Pencerahan Musik Tradisi Dan Masa Depannya

Pencerahan Musik Tradisi dan Masa Depannya 

Abstrak

Kepunahan seni musik tradisi dalam masa transformasi budaya dari masyarakat agraris ke industrial terutama diakibatkan minimnya kesempatan dari genre ini untuk eksis menjadi bab yang tak terpisahkan dari masyarakat pendukungnya. Perkembangan kesenian sangat berkaitan dengan kuantitas dan kualitas dari penyelenggara pendidik seni di sekolah formal dari aneka macam jenjang pendidikan.

Pendahuluan

Seni merupakan kegiatan yang mengungkapkan segala fikiran dan perasaan insan wacana kehidupan di masa lampau, kini dan mendatang. Berbagai fakta memperlihatkan bahwa berdasarkan penemuan aneka macam karya seni di masa lampau, insan sanggup mempelajari perkembangan kebudayaaan suatu bangsa. Peran seni dalam kehidupan insan sanggup ditinjau dari aneka macam fungsinya di masyarakat, yang mencakup fungsi personal, sosial dan fisik (Fedelman E.B. 1976).

Dewasa ini ada semacam kerinduan wacana revitalisasi/pencerahan seni tradisi. Di aneka macam kota besar diselenggarakan festival, bahkan dengan menerima sumbangan dari forum internasional. Ada kecurigaan sementara bahwa booming ini hanya bersifat sementara /sesaat. Kita seolah tersadarkan dan menjadi terkagum-kagum bahwa begitu banyaknya seni musik tradisi yang ada di negeri ini.Ada tiga momentum yang melatarbelakangi fenomena booming seni musik tradisi kita :

• Diseminasi musik modern dan kontemporer yang mengambil idiom-idiom musik tradisi kita.
• Dibukanya Jurusan Ethnomusikologi di beberapa Sekolah Tinggi Seni di Indonesia.
• Meningkatnya promosi pariwisata yang menyertakan (mengeksploitasi) musik tradisi kita.

Kita sadari atau tidak, musik tradisi kita akan terus menerus menjadi sumber wangsit yang menarik bagi para komponis barat.Dan dengan superioritas mereka, hasil karya komposisi mereka itu akan menjadi materi kekaguman kita yang tidak ada habis-habisnya. Bagaimanapun sederhananya, musik tradisi kita mempunyai nilai-nilai simpel dan artistic yang membedakannya dengan musik barat yang telah menjadi sangat teoretis dan filosofis itu. Ungkapan ini tak ingin mengabaikan bahwa musik-musik tradisi kita juga sebagian besar mempunyai nilai-nilai estetis yang seringkali kita sebut sebagai adiluhung itu.

Penelitian demi penelitian terhadap musik-musik tradisi kita itu harus diarahkan pada suatu penemuan (invention) atas teori yang memang tidak pernah ada selama proses transmisi dilangsungkan secara lisan. Dengan mengandaikan para etnomusikologi kita harus mempunyai pengetahuan musikologi Barat secara memadai, biar bisa membuat analisis tekstual yang lebih ilmiah dengan terminology musik yang bisa diterima secara universal. Semangat revitalisasi kesenian tradisi kita pada umumnya yakni kebutuhan yang harus dipenuhi dalam promosi pariwisata yang terbukti bisa menyumbang akumulasi devisa negara secara signifikan. Biarpun secara terkantuk-kantuk alasannya pagelaran yang tidak biasa alasannya harus dilakukan di hotel berbintang dengan repertoar yang sama dan setiap hari diulang-ulang para seniman tradisi kita seolah tidak bisa berbuat lain selain mendapatkan job menyerupai itu. Sebuah rutinitas yang mematikan kreativitas dan daya hidup seni pertunjukkan tradisional kita.

Pada masa kini diakui bahwa kesenian tradisional dinilai belum sanggup dijadikan andalan hidup yang cukup layak untuk mencari nafkah. Selama ini diakui atau tidak, pertunjukkan kesenian tradisional itu hanya digelar pada program seremonial saja. Sedangkan gedung-gedung kesenian yang ada selama ini sangat jarang menggelar seni tradisi yang bisa menyedot publik. Promosi turisme yang kita agung-agungkan sebagai yang kuasa penyelamat seni tradisi kita harus kita akui, cenderung mengabaikan satu hal yakni peranan masyarakat pendukung seni musik yang ditampilkan dalam konteks promosi turisme.

Rasionalisasi dalam pengertian perombakan demi pemadatan bentuk seni musik tradisi mungkin bisa diterima, alasannya tuntutan perubahan jaman tidak memungkinkan, contohnya menonton pagelaran wayang golek semalam suntuk. Penolakan terhadap rasionalisasi semacam ini boleh dikatakan fanatisme yang berlebihan, terutama penolakan ditujukan tanpa mempertimbangkan fungsi dan audiensnya. 

Seni tradisi bukanlah benda mati. Seni tradisi secara kronologis selalu berubah untuk mencapai tahap mantap berdasarkan tata nilai hidup pada jamannya. Dengan demikian, seniman dituntut untuk selalu berakal menyesuaikan diri. Pelestarian seni tradisi tidak mempunyai keharusan untuk mempertahankan menyerupai semula. Perubahan sebagai isyarat tidak berarti merombak, melainkan membenahi salah satu atau beberapa bab yang dirasa tidak memenuhi selera masa kini.

Dengan demikian, yang perlu dilakukan dalam menghadapi masa transformasi budaya ini yakni keberanian untuk melaksanakan eksplorasi yang bersifat inventif, penemuan yang rasional, dan bukannya sekedar menawarkan seni musik tradisi kita tampil sebagai paket-paket wisata yang sesaat, melainkan perlu dicari bentuk-bentuk transmisi yang ideal demi pembentukan masyarakat pendukung seni musik tradisi, sehingga genre ini bisa berlangsung terus dan alhasil akan memperkaya budaya kita sendiri.

Musik Tradisi dalam Pendidikan

Dalam pendidikan multicultural menyerupai masyarakat kita, memasukkan seni musik tradisi di dalam kurikulum (muatan lokal) yakni suatu keharusan yang mendesak. Manfaat yang akan kita peroleh darinya yakni :

1. Memberikan pendidikan apresiasi
2. Membentuk masyarakat pendukung
3. Menjaga berlangsungnya proses transmisi
4. Menciptakan semacam filter dari imbas budaya popular
5. Membuka peluang terciptanya acara dan kreativitas yang original.

Pendidikan musik barat juga penting diberikan alasannya dari itu kita bisa memperoleh pengetahuan teoritis dan kemungkinan lebih luas wacana teknik eksplorasi dalam aneka macam eksperimen musical yang mungkin akan muncul kemudian. Karena itu pendidikan musik harus dianggap sebagai sebuah subyek mata pelajaran yang penting. Kita sanggup berguru dari Jepang, dimana semenjak pemerintahan Meiji (1859) hingga kini, pemerintah tetap konsisten memasukkan musik sebagai salah satu subyek yang terpenting dan bahkan menduduki urutan kelima di dalam pendidikan mereka. Walaupun demikian kebijakan pemerintah Jepang itu tidak dengan sendirinya ingin mencetak Jepang sebagai ke Barat-baratan (Westernized). Justru sebaliknya terbukti bahwa kehidupan musik di Jepang sanggup dikatakan sejajar dengan Barat, sementara musik tradisi Jepang sendiri justru menduduki kelasnya yang tersendiri di dalam masyarakatnya.

Pendek kata, pengajaran musik di sekolah-sekolah umum telah terbukti sangat signifikan dalam mendorong dan mengembagkan kecerdasan kognitif anak. Menggabungkan kedua genre musik Barat dan musik tradisi ke dalam kurikuum pendidikan kita niscaya akan membawa manfaat yang sangat besar. Oleh alasannya itu, pemahaman revitalisasi seni musik tradisi haruslah disertai dengan pemikiran jangka panjang yakni disertai pemikiran ke arah proses transmisi genre tersebut kepada generasi muda, sehingga eksistensi genre ini sekaligus sanggup terhindar dari kepunahan, di lain fihak prospek pengembangannya secara dinamis akan seiring sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita harapkan bersama.

Seni musik tradisi kita yang simpel dan artistic dikawinkan dengan tradisi musik barat yang lebih teoritis dan filosofis. Hal itu hanya mungkin melalui penelitian demi penelitian yang otentik dan mempunyai signifikansi dalam penemuan dan pengembangan teori serta estetika seni musik tradisi kita. Di lain fihak, membuat masyarakat pendukung yang kini sedang mengalami transformasi budaya hanya mungkin melalui pendidikan formal semenjak SD hingga SMU, bahkan jikalau mungkin hingga Perguruan Tinggi. Inilah keinginan dari segala macam upaya revitalisasi seni musik tradisi kita yang demikian banyak ragam jenisnya itu, dalam persfektif yang lebih menjangkau ke masa depan.

Referensi :

• Bramantyo, Triyono. “Makna dan Hakikat Karya Seni; Sebuah Tinjauan untuk Dasar-dasar Pendidikan Musik di Sekolah Umum,” dalam Jurnal Seni, BP_ISI Jogyakarta, Vol. IV/03, Januari 1999.
• Cooper, Martin. Judgement of Value; Selected Writing on Music, Dominic Cooper (ed.), Oxford University Press, London, 1988.
• Fletcher, Peter. Music and education, Oxford University Press, London, 1987.
• Fischer, H.Th. Pengantar Antropologi Kebudayaan, Anas Makruf (penerjemah), PT Pembangunan, Djakarta, 1953.
• Keene, James a. A History of Music Education in the United States, University Press of New England, Hanover and London, 1987.
• Manthei, Mike & Kelly, Seteve N. “Effect of Popular and Classical Background Music on the Math Test Scores of Undergraduate Students,” data download via internet.
• White, Merry. The Japanese Educational Challenge: A Comitment to Children, Kodansha International, Tokyo and New York, 1990 (cetakan ketiga).

Share this post