Defenisi Fiqhud Da’Wah Al-Fardiyah (Dakwah)

Fiqhud Da’wah al-Fardiyah
1.a. PENGENALAN
  • Dakwah ialah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah di setiap masa. Apalagi pada zaman sekarang, umat Islam tengah menghadapi serangan ganas yang bertubi-tubi dari musuh-musuh Allah, maka tingkat kewajiban berdakwah pada zaman kini menjadi lebih berat
  • Dakwah merupakan suatu kemuliaan yang agung bagi pengembannya. (Fushilat:33)
  • Dakwah sangat mulia dan besar pahalanya “Sungguh, sekiranya Allah menawarkan hidayah kepada seorang lelaki karena (dakwah)-mu, itu lebih baik daripada terbitnya matahari.” (Hadits)
  • Dakwah ialah menyeru kejalan yang benar, di tengah-tengah penyelewengan nilai-nilai Islam. Maka, ini ialah kasus yang sangat mendesak untuk segera dilakukan
1.b. Bagian Pertama : METODE dan TAHAPAN DAKWAH FARDIYAH
Pembicaraan kita hanya berkisar perihal dakwah kepada orang Islam, karena kita ingin membawa mereka :
  • Dari keadaan yang serba terbatas (dalam pemahaman keislaman, dalam beramal, perilaku ekstrim, dll) kepada pemahaman Islam yang tepat dan benar
  • Agar bermetamorfosis orang yang mempunyai pengetahuan perihal semua tuntutan Islam dan mengetahui bagaimana cara merealisasikannya dengan cara yang paling tepat dan benar
Kelemahan dan pengendapan iktikad di dalam jiwa masyarakat kita – ditambah dengan ketiadaan pengetahuan yang benar perihal hakikat agama ini dan diperparah lagi oleh ghazwul fikri – inilah penyebab utama keadaan critical yang dialami oleh lebih banyak didominasi umat Islam.

Tugas pertama da’i ialah membangunkan sebelum memperingatkan !
Dakwah fardiyah ialah permintaan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da’i (penyeru) kepada orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad’uw (penerima dakwah) pada keadaan yang lebih baik dan diridhai Allah.

Para sobat juga melaksanakan dakwah dengan cara menyerupai ini. Masing-masing dari mereka menyampaikannya kepada setiap orang yang dijumpainya sehingga Allah memberinya petunjuk. Pada waktu itu tidak ada seorang pun yang berpindah dari kekafiran kepada keimanan hanya semata-mata karena ucapan, melainkan disertai perilaku erat dan pendekatan dai’i kepada mad’uw.

Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. misalnya, melaksanakan dakwah kepada orang yang mempunyai korelasi erat dengannya. Ibnu Hisyam meriwayatkan: “Para pemuka kaumnya selalu tiba kepadanya untuk banyak sekali urusan, menyerupai ilmu, urusan perdagangan, atau sekadar duduk-duduk bersamanya, karena ia juga suka berkumpul bersama mereka dengan sikapnya yang baik. Lalu mereka diajaknya ke jalan Allah untuk memeluk Islam. Berkat dakwah yang dilakukannya, masuk Islamlah beberapa tokoh penting, menyerupai Usman bin Affan, Az zuber bin Al Awwam, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah. Setelah mereka menyam-but seruannya, mereka pun diajaknya menghadap Rasulullah saw. Lantas mereka mengikrarkan keislaman mereka dan rajin mengerjakan shalat.

Mush’ab bin Umair diutus oleh Rasulullah saw. ke Madinah sehabis terjadinya Bai’at Al ‘Aqabah yang pertama. Pada ketika itu di Madinah hanya ada dua belas orang yang memeluk Islam, yakni mereka yang ikut serta pada bai’at pertama. Maka pada tahun itu juga Mus’ab melaksanakan pendekatan kepada mereka dan mengajak mereka memeluk agama Allah. Dia mempergauli penduduk Madinah dan menjalin korelasi yang kokoh dengan mereka. Tidak hingga setahun ia berdakwah di Madinah, tujuh puluh dua orang tiba kepada Rasulullah saw. untuk melaksanakan Bai’at Al ‘Aqabah yang kedua. Inilah upaya dakwah salah seorang sahabat, Mush’ab bin Umair r.a. Dalam waktu kurang dari setahun ia telah berhasil mengislamkan beberapa tokoh Anshar.

Defenisi Iltizam Menurut Agama Islam

Para sobat yang ditugaskan Rasulullah saw. ke banyak sekali penjuru untuk mengajarkan agama kepada para penduduknya benar-benar melaksanakannya dengan baik, dan hampir seluruhnya berhasil mengislamkan insan atas petunjuk Allah.

1.b.i. TAHAPAN PERTAMA : “Membina korelasi dan mengenal setiap orang yang hendak didakwahi”
Mad’u harus mencicipi bahwa kita betul-betul memperhatikannya dan selalu menanyakannya di ketika ia tidak ada, biar hatinya lebih terbuka dan siap mendapatkan perkataan yang sanggup diambil manfaatnya.

Seberapa banyak perhatian dan simpati yang diperoleh mad’u pada tahap ini, sebanyak itulah tanggapan dan penerimaannya terhadap apa yang didakwahkan kepadanya.

Tahap ini mungkin dibutuhkan waktu berminggu-minggu.
1.b.ii. TAHAPAN KEDUA : “Membangkitkan iktikad yang mengendap dalam jiwa”Sebaiknya berjalan secara tabi’i, - seperti tidak sengaja – dengan memanfaatkan moment-moment tertentu menyerupai tafakur alam.

Dengan kebangkitan iktikad kepada Allah, iktikad dengan keesaan dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, hati mulai hidup dengan ma’rifatullah dan bersedia menyempurnakan keimanannya. Sebagaimana ia mulai mengenal tujuan penciptaannya di dunia ini.

1.b.iii. TAHAPAN KETIGA
“Membantu memperbaiki keadaan dirinya dengan mengenalkan perkara-perkara yang bernuansa ketaatan kepada Allah dan bentuk-bentuk ibadah yang diwajibkan.”

Juga membantunya melatih dan membiasakan diri dalam ketaatan dan disiplin melaksanakan ibadah dan menghiasi dirinya dengan budpekerti Islamiyah

Penting juga membekalinya dengan bahan-bahan bacaan berupa buku-buku sederhana dalam bidang aqidah, ibadah dan akhlak.

Perlu pula dibiasakan untuk menghadiri kuliah dan ceramah-ceramah, serta diperkenalkan dengan orang-orang shalih sambil dinasihatkan biar menjauhi orang-orang jahat.

Demikianlah, sebuah lingkungan yang baik dan aman dipersiapkan untuknya biar sanggup membantu menyempurnakan kepribadian muslimnya.

Jangan sekali-kali membiarkannya terlalu usang tanpa bimbingan dan pemberian supaya ia terus melanjutkan perjalanannya di atas jalan dakwah dan terhindar dari faktor-faktor futur, kasal, dan tafrid (kejenuhan, kemalasan dan meremehkan urusan)

1.b.iv. TAHAPAN KEEMPAT
“Menjelaskan perihal pengertian ibadah secara syamil (menyeluruh/komprehensif)”
Ibadah itu meliputi segala aspek kehidupan, asalkan memenuhi dua syarat utamanya: niat yang benar (karena Allah) dan menepati syara’ (mengikuti pola Rasulullah)

1.b.v. TAHAPAN KELIMA : “Bahwa keberagamaan kita tidak cukup hanya dengan keislaman diri kita sendiri”
Agama kita ialah agama jama’i (kolektif integral). Ia ialah system kehidupan, hukum, perundang-undangan, sistem kenegaraan, jihad dan kesatuan umat.

Pemahaman yang benar perihal Islam yang demikian mendorong kita biar berse-dia memikul segala kewajiban dan tanggung jawab social, semata-mata karena Allah, supaya masyarakat kita berdiri di atas prinsip-prinsip Islam dalam segala aspeknya

Tidaklah mungkin seorang muslim yang hidup dengan keislaman yang benar dan sempurna, namun ia terasing dari komunitas kaum muslimin, apalagi tidak tersentuh hatinya dengan bermacam tragedi dan penderitaan yang ditimpakan musuh-musuh Allah swt. ke atas saudara-saudaranya di seantero dunia.

Setelah itu barulah dijelaskan kewajiban berinfak untuk menegakkan negara Islam dan mengembalikan sistem kekhalifahan Islam yang telah diserang dan dihancurkan oleh konspirator dari musuh-musuh Allah swt.

Wajib dijelaskan juga bahwa tanggung jawab menegakkan negara Islam bukan semata-mata berada di pundak para penguasa atau ulama, namun juga merupakan tanggung jawab setiap pribadi muslim dan muslimah yang hidup di sepanjang masa Dakwah Islamiyah. Semua umat Islam akan menanggung dosa jika tidak berusaha untuk mendirikan negara Islam.

1.b.vi. TAHAPAN KEENAM : “Kewajiban di atas mustahil sanggup ditunaikan secara individu”
Masing-masing orang secara terpisah mustahil bisa menegakkan negara Islam dan mengembalikan system kekhalifahan. Maka, perlu sebuah jamaah yang memadukan potensi semua individu untuk memperkuat kiprah memikul kewajiban yang berat tersebut.

Ini merupakan langkah asasi, karena banyak di kalangan umat Islam tidak melihat pentingnya mendirikan sebuah jamaah, atau tidak mau punya keterikatan dengan jamaah karena takut terhadap tugas-tugas berjamaah

1.b.vii. TAHAPAN KETUJUH : “Dengan jamaah mana ia akan bergabung ?”
Suatu jamaah yang benar hendaknya mempunyai kriteria sebagai berikut :
  • Mengutamakan aspek tarbiyah dan mempersiapkan penyatuan umat daripada penggunaan kekuatan. Segala perjuangan untuk mencapai kekuasaan atau dengan partai-partai politik tanpa melalui tarbiyah dan perjuangan penyatuan umat ialah riskan bahkan sanggup memprematurkan amal Islami karena tidak berkembang secara alami diatas sebuah landasan yang kokoh.
  • Mestilah mengambil Islam secara tepat dan utuh.
  • Mempunyai imtidad ufuqi (ekspansi horizontal) ke seluruh penjuru dunia untuk mempersiapkan sarana dan mengokohkan pondasi yang luas bagi tegaknya negara Islam global, bukan hanya pemerintahan local di negara tertentu.
  • Semakin kaya sebuah jamaah dengan ujian dan pengalaman semakin sanggup diyakini akan bisa merealisasikan tujuan-tujuannya, cepat membuahkan hasil dan proporsional dalam mempergunakan waktu dan tenaga. Jamaah yang demikian, pemahaman dan pergerakannya jauh dari perilaku tafrih dan ifrath (meremehkan urusan atau sebaliknya berlebih dalam pandangan dan tindakan).
  • Memiliki tanzhim (terorganisir) dengan baik. Program-programnya teratur dan bersiklus sehingga gampang dijalankan.
Perlu juga dijelaskan perihal kesalahan dan ancaman perpecahan serta terlalu gampang mengobral tenaganya untuk perkumpulan-perkumpulan kecil.

1.c. Bagian Kedua : 19 PESAN KHUSUS UNTUK DAKWAH FARDIYAH
  1. Giat dan sungguh-sungguh dalam berinfak serta melaksanakan pengecekan dan penilaian secara rutin biar sanggup meneruskan perjalanan dakwah dengan damai dan sukses
  2. Mereka yang menjalankan Dakwah Fardiyah sebaiknya diarahkan dan diberi bimbingan dalam hal metode, pengertian-pengertian, dan urutan tahapan-tahapan dakwah.
  3. Membantu kegiatan dakwah mad’u, mungkin sanggup diberikan ketika acara liqa’at (pertemuan-pertemuan) dengan klarifikasi materi, keterangan dan penegasan mengenai nilai-nilai tertentu.
  4. Tujuh tahapan di atas harus terwujud dan terbentuk dalam jiwa mad’u secara bertahap.
  5. Jangan hingga hanya karena ingin biar mad’u hingga pada tahapan yang lebih tinggi, mengakibatkan bertindak gegabah dan tergesa-gesa meningkatkannya, padahal ia belum mempunyai keyakinan dan penerimaan yang tepat terhadap setiap tahapan yang dilalui. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan apabila mad’u berbalik arah karena keragu-raguan dalam hatinya
  6. Sebaiknya obrolan dan perbincangan seputar tujuh tahapan tersebut dilakukan dengan intensif, begitu juga pembicaraan mengenai banyak sekali dalil dan banyak sekali factor yang sanggup membuat mad’u puas.
  7. Jalan dakwah harus benar-benar “bersih”, higienis seluruh prasyaratnya dari persangkaan negatif, higienis seluruh amal islaminya dari syubhat, higienis sarana dan prasarananya dari najis, dan tentunya juga higienis para pengembannya dari maksiyat. Sehingga tidak ada lagi kesan keragu-raguan dalam jiwa mad’u.
  8. Seluruh kebaikan dan keberuntungan yang diraih oleh orang yang meneriman dakwah harus ditonjolkan, begitu juga ancaman besar yang mengancam orang yang menolak seruannya. Metode targhib dan tarhib (membangkitkan rasa harap pada pahala dan rasa takut terhadap siksa) mungkin akan sangat berkesan bagi mad’u
  9. Sesama aktifis dakwah seharusnya bahu-membahu, nasihat-menasihati, dan bersama-sama memikirkan problem dan solusi terhadap problematika di jalan dakwah. Misalnya, dengan saling membagi pengalaman di medan dakwah.
  10. Selama dalam tahapan-tahapan tersebut, perlu di bekali dengan buku-buku, risalah-risalah, majalah-majalah, atau apa saja yang sanggup diberikan kepada mad’u. Di samping itu, perlu juga memberi beberapa pertanyaan kepada mad’u sehingga kasus yang kurang terperinci sanggup diketahui dan diberi penjelasannya.
  11. Seorang mad’u yang sudah siap dan telah bisa menjalankan Dakwah Fardiyah, sepatutnya dianjurkan untuk segera melakukannya sambil tetap diberi bimbingan dan diikuti perkembangannya
  12. Barakah, taufiq dan hasil dalam dakwah sanggup diperoleh sesuai dengan kadar keikhlasan, kesungguhan, perilaku lapang dada dan kesabaran seorang da’i.
  13. Dakwah fardiyah sanggup dijalankan dalam segala situasi, berbeda dengan Dakwah Ammah yang kadang kala dihambat dan dirintangi
  14. Keistimewaan Dakwah Fardiyah ialah sanggup membuat korelasi dan ikatan pribadi dengan mad’u, sementara Dakwah Ammah tidak demikian.
  15. Dakwah Fardiyah sanggup mengkayakan pelakunya dengan banyak sekali pengalaman dan sebagai latihan berdakwah di jalan Allah yang merupakan salah satu kewajiban utama.
  16. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya biar produktif dan ulet membekali diri dengan bekal-bekal dakwah biar sanggup menunaikan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.
  17. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya biar sanggup menjadi qudwah (teladan) bagi orang lain
  18. Dakwah Fardiyah memberi peluang pribadi kepada mad’u untuk meminta klarifikasi perihal banyak sekali problem yang dihadapi dan sekaligus sanggup menghilangkan ganjalan dalam hatinya, sehingga pembentukan pribadinya berlangsung dalam keadaan bersih
  19. Dengan memakai perhitungan matematis.
1.d. Bagian Ketiga : 9 SIFAT YANG MESTI DISANDANG OLEH SEORANG DA’I
  1. Pertama dan paling utama ialah sifat ikhlas, karena tanpa keikhlasan segala amal perjuangan akan sia-sia
  2. Harus sanggup memperkirakan besarnya kiprah yang akan diemban sehingga sanggup menawarkan perhatian secara proporsional dengan tetap mengharapkan balasan-Nya yang agung.
  3. Bersikap bijak dan hati-hati dalam menentukan metode pendekatan, memberi pesan yang tersirat yang baik dan berargumentasi dengan ahsan (cara yang terbaik)
  4. Bersikap lembut dan berakhlak mulia; penyabar, sanggup menahan diri (tidak emosional), dan terhadap segala kesulitan di jalan dakwah, perhitungannya pribadi diserahkan kepada Allah swt. Demikian ini, karena meneladani Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikutinya di jalan dakwah
  5. Hendaknya mempunyai pengetahuan yang komprehensif perihal masyarakat kawasan kegiatan dakwahnya berlangsung. Mengetahui segala permasalahan dan ajaran yang berkembang di tengah-tengahnya dan berusaha mengetahui lebih banyak perihal orang yang didakwahi.
  6. Da’i harus mempunyai pemahaman agama yang mendalam dan senantiasa menimba ilmu biar pemberiannya sanggup sempurna
  7. 7. Hendaklah mengkaji sirah Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya yang mulia, juga mengkaji Tarikh Islam secara mendalam biar sanggup dijadikan bekal dan pemberian ketika ada permasalahan di jalan dakwah. Demikianlah perilaku para pencetus dakwah pendahulu kita.
  8. Hendaklah menghafal Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan biar sanggup dipakai sebagai dasar-dasar dalam dakwahnya. Bahkan metode penceritaan Al-Qur’an mempunyai kesan yang besar lengan berkuasa dalam jiwa manusia.
  9. Dalam pembicaraannya jangan hanya bermuatan rasional, tetapi harus dipadukan dengan muatan emosional, karena sentuhan terhadap unsur emosi sanggup mempersiapkan jiwa insan mendapatkan apa yang diterima oleh akal, bahkan kesannya lebih mendalam.
Maraji’
Musthafa Masyhur, Fiqh Dakwah Jilid 1
Ali Abdul Halim Mahmud, Da’wah Fardiyah : Metode Membentuk Pribadi Muslim

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel