Teori Pers
Tuesday, June 11, 2019
Edit
Makna Pers
Pers sering diartikan Surat Kabar (News Paper) atau Majalah (Magazine). Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
· Menurut Weiner, Pers ialah wartawan cetak, media cetak, publisitas atau peliputan berita.
· Menurut Oemar Seno Adji :
Dalam arti sempit artinya penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita secara tertulis.
Dalam arti luas artinya semua media massa atau mess communications yang memancarkan kiran dan perasaan seseorang baik tertulis maupun lisan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pers berarti:
- Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
- Alat cetak untuk menjepit atau memadatkan
- Surat kabar yang berisi majalah atau surat kabar
- Orang yang bekerja dibidang persurat kabaran
· Menurut UU No. 40 tahun 1999 perihal Pers, Pers ialah forum sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan memberikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, bunyi dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan memakai media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Perkembangan Pers di Indonesia
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan hingga masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu Pers Kolonial, Pers Cina dan Pers Nasional.
- Pers Kolonial ialah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa colonial/penjajahan. Jurnalistik pers mulai dikenal pada masa 18, tepatnya pada 1744, ketika sebuah surat kabar berjulukan Bataviasche Nouvelles diterbitkan dengan penggunaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776, di Jakarta juga terbit sebuah surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada gosip pelelangan. Saat masa ke-18 banyak sekali macam surat kabar terbit yang masih dikelola oleh Belanda. Pers colonial meliputi surat kabar, majalah dan Koran bebrbahasa Belanda, tempat atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonis Belanda.
- Pers Cina ialah pers yang diusahakan oleh orang-orang cina di Indonesia. Pers cina meliputi Koran-koran, majalah dalam versi bahasa China, indonesoa atau Belanda yang diterbitkan oleh orang-orang keturunan belanda.
- Pers Nasional ialah persyang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama oleh orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang-orang indoneisa. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak orang Indonesia dimasa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang semenjak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.
Sedankan surat kabar pertama sebagai untuk kaum peribumi dimulai pada tahun 1854 ketika majalah Bianglala diterbitkan yang diusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Waltevreden, dan tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Malajo di Surabaya. Setelah proklamasi kemerdekaan, pers nasional menikmati saat-saat yang membahagiakan lantaran pada ketika ini pers nasional memperlihatkan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi mereka hanya bagaimana mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan.
A. Pers di awal pertumbuhan
Pada tahun 1615 atas Perintah gurbernur Jendral Jan Pieterzoon Coen diterbitkan Memories der Nouvelles yang ditulis dengan tangan.
- Pada tahun 1688 diterbitkan surat kabar cetak pertama dengan mesin cetak yang didatangkan dari Belanda.
- Pada tanggal 20 Juni 1746 surat kabar pertama ditutup dan pada tahun 1810 muncul kembali Bataviasche Koloniale Courant di Jakarta, Surabaya dan Semarang.
- Pada tahun 1770 terbit surat kabar kedua berjulukan Vendu Nieuws dan pada masa pemerintahan Herman Willems Daendles, dan pada tahun 1809 surat kabar ini diberhentikan.
- Pada tahun 1831 terbit surat kabar swasta pertama, dan sebelum tahun 1856 tidak kurang dari 16 surat kabar terbit di Hidia Belanda.
B. Pers di masa pergerakan dan revolusi
Pada tnggal 25 January 1855, terbit surat kabar Bromartani di Surakarta yang merupakan surat kabar yang pertama memakai bahasa Jawa. Selain itu surat kabar berbahasa Melayu terbit pada tahun 1856 yang diterbitkan di Batavia tahun 1858.
Muncul wadah persatuan wartawan ibarat Indische Joornalisten Bond(1919) dan Kaoem Jurnalsit (1931). Pada masa pendudukan Jepang, pers dikuasai Jepang kecuali beberapa surat kabar peribumi yang dibawah control ketat (Osamu Sairi) No. 16 perihal tubuh pengumuman dan penerangan serta pemilikan pengumuman dan penerangan. Era Jurnalistik Modern pertama ditegakkan oleh RM. Tirto Adhi Soeryo, pemimpin redaksi Soenda Berita, yang ,mendirikan perusahaan pers dan majalah mingguan Medan Prijaji (1910), sebagai surat kabar harian dengan Jurnalis Politik.
Muncul surat kabar Sarotomo yang bermetamorfosis Pewarta Oemoem (Suara Parindra), Penggugah (surat kabar Indische Pertij), Suara Kaoem Boeroeh di Poerworejo (1921) dan Rakyat Bergerak di Yogyakarta (1923). Sensor mulai berlaku, yaitu Persfreidel Ordonantie (1931) dan Haatzaai Antikelen terhadap pers yang anti kolonial. Pada tanggal 8 Juni 1946 muncul Serikat Perusahaan Surat Kabar (Penerbit).
Pada tahun 1957 jumlah surat kabar mencapai 120 buah dengan oplah 1.049.500 ex perhari. Empat surat kabar beroplah tinggi, yaitu Harian Rakyat (Organ PKI), Pedoman (PSI), Suluh Indonesia (PNI), Abadi (Masyumi). Kebebasan pers mulai dibelenggu pemerintah dengan penahawan wartawan hingga penyitaan percetakan. Puncaknya, Kodam V Jakarta Raya memberlakukan ketentuan SIT pada tanggal 1 Oktober 1957.
C. Pers di masa orde baru
Di awal orde gres pers sempat menikmati kebebasannya berdasarkan UU No.11/1966 dan Tap MPRS No.32 tanggal 12 Desember 1966 pasal 4, 5 dan 8. Dipicu kejadian Malari di Jakarta (15 Januari 1974), kebebasan pers mulai menerima tekanan. Perumusan konsep pers Pancasila dilakukan tanggal 7 - 8 Desember 1984, munculah istilah pers bebas yang bertanggungjawab. Pers sering dibredel dengan alasan meresahkan masyarakat dan menyinggung sara. Keluar aturan SIUPP berdasar Peraturan Menteri No. 10 tahun 1994. Terbuka peluang modal gila masuk pers. Pers mulai terjebak aantara idealisme politik dan pragmatisme ekonomi.
D. Pers di masa pasca orde baru
Pasca orde baru, pemerintahan BJ. Habibie mempunyai andil besar terhadap kebebasan pers. Tanggal 20 Mei 1998 merupakan tonggak penting lahirnya reformasi yang ditandai dengan turunnya Soeharto sebagai Presiden. Kebebasan pers di Indonesia ditandai dengan lahirnya UU No.40 tahun 1999. Pers belum bisa menjadi pilar demokrasi, kalangan dewan perwakilan rakyat menilai perlunya meninjau kembali UU No.40 tahun 1999 dengan memasukkan perijinan dan prosedur pengawasan dalam penerbitan pers.
Bab III Funsi dan Peranan Pers di Indonesia
A. Fungis pers di Indonesia
Menurut UU No. 4o tahun 1999 perihal pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers ialah sebagai berikut:
- Sebagai media informasi lantaran pers member dan menyediakan informasi perihal pristiwa yang terjadi pada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar lantaran butuh informasi.
- Fungsi pendidikan lantaran pers itu sebagai sarana pendidikan massa (massa Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bisa bertambah pengetahuan dan wawasannya.
- Sebagai hiburan lantaran pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Seperti dongeng pendek, dongeng bersambung, dongeng bergambar, teka-teki silang, pojok atau karikatur.
- Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsure-unsur sebagai berikut:
- Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
- Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat
- Socila support yaitu derma rakyat terhadap pemerintah.
- Sial Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerinta
5. Fungsi ekonomi yaitu pers ialah suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers sanggup memanfaatkan keadaan disekitarnya sebagi nilai jual sehingga pers sebagai forum sosial sanggup memperoleh laba maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup forum pers itu sendiri.
B. Peranan pers di Indonesia
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 perihal pers, perana pers adal;ah sebagai berikut :
- Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
- Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
- Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
- Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
- Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 perihal pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi aturan dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, forum pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate) sehabis forum legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu gres sanggup dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah.
Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak biar pers secara optimal sanggup melaksanakan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut sanggup dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.
Bab IV Pers Yang Bebas dan Bertanggung Jawan Sesuai Kode Etik Jurnalistik
A. Bentuk-bentuk kode etik
Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik, wartawan penyiar tunduk pada kode etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama masa ke-19, semakin banyak surat kabar dan majalah yang menyuarakan reformasi politik dan sosial sebagai metode menarik pembaca. Para wartawan terus bekerja sebagai penjaga mayarakat. Para wartawan yang meliputi perang Vietnam (1959 - 1975) yakin bahwa para pejabat pemerintah tidak memberitahukan kebenaran perihal keterlibatan Amerika Serikat disana. Mereka jadi sangat besar lengan berkuasa dalam memutar opini public dari mendukung menjadi penantang perang tersebut.
Adapun bentuk-bentuk kode etik dalam pers ialah sebagai berikut:
Menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
Menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memperlihatkan identitas kepada sumber informasi
Menghormati asas praduga tidak bersalah, tidak mencampuradukan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu menliti kebenaran informasi serta tidak melaksanakan flagiat
Tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila
Tidak mendapatkan uang suap dan tidak menyalahgunakan profesi
Memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan
B. Kode etik peliputan pemilu
Indoensia belum ada kode etik peliputan pemilu yang disepakati bersama, sehingga setiap menjelang pemilu sejumlah organisasi wartawan sibuk membuat rumusan kode etik. Dalam Lokakarya peliputan pemilu 2004 yang diadakan forum pers Dr. Soetomo di Cianjur 21-25 April 2003 muncul kode etik berikut :
Pola dan tujuan pemberitaan pemilu hendaknya direncang untuk membantu masyarakat
Media biar membentuk tim peliputan pemilu sedini mungkin
Media pers mendorong partai-partai politik memakai media massa dalam taktik kampanye
C. Pers yang bebas dan bertanggung jawab
Selama ini banyak orang (terutama kaum awam) yang menduga, mengira atau menganggap (karena tidak tahu) bahwa pers ialah forum yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan masyarakat. Dalam anggapan ibarat itu, seorang wartawan atau jurnalis hanyalah seorang buruh yang bekerja di perusahaan pers berdasarkan assignment atau penugasan redaksi. Tak ubahnya seorang tukang yang bekerja sekedar untuk mencari sesuap nasi – tanpa rasa tanggung jawab moral terhadap profesi dan masyarakat. Pastilah ia tidak mengerti hakikat kebebasan pers, atau bahkan mengira bahwa kebebasan pers merupakan “hak kebebasan bagi pers dan wartawan.”Padahal, media pers (cetak, radio, televisi, online – selanjutnya disebut media atau pers) sesungguhnya merupakan kepanjangan tangan dari hak-hak sipil publik, masyarakat umum, atau dalam bahasa politik disebut rakyat.
Dalam sebuah negara yang demokratis, di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, publik punya hak kontrol terhadap kekuasaan biar tidak terjadi penyalah gunaan kekuasaan. Hal itu sebagaimana adagium dalam dunia politik yang sangat terkenal, yang diangkat dari kata-kata Lord Acton, sejarawan Inggris (1834 – 1902), “The power tends to corrupt, the absolute power tends to absolute corrupt” (Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang mutlak cenderung korup secara mutlak). Sebagai konsekwensi dari hak kontrol tersebut, segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (publik, rakyat) harus sanggup diakses (diinformasikan, diketahui) secara terbuka dan bebas oleh publik, dalam hal ini pers.
Dalam kondisi ibarat itulah dibutuhkan pers yang secara bebas sanggup mewakili publik untuk mengakses informasi. Dari sinilah bermula apa yang disebut “pers bebas” (free press) atau “kebebasan pers” (freedom of the press) sebagai syarat mutlak bagi sebuah negara yang demokratis dan terbuka. Begitu pentingnya freedom of the press tersebut, sehingga Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat (1743 – 1826), pada tahun 1802 menulis, “Seandainya saya diminta menetapkan antara pemerintah tanpa pers, atau pers tanpa pemerintah, maka tanpa ragu sedikit pun saya akan menentukan yang kedua.” Padahal, selama memerintah ia tak jarang menerima perlakuan jelek dari pers AS. Mengapa kebebasan pers sangat penting dalam sebuah negara demokratis? Sebab, kebebasan pers sesungguhnya merupakan sarana bagi publik untuk menerapkan hak-hak sipil sebagai pecahan dari hak asasi manusia. Salah satu hak sipil itu ialah hak untuk mengetahui (the right to know) sebagai implementasi dari dua hak yang lain, yaitu kebebasan untuk berbicara atau beropini (freedom to speech) dan kebebasan untuk berekspresi (freedom to expression).
Dengan demikian, kebebasan pers bukanlah semata-mata kepentingan pers (sekali lagi: kebebasan pers bukanlah semata-mata kepentingan pers), melainkan kepentingan publik. Namun, lantaran publik mustahil mengakses informasi secara langsung, maka diperlukanlah pers sebagai “kepanjangan tangan” atau “penyambung lidah.”
Untuk pertama kalinya dalam sejarah pers Indonesia, kebebasan pers gres diakui secara konstitusional sehabis 54 tahun Indonesia merdeka secara politik, yaitu dalam UU Nomor 40/1999 perihal Pers. Meskipun demikian, pengertian kebebasan pers belum dimengerti secara merata oleh publik Indonesia. Bahkan para pejabat dan kalangan pers sendiri pun – yang mestinya lebih mengerti – masih ada yang kurang faham mengenai makna dan pengertrian kebebasan pers yang sesungguhnya.
Oleh lantaran mengemban kiprah luhur dan mulia itulah, pers yang bebas juga harus mempunyai tanggung jawab – yang dirumuskan dalam naskah Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia sebagai “bebas dan bertanggung jawab.” Belakangan, pengertian “bebas” menjadi kabur – terutama di zaman pemerintahan Presiden Soeharto — gara-gara perilaku pemerintah yang sangat represif, sementara pengertian “bertanggung jawab” dimaknai sebagai “bertanggung jawab kepada pemerintah.” Padahal, yang dimaksud dengan bebas ialah bebas dalam mengakses informasi yang terbuka; sementara yang dimaksud dengan bertanggung jawab ialah bertangung jawab kepada publik, kebenaran, hukum, common sense, logika sehat.
Jika posisi pers benar-benar ideal, yaitu “bebas dan bertanggung jawab” – sebuah rumusan ala Indonesia yang berdasarkan saya sangat sempurna – maka pers sanggup berposisi sebagai “anjing penjaga” (watch dog) sehingga hak-hak rakyat terlindungi, sementara pemerintah tidak menyalah-gunakan kekuasaan secara sewenang-wenang. Begitu penting dan idealnya posisi pers dalam sebuah negara yang demokratis, sehingga kedudukannya disamakan dengan the fourth estate (kekuasaan ke empat) yang dianggap sejajar dengan tiga pilar demokrasi yang lain yaitu forum eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pers Indonesia lahir dari kancah pergerakan nasional untuk membebaskan rakyat dari penjajajahan. Ketika itulah pers pundak membahu dengan kaum pergerakan, bahkan mengambil kiprah penting dalam usaha politik. Pers pada periode itu disebut “pers perjuangan”. Ketika negeri ini memasuki era “demokrasi liberal” di tahun 1950-an, pers sebagai cerminan aspirasi masyarakat, tampil sebagai pers bebas. Ketika Presiden Soekarno mendekritkan “demokrasi terpimpin” (1962) pers Indonesia ikut pula terpimpin. Ketika Presiden Soeharto memperkenalkan “demokrasi pancasila” (1970) – yang hakikatnya sami mawon dengan “demokrasi terpimpin”, pers Indonesia kembali terkekang. Barulah di era reformasi (1989) pers Indonesia benar-benar bebas.
Ada pers yang bekerja serampangan, mulai dari praktik peliputan di lapangan, pengemasan berita, hingga pengelolaan manajemennya. Di lain pihak, publik yang menyadari akan hak-hak sipilnya mulai berani menyuarakan aspirasi mereka, termasuk memprotes, menggugat (dengan cara yang tidak semestinya – bahkan main hakim sendiri), bahkan meneror wartawan dan kantor media pers. Ini semua ialah dampak dari reformasi, ketika (sebagian) masyarakat mulai terbuka dan menyadari akan hak-hak sipilnya.
Sebagai dampak dari iklim reformasi yang “serba terbuka” itu, kebebasan pers memungkinkan lahirnya media pers yang benar-benar bebas. Apalagi untuk menerbitkan media tak lagi diharapkan izin dari pemerintah. Jumlah pers cetak saja, misalnya, mencapai ribuan. Belum lagi televisi dan radio. Kondisi ibarat itu di samping menggembirakan (karena publik bebas berekspresi) dan menghidupkan suasana persaingan, di lain pihak mengkhawatirkan lantaran cukup banyak media pers yang tidak memenuhi standar kualitas: tidak profesional, dengan integritas yang rendah, yang dikenal sebagai yellow paper, pers kuning, yakni pers yang lebih mengutamakan sensasi.
Dalam mengakses informasi ia harus obyektif, mendalaminya dari banyak sekali sudut yang memungkinkan, sehingga sanggup memperoleh atau menggambarkan sebuah perkara secara lengkap, akurat dan obyektif. Lepas dari apakah beliau menerima honor besar atau kecil, wartawan yang baik seharusnya profesional, independen, mempunyai integritas yang tinggi. Cuma sayang sekali, banyak perusahaan pers yang “tidak sempat” menyelenggarakan inhouse pelatihan bagi wartawan dan redakturnya. Celakanya, ada juga (sebagian) wartawan yang tak bisa menulis gosip yang baik. Bahkan ada yang tak faham persyaratan gosip yang klasik: 5-W (who, what, when, where, why) dan 1-H (how).
Ia juga tak canggung menulis banyak sekali jenis berita, mulai dari straight news, breaking news hingga feature. Dengan kata lain, skill (kemampuan, keterampilan) maupun personal quality ataupun integritasnya benar-benar mumpuni. Lebih dari itu, ia punya the nose of news (kemampuan mengendus jenis berita), mana gosip yang biasa-biasa saja, dan mana gosip yang layak dimuat, atau bahkan eksklusif. Ia bisa melihat dengan jeli apa yang disebut news value – sebagaimana kata Charles A. Dana (1882) lebih seabad silam, “When a dog bite a man that is not a news, but when a man bites a dog that is a news” (Jika ada seokor anjing menggigit orang hal itu bukanlah berita, tapi jika ada orang menggigit anjing hal itu gres berita). Selain itu, ia bisa pula menembus sumber berita, tidak hanya melaksanakan wawancara yang lazim, melainkan juga bisa melaksanakan investigative reporting – kemudian menyajikannya sebagai feature yang mendalam, indeph reporting, indeph feature.
Bagaimana menghadapi wartawan sejenis itu? Gampang. Tolak, atau lebih tegas lagi: laporkan kepada polisi sebagai perkara pemerasan. Kalau memang Anda bersih, tidak punya malu yang merugikan publik, seharusnya tidak khawatir diancam akan dicemarkan oleh “wartawan gadungan” di yellow paper (”pers kuning”) atau pers yang sensasional.
Terakhir, jika ada yang bertanya, bagaimana mengukur impact sebuah berita, tentu saja hal itu bukan lagi garapan wartawan atau redaktur sebagai praktisi, melainkan lahan bagi pakar ilmu komunisi (yang niscaya bukan petugas humas, public relations) yang bisa berbicara mengenai “realitas media” dan “realitas sosial” dan kaitannya dengan kecenderungan framing di kalangan media.
Bab V Menentukan Sikap Terhadap Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers
A. Pemerintah sebagai sumber berita
Sumber aturan primer tentulah dari konsitusi. Tetapi para pendiri RI, kendati umumnya memakai pers sebagai sarana perjuangan, tidak secara eksplisit memasukkan hak warga negara untuk memberikan dan memperoleh informasi. Dasar aturan dari UUD 1945 yang dipakai untuk undangundang perihal Pers, sanggup dilihat dari konsiderans Undang-undang No. 21 Tahun 1982 perihal Perubahan Atas Undang-undang No 11 Tahun 1966 perihal Ketentuan-ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967. Disebutkan, mengingat: "Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 dan Pasal 33 UUD 1945".
B. Pengendalian pers oleh pemerintah
Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers di Indonesia ialah dengan cara:
- Mewujudkan pers Pancasila
- Adanya banyak sekali ketentuan perihal berkomunikasi, memperoleh informasi dan memberikan pendapat dimuka umum.
C. Sikap terhadap kebebasan pers
Keberadaan pers di Indonesia sering dibicarakan secara normatif. Artinya persIndonesia harus menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pers Pancasila, sesuai dengan tuntutan normatif pihak lain. Berkaitan dengan pers Pancasila, tuntutan normatif itu intinya bersifat politis, yaitu birokrasi kekuasaan negara yang menggariskan apa yang boleh dan dilarang dilakukan oleh institusi pers.
Tuntutan normatif ini terjadi dalam sistem berdasarkan korporatisme negara yang menjadikan setiap institusi kemasyarakatan tidak mempunyai otonomi. Institusi pers, sebagaimana institusi sosial lainnya ibarat asosiasi profesi, partai politik, bahkan forum keagamaan dan ekonomi, terkooptasi oleh birokrasi negara, dan hanya boleh menjalankan fungsi imperatif yang berasal dari birokrasi negara.
Dalam negara korporatis, keberhasilan pemerintah dilihat seberapa luas institusi sosial yang berada di bawah kendalinya. Tetapi upaya untuk mengkooptasi institusi kemsyarakatan ini biasanya sulit dijalankan terhadap institusi ekonomi, terutama dalam era global sekarang. Institusi ekonomi yang mempunyai jari-ngan global intinya tidak terikat kepada satu negara, karenanya kekuasaan birokrasi negara tertentu, sulit untuk mengkooptasinya.
Institusi pers tolong-menolong berwajah ganda, yaitu sisi politik dan ekonomi. Sebagai institusi politik, informasi pers dinilai dalam ukuran normatif secara politis. Untuk mewujudkan fungsi dan peranannya semacam ini, negara membuat regulasi, mulai dari ijin terbit atau usaha penerbitan, hingga haatzaai artikelen.
Sebagai institusi ekonomi, pers sanggup menjalankan fungsi dan peranannya sepenuhnya memakai norma ekonomi. Dengan formula industri, yaitu informasi sebagai produk yang dipasarkan sesuai dengan kecenderungan sosiografis dan psikografis dari konsumen. Massa dilihat sebagai konsumen, karenanya keberadaan media bertolak dari azas komodifikasi pers.
Di antara kedua fungsi politik dan ekonomi yang bersifat imperatif, sering pula institusi pers dituntut sebagai institusi budaya. Sebagaimana institusi budaya lainnya, ibarat forum agama dan sekolah, pers dituntut untuk juga mendidik masyarakat, membangun budi pekerti dan sebagainya. Fungsi imperatif semacam ini hanya bersifat moral, sangat berbeda kekuatannya dibanding dengan fungsi imperatif politis dan irit yang bersifat struktural. Tidak ada konsekuensi apapun jika pers tidak memenuhi tuntutan moral, berbeda dengan tekanan imperatif politik (ijin terbit dicabut, wartawan dikenai haatzaai artikelen), atau tekanan ekonomi (koran tidak laku). Demikianlah, dalam melihat peranan pers Pancasiladalam pengembangan demokrasi agaknya lebih sempurna menumpukan perhatian kepada faktor-faktor imperatif yang melingkupinya. Tidak mungkin bertolak dari nilai normatif yang hanya dijalankan oleh institusi pers sendiri. Dengan kata lain, pers Pancasila hanya bisa dilihat dari inter-relasi pers dengan institusi lain, alasannya ialah format institusi pers intinya dibangun oleh faktorfaktor imperatif dari institusi lain.
Bab VI Dampak Menyalahgunakan Kebebasan Media Massa
Awal masa ke-19 di tandai dengan terbitan media yang semakin menjauh pandangan gres wal pers, yaitu kebebasan berpendapat. Pada ketika itu mulai berkembang fenomena yellow journalism (jurnalisme kuning), istilas yellow journalism semula di tunjukan bagi pertempuran headline antara dua koran besar di kota new york yang dimiliki oleh joseph pulitaer dan william randolp hearst.
Menurut straubhaar, ciri khusus jurnalisme kuning ialah bentuk pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan memuat judul utama yang menarik perhatian publik tanpa mengindahkan ketepatan isi berita. Tujuan utamanya ialah meningkatkan sirkulasi penjualan. Contoh dari jurnalisme kuning ialah kejadian meledaknya kapal perang amerika serikat berjulukan maine yang menewaskan ratusan awak kapalnya. Maine meledak di pelabuhan di havana, cuba, penyebab ledakan tidak di ketahui persis namun media yang di kendalikan oleh hears dan pulizer melaporkan bahwa spanyol berada di balik ledakan itu, belakangan para jago sejarah beropini bahwa ledakan tersebut murni kecelakaan.
Jurnalisme kuning tidak sanggup bertahan lama, kesadaran jurnalisme sebagai profesi kemudian muncul kembali. Sebagai contoh, surat kabar generasi pertama di amerika serikat awalnya bersifat partisan. Surat kabar dengan gampang menyerang politisi dan presiden. Tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Akan tetapi, para wartawannya kemudian mempunyai kesadaran bahwa gosip yang mereka tulis untuk publik haruslah mempunyai pertanggungjawaban sosial.
Akan tetapi, tidak selamanya fungsi kebebasan pers memperlihatkan akomodasi bagi masyarakat untuk mengakses informasi. Seringkali fungsi kebebasan dari pers justru meresahkan masyarakat. Sebagai ilustrasi ialah perkara pemuatan karikatur Nabi muhamad di surat kabar jyllands-posten pada edisi 30 september 2005 di denmark.
Dampak negatif lainnya dalam kebebasan pers.adalah merebaknya fenomena pornografi di masyarakt indonesia. Hal tersebut di tandai dengan maraknya tabloid-tabloid dan tayangan televisi yang mengangkat seks sebagai tema utama. Bahkan, tabloid-tabloid tersebut sanggup kita temukan di jual bebas di pinggir jalan.
Banyaknya tabloid semacam ini terjadi semenjak tahun 1998, yaitu semenjak dihapuskannya surat izin usaha penerbit an (SIUPP). Penerbit yang memproduksi tabloid-tabloid ini sanggup bertahan lantaran pada kenyataannya tabloid ini banyak di beli oleh masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah berencana memberlakukan undang-undang antipornografi dan pornoaksi. Saat ini, RUU tersebut sedang di bahas di DPR. Akan tetapi, RUU antipornografi ini mengalami polemik dalam masyarakat barkaitan dengan beberapa pasal yang terkandung dalam RUU itu.
Bab VII Menulis Suatu Berita Aktual Untuk Dipubllikasikan
Berdasarkan masalahnya, gosip ada beberapa macam yaitu:
- Berita jadwal ialah catatan laporan yang dibentuk polisi mengenai terjadinya peristiwa
- Berita criminal ialah gosip atau laporan mengenai kejahatan
- Berita ekonomi ialah gosip yang membahas perihal ekonomi
- Berita politik ialah gosip yang melaporkan pristiwa/ kegiatan politik
- Berita Negara ialah gosip resmi Negara yang biasanya dikeluarkan pemerintah dan berisi pengumuman yang ditunjukkan kepada warga Negara berkenaan dengan kebijakan atau perundangan.
- Berita olahraga ialah gosip perihal olah raga.
- Berita singkat ialah gosip singkat yang sedang terjadi (Breaking News).
A. Ciri-ciri berita
Ciri-ciri gosip ialah sebagai berikut:
- Kejadian Fakta (Fact)
- Kejadian gres saja terjadi (Time)
- Kejadian luar biasa (Amazing)
- Kejadian penting dan terkenal (Important)
- Kejadian skandal atau persengketaan
- Kejadian dalam dilingkungan sendiri (Nearness)
- Kejadian sesuai minat konsument gosip (Human Interest)
Menurut Marvein Mancher, goresan pena yang baik mempunyai ciri-ciri
- Akurat artinya kata dan kalmiat yang dipakai harus sesuai dengan situasi.
- Jelas artinya kalimat yang ditulis tidak menjadikan tafsiran yang berbeda-beda.
- Meyakinkan artinya apa yang ditulis sanggup mendapatkan amanah kebenarannya
- Wajar artinya gaya penulisan yang wajar, lancer, logis dan masuk akal
Berita merupakan salah-satu daripada cara penulisan naratif. Oleh lantaran itu, cirri-ciri penulisan naratif juga terdapat dalam penulisan berita, yaitu:
- Lengkap dan memperlihatkan kesatuan, hal ini berarti penulisan itu mestilah mempunyai permulaan, pertengahan dan penutup.
- Memperlihatkan pertautan, yaitu dipersembahkan secara sistematik dari segi sudut pandang , suasana, latar dan masa.
- Mempunyai penekanan, yaitu memperlihatkan jalan dongeng yang mengandung bagian-bagian yang mendatar dan memuncak.
- Mempunyai nada dan gaya yang baik, yaitu memperlihatkna pemilihan kata(diksi) yang harmoni atau sejajar dengan kejadian atau kejadian yang diceritakan.
B. Sumber tempat mencari berita
Untuk mendapatkan sebuah berita, biasanya kita akan mencari gosip tersebut kesumbernya. Adapun sebagian sumber yang dimaksud ialah sebagai berikut:
- Kantor Polisi
- Kantor pemerintahan
- Rumah Sakit
- Kantor pengadilan
- Humas kantor atau perusahaan
- Tokoh masyarakat
- Olahragawan atau artis
- Sekolah
- Sumber lain yagn sedang diminati pembaca
C. Menyusun atau menulis berita
Yang perlu diingat ialah syarat menuis berita, yaitu harus berdasarkan fakta, objektif, berimbang, elngkap, akurat dan jelas. Dalam penulisan gosip dibutuhkan standar rumus penulisan yaitu sebagai berikut :
5 W + 1 H
5 W + 1 H
- Where : Unsur tempat
- When : Unsur waktu
- Who : Siapa yang terlibat
- Why : Mengapa kejadian itu terjadi
- What : Unsur kejadian atau sendiri
- How : Bagaimana proses kejadiannya
D. Teknik mencari berita
Metode atau cara-cara mencari gosip antara lain sebagai berikut:
- System Beat yaitu seorang waratawan mencari gosip baik sekedar untuk informasi atau sebagai fakta.
- System meneruskan (Follow UP) yaitu memeriksa kembali gosip sebelumnya untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya.
- System penugasan (Assigment) yaitu teknik mencari gosip yang dianggap penting.
- System wawancara (Interview)
- System menulis sendiri (Inventing) yaitu teknik mencari gosip dengan mencatat informasi yang didapatkan dan resikonya akan ditanggung sendiri.
Bab VIII Manfaat Media Massa Sesuai Fungsinya
Wawasan pengetahuan dan konsep-konsep pembelajaran dalam segala macam hal sanggup kita peroleh dari media massa. Seiring dengan banyaknya media yang bermunculan mulai dari radio, majalah, televisi, tabloid, tivi kabel,buku, spanduk, billboard, poster dll.
Semuanya memperlihatkan sebuah masukkan pengetahuan gres baik itu negative maupun positif. Namun tujuannya tetap sama yaitu sebagai media pembelajaran dan pendidikan yang cukup gampang untuk diakses.
Unsur-unsur penting dari media ialah :
- Orang
- Bahan/material
- Alat
- Teknik
- Lingkungan
Fungsi banyak sekali media diluar sekolah bagi para pelajar tentunya sebagai materi komplemen pengetahuan yang tidak mereka sanggup di sekolah. Oleh alasannya ialah itu guru harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang cukup, meliputi hal-hal di bawah ini:
- Media merupakan alat komunikasi untuk mendapatkan proses berguru yang lebih efektif
- Fungsi media untuk lebih mencapai tujuan dengan tepat
- Seluk beluk proses pendidikan
- Hubungan antara metode pembelajaran dan pendidikan
- Nilai dan manfaat yang didapat dari pengajaran
- Pemilihan dan penggunaan media yang sesuai
- Inovasi dalam media pendidikan
Yang harus dilakukan biar media bisa bekerja sesuai dengan fungsinya dan mengarah pada tujuan sempurna yang telah ditetapkan, yaitu :
- Proses pemilihan dan penyaringan media yang baik bagi para murid sekolah. Jangan hingga mereka menyerap semua pesan dari media yang ada lantaran tidak semua pesan itu positif bagi mereka
- Proses pendekatan dan konsultasi biar murid mau bertanya dan tidak malu untuk meminta klarifikasi pada gurunya
- Kerjasama yang baik antara murid dan guru untuk melaksanakan seleksi media terpercaya
- Pembahasan yang sempurna terhadap isi pesan dalam media tertentu supaya semua murid tidak salah mengerti apa tolong-menolong inti dan makna dibalik pesan tersebut.
- Pengarahan pada orangtua di rumah mengenai pesan yang tertera di media supaya anak yang membacanya akan mengerti bahwa pesan itu sesuai untuknya atau tidak.
Semoga dengan adanya kerjasama dan sinkronisasi antara semua unsur media, akan terjalin sebuah kesepahaman dan pembelajaran yang mengarah pada tujuan baik.
A. Surat / Kabar dan majalah
Secara khusus fungsi dari masing-masing media massa mempunyai karakteristik yang kecenderungannya yang berbeda. Fungsi utama dari surat kabar ialah menyiarkan informasi. Masyarakat berlangganan atau membeli surat kabar / majalah lantaran memerukan informasi mengenai banyak sekali peristiwa.
Fungsi lain media yaitu fungsi mempengaruhi, membimbing dan mengeritik serta perantara contohnya :
Menjadi perantara antara pengusaha dan pemerintah tempat atau pengusaha dengan masyarakat
Menyebarlukasna informasi dan komunikasi sehingga makin banyak dan semakin luas jumlah orang indonesia yang biasa mengenal peluang ekonomi serta memanfaatkannya
Berusaha mempengaruhi tercapainya keserasian kepentingan anttara kepentingan individu pengusaha, pemerintah dan kepentingan umum
Kontrol sosial, kejadian busung lapar (gizi buruk) yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Surat / kabar
Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasive), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar ialah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap kejadian yang terjadi di sekitarnya. Fungsi hiburan sanggup ditemukan pada rubric artikel ringan, feature, komik atau kartun seta dongeng bersambung. Fungsi mendidik dan mempengaruhi akan ditemukan pada artikel ilmiah, tajuk planning atau editorial dan rubric opini. Fungsi pers bertambah, yiatu sebgai alat kontrol sosial yang konstruktif.
Untuk sanggup memanfaatkan media massa secara maksimal dan tercapainya tujuan komunikasi, maka seorang komunikator harus memahami kelebihan dan kekurangan media tersebut. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup: publisitas, periodisitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan.
Majalah
Menurut Dominick, pembagian terstruktur mengenai majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni:
- General consumer magazine (majalah konsumen umum)
- Business publication (majalah bisnis)
- Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah)
- Newsletter (majalah khusus terbita berkala)
- Public Relations Magazines (Majalah Humas).
Tipe majalah ditentukan oleh target khalayak yang dituju, artinya redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya. Kategori majalah pada masa Orde baru; majalah berita, keluarga, wanita, pria, sampaumur wanita, sampaumur pria, anak-anak, ilmiah popular, umum, hukum, pertanian, humor, olahraga, daerah.
Fungsi majalah mengacu pada target khalayak yang spesifik.
Majalah media yang paling simple organisasinya, relative lebih gampang mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang banyak. Majalah tetap dibedakan dengan surat kabar lantaran majalah mempunyai karakteristik tersendiri : Penyajian lebih dalam, Nilai aktualitas Lebih lama, Gambar/Foto lebih banyak, Cover/sampul sebagai daya tarik.
B. Film, radio dan TV
Fungsi utama dari film, radio dan TV ialah menghibur. Masyarakat melihat film, membeli TV, dan radio ialah untuk mencari hiburan. Dengan demikian keempat media massa itu saling mengisi dan melengkapi, alasannya ialah masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Hampir semua jadwal acara televisi nasional memasukkan unsur pembinaan budbahasa mulia dan budi pekerti yang luhur meskipun porsinya tidak terlalu banyak. Adanya obrolan interaksi masyarakat sanggup memberikan masukan, kritik dan saran antara pemerintah dan warga negara memerlukan komunikasi dan media yang sanggup menghubungkan keduanya. Apalagi ketika ini perkembangan pers di Indonesia sudah maju dengan pesat. Dengan adanya gosip melalui koran, tabloid, majalah, radio, televisi, dan internet, masyarakat sanggup dengan cepat mengetahui suatu kebijakan pemerintah. Penyajian gosip atau kejadian melalui pers sanggup diketahui masyarakat dengan cepat, akurat, dan efektif.
Film
Gambar bergerak ialah bentuk lebih banyak didominasi dari komunikasi massa. Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton televisi menjadi acara terkenal bagi orang Amerika pada tahun 1920-an hingga 1950-an. Film ialah industri bisnis yang diproduksi secara kreatif dan memuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika.
Khalayak menonton film terutama untuk hiburan. Akan tetapi dalam film terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Film nasional sanggup dipakai sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. Fungsi edukasi sanggup tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.
Faktor-faktor yang sanggup memperlihatkan karakteristik film ialah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis
Bagi seorang komunikator ialah penting untuk mengetahui jenis-jenis film biar sanggup memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film sanggup dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun
Radio
Radio ialah media elektronik tertua dan sangat luwes. Radio telah menyesuaikan diri dengan perubahan dunia, dengan menyebarkan korelasi saling menguntungkan dan melengkapi dengan media lainnya.
Keunggulan radio ialah berada dimana saja, di tempat itdur, di dapur, di dalam mobil, di kantor, di jalan, di pantai dan banyak sekali tempat lainnya.
Radio Siaran Sebagai The Fifth Estate. Surat kabar memperoleh julukan sebagai kekuatan keempat, maka radio siaran menerima julukan kekuatan kelima atau the fifith estate. Karena radio siaran juga sanggup melaksanakan fungsi kontrol sosial ibarat surat kabar, disamping empat fungsi lain yakni memberi informasi, menghibur, mendidik dan melaksanakan persuasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan radio siaran ialah daya langsung, daya tembus dan daya tarik.
Pada Radio siaran terdapat cara tersendiri, yakni apa yang disebut radio siaran style atau gaya radio siaran. Gaya radio siaran ini disebabkan oleh sifat radio siaran yang meliputi : Imanjinatif, Auditori, Akrab, Gaya Percakapan.
Televisi(TV)
Dari semua media massa, televisilah yang paling besar lengan berkuasa pada kehidupan manusia. Televisi dijejali hiburan, gosip dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari.
Televisi mengalami perkembangan secara dramatis terutama melalui pertumbuhan televise kabel. Sistem penyampaian jadwal lebih berkembang lagi, kini sedikitnya terdapat lima metode penyampaian jadwal televise yang telah dikembangkan : Over the air reception of network and local station program, Cable, Digital Cable, Wireless Cable, Direct Broadcast satellite (DBS).
Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan berlangsungnya pembukaan pesta olah raga Asean Games di Senayan. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya. Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan harapan rakyat Indonesia yang tersebar di banyak sekali wilayah, pada tanggal 16 Agustus 1976 diresmikan penggunaan satelit Palapa A2, selanjutnya Palapa B, Palapa B-2, Palapa B2R dan Palapa B-4 yang diluncurkan tahun 1992. Televisi siaran dan radio siaran, serta media lainnya berperan saling mengisi. Televise siaran menggeser radio siaran mungkin dalam hal porsi iklan.
Memberikan informasi, menghibur dan memujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih lebih banyak didominasi pada media televisi. Tujuan utama khalayak menonton televisi ialah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi.
Ditinjau dari stimulasi alat indera, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah hanya satu alat indera yang menerima stimulus, yaitu : Audiovisual, Berpikir dalam Gambar, Pengoperasian lebih Kompleks
Pesan yang akan disampaikan melalui media televisi, memerlukan pertimbangan-pertimbangan lain biar pesan tersebut sanggup diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan itu ialah pemirsa, waktu, durasi dan metode penyajian.
Bab IX Pers Dalam Masyarakat Demokrasi
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi mempunyai andil yang cukup besar. Segala kritik tentunya bisa dimuat dan dibaca oleh semua orang tanpa kecuali. Kebebasan bersuara dan mengeluarkan pendapat yang telah diatur undang-undang tentunya akan menjadi suatu koreksi dalam kepemimpinan demokrasi. Tentu saja peranan pers dalam masyarakat demokrasi ibarat inilah yang akan menjadi satu tombak raksasa yang bisa menghantam siapa saja atau sebaliknya.
Media Ekspresi
Bila kita runtutkan bahwa pers mempunyai undang-undang pers. Mayarakat juga mempunyai undang-undang. Undang-undang yang ada dalam negara demokrasi akan mengembalikan fungsi pers dan masyarakat kepada sistem demokrasi yang dianut oleh negara. Tak berhenti hingga di situ, pers sebagai media ekspresi kekesalan hingga kepuasan sistem demokrasi yang tengah berjalan di negara sudah menjadi masuk akal dalam masyarakat demokrasi.
Penyambung Suara
Sebagai penyambung suara, pers memegang senjata ampuh untuk mengunggulkan atau sebaliknya menjatuhkan seseorang. Seperti yang digembar-gemborkan dalam sistem demokrasi itu sendiri bahwa pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, akan menjadi semakin baik ke depannya.
Jika masyarakat yang semakin hari semakin pintar membaca situasi politik, tentu saja demokrasi akan luwes berjalan. Misalnya, seseorang yang ingin memberikan pendapat kepada pemerintah, cukup menulis saja di media pers untuk selanjutnya bisa diterjemahkan sebagai isu yang berkembang di masyarakat demokrasi. Tentu saja, pemerintah tak akan tinggal membisu bila ada suatu gejolak di masyarakat.
Pengawalan Masyarakat Demokrasi
Pengawasan dari banyak sekali sektor tentu saja akan otomatis ada. Masyarakat demokrasilah yang melaksanakan fungsi pengawasan. Dibantu oleh pers yang ada, sangat memungkinkan bila sistem demokrasi akan menjadi utuh.
Pengawalan pers kepada hak bersuara masyarakat demokrasi menjadi suatu yang bisa membuat demokrasi hidup. Bukan hanya pemerintah saja yang bisa bersuara, namun pemerintahan yang berasal dari rakyat, tentu rakyatlah yang lebih bersuara atas penyelenggaraan negara.
Penyambung Lidah Pemerintah
Bukan hanya masyarakat saja yang bisa bersuara, namun pemerintah dengan banyak sekali kebijakan dan planning kebijakan membutuhkan pers sebagai media. Tak hanya sekadar goresan pena dan pemberitaan, namun penciptaan suasana sangat dibutuhkan. Opini-opini mulai digelar oleh pers untuk membuat perbincangan seputar planning kebijakan pemerintah misalnya.
Jadi, dalam negara demokrasi, bukan hanya bunyi rakyat saja, namun pemerintah juga akan sangat membutuhkan pers. Bukan hanya sebagai media bacaan dan tontonan, namun lebih mengarah kepada fungsi masing-masing.
Fakta dan Opini Berbeda
Walaupun pers mempunyai peraturan sebebas mungkin mengatur dan memuat berita, namun bukti otentik perlu dijaga. Setiap tuduhan tanpa adanya bukti bisa menimbulkan masyarakat tak bisa percaya lagi kepada media pers.
Pemojokan terhadap seseorang pemimpin misalnya. Jika tanpa dilandasi oleh suatu bukti yang kuat akan bisa menimbulkan suatu kekacauan sistem pemerintahan. Tak hanya pemimpin saja yang terkena efek atas tuduhan yang diberikan. Ketidakpercayaan masyarakat demokrasi kepada pemimpin akhir dari ulah pers yang menuduh seenaknya tanpa bukti akan menimbulkan sistem pemerintahan kacau.
Untuk itu perlu sekali adanya suatu pemilahan khusus oleh pers untuk membedakan fakta dan opini. Bukan menjadikan fakta sebagai opini dan sebaliknya, opini sebagai fakta.
Kesimpulan dan penutup
Kaprikornus untuk sanggup memperlancar kegiatan pers, maka hendaknya seluruh anggota pers khususnya di Indonesia mengikuti dan menjalani tata-tertib yang berlaku, dengan begitu kergiatan yang akan diajlani bisa berjalan lancar.
Indonesia merupakan bekas Negara jajahan, termasuk juga didalam pers-nya. Ketika Indonesia telah merdeka, pers di Indonesia mulai bermunculan dan mulai berkembang. Begitu banyak usaha dan perngorbanan para jagoan untuk memerdekakan Indonesia. Termasuk juga untuk memerdekakan pers Indonesia , tapi ketika ini pers Indonesia sudah tidak mengingat akan susah payahnya para pejuang dahulu untuk merebut bendera kemerdekaan dari penjajah, pers yang kita lihat ketika ini kebanyakan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Merka hanya mencari untungnya saja tanpa mempedulikan dampak negatifnya.
Untuk itu dalam mewujudkan pers yang baik dan bertanggun jawab, mestinya antara pemeriantah dan masyarakat terjalin korelasi kolaborasi yang baik, biar tidak terjadi perselisihan yang nantinya akan merugikan bangsa itu sendiri.
Mari kita wujudkan pers Indonesia yang baik dan bertanggung jawab.
Daftar Pustaka
- Juga di ambil dari modul berikut yang didapatkan diinternet:
- Bentuk dan anatomi gosip oleh BSI
- Prospek Peranan Pers Dalam Perkembangan Demokrasi Oleh Ashadi Siregar
- Materi pembelajaran PKN Sekolah Menengan Atas kelas XII semester 2 oleh Molida Osni
- Setiado, Listyarti.2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarrta: Penerbit Erlangga.