Peran Dan Perilaku Islam Terhadap Perkembangan Iptek
Friday, May 8, 2020
Edit
Peran Islam terhadap Perkembangan IPTEK
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif alasannya yaitu merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu insan di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya sesudah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian gres dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal permintaan sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi sanggup dipakai untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, contohnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga bisa membunuh insan dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning binatang rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning berjulukan Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada insan (human cloning). Lingkungan hidup ibarat laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian flora pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melaksanakan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Peradaban Barat moderen dan postmodern ketika ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun alasannya yaitu kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Di sinilah, tugas agama sebagai pemikiran hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan biar kita memperoleh imbas iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi imbas negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam sanggup berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan tugas Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu era terakhir ini, mencegangkan banyak orang di aneka macam penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut menciptakan banyak orang kemudian mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi perilaku kritis terhadap segala imbas negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada jadinya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak insan baik di Barat maupun di Timur.
Pengertian Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Ushul Fikih
Negara-negara yang berpenduduk lebih banyak didominasi Muslim, ketika ini pada umumnya yaitu negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih udik dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim..
Paradigma Hubungan Agama-Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) yaitu pengetahuan wacana tanda-tanda alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan insan sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, yaitu hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan membuatkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, yaitu agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur korelasi insan dengan Penciptanya (dengan aqidah dan hukum ibadah), korelasi insan dengan dirinya sendiri (dengan hukum akhlak, makanan, dan pakaian), dan korelasi insan dengan insan lainnya (dengan hukum mu’amalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).
Bagaimana korelasi agama dan iptek? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari korelasi keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek yaitu terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi kiprahnya dalam korelasi pribadi insan dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, alasannya yaitu agama menurutnya menciptakan orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan:
“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.”
(Agama yaitu keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama yaitu candu bagi rakyat) (Lihat Karl Marx, Contribution to The Critique of Hegel’s Philosophy of Right, termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000: 165-166).
Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah tugas pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin ketika ini. Bukan paradigma sekuler ibarat yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam perilaku membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan mendasar dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada ketika ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya yaitu konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan dihentikan bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).
Penyikapan Terhadap Perkembangan IPTEK
Setiap insan diberikan hidayah dari Allah swt berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut yaitu (1) indera, untuk menangkap kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup insan secara probadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional yang bisa membuatkan kemampuan tiga jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi, (4) imajinasi, daya khayal yang bisa menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani, suatu kemampuan insan untuk sanggup menangkap kebenaran tingkah laku insan sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya insan dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim sanggup dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu biar sanggup menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam intinya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab intinya ilmu pengetahuan yang dikembangkan insan merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK berdasarkan Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam yaitu bentuk-bentuk IPTEK yang bisa mengantarkan insan meningkatkan derajat spiritialitas, martabat insan secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa insan ketingkat yang lebih rendah martabatnya.
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami yaitu memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat insan dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah swt. Kebenaran IPTEK berdasarkan Islam yaitu sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat apabila;
- Mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya,
- Dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik),
- Dapat memperlihatkan pemikiran bagi sesama,
- Dapat menuntaskan duduk kasus umat.
SUMBER-SUMBER ARTIKEL;
- Agus, Bustanudin. 1999. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial : Studi Banding Antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
- An-Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Hizbut Tahrir.
- Suriasumantri, Jujun S.1986. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta : PT Gramedia
- Arsyad, M. Natsir. 1992. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah : Dari Jabir Hingga Abdus Salam. Bandung : Penerbit Mizan.
- Bahreisj, Hossein. 1995. Menengok Kejayaan Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu
- Bakry, Nurchalis et.al. 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern. Jakarta : Gema Insani Press.