Teori Ketahanan Nasional Indonesia

KETAHANAN NASIONAL
A. Pendahuluan
Setiap bangsa mempunyai cita-cita, lantaran cita-cia berfungsi sebagai penentu untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia telah dicantumkan dalam Pembukan Undang-Undang Dasar 1945, dalam usaha mencapainya banyak mengalami hambatan, tantangan, dan ancaman oleh lantaran itu perlu kekuatan untuk mewujudkannya. Kekuatan untuk menghadapi kasus tersebut dikenal dengan istilah Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional perlu dibina terus menerus dan dikembangkan supaya kelangsungan hidup bangsa tersebut sanggup dijamin. Dalam sejarah usaha bangsa, Ketahanan bangsa Indonesia telah teruji, bangsa Indonesia bisa mengusir penjajahan Jepang, Belanda, mengahadapi sparatis RMS, PRRI, Permesta, DI TII, PKI, GAM, Papua Merdeka. NKRI tetap tegak berdiri lantaran mempunyai daya tahan dalam menghadapi Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan gangguan (ATHG). Bangsa Indonesia mengahadapi permasalahan KKN, Krisis moneter, kemisikinan, pengangguran, konflik SARA, pelanggaran HAM, SDM yang rendah, globalisasi, namun hanya dengan ketahanan bangsa saja kelangsungan hidup bisa terjamin. 

B. Pengertian Ketahanan Nasional 
Ketahanan berasal dari asal kata “tahan” ; tahan menderita, sabar kuat, sanggup menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara perihal peri hal kuat, keteguhan hati, atau ketabahan. Kaprikornus Ketahanan Nasional yakni peri hal kuat, teguh, dalam rangka kesadaran, sedang pengertian nasional yakni penduduk yang tinggal disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional yakni peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati pengertian aslinya yakni national resilience yang mengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. 

Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang tiba dari luar dan dalam yang secara eksklusif dan tidak eksklusif membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta usaha mengejar Tujuan Nasionalnya. 

Keadaan atau kondisi selalu berkembang dan keadaan berubah-ubah, oleh lantaran itu ketahanan nasional harus dikembangkan dan dibina supaya memandai sesuai dengan perkembangan jaman. 
Jika kita mengkaji Ketahanan nsional secara luas kita akan mendapatkan tiga “wajah” Ketahanan Nasional, walaupun ada persamaan tetapi ada perbedaan satu sama lain: 
  1. Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamis mengacu keadaan “nyata riil” yang ada dalam masyarakat, sanggup diamati dengan pancaindra manusia. Sebagai kondisi dinamis maka yang menjadi perhatian yakni ATHG disatu pihak dan adanya keuletan, ketangguhan, untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam mengatasi ancaman. 
  2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan negara dibutuhkan penataan hubungan antara aspek kesejahteraan (IPOLEKSOSBUD) dan keamanan (Hankam). Dalam konsepsi pengaturan ini dirumuskan ciri-ciri dan sifat-sifat ketahanan nasional, serta tujuan ketahanan nasional. 
  3. Ketahanan Nasional sebagai metode berfikir, ini berarti suatu pendekatan khas yang membedakan dengan metode berfikir lainnya. Dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode induktif dan deduktif, hal ini juga dalam ketahanan nasional, dengan suatu suplemen yaitu bahwa seluruh gatra dipandang sebagai satu kesatuan utuh menyeluruh. 
C. Metode Astagatra 
Dalam usaha mencapai tujuan nasional senantiasa menghadapi ATHG sehingga dibutuhkan suatu ketahanan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nsional yang didasarkan pokok-pokok pirkiran sebagai berikut: 
Manusia berbudaya, sebagai makhluk Tuhan pertama-tama berusaha mempertahanakan kelangsungan hidupnya. Secara antropologis budaya insan merupakan makhluk Tuhan paling tepat mempunyai nalar kebijaksanaan sehingga lahir insan berbudaya. Sebagai insan berbudaya mengadakan hubungan dengan alam sekitarnya dalam usaha mempertahankan eksistensinya dan kelangsungan hidupnya. Kita mengenal hubungan-hubungan itu adalah: 
  • Hubungan insan dengan Tuhannya, dinamakan “agama” 
  • Hubungan insan denggan cita-citanya, dinamakan “ideologi” 
  • Hubungan insan dengan kekuasaan, dinamakan “politik” 
  • Hubungan insan dengan pemenuihan kebutuhan, dinamakan “ekonomi” 
  • Hubungan insan dengan insan lainnya, dinamakan “sosial” 
  • Hubungan insan dengan rasa keindahan, dinamakan “seni/budaya” 
  • Hubunggan insan dengan pemanfaatan alam, dinamakan “IPTEK’ 
  • Hubungan insan dengan rasa aman, dinamakan “Hankam” 
Hubungan insan dengan lingkungannya pada hakekatnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu kesejahteraan dan keamanan. Untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dibutuhkan suatu konsep pangaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan serasi dalam semua aspek kehidupan nasional. 

Ketahanan Nasional pada hakekatnya merupakan konsepsi dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional. Kehidupan nsional dapadt dibagi dalam aneka macam aspek sebaggai berikut: 
l. Aspek Nasional meliputi Sikaya Mampu: 
  • Posisi lokasi geografi 
  • Keadaan dan kekayaan alam 
  • Kemampuan Penduduk 
Aspek alamiah terdiri dari 3 aspek, maka dikenal dengan istilah “Trigatra” 
2. Aspek sosial meliputi IPOLEKSOSBUD-Hankam; yaitu a. Ideologi, b. Poliltik, c. . Sosial, d. Budaya dan e. Hankam atau dikenal dengan istilah Pancagatra Kehiduapan nasional merupakan adonan antara Trigatra dan Pancagatra, maka disebut juga dengan istilah Astagatra. Antara gatra satu dengan lainnya terdapt hubungantimbal balik (korelasi) dan saling ketergantungan (interdependensi) antara satu dengan lainnya. (Bandingkan dengan konsep Hans Morgenthau dalam Politik among Nations; unsur-unsur kehidupan nasional terdiri dari; geografi, sumber alam, kapasits industri, kesipaan militer, penduduk, abjad nasional, semangat nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintah). 

D. ASPEK TRIGATRA 
1. Posisi dan Lokasi Geografi Negara 
Secra geografis wujud negara sanggup berupa: 
  • Negara dikelilingi daratan menyerupai Laos, Swis, Afganistan 
  • Negara daratan dengan sebagaian perairan laut, menyerupai Irak, Brunai Darusalam. 
  • Negara pulau, menyerupai Australia, Malagasi. 
  • Negara kepulauan (Archipelagic state), contohnya Indonesia. 
Bentuk, keadaan dan lokasi geografi suatu negara sangat menghipnotis kehidupan bangsa yang mendiaminya, dalam menyelenggarakan dan pengaturan kesejahteraan dan keamanan. Negara kepulauan dalam membina ketahanan nasionalnya akan lebih banyak memanfatkan potensi lautnya. 

Posisi letak geografis suatu negara akan sangat memilih kiprah negara tersebut dalam percaturan kemudian lintas dunia, sehingga akan menghadapi bentuk-bentuk ancaman berbeda. Dapat ditarik kesimpulan letak geografis suatu negara akan besar lengan berkuasa terhadap ketahanan nasional suatu bangsa. 

Pengaruh letak geografis terhadap politik melahirkan geopolitik, geostrategi, sehingga dikenal dengan wawasan nasional suatu bangsa yang tumbuh lantaran efek tersebut. Pengaruh tersebut dikenal dengan istilah Wawasan Benua, Samodra, atau kombinasi. Bangsa Indonesia beropini bahwa wawasan-wawasan tersebut di atas bersifat rawan dan tidak kekal. Namun justru pemanfaatan tanah, air, dan ruang yang diintegrasikan dengan unsur-unsur sosial secara simultan didalam suasana yang serasi, seimbang dan dinamis sanggup menunjang penyelenggaraan dan peningkatan ketahanan nasional. Dengan demikian setiap negara sanggup mengembangkan wawasan nasionalnya sendiri-sendiri sesuai dengan kondisi geografisnya. 

2. Keadaan dan Kekayaan Alam 
Kekayaan alam suatu negara yakni segala sumber dan potensi alam yang didapatkan di bumi, di laut, di udara yang berada di wilayah suatu negara, dan sanggup dirinci sebagai berikut: 
  • Kekayaan alam digolongkan dalam; flora, fauna dan tambang 
  • Sifat kekayaan alam; sanggup diperbaharuai dan tidak sanggup diperbaharui. 
  • Keberadaan kekayaan alam; di atmosfir, di permukaan bumi, di dalam bumi. 
Sifat kekayaan alam di bumi didistribusikan tidak merata, tidak teratur sehingga ada negara kaya sumber daya alam, dan miskin sumber daya alam. Hal demikian mengakibatkan ketergantungan antar negara yang sanggup menimbulkan problem hubungan internasional yang kompleks. Apabila kebutuhan suatu negara tidak terpenuihi, maka negara tersebut dengan aneka macam cara akan berusaha memenuhinya, sehingga sanggup menimbulkan kasus ekonomi, politik, sosial, budaya dan Hankam. Oleh lantaran itu kekayaan alam sebagai kekuatan nasional harus sanggup dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan nasional. Agar sanggup mengatasi kerawanan dan ancaman yang mungkin timbul, maka dibutuhkan menejemen pengelolaan SDA yang berdasarkan asas maksimal, lestari dan berdaya saing. 

Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa faktor kekayaan alam apabila dikelola dengan baik, sanggup meningkatkan ketahanan nasional. Namun jika tidak sanggup mengelolanya akan mengganggu ketahanan nasional. 

3. Keadaan dan Kemampuan Penduduk 
Penduduk yakni insan yang mendiami suatu wilayah negara. Manusia yakni faktor penentu dalam melaksanakan suatu tindakan, dengan demikian insan memilih apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan nasional. Dalam arti bahwa pengusahaan penyelenggaraan negara untuk kesejahteraan dan keamananan tergantung pada manusia. Masalah yang terkait denggan kemampuan penduduk dalah: 
  • Jumlah penduduk yang berubah lantaran fertilitas, mortalitas dan migrasi. 
  • Komposisi penduduk yakni susunan penduduk berdasarkan umur, dan jenis kelamin. 
  • Persebaran penduduk yang besar lengan berkuasa terhadap penyediaan tenaga kerja untuk mengelola kekayaan alam, dan besar lengan berkuasa terhadap personal yang bisa mengelola Hankam. Oleh lantaran itu perlu penyebaran penduduk merata, supaya sanggup menyelenggarakan kesejateraan dan keamanan. 
Segi positif dari pertumbuhan penduduk yakni pertambahan angkatan kerja (man power) jadi juga bertambahnya tenaga kerja (labour force) sebagai potensi peningkatan kapasitas produksi, tetapi harus disertai dengan bertambahnya kesempatan kerja. Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia tenaga kerja kita kurang berkualitas, berdasarkan Human Development Index (HDI) pada tahun 2002 berada pada rengking 110 dan pada tahun 2003 berada posisi 112 dibawah Vitnam (109), Filipina (85), Thailand (74), Brunai Darusalem (31), Korea Selatan (30), Singapura (28). Menurut Ibrahim berdasarkan hasil penelitian oleh International Institute for Menegement Development (IMD), yang berkedudukan di Lausanne Swiss menempatkan Indonesia sebagai negara berdaya saing terendah dari 49 negara yang diteliti. Mengingat posisi Indonesia tersebut kita dituntut untuk bekerja keras dalam pengembangan SDM supaya bisa bersaing (Noor Fitrihana, 2004: 21). 

Pengembangan SDM merupakan kunci dalam menghadapi globalisasi lantaran di satu sisi akan memberi peluang besar jika kita bisa menyiapkan diri dengan baik, menyerupai diungkapkan oleh Beny Sutrisno Direktur PT. Apac Inti Corpora “ SDM merupakan aset penting dalam upaya meningkatkan daya saing yang semakin ketat. Kenyataan ini menuntut jadwal pelatihan SDM yang komperhensif dan holistik. Oleh lantaran itu pengembangan SDM merupakan prioritas utama dalam menghadapi globalisasi. Dalam era global terutama sektor ekonomi akan terjadi perang harga, kualitas dan pelayanan tanpa batas negara, termasuk bidang tenaga kerja. Tenaga kerja inilah yang menjadi sarana untuk menghasilkan nilai kompetitif dengan produktifitasnya mengahasilkan barang jasa berkualitas, inovatif dengan ketrampilan (skills), pengetauan dan mengatakan pelayanan prima dengan sikapnya. Dengan demikian SDM harus digarap secara serius supaya mempunyai daya saing. 

Pertumbuhan penduduk yang cepat bila tidak disertai dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menimbulkan penggangguran. Pengangguran yang diakibatkan oleh krisis moneter sanggup menimbulkan dampak sosial ekonomi dan Hankam. Pertumbuhan penduduk yang tidak disertai kualitas sumber daya insan akan menjadikan ketimpangan sosial ekonomi, kesannya akan melemahkan ketahanan nasional. Oleh lantaran itu dibutuhkan cam pur tangan pemerintah untuk meningkatkan keseimbangan pertumbuhan, penyebaran penduduk. Pertumbuhan ekonomi yang seimbang sanggup meningkatkan ketahanan nasional. 

E. ASPEK PANCAGATRA
1. Aspek Ideologi
Pengertian ideologi diartikan sebagai (guiding of principles) yang dijadikan dasar atau pemberi arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan hidup dan kehidupan nsional suatu bangsa (negara). Ideologi yakni ilmu pengetahuan perihal dasar atau sanggup disamakan dengan cita-cita. Dengan lain perkataan bahwa ideologi merupakan konsep yang mendalam mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta yang ingin diperjuangkan dalam kehidupan nyata (Endang Zaelani Sukaya, 200: 105). 

Sesuai dengan kompleksitas kehidupan insan maka ideologi menjabarkan diri ke dalam sistem nilai. Sistem nilai yakni serangkaian nilai yang tersusun secara sistematis dan merupakan kebulatan fatwa dan doktrin. 

Faktor yang menghipnotis ketahananideologi yakni nilai dan sistem nilai. Ideologi yang baik harus bisa menampung aspirasi masyarakat baik secara individu dan makhluk sosial. Agar sanggup mencapai ketahanan nasional di bidang ideologi dibutuhkan penghayatan dan pengamalan ideologi secara sungguh-sungguh. 

Agar Bangsa Indonesia mempunyai ketahanan di bidang ideologi maka Pancasila harus dijadikan pandangan hidup bangsa, dan dibutuhkan pengamalan Pancasila secara obyektif dan sobyektif. Semakin tinggi kesadaran suatu bangsa untuk melaksanakan ideologi, maka akan semakin tinggi ketahanan di bidang ideologi. Dalam seni administrasi pelatihan ideologi ada beberapa prinsip antara lain: 
  1. Ideologi harus diaktualisasikan dalam bidang kenegaraan dan oleh WNI. 
  2. Ideologi sebagai perekat pemersatu harus ditanamkan pada seluruh WNI. 
  3. Ideeologi harus dijadikan panglima bukan sebaliknya (Abdulkadir Besar, l988). 
  4. Akatualisasi ideologi dikembangkan ke arah keterbukaan dan kedinamisan. 
  5. Ideologi Pancasila mengakui keanekaragaman dalam hidup berbangsa, dan dijadikan alat menyejaterakan, mempersatukan masyarakat. 
  6. Kalangan elit eksekutif, legeslatif, yudikatif, harus mewujudkan keinginan bangsa dengan melaksanakan GBHN, mengedepankan kepentingan bangsa. 
  7. Mensosialisasikan idologi Pancasila sebagai ideologi humanis, religius, demokratis, nasionalis, berkeadilan. Proses sosialisasi Pancasila secara obyektif, ilmiah bukan doktriner, dengan metode sesuai dengan perkembangan jaman. 
  8. Tumbuhkan perilaku positif terhadap warga negara dengan meningkatkan motivasi untuk mewujukan keinginan bangsa. Perlunya perbaikan ekonomi untuk mengakhiri krisis moltidemesional (Endang Zaelani Sukaya, 2000: 109). 
2. Politik 
a. Pengertian 
Politik dalam hal ini diartikan sebagai asas, halun, kebijaksanaan yang dipakai untuk mencapai tujuan dan kekuasaan. Oleh lantaran itu kasus politik sering dihubungkan dengan kasus kekuasaan dalam suatu negara yang berada ditangan pemerintah. Kehidupan politik sanggup dibagi ke dalam dua sektor: 
  1. Sektor masyarakat yang berfungsi mengatakan masukan (input), terwujud dalam pernyataan keinginan dan tuntutan kebutuhan masyarakat. 
  2. Sektor pemerintahan berfungsi sebagai keluaran (out-put) yang berupa kebijaksanan dan melahirkan peraturan perundang-undangan, yang merupakan keputusan politik. 
Sistem politik memilih kehidupan politik dilaksanakan sebagai pencerminan interaksi antara masukan dan keluaran. Keseimbangan antara masukan dan keluaran selalu berubah-ubah secara dinamis sesuai dengan tingkat stabilitas nasional. Upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan ketahanan di bidang politik yakni upaya mencari keseimbangan dan keserasian antara masukan dan keluaran berdasarkan Pancasila yang merupakan pencerminan dari demokrasi Pancasila, dimana dalam penyelenggaraannya diatur sebagai berikut: 
  1. Kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan kebebasan harus menempel pada kepentingan bersama. 
  2. Tidak akan terjadi “dominasi mayoritas” alasannya yakni tidak selaras dengan semangat kekeluargaan yang mengutamakan musyawarah untuk memperoleh mufakat. 
b. Ketahanan Politik Dalam Negeri 
Dalam rangka mewujudkan ketahanan politik, dibutuhkan kehidupan politik bangsa yang sehat, dinamis, mempu memelihara stabilitas politik berdasakan ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar l945 yang menyangkut: 
  1. Sistem pemerintahan berdasarkan aturan tidak berdasarkan kekuasaan bersifat absolut, dan kedaulatan ditanggan rakyat. 
  2. Dalam kehidupan politik dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut bukan menyangkut nilai dasar, sehingga tidak antagonis yang menjurus ke arah konflik. 
  3. Kepemimpinan nasional diharapkan bisa mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyrakat, dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila. 
  4. Terjalin komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat, antara kelompok kepentingan dan golongan-golongan untuk mewujudkan tujuan nasional. 
c. Ketahanan Aspek Politik Luar Negeri 
  1. Hubungan politik luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di aneka macam bidang atas dasar saling menguntungkan, dan meningkatkan gambaran politik Indonesia dan memantabkan persatuan dan kesatuan. 
  2. Politik luar negeri dikembambangkan berdasarkan skala prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang dan negara maju, sesuai dengan kepentingan nasional. Kerja sama antara negara ASEAN dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya, Iptek dan kerjasama dengan negara Non Blok. 
  3. Citra positif bangsa Indonesia perlu ditingkatkan melalui promosi, diplomasi, dan lobi internasional, pertukaran cowok dan kegiatan olah raga. 
  4. Perjuangagn Bangsa Indonesia untuk meningkatkan keentingan nasional menyerupai melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain, dan hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan (Sumarsono, 2000: 116). 
3. Aspek Ekonomi 
Kegiatan ekonomi yakni seluruh kegiatan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola faktor produksi (SDA, tenaga kerja, modal, teknologi, dan menejemen) dan distribusi barang serta jasa untuk kesejahteraan rakyat. Upaya meningkatkan ketahanan ekonomi yakni upaya meningkatkan kapasitas produksi dan kelancaran barang serta jasa secara merata ke seluruh wilayah negara, Ketahan di bidang ekonomi sangat erat sekali dengan ketahanan nasional. 

Tekat bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar l945, dituangkan dalam pembangunan nasional. Oleh lantaran pembangunan tidak sanggup dilakukan menyeluruh dalam waktu bersamaan, maka dibutuhkan pembangunan yang menitik beratkan di bidang ekonomi dengan tidak mengabaikan bidang-bidang lainnya. Dalam pembangunan ekonomi meningkatkan pendapatan nasional, namun harus menjamin pemerataan dan keadilan. Hal ini berarti harus mencegah semakin lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan simiskin. Dampak pelaksanaan pembangunan ekonomi diharapkan sanggup mempercepat pertumbuhan ekspansi lapangan kerja. 

Dalam usaha mewujudkan ketahan ekonomi bangsa dibutuhkan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, dan bisa meciptakan kemandirian dengan daya saing tinggi serta muaranya untuk kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Pembangunan diharapkan memantabkan ketahanan ekonomi, melalui iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan Iptek, tersedianya barang dan jasa dan meningkatkan daya saing dalam lingkup perekonomian global. 

Agar sanggup terciptanya ketahanan ekonomi yang diinginkan perlu upaya pelatihan terhadap aneka macam hal yang menunjang antara lain: 
  1. Sistem ekonomi diarahkan untuk kemakmuran rakya melalui ekonomi kerakyatan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa. 
  2. Ekonomi kerakyatan harus menghindari: a) free fight lieberalism yang menguntungkan pelaku ekonomi kuat, b) sistem etatisme dimana negara berserta aparatur ekonomi negara bersifat mayoritas serta mematikan potensi daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. c) tidak dibenarkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang bertentangan keinginan keadilan. 
  3. Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling menguntungkan dalam keselarasan, keterpaduan antar sektor pertanian, industri dan jasa. 
  4. Pembangunan ekonomi dilaksanakan sebagai usaha bersama atas dasar asas kekluargaan, serta mendorong kiprah masyarakat secara aktif. Perlu diusahakan kemitraan antara pelaku ekonomi dalam wadah kegiatan antara Pemerintah, BUMN, Koperasi, Badan Usaha Swasta, Sektor Informal untuk mewujudkan pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas ekonomi. 
  5. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya harus senantiasa dilaksanakan melalui keseimbangan dan keselarasan pembangunan antar wilayah dan sektor. 
  6. Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan dalam meningkatkan kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya nasional menggunakan sarana Ipteks dalam menghadapi setiap permasalahan serta tetap memperhatikan kesempatan kerja (Sumarsono, 2000: 120). 
Perlu disadari hubungan antara Utara dan Selatan; Utara diwakili negara-negara maju sedang Selatan diwakili negara-negara berkembang cenderung terjadi hubungan yang timpang. Bahan-bahan baku milik negara Selatan atau negara barkembang cenderung dibeli dengan harga murah, namun setelah diolah menjadi barang jadi dijual ke selatan dengan harga yang mahal. Kaprikornus negara-negara Selatan cenderung dieksploitasi oleh negara maju dan selalu dipihak yang kalah dalam posisi tawar. 

Perlu diwaspadai New Neokolonialisme baru, menyerupai diungkapkan Presiden Sukarno dan dikutip oleh Mubyarto “ Colonialism has also its modern dress in the form of economic control, intellectual control, (and) actual physical control by a small but alien community with a nation” (Kolonialisme juga mempunyai pakaian yang gres dalam bentuk penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, (dan) penguasaan fisik oleh sekolompok kecil masyarakat dalam lingkup bangsa (sendiri) tetapi terasing. 

Limapuluh tahun kemudian ramalan Bung Karno ternyata terbukti, 26 Februari 2005, 3 hari menjelang pemerintah menaikan harga BBM, 36 cendekiawan yang digiring Freedom Institue memasang iklan 1 halaman penuh mendukung kenaikan harga BBM. Cendekiawan itu menggunkan alasan ilmiah “hasil penelitian”, yang segera dibantah oleh penelitian lain sebagai hasil yang keliru. Hal ini berarti bahwa 36 cendekiawan “Freedom Institute” telah mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan ekonomi absurd yang tak henti-hentinya menguasai ekonomi Indonesia. Inilah kolonialisme dengan baju baru, yang justru diwakili oleh cendekiawan bangsa. Cendekiawan ini telah terasing dari bangsanya sendiri. 

Kondisi ekonomi dan poliltik kini khsusunya Asia dan Afrika dikuasai oleh paham “Corporatocracy”, paham penguasaan dunia melalui kegiatan-kegiatan korporat (usaha-usaha korporat). Dr. Ruslan Abdulgani Sekjen Konfrensi Asia Afrika (AA) waktu itu mempertanyakan peringatan 50 tahun Konfrensi AA, lantaran tidak terlalu banyak sanggup berharap untuk memperbarui dan meningkatkan solidaritas negara-negara AA. Oleh lantaran kepentingan mereka sudah menjadi sangat berbeda-beda dan kekuatan negara kapitalis neoliberal sangat kuat, sedang negara AA hampir semua terjebak utang luar negeri yang “tidak sanggup dilunasi”. 

Tebitnya buku “Confessions of an Economic Hit Man” (Penggakuan dosa seorang penembak ekonomi) yang ditulis John Parkins, dalam isi buku tersebut “agar negara-negara kaya sumber daya alam menyerupai Indonesdia diberi hutang sebanyak-banyaknya, hingga negara itu tidak sanggup membayar utangnya. Negara pertama yang dijerat ekonominya masuk “Global empire” Amerika yaitu Indonesia, pada awal pemerintahan ORBA 1971. Bahaya neokolonialisme ini tidak diwaspadai bahkan dianggap sebagai “penyelamat” ekonomi kita dari kemiskinan. 

Tanda-tanda neokolonialisme di Indonesia amat jelas, muncul ketika ORBA runtuh diganti Orde Reformasi yang berkembang tidak terkendali. Dalam konstitusi terlihat terang ketika pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 diangap perlu untuk diganti lantaran berbau sosialisme, pada hal paham ini telah gulung tikar dengan kemenangan kolonialisme yang dipimpin Amerika. Asas ekonomi kekluargaan yang jelas-jelas merupakan ideologl nasional diancam digusur dengan menggantikan asas pasar. Meskipun MPR memutuskan mempertahankan asas kekluargaan, namun kemudian Mahkamah Konstitusi telah berhasil mengobrak abrik lagi Undang-Undang Dasar 1945 dengan Amandemennya dan bersemangat menghapus asas kekluargaan. 

Peringatan 50 tahun Konfrensi Asia Afrika (KAA) sangat memilukan lantaran segala ancaman kolonialisme waktu itu , dianggap musuh telah “berbaju baru”. Cendekiawan dan Pengusaha ketika ini mendukung paham neokolonialisme dan liberalisme, dengan keserakahannya yang tidak berubah tanpa disadari intelektual kita tidak membantu menyejahterakan rakyat kecil, tetapi justru menyengsarakannya (Mubyarto, Kedaulatan Rakyat, 20 April 2005: 1 dan 20). 

Semangat gres dalam membrantas neokolonialisme khusunya di bidang ekonomi dan perdagangan harus degelorakan bagi penerima KAA meskipun mempunyai kepentingan berbeda, tetapi dengan semangat untuk maju bersama dan membangunan “networking” yang kuat antar negara penerima KAA. 

Indonesia sebagai tuan rumah sanggup mengambil laba atas berlangsung KAA tersebut dengan mengusung acara kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan dengan negara maju dan penerima konfrensi. Komoditas-komoditas unggulan menyerupai Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), tembaga, aluminium, batubara, semen, kertas, produkuk kimia, dan produk binatang sanggup dijadikan unggulan untuk masuk dalam perdagangan Asia dan Afrika. Di masa dapan ekspor komoditas tersebut seharusnya berkembang tidak hanya pasar tradisional ekspor ke AS tetapi menyebar ke pasar potensial menyerupai Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Taiwan. Apalagi mulai tahun ini untuk pasar AS, komoditas TPT dudah dihapuskan kuota perdagangannya, sehingga komoditas TPT Indonesia jika hanya mengandalkan pasar AS akan semakin berat untuk diaraih. 

Kemandegan investasi infrastruktur di Indonesia selama ini terjadi dan sangat mengganggu sektort riil kita, akan sanggup dipecahkan jika KAA sanggup dijadikan sarana menjual potensi investasi kepada negara investor contohnya Jepang, Arab Saudi, China. Beberapa Sektor ekonomi khususnya untuk pelayanan publik yaitu energi dan transpotasi sanggup ditawarkan kepada negara-negara potensial lainnya dalam pertemuan tersebut. 

Pemerintah sanggup mendorong kiprah swasta lebih tinggi dengan mengajak mereka masuk dalam kegiatan KAA untuk eksklusif melaksanakan perundingan bisnis dengan beberapa negara Asia dan Afrika poensial. Namun demikian pemerintah tidak hanya mengatakan kesempatan kepada perusahaan swasta besar, tetapi juga memberi kesempatan bagi Usaha Mikro Kecil Mengah (UMKM). UMKM harus dirangkul dan dibantu untuk sanggup menjual produk-produknya ke negara-negara tersebut. Segmen pasar yang berbeda dan saling melengkapi antara pedangan besar, menengah dan kecil akan menjadi potensi perdagangan yang ada sanggup dijalan semakin luas dan besar. 

Pemerintah juga harus mulai memperhatikan dan menghentikan proses deindustrialisasi yang muncul di negara ini. Majunya perdangangan seharusnya sanggup menjadi ujung tombak majunya industri-industri unggulan, bukan sebaliknya. Melalui perdagangan yang maju akan meningkatkan undangan terhadap produk, yang kesannya akan mendorong peneingkatan volume produksi dan peresapan tenaga kerja. Jangan hingga terjadi perdagangan yang maju hanya memunculkan pedagang-pedagang sebagai penjual produk import, sedang industri dalam negeri justru mati lantaran produkny kalah bersaing dengan produk import tersebut. 

Grand design penataan industri Indonesia harus segera dipikirkan, dirumuskann dan diimplementasikan oleh pemerintah untuk menyelamatkan industri kita. Indostri unggulan yang didukung dari hulu ke hilir harus diprioritaskan supaya kemandirian dan daya saing yang kuat sanggup tercipta. Melalui 50 tahun KAA tersebut, susukan perjanjian kerjasama antar negara Asia Afrika semakin terbuka dan sanggup dimanfaatkan setiap negara penerima untuk saling membangun network yang saling menguntungkan. Bagi Indonesia yang lebih penting dari kesuksesan penyelenggaraan 50 th. KAA yakni realisasi peningkatan ekonomi perdagangan setelah KAA berakhir harus sanggup dirasakan oleh semua Stake holder negara kita. Keberhasilan ini bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok saja yang mengatasnamakan wakil Indonesia (Nur Feriyanto, Kedaulatan Rakyat, 23 April 2005: 1 dan 20). 

Ketahanan di bidang ekonomi sanggup ditingkatkan melalui pembangunan nasional yang berhasil, namun tidak sanggup dilupakan faktor-faktor non teknis sanggup mempengaruhi, lantaran saling terkait dan berhubungan, contohnya stabilitas ekonomi. Kaprikornus faktor-faktor yang terkait dengan faktor-faktor non teknis harus diperhatikan. 

Dengan demikian ketahanan ekonomi diharapkan bisa memelihara stabilitas ekomomi melalui keberhasilan pembangunan, sehinga menghasilkan kemandirian perekonomian nasional dengan daya saing yang tinggi. 

4. Aspek Sosial Budaya 
Ketahan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik budaya bangsa yang berisi keuletan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG baik yang tiba dari dalam dan luar yang eksklusif dan tidak eksklusif membahayakan kelangsungan hidup sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945. 

Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi sosial budaya insan yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kehidupan sosial budaya insan dan masyarakat Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera, dalam kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya absurd yang tidak sesuai budaya nasional. Esensi ketahan budaya yakni pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya, dengan demikian ketahanan budaya merupakan pengembangan sosial budaya dimana setiap warga masyarakat sanggup mengembangkan kemampuan pribadi dengansegenap potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sumarsono, 2000: 124). Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan perilaku dan tingkah laris bangsa dan akan mengatakan landasan, semangat, jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa Indonesia. 

Dalam negara berkembang, ada fenomena perubahan sosial yang disebabkan adanya faktor-faktor fisik geografis, bioleogis, teknologis dan kultural, terutama faktor teknologis kultural memegang peranan penting untuk perubahan sosial. 

Dari faktor di atas yang memegang peranan penting yakni faktor teknologi dan kebudayaan. Hal ini disebabkan lantaran perubahan di bidang teknologi dan kebudayaan berjalan sangat cepat. Perlu diketahui bahwa perubahan sosial budaya disebabkn oleh fator yang datangnya dari luar dan dari dalam, dan faktor dari luar biasanya jauh lebih dominan. Oleh lantaran itu faktor dari luar perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk sanggup memahami perubahan sosial perlu dipelajari bagaimana perubahan itu diterima oleh masyarakat. Apabila hal ini dihungkan dengan ketahan sosial budaya, maka efek budaya menyerupai budaya konsumtif, hedonisme, pornografi, sex bebas, kejahatan dunia maya, sendikat narkoba sanggup membahayakan kelangsungan hidup dalam bidang budaya nasional. 

Disadari atau tidak efek budaya luar niscaya sulit ditolak, namun hal yang perlu diwaspadai yakni efek dampak negatif yang mungkin akan terjadi yang sanggup membahayakan kepribadian bangsa. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak luar sengaja mengembangkan pengaruhnya melalui sarana teknologi kominikasi yang akan menguntungkan bagi negaranya. Terhadap efek semacam ini bangsa Indonesia harus waspada dan mempunyai daya tahan untuk menanggulanginya. 

Dengan demikian dilema yang harus dipecahkan yakni bagaimana caranya mengarahkan perubahan sosial, mengingat bahwa efek kebudayaan absurd tidak sanggup dicegah sehingga tidak merusak kehidupan masyarakat dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengenai perubahan sosial Lukman Sutrisno peranah mengatakan adanya Sosial Enggenering yaitu konsep mesin sosial yang sangat mempunyai kegunaan untuk meminimalisasi akhir terjadinya perubahan sosial. Oleh lantaran perubahan sosial niscaya terjadi menyerupai akhir adanya globalisasi, pasar bebas, modernisasi, revolusi transpotasi, revolusi komunikasi. 

Dalam usaha meningkatkan ketahanan sosial budaya perlu disosialisasikan pengembangan budaya lokal, mengembangkan kehidupan beragama yang serasi, meningkatkan pendidikan kepramukaan yang mengasihi budaya nusantara, dan menolak budaya absurd yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. 

Mengenai budaya yang harus dipertahanakan yakni menjaga harmoni dalam kehidupan sebagai nilai esensi manusia; menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, sesaman insan (masyarakat), Tuhan dan keseimbangan lahir, batin (fisik dn mental spiritual). 

Faktor di atas bila dihubungkan dengan ketahan budaya; efek budaya luar yang negatif sanggup membahayakan kelangsungan hidup budaya nasional. Untuk mencegahnya dibutuhkan “filter” dimana unsur-unsur tradisi bangsa, pendidikan nasional, kepribadian nasional, memegang peranan penting dalam menepis ancaman tersebut. 

Dalam pembangunan di bidang ekonomi faktor non hemat sanggup mempercepat pembangunan yang harus dikembangkan. Menurut para andal faktor non hemat itu mencakup: demografis, struktur masyarakat, dan mental. Pembahasan sosial-budaya secara sempit, maka faktor yang relevan yakni struktur masyarakat dan mental. Masyarakat Indonesia sanggup dibagi baik secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal sanggup menghasilkan golongan sosial menyerupai golongan tani, buruh dan pegawai, sedang secara horisontal disebut stratifikasi sosial yang menghasilkan lapisan bawah (pedesaan), menengah dan tinggi. Pada masyarakat Eropa Barat ketika terjadi “revolusi lndustri”, yang diawali dengan “revolusi hijau” peranan kelas menengah sangat mayoritas untuk melaksanakan modernisasi sehingga menghasilkan masyarakat Eropa yang maju. 

Faktor mental bangsa sangat menghipnotis keberhasilan pembangunan. Menurut Koentjaraningrat, ciri mental insan Indonesia sanggup dibagi dalam 3 golongan, yaitu: 
  • Ciri mental Asli (ciri mental petani) 
  • Ciri mental yang berkembang semenjak zaman penjajahan ( cirri mental priyayi) 
  • Ciri mental yang berkembang semenjak Perang Dunia II 
Menurut sarjana tersebut mentalitas bangsa Indonesia belum mempunyai mentalitas yang cocok untuk pembangunan. Oleh lantaran itu tiga ciri mentalitas di atas harus ditinggalkan dan diganti ciri mental gres yang dikemukakan oleh J. Tinbergen. Bangsa yang ingin maju harus mempunyai sifat-sifat: 
  1. Menaruh perhatian besar dan menilai tinggi benda materi 
  2. Menilai tinggi tekonologi dan berusaha untuk menguasainya 
  3. Berorientasi ke masa depan yang lebih cerah 
  4. Berani mengambil resiko 
  5. Mempunyai jiwa yang sabar dalam usaha 
  6. Mampu bekerjasama dengan sesamanya secara berdisiplin dan bertanggung jawab. 
Dengan memperhatikan kedua sarjana tersebut, maka sanggup disimpulkan jika bangsa Indonesia ingin maju maka ciri mental yang usang harus ditinggalkan dan diganti dengan cirri mental yang cocok namun tatap mempunyai kepribadian bangsa (Lemhanas, 1988: 101). 

Mengenai hakekat hidup ini Koetjaraningrat beropini bahwa nilai yang paling cocok dalam pembangunan yakni nilai yang memandang aktif terhadap hidup. Sedang mengenai hakekat karya ada yang bertujuan bahwa karya untuk hidup, karya untuk mencapai kehidupan, dan karya untuk menghasilkan karya lebih banyak lagi. Menurut Magnis Suseno (1978) bangsa Indonesia telah mempunyai etos kerja yang baik; kerja keras, efisien, mengembangkan prestasi, rajin, rapi, sederhana, jujur, mengunakan rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, bersedia melaksanakan perubahan, sanggup melaksanakan setiap kesempatan, bekerja mandiri, percaya pada kekuatan sendiri mau bekerjasama yang saling menguntungkan. Namun etos kerja di atas hanya dimiliki oleh kalangan elit saja. Kurang berkembangnya potensi yang sesuai dengan mental pembangunan yang bermuara pada etos kerja itu dikarenakan perkejaan mereka belum mendapatkan imbalan yang sepantasnya, kurangnya penghargaan dan kesempatan untuk maju. Apabila insan dihargai semestinya, mereka akan bekerja dengan rajin, teliti, setia dan inovatif. 

Dalam usaha mengadakan perombakan mental bangsa, pendidikan memegang kiprah penting. Oleh lantaran fungsi pendidikan bersifat mengubah secara tertib ke arah tujuan yang dikehendaki. Mendidik dalam arti luas yakni mendewasakan insan supaya sanggup berpartisipasi penuh dan mengembangkan bakatnya menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan jaman. Oleh lantaran itu dibutuhkan sistem pendidikan yang mempu membawa masyarakat ketujuan nasionalnya. 

Menurut Ahmad Syafii Maarif Guru Besar Filsafat Sejarah UNY (2004), Pendidikan yang dibutuhkan bangsa Indonesia yakni Peningkatan moralitas bangsa. Hal ini diungkapkan lantaran Indonesia mengalami tragedi krisis moral dalam bidang ekonomi yang mengancam kepentingan hidup orang banyak. Krisis ini semakin dahsyat tidak hanya akhir depresi ekonomi. Wabah korupsi yang sudah demikian kronis akan berakibat kehancuran dan kebangkrutan negara. Dengan demikian harus sesegera mungkin mengingatkan dan menyadarkan para pejabat dari budaya korup. Akibat dari krisis moral yakni budaya rakus, mereka akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk mengikuti nafsu hewani, demi tujua yang diinginkan. 

Dalam usaha untuk mengatasinya budaya KKN dibutuhkan kesabaran yang tinggi, tanpa kesabaran mustahil ada penyembuhan. Kombinasi tiga unsure yaitu; Ilmu, amal dan sabar, hal inilah yang sanggup menghapus sifat manusia. Tugas untuk pencerahan dan pencerdasan moral yakni tanggung jawab Depdikbud, Depag, elit politik, dan setipa WNI lantaran pendidikan yang eksklusif ditatap, diserap, ditiru dan selanjutnya kita dihentikan mengalah pada kepengapan dan keboborokan (A Syafii Maarif, 2004: 3). 

Pembaruan di bidang pendidikan di dasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk insan pembangunan yang ber-pancasila dan untuk membentuk insan Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Dalam hal ini perlu dikembangkan sistem pendidikan yang cocok untuk keperluan pembangunan; sistem pendidikan yang dimaksudkan harus sanggup menghasilkan tenaga pembangunan yang trampil, menguasai IPTEKS, sekaligus memilki pandangan hidup berdasarkan Pancasila serta kuat jasmani dan rohani. 

Dalam era reformasi bangsa kita kurang memperhatikan ketahanan di bidang sosial budaya, hal ini sanggup dilihat adanya penafsiran keliru terhadap kebebasan yang justru menjadikan konflik berbau SARA yang dahulu dikritik oleh ORBA dan LSM. 

Dalam ketahanan di bidang budaya harus diingat bahwa demokrasi harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya di bidang politik saja, melainkan bidang ekonomi, budaya dan agama. Oleh lantaran itu sudah saatnya kalangan intelektual kampus mengembangkan ketahanan nasional bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan, sekelompok penguasa, namun untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan seluruh bangsa supaya sanggup hidup kondusif dan tenang yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. 

5. Aspek Pertahanan dan Keamanan 
a. Pegertian 
Ketahanan Pertahanan dan Keamanan diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan pertahan dan keamanan bangsa Indonesia berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG yang tiba dari luar dan dalam, yang eksklusif dan tidak eksklusif membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945. 

Ujud ketahanan dibidang keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa Indonesia yang dilandasi bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahanankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman (Sumarsono, 2000: 125). 

Dengan demikian ketahanan di bidang keamanan yakni keuletan dan ketangguhan bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela negara atau suatu usaha rakyat semesta; dimana seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUD-HANKAM disusun, dikerahkan secara terpimpin, terintegrasi, terkoordinasi, untuk menjamin penyelenggaraan Sistem Ketahanan Nasional, menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945 yang ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 
  1. Bangsa Indonesia cinta tenang tetapi lebih cinta kemerdekaan, perang merupakan pilihan terakhir untuk mempertahankan NKRI dan integrasi nasional. 
  2. Pertahanan Keamanan dilandasi landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional Undang-Undang Dasar l945, landasan visional Wawasan Nusantara. Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban bangsa Indonesia untuk mewujudkannya. 
  3. Pertahanan keamanan negara merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional. Setiap WNI wajib ikut bela negara, dilakukan dengan kesadaran dan tanggungjawab rela berkorban, mengabdi kepada bangsa-negara, pantang menyerah.Upaya pertahanan dan keamanan negara yang melibatkan kekuatan nasional dirumuskan dalam iktikad pertahanan dan keamanan NKRI. 
  4. Pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan Sishankamnas (Sishankamrata). Hal ini bersifat total, kerakyatan, kewilayahan. Pendayagunaan dalam mengelola Pertahanan dan Keamanan dilakukan secara optimal, terkoordinasi untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara dalam keseimbangan, keserasian, antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan. 
  5. Segenap kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta, diorganisasikan ke dalam Tentara Nasional Indonesia dan Polri. Pembangunan APRI yang jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional. Perannya tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia dan keutuhan NKRI (Sumarsono, 2000: 127). 
b. Postur Kekuatan Pertahanan dan Keamanan 
Postur kekuatan Hankam meliputi struktur kekuatan, tingkat kemampuan dan gelar kekuatan. Dalam membangun kekuatan Hankam terdapat empat pendekatan yaitu pendekatan ancaman, misi, kewilayahan dan politik. Pada konteks ini perlu ada pembagian kiprah dan fungsi yang terang antara kasus keamanan dan pertahanan. Pertahanan diserahkan kepada TNI, sedang keamanan dalam negeri diserahkan kepada POLRI. Tentara Nasional Indonesia sanggup dilibatkan untuk menangani kasus dalam negeri jika POLRI tidak bisa lantaran eskalasi ancaman yang meningkat ke keadaan darurat. 

Pembangunan kekuatan Hankam harus mengacu kepada konsep Wawasan Nusantara, dimana Hankam diarahkan untuk seluruh wilyah RI disamping kekuatan Hankm harus bisa mengatisipasi prediksi ancaman dari luar sejalan dengan kemajuan IPTEK militer, yang menghasilkan daya gempur jarak jauh. Hakekat ancaman, rumusan hakekat ancaman akan menghipnotis kebijakan dan stategi kekuatan Hankam. Kesalahan dalam merumuskan hakekat ancaman akan menjadikan postur kekuatan tidak efektif dalam menghadapi gejolak dalam negeri. Dalam merumuskan hakekat ancaman perlu pertimbangan konstelasi geografi dan kemajuan IPTEK. Musuh (ancaman) yang tiba dari luar akan menggunakan sarana laut, udara, lantaran Indonesia merupakan negara kepulauan. Oleh lantaran itu perlu adanya pembangunan Hankam secara proporsional dan seimbang antara AD, AL, dan AU serta keamanan POLRI. Pesatnya kemajuan IPTEK perlu diantisipasi dan diwaspadai serangan eksklusif lewat udara oleh kekautan absurd yang mempunyai kepentingan terhadap Indonesia. Sebagai referensi isu-isu yang akan dilakukan Australia akan membangun pangkalan peluncuran satelit di Pulau Chrismas sebelah selatan Pulau Jawa yang berjarak kurang 500 km, hal ini merupakan serangan potensial untuk meluncurkn rudal jarak menenggah menghancurkan kota Jakarta. 

C. Gejolak Dalam Negeri 
Dalam masa globalisasi ketika ini kondisi dalam negeri yang kacau sanggup mengundang campur tngan asing. Intervensi pihak absurd sanggup berdalih untuk menegakkan nilai-nilai HAM, demokratisasi, Penegakaan Hukum, dan Lingkunggan Hidup, namun semuanya itu dilakukan untuk kepentingan nasional mereka. Situasi kacau sanggup terjadi jika unsur utama kekuatan Hankam dan kompunen bangsa tidak bisa mengatasi permasalahan dalam negeri. Oleh lantaran itu perlu diwaspadai hubungan antara kekuatan dalam negeri dan kemungkinan intervensi absurd (Sumarsono, 2000: 129). 

Dalam era kini telah terjadi pergeseran geopolitik ke arah geoekonomi, hal ini akan terjadi perubahan dalam penerapan kebijaksanaan dan seni administrasi negara dalam mewujudkan kepentingan nasional. Penerapan secara gres dalam penerapan kebijakan akan meningkatkan eskalasi konflik regional dan konflik dalam negeri yang akan mendorong keterlibatan super power di dalamnya. Oleh lantaran itu perlu membangun postur kekuatan Hankam yang mempunyai profesionalisme untuk melaksanakan: 1) Kegiatan biro diam-diam strategis dalam semua aspek kehidupan nasional. 2) Melaksanakan pertahanan udara, darat dan laut. 3) Memelihara dan menegakkan keamanan dalam negeri, 4) Membina potensi kekuatan wilayah dalam semua aspek kehidupan untuk meningkatkan TANNAS. 5) Memelihara stabilititas nasional menyeluruh dan berlanjut. 

Dalam usaha untuk melindungi diri sendiri dari ancaman luar dan dalam dengan anggaran sangat terbatas maka perlu dikembangkan kekuatan Hankam yang meliputi: 1) Perlawanan bersenjata terdiri dari bala nyata merupakan kekuatan Tentara Nasional Indonesia yang selalu siap dan dibina sebagai kekuatan cadangan dan bala potensial yang terdiri atas POLRI dan RATIH sebagai fungsi WANRA. 2) Perlawanan tidak bersenjata yang terdiri dari RATIH dengan fungsi TIBUM, LINRA, KAMRA, dan LINMAS. 3) Kompunen pendukung perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sesuai dengan bidang potensinya dengan pemanfaatan semua sumber daya nasional, sarana dan prasaran serta pertolongan masyarakat terhadap perang dan tragedi lainnya. Dengan demikianketahan Pertahanan dan keamnan yang diinginkan yakni kondisi daya tangkal bangsa dilandasi kesadaran bela negara oleh seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan ketahanan yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, mengamankan kedaulatan negara, menangkal segala bentuk ancaman. 

F. KAPITA SELEKTA KEMANAN DALAM NEGERI 
Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum menyerupai diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga menyerupai diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “ Tahun-tahun ini kita dirisaukan oleh info perihal rapuhnya batas-batas wilayah NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Austsralia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas, nelayan-nelayan absurd yang mencuri ikan hinggga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu memperlihatkan betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4). 

Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan absurd yang meledak terbakar ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal absurd mencuri ikan di wilayah RI ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, supaya jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian tenang di laut, maka pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain akan merosot. 

Potensi desharmoni dengan negara tetangga yakni kasus perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh lantaran itu perlu penegasan batas wilayah supaya saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang serasi yakni kebutuhan hidup bertetanngga dengan bangsa lain. 

Kondisi disepanjang perbatasan Kalimantan dengan kehidupan seberang perbatasan yang lebih makmur sanggup mengurangi pujian warga di perbatasan pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan mendapatkan dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga sanggup merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit lebih berorientasi ke Filipina Selatan akan melemahkan semangat kebangsaan warganya. 

Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk “Kementriaan Perbatasan” yang mengelola kehidupan masyarakat perbatasan supaya lebih makmur dan mendapat kemudahan supaya sanggup mengakses ke kawasan lain di wilayah NKRI. Wilyan NKRI perlu dijaga dengan penegasan secara defakto dengan menghadirkan penguasa local menyerupai lurah, camat menyerupai polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara. Meskipun mempunyai ribuan pulau tetapi dihentikan meremehkan keberadaan salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga seluruh bangsa ini. 

Masalah keamanan dalam negeri yang cukup pelik yakni menangani Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tidak kunjung selesai lantaran perbedaan pandangan menyerupai yang kami kutip dalam kalimat ini: “Persoalan yang menjadi kasus yakni terminologi self government yang berbeda. Bagi Bangsa Indonesia self government yakni otonomi khusus yang cukup luas, tetapi bagi GAM yakni state. Stete yang dimaksudkan yakni provinsi dengan kewenangan luas, termasuk lagu kebangsaan, bendera, mempunyai kewenangan pendidikan, pelabuhan, pariwisata, anggota dewan perwakilan rakyat asal aceh yang mempunyai veto kasus Aceh” (Kompas, Minggu 17 April 2005). 

Proposal ini cukup berat, sehingga semenjak awal Menkoinfo yang ikut aktif berunding menyatakan ada proposal GAM yang eksklusif disetujui dan ada yang perlu dirubah dan ada yang tidak bisa diterima lantaran menyentuh konstitusi negara. Babak pembicraan mengenai self government inilah yang menjadi fokus pembicaraan maraton antara delegasi RI dengan delagasi GAM di Helsinki. Belajar mengenai perundingan di antara dua delegasi yang berunding memang harus bekerja keras, saling memperlihatkan good faith dan mendekatkan proposal masing-masing supaya mendapatkan titik temu, sehingga tercipta perdamaian awet di bumi Aceh. 

Kasus Ambalat; Bermula dengan lepasnya Timor Timur 1999, kemudian kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus Sipadan dan Ligitan , 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat menciptakan rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang kaya minyak ke tangan Malaysia. (Kompas, Kontruksi bangunan teritorial kita silihat dari kepentingan nasional begitu rapauh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi nama Wilayah ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4). 

Menurut Prof. Azmi Hasan, andal seni administrasi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak mencurigai lagi kesahihan kepemilikan atas klaim ND6 dan ND7 sebagai potongan meilikinya atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melaksanakan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya Prof. Azmi menciptakan kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa Tentara Nasional Indonesia tidak berada dalam keadaan optimal akhir embargo militer AS semenjak beberapa tahun yang lalu. Sebagai referensi hanya 40% Jet tempur yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia AU sanggup digunakan, lantaran ketiadaan sparepart untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu kelengkapan persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pendek kata bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer Tentara Nasional Indonesia juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para andal seni administrasi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam memilih perilaku terhadap sengketa di wilayah Ambalat (Rusman Gazali, 2005: 4). 

F. KEBERHASILAN KETAHANAN NASIONAL 
Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan Ketahanan nasional yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional yakni kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi Pancasila, Undang-Undang Dasar l945, dan landasan visional Wawasan Nusantara. Dalam mewujudkan ketahanan nasional dibutuhkan kesadaran setiap warga Indonesia yaitu: 
  1. Memiliki semangat usaha non fisik berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal mengalah yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ATHG baik yang tiba dari luar dan dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungagn hidup bangsa dan negara serta usaha mencapai tujuan nasional. 
  2. Sadar dan peduli terhadap efek yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam, sehingga setiap WNI baik individu maupun kelompok sanggup mengeliminir efek tersebut. Oleh lantaran bangsa Indonesia cinta tenang tetapi lebih cinta kemerdekaan. Hal tersebut tercermin dalam kesadaran bela negara dan cinta tanah air. 
Apabila setiap WNI mempunyai semangat juang, sadar dan peduli terhadap pemngaruh yang timbul dalam masyarakat berbangsa dan bernegara serta mengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut maka akan tercermin keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia. Untuk mewujudkan Ketahanan Nasional dibutuhkan suatu kebijakan umum dan pengambil kebijakan yang disebut Polstranas (Sumarsono, 2000: 133) 

G. KEDUDUKAN DAN FUNGSI KONSEPSI KETAHANAN NASIONAL
l. Kedudukan Ketahanan Nasional
Konsepsi Ketahanan Nasional merupakan suatu fatwa yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan nasional yang ingin diwujudkan. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional merupakan landasan konseptual yang didasari oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945 sebagai landasan ideal dan konstitusional. 

2. Fungsi Ketahanan Nasional 
Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan penggunaannya berfungsi sebagai Doktrin Dasar Nasional atau sebagai Metode Pembinaan Kehidupan Nasional dan sebagai pola dasar Pembangunan Nasional antara lain: 
  • Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai iktikad dasar nasional perlu dipahami untuk memimpin tetap terjadinya pola pikir, pola perilaku pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa, baik yang bersifat inter regional (wilayah) inter sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini dibutuhkan supaya tidak ada cara berpikir yang terkotak-kotak. Salah satu alasan yang lain yakni apabila terjadi penyimpangan maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan sarana yang berpotensi menjadi hambatan. Hal ini apabila dibiarkan akan sanggup mengakibatkan penyimpngan dalam mencapai tujuan nasional. 
  • Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsi sebagai pola dasar pembangunan, pada hakekatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional di segala bidang secara terpadu dan dilakukan sesuai rencana program. 
  • Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai metode pelatihan kehidupan nasional pada hakekatnya merupakan suatu mertode integral yang meliputi seluruh aspek yang terdiri dari aspek alamiah (Sikaya Mampu) dan aspek sosial (IPOLEKSOSBUD-HANKAM) (Endang Zelani Sukaya, 2000: 74-75) 
H. HAKEKAT KETAHANAN NASIONAL
Pada hakekatnya Ketahanan Nasional yakni kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Penyelenggaraan Ketahanan Nasional dilakukan melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan; 
  1. Kesejahteraan dipakai untuk mewujudkan Ketahanan yang berbentuk kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata, baik rohaniah dan jasmaniah. 
  2. Keamanan yakni kemampuan dalam melindungi keberadaan bangsa, serta melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam maupun dari luar. 
  3. Kedua Pendekatan keamanan dan kesejateraan telah dipakai bersama-sama. Pendekatan mana yang ditekankan tergantung pada kondisi dan situasi nasional dan internasional. Penyelenggaraan kesejahteraan memerlukan tingkat keamanan tertentu, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian penilaian penyelenggaraan Ketahanan Nasional sekaligus mengatakan gambaran perihal tingkat kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa. 
  4. Konsep Ketahanan dikembangkan berdasarkan konsep Wawasan Nusantara sehingga konsep Ketahanan Nasional sanggup dipahami dengan baik apabila telah memhami Wawasan Nusantara. Dengan mempunyai konsep Ketahanan Nasional, maka keluaran yang hendak dicapai adalah: 
  • Dari segi ideologi bisa menetralisir efek ideologi yang tiba dari luar. 
  • Dari segi politik bisa memjabarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945, sehingga mewujudkan sistem politik yang bisa menetralisir efek negatif dari efek lingkungan strategis yang dihadapi. 
  • Dari segi ekonomi bisa mewujudkan segi ekonomi yang tidak gampang goyah oleh perkembangan-perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi. 
  • Dari segi sosial budaya, bisa mewujudkan sosial budaya yang tidak gampang terpengaruh budaya negatif yang tiba dari luar. 
  • Dari segi Pertahanan, keamanan bisa mewujudkan kekuatan pangkal dan penyangga, sehingga bisa mecegah keinginan pihak lain yang secara fisik berusasha menggganggu integrasi nasional bangsa Indonesia. 
  • Dengan demikian diharapkan kekuatan nasional bisa melaksanakan tindakan-tindakan represip terhadap gangguan-gangguan yang terjadi. 
DAFTAR PUSTAKA 
  • Abun Sanda, 2005. “29 Tahun Konflik Aceh , Mengapa Tidak Naik Perahu yang sama?”, Kompas Minggu, 17 April 2005. 
  • Ahmad Syafii Maarif, 2004. “Pendidikan dan Peningkatan Moralitas Bangsa”, Pewara Dinamika, Volume 6, No. 2, September 2004. 
  • Endang Z. Sukaya, dkk. 2000, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Paradigma Yogyakarta. 
  • Hans J. Morgenthau, 1990, Politik Antar Bangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 
  • Lemhanas, 1995. Kewiraan Untuk Mahasiswa, Dirjen Dikti Depdikbud dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 
  • Meriam Budihrdjo, l988, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta. 
  • Mubyarto, 2005. “Nasionalisme di Asia-Afrika”, Kedaultan Rakyat, 20 April 2005. 
  • Noor Fitrihana, “Mengejar Mutu Pendidikan Bisakah Murah” Pendidikan Moralitas Bangsa, Pewara Dinamika UNY, Volume 6, No. 2, September 2004. 
  • Nur Feriyanto, 2005. “Romantisme KAA”, Kedaulatan Rakyat, 23 April 2005. 
  • Seno, Frnas Magnis. 1978. 1978. Menuju Etos yang Bagaimana ?. Majalah Prisma, Edisi III Desember 1979, Tahun Ke VIII. 
  • Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel