jasa. Walaupun sepintas kelihatannya ibarat sebuah kumpulan campur-baurnya penjual dan pembeli yang membingungkan dan merupakan prosedur yang rumit, namun sistem ini merupakan suatu alat komunikasi untuk menyatukan pengetahuan dan tindakan-tindakan dari jutaan individu yang berbeda untuk proses pemenuhan kebutuhan. Jika ditinjau dari macam atau jenisnya, pasar sanggup dibedakan berdasarkan; Pertama; jika dilihat dari barang-barang yang diperjual-belikannya, sanggup dibedakan antara pasar barang konsumsi dan pasar faktor produksi. Kedua, jika dilihat dari waktu terjadinya, sanggup dibedakan antara pasar harian, pasar mingguan, dan bulanan. Sementara itu untuk pasar tahunan biasanya dikalsanakan dalam bentuk pekan raya.

Ketiga, jika dilihat dari lingkup aktivitasnya; sanggup dibedakan ada pasar local, nasional, maupun internasional. Keempat, jika dilihat dari strukturnya; sanggup dibedakan antara pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik. 6. Uang John Maynard Keynes (1883-1946) seorang ekonom neo-klasik dalam bukunya Treaties on Money (1930) mendefinisikan “money [is] that by delivery of which debt-contract and price-contracts are dis charged, and in the shape of which a store of General Purchasing Power is held”, yaitu uang ialah alat penyelesaian kontraktual, dan sebuah store of value, sebuah wahana purchasing power yang bergerak dalam lintasan waktu.

Dengan demikian uang secara umum dilihat dari fungsinya sanggup didefinisikan sebagai alat tukar (Komaruddin, 1991: 397-398). Uang juga berfungsi sebagai sebagai satuan ukuran (standard for valuing things) maupun mempunyai fungsi turunan (seperti sebagai standard perincian utang atau standard deferred payments, dan sebagai alat penyimpan kekayaan). Namun jdalam perkembangannya, uang juga merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan ekonomi. Justru oleh lantaran uang menyampaikan hak kekuasaan abnormal atas dasar-dasar dan jasa-jasa, maka pada umumnya insan ingin mempunyai uang. Uang berarti kekuasaan; pada sebuah masyarakat yang berlandasakan dasar individualistic, uang menjadi alat kekuasaan dalam tangan pemiliknya (Winardi, 1987: 35). Bahkan jauh sebelumnya seorang begawan sosiolog yang dipengaruhi filsafat historisme Wilhelm Dilthey yakni Max Weber (1864-1920) dalam karyanya General Economic History (Knight. 1961), pernah mengemukakan bahwa “uang ialah ayahnya partikelir”. Uang akan menjadi cikal-bakal milik swasta, tentu saja sesudah melewati proses pembentukan harga dan pembentukan kekuasaan. Dalam keadaan ekstrim, terlihat suasana yang memprihatinkan “Uang yang semula hanya merupakan alat, menjelma tujuan, dari benda yang harus mengabdi ia sanggup menjelma penguasa.

Karena melalui uang yang merupakan serpihan pokok dari sesuatu masyarakat, juga telah berperan atas lalu-lintas pertukaran dan perdagangan, serta perindustrian. Ia sanggup diberikan cuma-cuma maupun dipinjamkan ke orang lain yang membutuhkan melalui peminjaman kredit, ia sanggup memungkinkan adanya pembentukan modal yang setiap ketika sanggup dialihkan bentuknya berupa barang-barang. 7. Letter of Credit “Letter of Credit” (L/C) ialah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi kekerabatan dari importir tersebut (Amir, 1996: 1). Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir akseptor L/C diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) aatas Bank 

Pembuka untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menhonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum di dalam surat itu. Adpun peranannya L/C tersebut dalam perdagangan internasional untuk:
  • untuk emudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor;
  • untuk mengamankan dana yang disediakan importir untuk membayar barang impor; 
  • untuk menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.
Perlu diketahui bahwa dalam praktiknya antara eksportir dan importir itu terpisah baik secara geografis maupun geo-politik. Bahkan tidak tidak mungkin antara eksportir dan importir secara pribadi saling tidak mengenalnya. Sebab bagi eksportir merupakan risiko besar jika mengirimkan barang bila tidak ada jaminan pembayaran. Oleh lantaran untuk mendapatkan jaminan tersebut, eksportir meminta kepada importir biar membuka Letter of Credit untuknya. Dan L/C inilah yang merupakan jaminan atas pelunasan barang yang akan dikirimkan oleh eksportir.

Dengan demikian untuk kepentingan eksportir L/C harus dibuka terlebih dahulu sebelum barang dikirim. Begitu juga sebaliknya, pembukaan L/C merupakan jaminan pula untuk importir bersangkutan untuk memperoleh pengapalan barang secara utuh sesuai dengan yang diinginkannya. Sedangkan dana L/C tersebut tidak akan dicairkan tanpa penyerahan dokumen pengapalan. Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa Letter of Credit merupakan suatu instrumen yang ditawarkan bank devisa untuk memudahkan lalu-lintas pembiayaan dalam transaksi perdagangan internasional (Amir, 1996: 2). 8. Neraca Pembayaran “Neraca pembayaran” (balance of payments) ialah keseluruhan catatan akuntansi dari transaksi-transasksi internasional suatu negara dengan negara lainnya (Thirlwall, 2000: 58).

Penerimaan valuta aneh dari penjualan barang dan jasa disebut ekspor dan sebagai item kredit dalam apa yang disebut neraca transaksi berjalan (current account) yang merupakan salah satu serpihan dari neraca pembayaran. Sedangkan pembayaran valuta aneh untuk pembelian barang-barang dan jasa disebut impor dan muncul sebagai item debet dalam neraca berjalan. Selain itu juga perlu diketahui bahwa ada transaksi-transaksi dalam modal yang muncul sebagai neraca modal terpisah. Arus keluar modal (capital outflows) ialah transaksi untuk membiayai kegiatan permodalan internasional ibarat penanaman modal di luar negeri, misalnya, dan dibutuhkan sebagai debet, sedangkan arus masuk modal (capital inflows) ialah sebaliknya dan dibutuhkan sebagai kredit. Namun dalam hal ini defisit pada negara berjalan bisa diseimbangkan atau ditutupi dengan surplus pada neraca modal dan demikian juga sebaliknya. Mengingat nilai tukar valuta aneh ialah harga dari uatu mata uang terhadap mata uang lain, total kredit (suplai valuta asing) dan debet (permintaan valuta asing) harus sama jika nilai tukar dibiarkan berfluktuasi bebas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan valuta asing. Namun demikian, jika nilai tukar tidak bebas bergerak, maka defisit atau surplus akan meningkat. Defisit bisa didanai dengan pinjaman pemerintah dari bank-bank dan forum keuangan

Internasional Monetary Fund, atau dengan menarik sebagin cadangan emas devisnya. Surplus bisa dimanfaatkan dengan memperbesar cadangan atau dipinjamkan ke luar negeri (Tirlwall, 2000: 57). Terdapat tiga pendekatan utama dalam penyesuaian neraca pembayaran yang telah dikembangkan oleh para jago ekonomi, khususnya berkenaan dengan bagaimana cara memandang defisit. Pertama, pendekatan elastisitas; yang melihat defisit sebagai hasil distorsi harga relatif dalam hal ini disebabkan kurangnya kompetisi pasar. Di sini penyesuaian seyogyanya dilakukan melalui depresiasi nilai tukar sesuai dengan nilai elastisitas harga permintaan untuk kelebihan unit impor dan ekspor. Kedua, pendekatan absorsi, yang melihat defisit sebagai akhir dari kelebihan pembelanjaan atas output domestik, sehingga penyesuaian yang baik ialah menurunkan pembelanjaan secara relatif terhadap output. Ketiga, pendekatan moneter, yang memandang defisit sebagai suatu kelebihan suplai uang relatif terhadap permintaan, sehingga penyesuaian hanya bisa berhasil jika permintaan uang bisa dinaikan secara relatif terhadap suplainya. (Tirlwall, 2000: 57). 9. Bank (Perbankan) Istilah “bank” mempunyai arti yang bekerjsama dan sudah berakar khususnya pada masyarakat Eropa bermakna “meja” atau “kounter”. Pengertian “meja” yang dimaksud ialah “meja” yang sering digunakan tempat penukaran uang di pasar pada Abad Pertengahan dan bukan “meja” yang digunakan oleh para “lintah darat” (Revel, 2000: 60).

Pada mulanya bank-bank yang ada pada masa kemudian itu acapkali bermula sebagai perjuangan yang disubsidi oleh para pedagang, awak kapal, pedagang ternak, dan belakangan ini para biro perjalanan. Ada pula bank-bank yang muncul dari bisnis tambahan emas yang beberapa di antaranya disubsidi oleh para dermawan. Namun sesudah dua era lebih, perbankan berkembang menjadi sector perdagangan mandiri, dan muncul banyak sekali perusahaan dan rekanan yang menjalankannya sebagai bisnis yang tersendiri (Revel, 2000: 58). Salah satu aturan yang berlaku dalam bank ialah mendapatkan tabungan uang dan menyampaikan pinjaman dengan mengambil keuntungan, kendati dalam hal-hal tertentu tabungan dan pinjaman dibatasi dalam waktu relatif pendek maupun menengah. Secara keseluruhan fungsi bank utama sanggup dirinci sebagai berikut:
  • Menghimpun dana-dana yang dimiliki masyarakat.
  • Menyalurkan dana yang telah berhasil duhimpun tersebut dalam bentuk kredit.
  • Memperlancar kegiatan perdagangan dan arus lalu-lintas uang antara para pedagang (Abdullah, 1992: 216).
Di balik fungsi itu juga bank melaksanakan tugas-tugas lainnya seperti;
  1. menciptakan uang;
  2. melakukan inkaso .
Untuk kiprah membuat uang tersebut, sebetulnya terdapat variasi. Bank sentral sanggup membuat uang, baik uang kartal dan uang giral. Sedangkan di luar bank sentral (bank sekunder) hanya boleh membuat uang giral.. Sedangkan untuk tugas-tugas melaksanakan inkaso, hal ini dilakukan mengingat perdagangan remaja ini semakin kompleks dan melampui batas-batas suatu negara. Di sinilah para pedagang besar umumnya menentukan menggunakan jasa bank dalam membayar atau menagih hasil transaksi dagangnya. Umumnya pedagang yang demikian menggunakan alat pembayaran berupa cek atau giro yang ditagih dari bank atau dipindahbukukan pada rekening nasabah yang bersangkutan.

Pekerjaan bank yang berkaitan dengan membayar dan menagih untuk atau atas nama pihak lain ibarat dijelaskan di atas, dinamakan sebagai fungsi bank selaku inkaso. 10. Koperasi “Koperasi” ialah sebuah gerakan ekonomi maupun sebagai tubuh perjuangan (Chaurmain dan Prihatin, 1994: 364). Sebagai gerakan ekonomi, koperasi mempersatukan sejumlah orang-orang yang mempunyi kebutuhan yang sama dan sepakat bahwa kebutuhan bersama itu akan direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan dan diawasi, serta dipertanggungjawabkan secara bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan sebagai tubuh perjuangan milik bersama, koperasi merupakan sebuah tubuh yang bertujuan melaksanakan perjuangan pemenuhan kebutuhan bersama seluruh anggota Jika ditilik sejarah perkembangannya, koperasi pertama dibuat pada tahun 1844 di Toad Lane, Rochdale oleh 28 pekerja Lancashire yang selanjutnya membuatkan tujuh prinsip koperasi yang samapai kini masih menjadi landasan gerakan koperasi di seluruh dunia, walaupun tidak sepenuhnya menerima penitikberatan yang sama. Ketujuh prinsip tersebut adalah;
  1. keanggotaannya bersifat terbuka;
  2. satu anggota satu suara; (perputaran modal terbatas;
  3. alokasi surplus produksi diadaptasi atau donasi dari masing-masing anggota;
  4. jasa penyediaan uang tunai;
  5. penekanan pada aspek pendidikan;
  6. bersifat netral dalam soal agama dan politik (Estrin, 2000: 176).
Di Indonesia azas koperasi diataur dalam undang-undang perkoperasian di mana azasnya selalu kekeluargaan dan gotong-royong. Ini tidak berarti bahwa koperasi meninggalkan sifat dan syarat-syrat ekonominya yang menghilangkan proefisiensinya. Sedangkan jika ditilik jenis-jenis koperasi dapar dibedakan berdasarkan;: Pertama; lapangan usaha, meliputi koperasi konsumsi (koperasi pemenuhan kebutuhan barang-barang untuk anggota) dan koperasi produksi yang memproduksi untuk disalurkan ke para anggotanya (seperti; koperasi kerajinan tangan, pertanian, perindustrian dan simpan-pinjam; Kedua; koperasi berdasarkan lingkungannya, sanggup dibedakan menjadi koperasi fungsional yang sering dibuat di kantor tempat para anggotanya bekerja, kemudian koperasi unit desa yang tersebar di desa-desa, serta koperasi sekolah yang tersebar di bebarapa sekolah. 11. Kebutuhan Dasar Konsep “kebutuhan dasar” telah memainkan kiprah penting dalam analisis kondisi-kondisi khususnya di negara miskin dan berkembang.

Drenowski dan Scott (1966) mengemukakan bahwa istilah “kebutuhan dasar” mempunyai riwayat yang panjang. Dan, berdasarkan Townsend (2000: 61) mulai digunakan secara luas semenjak Konperensi Tenaga Kerja Dunia (ILO) yang berlangsung di Jenewa tahun 1976, yang mengemukakan bahwa bahwa kebutuhan dasaritu mempunyai dua unsur: Pertama, meliputi jumlah minimum tertentu yang dibutuhkan oleh suatu keluarga untuk konsumsi pribadi, meliputi; makanan, perumahan, sandang, serta perabot dan peralatan rumah tangga. Kedua; kebutuhan dasar juga meliputi layananlayanan pokok yang disediakan oleh dan untuk komuniatas secara keseluruhan, seperti; kesehatan, pendidikan, air minum yang aman, sanitasi, angkutan umum, dan fasilitas-fasilitas budaya. Konsep “kebutuhan dasar” tersebut diakui memang menerima tempat yang penting dalam perdebatan yang berlangsung terutama dalam hubungannya antara Dunia Pertama dengan Dunia Ketiga. Menurut Townsend (2000: 62). Semakin diakui aspek-aspek sosial dari konsep itu, semakin perlu pula diakui relativitas kebutuhan atas sumber-sumber daya dunia dan nasional. Semakin konsep itu dibatasi kepada barang-barang dan fasilitas-fasilitas fisik, semakin mudah orang beropini bahwa yang dibutuhkan ialah pertumbuhan ekonomi saja, bukannya kombinasi yang kompleks dari pertumbuhan, pemerataan dan penataan perdagangan dan hubunganhubungan institusional lainnya. 12.

Kewirausahaan Konsep ”kewirausahaan” atau ”entrepreneurship” merujuk kepada suatu sifat keberanian, keutamaan dan dalam mengambil risiko dalam kegiatan penemuan (Samuelson dan nordhaus, (1990: 518; Cason, 2000: 297; Abdullah, 1992: 128). Dari kata entrepreneur tersebut maka muncullah tafsiran yang beragam, seperti; merchant (pedagang), ”pemilik usaha”, hingga ”petualang”. Dan, orang yang mempopulerkan istilah/konsep tersebut ialah John Stuart Mill (1948) di Inggreis. Menurut Schumpeter, para wira perjuangan ialah penggerak atau motor ekonomi, lantaran fungsi penemuan yang mereka jalankan menduduki tempat sentral. Terdapat lima tipe penemuan yang menonjol;
  • pengenalan barang gres atau barang usang dengan mutu lebih baik;
  • penemuan metode produksi yang baru;
  • pembukaan pasar yang baru, khususnya untuk ekspor;
  • perolehan sumber pasokan materi baku yang baru;
penciptaan organisasi industri yang baru, misalya pembentukan jaringan perjuangan terpadu yang bisa beroperasi monopoli (Casson, 2000: 297). Namun demikian wirausahaawan bukan ”penemu” murni, ia hanya yang pertama kali memanfaatkan penemuan tersebut, dan mempertaruhkan sumberdayanya sendiri untuk mencapai suatu perjuangan yang tak terbayangkan oleh orang lain. Tetapi bukan pula seorang wirausahawan menjadi ”penjudi risiko minimal”. Karena keputusan-keputusan yang diambilnya juga penuh perhitungan melalui proses-proses manajerial yang teruji. Oleh lantaran itu seorang wirausaha berdasarkan Casson ialah sebagai yang berspesialisasi dalam mebuat keputusan, lantaran ia mempunyai susukan khusus dalam memperoleh informasi (1982). 1. Perpajakan Konsep ”perpajakan” mengacu kepada suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggarakan jasa-jasa, untuk kepentingan umum, yang sekaligus sebagai sumber pendapatan negara (Brown, 2000: 1082).

Di kalangan negara-negara maju, rata-rata pajak menduduki seperlima hingga setengahnya dari GDP. Contohnya di Swedia hingga setengah dari GDP. Selandia Baru mengalami peningkatan 61%. Di sini diasumsikan bahwa besarnya pendapatan pajak bagi negara telah ditentukan sebelumnya. Hal ini memungkinkan pemerintah menentukan sendiri bagaimana mencapainya. Menurut Brown (2000: 1082-1083) terdapat tiga peranan pajak dalam masyarakat;
  • efek alokatif,
  • efek distributif,
  • efek adminis tratif.
Pertama, imbas alokatif; bahwa pajak mempengaruhi sikap warga. Artinya bahwa dengan adanya pentuan besar/kecilnya sesorang sebagai obyek pajak, akan mempunyai dampak terhadap sikap warga masyarakatnya. Sebagai contoh lantaran ia tahu bahwa dalam setiap pembelian barang niscaya dikenakan pajak pembelian barang, maka ia akan hati-hati dalam membeli barang, atau tidak dengan serta merta ia akan membeli barang. Kedua, imbas distribusional. Artinya bahwa pajak mempunyai dampak terhadap distribusi pendapatan. Sebagai contoh buat apa ”kerja lembur” banyak-banyak jika PPh-nya cukup tinggi? Ketiga, imbas administratif. Di sini diartikan bahwa memungut pajak menimbulkan munculnya biaya-biaya baik pada sektor publik maupun swasta yang bervariasi. Contohnya di Indonesia ketika kita akan membayar pajak kendaraan ironisnya justru orang-orang yang ”bijak” sering menjadi korban pemerasan. Salah stu penentu utama biaya administratif ialah kompleksitas hukum, yang ironisnya jika hal ini dibiarkan sanggup mengurangi kesadaran aturan bagi warga untuk bayar pajak kendaraan tepat waktu. 2. Periklanan Istilah ”perikalanan” menngacu pada suatu komunikasi pasar yang dilakukan para penjuan barang dan jasa. Pada mulanya yang paling banyak memperhatikan bidang ini ini ialah para ekonom, dan pembahasannya didasrkan pada konsep kunci informasi dalam konteks struktur pasar di tingkat lokal maupun nasional (Jhally, 2000: 7).. Walaupun sudah banyak penelitian empiris dilakukan untuk melihat efektivitas periklanan dalam meningkatkan permintaan produk (baik iklan yang sifatnya individual maupun untuk pasar secara keseluruhan). Namun keseluruhan penelitian itu tidak bisa menyimpulkan secara tegas seberapa efektif periklanan itu dari segi ekonomi (Albion dan Faris, 1981). Terdapat beberapa peneliti perihal peranan iklan dalam perekonomian. Struart Owen dalam karyanya Captains of Consciousness (1979)
  • periklanan mempunyai fungsi kembar terhadap kapitalisme,
  • menciptakan permintaan untuk menampung kapasitas barang-barang industri,
mengalihkan perhatian dari konflik kelas di tempat kerja dengan mendefinisikan identitas berdasarkan konsumsi, bukan produksi. Kemudian teoretisi budaya Raymond Williams (1980) menambahkan bahwa periklanan merupakan sebuah ”sistem sihir” yang menjauhkan perhatian orang dari sifat kelas dalam masyarakat dengan menekankan konsumsi. Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa ”periklanan” dilihat sebagai suatu lokomotif utma dalam penciptaan kebutuhan semu.

Bahkan kini ini telah terjadi pergeseran di mana periklanan tidaklah semata-mata bernuansa ekonomi tetapi merambah ki bidang-bidang lainnya. Leiss et al dalam Social Communivcation (1990) berusaha menempatkan iklan dalam suatu perspektif kelembagaan (menjembatani korelasi antara bisnis dan media) di mana dilema kiprah iklan dalam penjualan tidak begitu penting dan menarik lagi, dibanding kiprahnya sebagai lokomotif komunikasi sosial. Di sini bagaimana iklan mencoba menarik para konsumen dengan dimensi-dimensi yang tidak bekerjasama pribadi dengan barang-barang tersebut, baik dimensi identitas individual, kelompok atau keluarga, kebahagian dan kepuasan, gender seksual dan sebagainya.

Bahkan Kline dalam karyanya Out of the Garden (1994) lebih pesimis dan negatif lagi, bahwa iklan pemasaran produk mainan bawah umur telah menimbulkan sekian dampak buruk terhadap jenis permainan yang dimainkan bawah umur (membatasi imajinasi dan kreativitas anak) serta terhadap interaksi antar gender dan interaksi orang tua-anak. 3. Perseroan Terbatas Konsep ”perseroan terbatas” merupakan konsep yang paling terkenal dalam ekonomi, yang mendasarkan kepemilikan dan tanggung jawab pada sejumlah saham, dan sepenuhnya diakui sebagai tubuh hukum. Terdapat tiga karakteristik dalam perseroan terbatas;
  • setiap utang perusahaan, menjadi tanggung jawab perusahaan, dan tidak bisa dikaitkan dengan kekayaan pribadi pemegang sahamnya;
  • identitas perusahaan tidak akan berubah sekalipun saham dialihkan ke pihak lain;
  • hubungan kontraktual dilakukan dan menjadi tanggung jawab dewan direksi (Reekie, 2000: 176).
Oleh lantaran tiga karakteristik yang dimiliki tubuh perjuangan ’perseroan terbatas’ tersebut maka jenis tubuh perjuangan itu merupakan suatu forum yang paling mudah berkembang. Hal ini sanggup dipahami lantaran risiko utang bagi pemilik saham bisa diabaikan sehingga perseroan bisa berani berekspansi secara maksimal, selama masih ada pihak yang menyampaikan pinjaman usaha. Kemudahan jual-beli saham juga membuat tubuh perjuangan ini tidak terpengaruh oleh preferensi individual pemilinya. Status persona perusahaan ini memungkinkan dilakukannya pembagian tugas, risiko dan tanggung jawab antara pemilik dan pengelola perusahaan. Beberapa ekonom ternama menyampaikan komentar yang bermacam-macam terhadap perseroan terbatas tersebut. Schumpeter dalam Capitalism, Socialism and Democracy (1950) mengkritik hal itu sebagai suatu hal yang akan menyulitkan pengelolaannya. Namun Hessen dalam In Defense of Corporation (1979) beropini justru dengan terbatasnya tanggung jawab pemilik perusahaan sebatas saham yang dimilikinya dan prinsip kepemilikan bersama ialah suatu kontrak khas swasta, bukan negara/pemerintah. Penyusunan kontrak secara bebas ialah wahana peningkatan efisiensi yang sangat dibutuhkan kalangan swasta, bukan untuk mengelakkan tanggung jawab. Perlu diketahui bahwa secara historis, terbatasnya tanggung jawab pemilik perusahaan merupakan keistimewaan yang diberikan pemerintah Inggeris pada era ke-15 guna merangsang minat perjuangan swasta. Kemudian pada era ke-17 prinsip tersebut disebar-luaskan ke banyak sekali wilayah jajahan Inggeris melalui East 

India Company dan Hudson Bay Company yang kemudian dibakukan menjadi undang-undang parlemen pada tahun 1662 (Clapham, 1957). Sejak ketika itu tubuh perjuangan ini makin terkenal lantaran merangsang kreativitas dan keberanian para pengusaha dalam menekuni bisnis. Bahkan jenis tubuh perjuangan ini pula yang kemudian membuatkan beberapa jalan raya dan kereta api ternama di Inggeris pada tahun 1780-1790-an dan 1830-1840-an (Reekie, 2000; 176). G. Generalisasi-generalisasi Ilmu Ekonomi.
  1. Skarsitas Kelangkaan (skarsitas) akan barang dan jasa timbul apabila kebutuhan (keinginan) sesorang ataupun masyarakat akan lebih besar daripada tersedianya barang dan jasa tersebut. Dengan demikian kelangkaan akan muncul apabila tidak cukup barang dan jasa tersedia untuk memenuhi kebutuhan.
  2. Produksi Dalam sistem perekonomian modern, berlangsung banyak sekali kegiatan produksi yang sangat banyak dan beragam. Dalam masyarakat agraris, kegiatan pertanian menggunakan pupuk, benih, tanah, dan tenaga kerja yang menghasilan beras dan jagung. Dalam masyarakat industri, pabrik-pabrik modern menggunakan materi mentah, energi, mesin, tenaga kerja untuk menghasilkan televisi, komputer, mobil, telpon dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia perjuangan penerbangan, banyak menggunakan pesawat terbang, materi bakar, tenaga kerja, dan sistem reservasi terkomputerisasi sehingga penumpang memungkinkan untuk melaksanakan traveling ke banyak sekali rute penerbangan dengan metode kerja yang cepat dan modern. Dengan demikian semuanya ini berusaha untuk berproduksi secara efisien atau dengan biaya yang serendah-rendahnya. Dengan kata lain mereka selalu berusaha untuk berproduksi pada tingkat output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu.
  3. Konsumsi Konsumsi selalu merupakan satu-satunya unsur GNP yang terbesar dari seluruh pengeluaran. Untuk itu alat pokok dalam analisis ini ialah bagaimana mengaitkn pengeluaran untuk konsumsi dengan tingkat pendapatan disposable konsumen. Akan tetapi perbandingan konsumsi dan pendapatan tersebut tidaklah selalu linier, lantaran ada batas tambahan uang yang dibelanjakan untuk makanan, di mana orang tidak bisa makan makin banyak dan makin yummy terus searah dengan peningkatan pendapatannya. Maka mulai batas tersebut proporsi dari seluruh pengeluaran untuk makanpun mulai menurun atau sebaliknya kecenderungan tabungan semakin menaik.
  4. Investasi Kenaikan investasi sanggup mendorong kenaikan pendapatan. Proses kenaikan pendapatan sebagai akhir kenaikan investasi sanggup dikemukakan sebagai berikut. Injeksi dana investasi memungkinkan produsen menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Untuk itu ia akan membeli faktor produksi yang lebih banyak lagi. Sebagai kesudahannya pendapatan yang diterima konsumen meningkat.
  5. Kenaikan pendapatan konsumen tersebut akan mendorong mereka menambah konsumsi, tabungan atau keduanya. Pasar Dalam sebuah sistem ekonomi pasar, tidak ada individu maupun organisasi yang secara seorang diri bertanggung jawab atas penetapan harga, produksi, konsumsi, dan distribusi, Khusus untuk harga, yang menggambarkan kesepakatan antara orang dan perusahaan yang dengan sukarela melaksanakan pertukaran banyak sekali komoditas. Di samping itu harga juga merupakan sinyal bagi produsen dan konsumen. Harga juga mengkoordinasikan keputusan-keputusan para produsen dan konsumen dalam sebuah pasar. Harga-harga yang lebih tinggi cenderung mengurangi pembelian konsumen dan mendorong produksi. Harga-harga yang lebih rendah mendorong konsumsi dan menghambat produksi. Harga ialah roda penyeimbang dari prosedur pasar.
  6. Uang Uang pada hakikatnya ialah segala sesuatu yang sanggup dipakai/diterima untuk melaksanakan pembayaran baik barang, jasa, maupun utang. Dengan demikian secara umum uang sanggup didefinisikan sebagai segala sesuatu yang secara umum mempunyai fungsi; (1) sebagai alat tukar-menukar; (2) sebagai alat penyimpan kekayaan; (3) sebagai alat pengukur nilai. 
  7. Letter of Credit Sistem pembayaran yang paling kondusif dipandang dari sudut kepentingan eksportir dan importir ialah apa yang disebut “Letter of Credit”. Sebab dengan sistem Letter of Credit tersebut sanggup memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor, mengamankan dana yang disediakan importir dalam pembayaran barang impor, dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.
  8. Neraca Pembayaran Suatu negara dalam mempertimbangkan langkah-langkah guna menyeimbangkan neraca pembayaran, negara yang bersangkutan harus memfokuskan diri pada neraca transaksi berjalan jika ia menginginkan berfungsinya perekonomian riil, dan (jika sedang defisit) ingin menghindari penurunan terus-menerus atas nilai tukar mata uangnya 
  9. Bank dan Perbankani Bank sentral pada dasarnya mempunyai kiprah untuk memelihara supaya sistem moneter bekerja secara efisien, sehingga sanggup menjamin tercapainya tingkat pertumbuhan kredit/uang beredar sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut tanpa menimbulkan inflasi yang berarti. Untuk mencapai tujuan tersebut, bank sentral bertanggungjawab atas: (1) perumusan serta pelaksanaan kebijaksanaan moneter; (2) mengatur dan mengawasi serta mengendalikan sistem moneter.
  10. Koperasi Beberapa kasus yang banyak terjadi kurang majunya sistem ekonomi koperasi di Indonesia, pada umumnya disebabkan masih rendahnya kesadaran berkoperasi serta kurangnya etos yang berdisiplin baik di tingkat pengurus maupun para anggotanya.
  11. Kebutuhan Dasar Kebutuhan-kebutuhan dasar itu tidak cukup lagi didefinisikan hanya dengan mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan fisik individunya saja, melainkan harus melibatkan syarat-syarat fisik serta layanan lainnya yang jelas-jelas dibutuhkan oleh komunitas lokal. Penguraian kebutuhan dasar tersebut bergantung pada beberapa perkiraan mengenai berfungsinya dan berkembangnya masyarakat.
  12. Kewirausahaan Suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih jauh, banyak wirausahawan yang sukses ialah para pendatang atau imigran yang walaupun dengan semangat kantong kosong, anggota kelompok minoritas keagamaan yang militan jauh lebih berhasil dibanding kelompok lain (Casson, 2000: 298).
  13. Perpajakan Tradisi membayar pajak tepat pada waktunya sebagai serpihan integral dalam mentaati perundangan yang berlaku, tidaklah mudah untuk dilaksanakan lantaran memerlukan suatu tingkat kesadaran yang tinggi dan terjalin kuat rasa saling percaya mempercayai antara rakyat dengan pemerintah yang ada. Namun bagi sejumlah pemerintahan yang tidak transparan, korup, dan tidak accountable akan sulit menumbuhkan kesadaran bagi rakyatnya untuk mematuhi undang-undang perpajakan tersebut.
  14. Periklanan Pengaruh periklanan, tidak lagi terbatas pada efek-efek ekonomi, melainkan meluas ke banyak sekali bidang dan tidak selalu positif tetapi juga negatif. Dalam bidang komunikasi sosial, iklan juga berperan sebagai lokotif komunikasi sosial. Ia mencoba menarik para konsumen dengan dimensi-dimensi yang tidak bekerjasama pribadi dengan promosi barang-barang tersebut, ibarat dimensi identitas individual, kelurga, maupun kelompok, kepuasan/kebahagiaan, gender, dan sebagainya (Leiss: 1990).
  15. Perseran Terbatas Badan perjuangan perseroan terbatas yang mempunyai ciri-ciri independensi yang tinggi serta sanggup mngabaikan risiko utang bagi pemilik berani berekspansi secara maksimal selama masih ada pihak yang mau menyampaikan pinjaman usahanya (Reekie, 2000: 176)
H. Teori-teori Ilmu Ekonomi
Teori ekonomi makro ialah teori ekonomi yang membahas masalahmasalah ekonomi secara keseluruhan, secara besar-besaran, menyangkut keseluruhan sistem dan organisasi ekonomi. Dalam ekonomi makro dibhas teoriteori yang bersifat umum dari gejala-gejala ekonomi keseluruhan. Hal ini terutama menyangkut peristiwa-peristiwa ekonomi yang bekerjasama dengan tingkat harga umum; keseluruhan permintaan dan penawaran yang berkaitan dengan jumlah penduduk dan jumlah produksi masyarakat keseluruhan. Jumlah kesempatan kerja dan lapangan kerja serta penempatan kerja dari seluruh tenaga kerja yang ada dalam masyarakat. Makara teori ekonomi makro membahas keseluruhan tanda-tanda dan insiden dalam kehidupan ekonomi, hubungannya satu sama lain baik yang bersifat korelasi kausal maupun korelasi fungsional. Berbeda dengan teori mikro, yang merupakan suatu teori yang membahas insiden atau hubungan-hubungan kausal dan fungsional antara beberapa insiden ekonomi yang bersifat khusus. Pengertian khusus di sini ialah pada kajian-kajian yang lebih terbatas (spesifik) ibarat pada; orang tertentu, keluarga tertentu, perusahaan tertentu, dan sebagainya.

Dengan demikian pokok kajian utama pada teori mikro tersebut terbatas pada kebutuhan, barang dan jasa, harga, upah, pendapatan, dari suatu organisme ekonomi dalam lingkup rumah-tangga, keluarga ataua perusahaan (Chourmain dan Prihatin, 1994: 19).
1. Teori Ekonomi Klasik Adam Smith Teori ini merupakan karya Adam Smith yang dituangkan dalam buku An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Smith ialah seorang Guru besar Falsafah Moral di Universitas Glasgow yang memusatkan perhatiannya kepada persoaan-persoalan umum, yaitu bagaimana membuat kerangka politik dan sosial yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara swasembada (Jhingan, 1994: 138; Sastradipoera, 2001). Adapun pokok-pokok pikiran dari teori sebagai berikut:
  • Kebijaksanaan Pasar Bebas: dalam arti tercapainya suatu keterlibatan pemerintah yang minimum untuk mencapai suatu bentuk ‘persaingan yang sempurna’, maka secar otomatis harus bebas atau seminimal mungkin campur tangan pemerintah. Karena itu semboyannya the best government governs the least. Sebab teori berasumsi bahwa yang akan memaksimumkan pendapatan nasional ialah “tangan-tangan yang tak kelihatan”.
  • Keuntungan, Merangang bagi Investasi; Menurut pandangan teori ini bahwa keuntungan itu merangsang investasi. Artinya semakin besar keuntungan, akan semakin besra pula akumulasi modal dan investasi.
  • Keuntungan Cenderung Menurun: Artinyakeuntungan tidak akan naik secara terus –menerus, namun cendrung menurun apabila persaingan untuk menghimpun modal antarkapitalis meningkat. Alasannya adalah, dengan menaiknya upah sebagai akhir persaingan antar kapitalis. Sementara upah dan sewa naik lantaran naiknya harga-harga pangan. Hal ini menerima pembenaran juga dari Ricardo. d. Keadaan Stationer; Para jago ekonomi klasik meramalkan akan timbulnya keadaan stationer pada simpulan proses pemupukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun, proses ini akan berlangsung terus hingga keuntungan menjadi nol, pertumbuhan enduduk dan pemupukan modal terhenti, dan tingkat upah mencapai tingkat kebutuhan hidup minimal.
2 Teori Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi Menurut Rotow Mungkin teori pertumbuhan Ekonomi Modernisasi yang paling terkenal ialah teori dari ekonom W.W. Rostow yang ditulis dalam bukunya The Stage of Economic Growth : A Non-Communist Manifesto (1960) dan juga dalam The Process of Economic Growth (1953), yang kajiannya secara menggunakan pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Menurut Rostow, perkembangan ekonomi suatu masyarakat meliputi lima tahap perkembangan; (1) tahap masyarakat tradisional; (2) tahap prakondisi tinggal landas; (3) tahap tinggal landas; (4) tahap maturity (kematangan):; (5) tahap konsumsi massa tinggi atau besar-besaran.
  • Tahap Teadisional; Masyarakat tradisional diartikan sebagai ‘suatu masyarakat yang strukturnya berkembang disepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra-Newtonian: zaman dinasti-dinasti Cina, Peradaban Timur Tengah dan daerah Mediterania, dunia Eropa pada era pertengahan (Rostow, 1960: 5). Dalam masyarakat ini pertanian masih mendominasi kegiatan ekonomi, dan kekuatan politik umumnya masih pada penguasa tanah. Ini tidak berarti pada masyarakat ini tidak ada perubahan ekonomi. Sebenarnya banyak tanah sanggup digarap, skala dan pola perdagangan sanggup diperluas, manufaktur sanggup dibangun dan produktivitas pertanian sanggup ditingkatkan sejalan denan pertambahan pendudukk yangnyata. Namun fakta memperlihatkan bahwa keinginan untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara teratur dan sistematis basih bertumbuk dengan suatu batas (pagu) yaitu “tingkat output” perkapita yang sanggup dicapai. Selain itu struktur sosial masyarakat ibarat itu berjenjang; hubunganb dan keluarga memainkan peranan yang menentukan (Jhingan, 1994: 180).
  • Tahap pra-kondisi tinggal landas: Pada tahap ini merupakan masa transisi di mana persyarat-prasyarat pertumbuhan swadaya dibangaun atau diciptakan. Di Eropa Barat semenjak simpulan era ke 15 dan awal era ke-16 menempatkan kekuatan “penalaran” (reasoning) dan “ketidakpercayaan” (skepticism) yang merupakan dampak empat kekuatan (Renaissance, Kerajaan Baru, Dunia Baru dan Agama Baru atau Protestan), sebagai pengganti “kepercayaan” (faith) dan “kewenangan” (authority) mengakhiri feodalisme dan membawa ke kebangkitan negara kebvangsaan, menanamkan semangat pengembaraan yang yang menghasilkan banyak sekali penemuan dan dominannya kaum borjuasi dalam dunia usaha. Manusia-manusia gres yang mau bekerja keras muncul memasuki sector ekonomi swasta, pemerintah atau dua-duanya, insan gres yang bersemangat menggalakkan tabunbungan dan berani mengambil risiko dalam mngejar keuntungan. Bank dan lembagai lain bermunculan untuk mengerahkan modal, sehingga investasi meningkat di banyak sekali dibidang; pengangkutan, perhubungan dan materi mentah yang mempunyai daya tarik hemat bagi bangsa lain. Jangkauan perdagangan dari dalam dan luar negeri menjadi makin luas. Di mana-mana muncul perusahaan manufacturing yang menggunakan metode gres (Rostow, 1960: 6-7). 
  • Tahap Tinggal Landas: Merupakan masa awal yang menentukan di dalam suatu kehidupan masyarakat “ketika pertumbuhan mencapai kondisi normalnya… kekuatan modernisasi berhadapan dengan adat istiadat dan lembagalembaga. Nilai-nilai dan kepentingan masyarakat tradisional membuat terobosan yang menentukan ; dan kepentingan bersama membentuk struktur masyarakat tersebut. … bahwa pertumbuhan biasanya berjalan berdasarkan deret ukur, ibarat rekening tabungan yang bunganya dibiarkan bergabung dengan simapanan pokok,… revulusi industri yang bertalian secara pribadi dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang dalam jangka waktu relatif singkat menimbulkan konsekuensi yang menentukan (Rostow, 1960: 9-11). 
  • Tahap Kematangan (Maturity): Rostow mendefinisikan merupakan tahapan ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumberdaya mereka. Masa ini juga merupakan suatu tahap pertumbuhan swadaya jangka panjang yang merentang melebihi masa empat dasawarsa. Teknik produksi gres menggantikan teknik yang lama. Berbagai sektoir penting gres tercipta. Tingkat investasi neto lebih dari 10 % dari pendapatan nasional. Dan, perekonomian bisa menahan segala goncangan yang tak terduga. Dalam hal ini Rostow menyampaikan bukti-bukti simbolik kematangan teknologi pada negara-negara industri seperti; Inggeris (1850), Amerika Serikat (1900), Jerman (1910), dan Prancis (1910), Swedia (1930), Jepang (1940), Rusia (1950); Kanada (1950) (Jhingan, 1994: 187). 
  • Tahap Konsumsi Masa Tinggi atau Besar-besaran: Merupakan suatu masa yang ditandau dengann pencapaian banayk sektoir penting (leading sector) dalam perekonomian berubah menuju produksi barang dan jasa konsumsi. Abad konsumsi besar-besaran juga ditandai dengan migrasi ke pinggiran kota, pemakaian kendaraan beroda empat secara luas, barang-barang konsumen dan peralatan rumah tangga yang tahan lama, Pada tahap ini “keseimbangan perhatian masyarakat beralih dari penawaran ke permintaan, dari dilema produksi ke dilema konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas”. Tetapi ada tiga kekuatan yang nampak dalam tahap purna remaja ini, yaitu: Pertama, penerapan kebijaksanaan guna meningkatkan kekuasaan dan dampak melampaui batas-batas nasional; Kedua, ingin mempunyai suatu negara kesejahteraan dengan pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan sosial, dan kemudahan hiburan bagi para pekerja; Ketga, keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sector penting ibarat mobil, rumah murah, banyak sekali peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik, dan sebagainya (Jhingan, 1960: 114).
3. Teori Dampak Balik dan Dampak Sebar Menurut Myrdal Gunnard Myrdal spesialis ekonomi Swedia dan pejabat pada Perserikatan Bangsa-bangsa, terkenal dengan tulisannya Economic Theory and Underdeveloped Regions (1957), dan Asian Drama: An Inquiry into the Poverty of Nations (1968), beropini bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab-menyebab sirkuler yang membuat si kaya menerima keuntungan semakin banyak, dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (Blackwash effects) cenderung mengecil. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan menimbulkan ketimpangan regional di antara negara-negara terbelakang. Sebaliknya di negara ndeso proses kumulatif dan dsirkuler juga dikenal istilah “lingkaran setan kemiskinan”., berjalan menurun, dan lantaran tidak teratur menimbulkan meningkatnya ketimpangan Myrdal yakin bahwa bahwa “pendekatan teretis yang kita warisi” tidak cukup menuntaskan problem ketimpangan ekonomi tersebut. Teori perdagangan internasional dan tentu saja teori teori ekonomi secara umum, tidak pernah disusun untuk menjelaskan realitas keterbelakngan dan pembngunan ekonomi (Myrdal; 1957). Tesis Myrdal, ia membangun dari suatu keterbelakngan dan pembangunan ekonominya di sekitar ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk itu ia menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
  • Dampak Balik’, ialah semua perubahan yang bersifat merugikan dari perluasan ekonomi suatu tempat, lantaran sebaba-sebab di luar tempat itu, atau juga bisa disebut dampak migrasi. Yang merupakan perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul dari proses-proses sebab=musebab sirkuler antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi. 
  • Sedangkan ‘Dampak Sebar’ menunjuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilyah-wilayah lainnya. “Sebab utama ketimpangan regional ialah kuatnya dampak balik dan lemahnya dampak sebar di negara-negara terbelakang. 
  • Ketimpangan Regional; terjadi lebih banyak berakar pada dasar non-ekonomi yang berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba, di mana terpusat di wilayah-wilayah (negara-negara) yang mempunyai harapanlaba tinggi. Penyebab tanda-tanda ini oleh peranan bebas kekuatan pasaryang cenderung memperlebar ketimpangan regional. Karena produksi, industry, perdagangan, perbankan, asuransi, perkapalan cenderung mendatangkan keuntungan bagi wilayah maju (Myrdal, 1957: 26). 
  • Dampak balik dan dampak sebar ini dalam laju perkembangannya tidak mungkin berjalan seimbang. Karena pertama, ketimpangan regional jauh lebih besar di negara-negara miskin daripada di negara-negara kaya. Kedua, di negara-negara miskin ketmpangan regional semakin mlebar sedangkan di negara maju menyempit. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi tingkat pembangunanekonomi yang sudah dicapai suatu negara, biasanya semakin kuat pula dampak sebar yang akan terjadi. Mengingat pembangunan tersebut disertai oleh transportasi dan komunikasi yang makin baik, tingkat pendidikan makin tinggi dan semakin dinamis antara inspirasi dan nilai yang kesemuanya cenderung memperkuat daya-sebar sentrifugal tesebut dan cenderung melunak hambatan-hambatannya. Dengan demikian sekali suatu negara berhasil mencapai tingkat pembangunan yang tinggi, pembangunan ekonomi akan menjadi suatu proses yang berjalan otomatis. Sebaliknya, sebabutama keterbelakangan terletak pada lemahnya dampak sebar, kuatnya dampak balik, sehingga dalam proses yang semakin menggumpal kemiskinan itu ialah penyebab yang berasal dari dirinya sendiri. 
  • Peranan pemerintah; Kebijaksanaan nasional sering memperburuk ketimpangan regional, terutama oleh peranan kekuatan pasar bebas dan kebijaksanaan liberalsebagai akhir lemahnya dampak sebar. Faktor lain yang merupakan penyebab ketimpangan regional di negara miskin ialah “lembaga feudal yang kokoh dan forum lainnya yang tidak egaliterserta struktur kekuasaan yang membantu si kaya menghisap si miskan (Myrdal, 1957: 28). Oleh lantaran itu pemerintah negra terbelakang, harus menerapkan kebijaksanaan yang adil dan egaliter. 
  • Ketimpangan Internasional; Pada umumnya perdagangan internasional menguntungkan negara kaya dan memperlemah negara terbelakang.Sebab negara maju/kaya mempunyai basis industri manufaktur yang kuat dengan dampak sebar yang kuat pula. Denngan mengekspor produk industri mereka yang merah ke negara terbelakang, mereka akan mematikan industri slkala kecil. Ini cenderung mengubah negara ndeso menjadi produsen barang0barang primer untuk ekspor. Mengingat permintaan akan barangbarang ekspor inelastic (di pasar ekspor), maka mereka menderita akhir fluktuasi harga menggila. Sebagai konsekuensinya mereka tidak sanggup mengambil untung dari naik turunnya harga barang di dunia ekspor. 
  • Perpindahan modal; juga gagal menghapuskan ketimpangan internasional. Karena negara maju lebih menjanjikan keuntungan dan jamninan bagi para investor, maka modal akan semakin menjauhkan diri dari negara terbelakang. Modal yang mengalir ke negara ndeso diarahkan sebagian besar kepada produksi barang primer untuk ekspor, dan ini akan merugukan mereka lantaran dampak balik yang kuat. Apapun yang diinvestasikan pihak asing, akan meningkatkan dampak balik yang domain serta tidak menjadi pemecah kasus dalam ketimpangan internasional (Jhingan, 1994: 274).
4. Teori Nilai Surplus Karl Marx Karl Marx ialah seorang filosof Jerman (1818-1883) yang di mata para ekonom Barat ialah seorang agitator yang telah membangkitkan persatuan kalangan kaum buruh dan intelektual selama lebih dari seabad yang telah merasa dirugikan oleh kapitalisme pasar dan sekaligus sebagai penjerumus ekonomi ke era kegelapan gres Kemudian ia menghancurkan ikatan kapitalisme dan mengoyak-oyak dasar-dasar sistem kebebasan natural Adam Smith (Skousen, 2005: 163-164). Sesuai dengan sub-judul di atas, pada kajian teori ”Nilai surplus” di sini tidak akan dibahas perihal peranan Karl Marx di bidang filsafat sejarah, politik, maupun komunisme, serta alienasi. Adapun pokok pikiran yang dituangkan Marx dalam teori nilai surplus tersebut, sanggup dikemukakn sebagai berikut: 
  1. Jika tenaga kerja ialah satu-satunya penentu nilai, kemudian ke mana profit dan bunganya? Marx menyebut profit profit dan bungany itu sebagai “nilai surplus”.
  2. Oleh lantaran itu ia berkesimpulan bahwa kapitalis dan pemilik tanah adalh pihak yang mengeksploitasi para pekerja. 
  3. Jika semua nilai ialah produk dan tenaga kerja, maka semua profit yang diterima ialah oleh kapitalis dan pemilik tanah pastilah merupakan “nilai surplus” yang diambil secara tidak adildari pendapatan kelas pekerja.
  4. Adapun rumus matematisnya untuk teori nilai surplus tersebut, sanggup dikemukakan sebagai berikut: “Bahwa tingkat prpit (p) atau eksploitasi ialah sama dengan nilai surplus (s) dibagi dengan nilai produktif simpulan (r). Dengan demikian: p = s/r Misalkan; andaikata pabrik pakaian memperkerjakan buruh ntuk membuat baju. Sedangkan kapitalis menjual bajunya serga $ 100 per/buah, tetapi ongkos tenaga kerja ialah $ 70 per / baju. Karena itu tingkat profit atau eksploitasinya adalah: p = $ 30 / $ 100 = 0,3, atau 30 persen 
  5. Marxmembagi nilai produk simpulan menjadi dua bentuk kapital (modal) yakni kapital konstan (C) dan kapital varibel (V). Kapital konstan merepresentasikan pabrik dan peralatan. Kapital ialah biaya tenaga kerja. Jadi, persamaan untk tngkat profit menjadi: p = s (v c) 5. Teori Monetarisme Pasar Bebas Friedman Milton Friedman lahir pada 1912 di Brooklyn, satu-satunya anak lelaki dari empat bersaudara imigran Yahudi Eropa Timur bekerja serabutan di New York. Pada tahun 1932 ketika depresi Friedman sanggup beasiswa untuk berguru ekonomi di University of Chicago.. Di samping ia betemu dengan rekannya George Stigler seumur hidupnya, ia juga di Chicago bertemu Rose Director, yang kelak menjadi istrinya. Dan, tahun 1938 Friedman menikah dengan Rose, mereka menjadi rekan dan bahu-membahu menulis beberapa buku, serta dikaruniai dua anak. Friedman menerima gelar master tahun 1933. Kemudian tahun 1946 Friedman memperoleh gelkar Ph.D. dari Columbia, dan ia kembali mengajar di University of Chicago, bahkan melanjutkan tradisinya memperkuat versi terbaru dari teori kuantitas uang Irving Fisher, yang diterapkannya pada kebijakan moneter. Dia menulis banyak topik yang berkaitan dengan ekonomi moneter, dan berpuncak pada riset dan goresan pena empirisnya yang palin terkenal, ”A Monetary History of the United States 1867-1960” yang dipublikasikan oleh National Bureau of Economic Research dan ditulis bersama Anna J.Schwartz (1963). Pada pada dasarnya studi monumental ini memperlihatkan kekuatan uang dan kebijakan moneter dalam gejolak perekonomian Amerika Serikat, termasuk Depresi Besar dan era pascaperang, ketika para ekonom arus utama percaya bahwa ”uang tidak penting”. Kemudian ia juga menulis buku Capitalism and Freedom yang diluncurkan pada ulang tahun perkawinan Friedman dan Rose ke-25. 
Inti teorinya sebagai berikut: a. Metodologi Positivisme; berdasarkan Friedman validitas suatu teori tidak tergantung pada unsur generalisasinya maupun kekokohan asumsi-asumsi dasarnya, melainkan semata-mata pada kesesuaian implikasi-implikasinya secara relatif terhadap implikasi teori-teori lain, yang diukur berdasarkan statistik primer. b. Pasar dianggap sebagai prosedur utama dalam menuntaskan banyak sekali kasus ekonomi, asalkan didukung kebebasan politik intelktual ; para ekonom aliran Chicago melihat perekonomian sebagai suatu kondisi perlu , namun bukan ondisi cukup untuk membuat masyarakat bebas; Q, kuantitas uang jauh lebih penting daripada P. ”Opininya yang segar dan sangat berbeda” dengan opini Fisher dan Simons tiba ibarat ”kilatan tiba-tiba”, baginya ”aturan dari sudut pandang kuantitas uang jauh lebih unggul, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang, ketimbang aturan dari sudut pandangstabilisasi harga” (Friedman, 1969: 84). e. Pengelolaan administratif dan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat ad hoc hanya akan merusak situasi ekonomi; dalam soal kebijakan moneter dan fiskal, ia menekankan pentingnya kesinambungan; f. Ia menolak standar emas sebagai numeraire moneter dengan dua alasan. Pertama, biaya resources-nya yang tinggi, dan kedua implementasinya yang tidak praktis. Selain itu produksi emas jarang sanggup mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan lantaran itu bersifat deflasioner. ”Betapa absurdnya menyia-nyiakan sumber daya untuk menggali tanah mencari emas, hanya untuk menguburkannya lagi di kolong Fort Knox, Kentuky”. g. Monetarisme jauh lebih baik daripada fiskalisme dalam regulasi makroekonomi. h. Kebijakan fiskal baginya diyakini sebagai wahana yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan, namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di atas garis kemiskinan justru akan lebih banyak menimbulkan kerugian, serta; i. Imperialisme disipliner yang menonjolkan penerapan analisis ekonomi oleh para ekonom terhadap semua bidang yang biasanya dianggap sebagai disiplin lain/luar ibarat sejarah, politik, hukum, dan sosiologi.

DAFTAR PUSTAKA;

  • Abdullah, (1992) Materi Pokok Pendidikan IPS-2: Buku 1, Modul 1, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , PPPG Tertulis. 
  • Albion, P. dan Farris, M. (1981) The Advertising Controversy, Boston, MA. Alchian, A.A. (1961) ”Some economics of property rights” dalam 
  • A.A. Alchian, Economics Forces at Work, Indianapolis, I.N:. Amir, M.S. (1996) Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor, Jakarta: Lembaga Manajemen PPM dan Penerbit PPM. 
  • Arrow.K.J. (1963) Social Choice and Individual Value, Edisi Kedua, Cambridge: United Kingdom.. Asimakopulos, A. (2000) Ekonomi Mikro” dalam 
  • Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn. 660-661. 
  • Atkinson, A.B. dan Stiglitz, J.E.(1980) Lectures on Public Economic, Maidenhead. Bliss. Christopher (2000) “Ilmu Ekonomi” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn. 272-277.. 
  • Blumberg, Rae Leeser (1978) Stratification: Sicioeconomic and Sexual Inequality, Dubuque, Iowa: Brown. Boland, Lawrence, A. (2000) 
  • “Ekonomi Neo-Klasik” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn.700-701. 
  • Britton, Andrew (2000) “Kebijakan Makroekonomi” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) 
  • Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn.595-597. Bronffenbrenner, Martin, (2000) “Aliran Chicago” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn 103-104. 
  • Brown, C.V. (2000) “Perpajakan” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm, 1082-1083. 
  • 40 Casson, Mark, (2000) “Entrepreneurship (Kewirausahaan)” dalam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm, 297-298. 
  • Casson, Mark (1982) The Entrepreneur: An Economic Theory, London: Allen dan Unwin. Choumain, Imam dan Prihatin (1994) 
  • Pengantar Ilmu Ekonomi, Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta: Depdikbud Clapham, J. (1957) A Concise Economic History of Britain from the Earliest Times to 1750. Cambridge, UK: Cambridge University Press. 
  • Coase, R.H. (1937) “The Nature of the Firm”, dalam Economica, 4. Cochrane, A.L. (1971) Effectiveness and Efficiency, London: Allen dan Unwin. Coleman, J.S. (1990) Foundations of Social Theory, Cambridge, MA: Cambrige university Press. Eatwell, John , et.al (1987) 
  • The Palgrave: A Dictionary of Economics, London: McMillan Press Limited. Eggerstson, Thrainn, (2000) 
  • “Ekonomi Institusional” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 501-503. Estrin, Saul (2000) 
  • “Koperasi” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 174-176. Fletcher, G.A (1989) The Keynesian Revolution and its Critics, London: Macmillan. 
  • Fried, Morton,H. (1967) The Evolution of Political Society, New York: Random House. Friedman, Milton (1982) Capitalism and Freedom, Chicago: University of Chicago Press. Friedman, Milton (1969) The Optimum Quantity of Money and Other Essay,
  • Fudenburg, D. dan Tirole, J. (1991) Game Theory, Cambridge: Cambridge University Press. Hessen, R. (1979) In Defense of The Corporation, Stanford, CA. 
  • Hicks, J.R. (1969) “Preface and Manifesto” dalam K.J. Arrow dan T. Scitovsky (eds) Reading in Welfare Economic, London. 
  • Hirst, Paul (2000) “Sosialisme” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm, 1012-1014. 
  • Hughes, Gordon, (2000) “Ekonomi Matematematik” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada,hlmn.630-631. 
  • Jhally, Sut (2000) “Periklanan” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm, 7-9. Jhingan, M.L. (1994) Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Diterjemahkan Oleh D. Guritno, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 
  • Keynes, John Maynard (1973[1936] The General Theory of Employment, Interest, and Money, London: Macmillan. Kline, S, (1994) Out of the Garden, London: Harper & Row, Publisher. Landes, D. (1968) The Unbound Prometheus, Cambridge, UK. 
  • Cambridge University Press. Ledyard, J. (1995) “Public Goods: a survey of experimental research, dalam J. Kagel dan A.E. Roth (eds) Handbook of Experimental Economics, Pricenton, N.J. Leijonhufvud, Axel (1968) On Keynesian Economics and the Economics of Keynes, Oxford: Oxford University Press. 
  • Leiss, W., Kline, S., dan Jhally, S. (1990) Social Communication in Advertising, New York. Lipsey, Richard G. dan Steiner, Peter,O. (1981) Economics, New York: Harper & Row, Publisher. 
  • Maynard, Alan, (2000) “Ekonomi Kesehatan” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 427. 
  • Metcalfe, J.S. (2000) “Ilmu Ekonomi Evolusioner” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 324-326. 
  • Milgrom, P.. dan Roberts, J. (1992) Economics, Organization and Management, Englewood, Cliffs, N.J. Mokyr, J. (1991) The Lever of Riches, Oxford: Oxord University Press. Mullineux, Andy (2000) “Investasi” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 522-524 Myrdal, Gunnar (1968) Asian Drama: 
  • An Inquiry into the Poverly of Nations, Harmondsworth: Penguin Books. Myrdal, Gunnar (1957) Economic Theory and Underdeveloped Regions, London: Duck Worth. Nopirin (2000) Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro, Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE. 
  • O’Brien, D.P. (2000) ”Ilmu Ekonomi Klasik” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 120-122 Owen, Stuart (1979) Captains of Consciosness, New York: Harper & Row, Publisher. 
  • Pearce, David, W. (2000) “Ekonomi Lingkungan” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn.300-301. 
  • Posner, R.A. (1994) Economic Analysis of Law Edisi Keempat, Boston, MA.: Boston University Press. Reekie, W. Duncan (2000) “Perseroan Terbatas” dalam Kuper, Adam & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn.176-178.
  • Revell, Jack (2000) “Perbankan” dalam Kuper, Adam, & Kuper, Jesica, (ed) (2000) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persaa, hlmn.58-60. 
  • Rostow,W.W. (1960) The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto, New York: Cambridge University Press. Rostow, W.W. (1953) The Process of Economic Growth, New York: Cambridge University Press. 
  • Roth, Alvin, A. “(2000a) “Ilmu Ekonomi Eksperimental” dalam Kuper, Adam, & Kuper, Jesica, (ed) Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlmn.333-334. 
  • Rooth, Alvin, A. (1995) “Introduction to experimental economics, dalam J.Kagel dan A.E. Roth (eds) Hanbbok of Experimental Economics, Pricenton, UK. Samuelson, Paul,A. dan Nordhaus, William,D. (2003) Ilmu Mikroekonomi, Alih Bahasa: Nur Rosyidah, Annal Elly, dan Bosco Carvallo, Jakarta: Media Global Edukasi. 
  • Samuelson, Paul,A. dan Nordhaus, William,D. (1990) Ekonomi, Jilid 1, Diterjemahkan Oleh Jaka Wasana, Jakarta: Erlangga. 
  • Satradipoera, Komaruddin (2001) Sejarah Pemikiran Ekonomi: Suatu Pengantar Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi, Bandung: 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel