Defenisi Iltizam Berdasarkan Agama Islam
Tuesday, March 24, 2020
Edit
A. PENGERTIAN ILTIZAM
Secara Lughowi, iltizam berasal dari kata luzum. Luzum dalam pengertian bahasa Arab sama dengan tsabata wa daama (tetap dan konsisten). Iltizam mempunyai nilai plus. Sebagai pendekatan, kata “arofa” yang berarti “faham” jika ditambah alif dan ta menjadi “I’tarofa” berarti “mengetahui” yaitu adanya akreditasi yang muncul dari kesadaran. Kata “luzum” jika ditambah alif dan ta berarti merupakan akad zati dari kesadaran sendiri, bukan malzum (dipaksakan/terseret-seret).
Namun demikian ada pengertian lain dari iltizam yaitu istiqomah. Iltizam banyak terdapat dalam hadits Rasulullah SAW dan Al-Qur’an wacana keharusan dan akhir bagi istiqomah. Iltizam yang kita harapkan tumbuh dengan baik yaitu tumbuhnya kesadaran dari dalam diri seseorang yang dilandasi dengan pengetahuan.
Kesadaran yang sifatnya zati untuk akad terhadap Islam perlu terus kita tingkatkan. Ketika kesadaran ini turun, kita akan sibuk dengan qodhoya dakhiliyah. Sedangkan hal-hal yang harus kita garap dan wajibat demikian banyak. Jika iltizam menurun, untuk bergerak harus selalu diingatkan dan dibimbing. Akibatnya, intaj (produktivitas) nya sangat minim. Sebaliknya, jika iltizam dilandasi dengan fahm, walaupun arahannya sedikit dan sifatnya global sudah cukup sebagai bekalan operasional dia.
Sebenarnya potensi karyawan sangat luar biasa namun sayang sifatnya hanya menunggu. Sebagai contoh, gosip wacana kristenisasi tidak harus menunggu instruksi (perintah) jamaah. Jika kondisi masyarakat sekelilingnya sudah sangat kronis dengan kristenisasi maka segeralah bertindak. Lihatlah bagaimana Mush’ab bin Umair ketika diperintah oleh Rasulullah SAW menjadi duta ke Madinah. Perhatikan pula rangkaian ayat wacana Ummi Musa dalan surat Al-Qashash.
Allah SWT menjanjikan keselamatan Nabi Musa, lemparkanlah di sungai, tidak usah takut, tidak usah khawatir, kami akan mengembalikannya kepadamu. Iltizam ummi Musa dilandasi dengan pemahaman yang baik sehingga bayi itu tidak asal diceburkan saja ke sungai tetapi dibuatkan keranjang dan dihanyutkan. Demikian pula dengan saudara wanita Musa yang diperintah untuk melaksanakan “Qushshih”. Ia memantaunya dari tepian sungai, agak jauh tetapi masih dalam jarak panjang semoga tak kehilangan jejak. Demikian pula ketika ia harus melaksanakan diplomasi dengan keluarga Fir’aun sangatlah rapih. Disatu pihak ia harus menutupi kekerabatan Musa dengan ibunya dengan ungkapan : andal baitin bukan andal baitii atau ahlul bait. Tetapi, dipihak lain iapun harus meyakinkan Fir’aun. Demikianlah seharusnya kita sebagai karyawan, ketika ditetapkan tatsqif di masjid, kitabnya ini dan ini, sanggup eksklusif jalan, tidak menunggu-nunggu ia ditasqif terlebih dahulu oleh orang lain. Ilustrasipun dicari sendiri
Said Hawwa dalam Adab dan Khuluqiyyah yang diharapkan dalam era menyebutkan ada 10 akhlaq. Dua diantaranya Al-Ilm dan Az-Zikr.
B. RUANG LINGKUP ILTIZAM
Secara garis besar iltizam mencakup iltizam bisysyari’ah dan iltizam bil jamaah.
Iltizam bisysyari’ah.
Dalam iltizam bisysyari’ah ini termasuk di dalamnya yaitu iltizam terhadap aqidah alasannya yaitu aqidah merupakan bab dari syariah. Kalau kita lihat, para ulama salaf dalam pembahasan fikhul kabiir memasukkan aqidah. Bahkan Al-qur’an sendiri sebelum pembahasan wacana fikih terlebih dahulu diawali dengan pembahasan wacana keimanan. Misalnya menyerupai yang tertera dalam surat Al-Hajj ayat 73-78. Sebelum Allah perintahkan ruku’ sujud dan beribadah kepada Allah serta berjihad (dalam ayat 77-78), terlebih dahulu Allah menjelaskan wacana keimanan dari ayat 73 hingga 76.
Bahkan, bila kita melihat kriteria orang yang laik untuk dihalaqohkan yaitu orang-orang yang mempunyai iltifat (perhatian) yang serius kepada Islam.
Iltizam bisysyari’ah mencakup iltizam terhadap aqidah ashshohihah, ibadah salimah dan al-akhlaq al hamidah.
a. Aqidah Ashshohihah
Keyakinan pada Allah (46:13) dimanifestasikan dalam bentuk jaza. Penekanan yang perlu ditambah wacana keyakinan (aqidah) ini yaitu keyakinan yang yaqiz bukan keyakinan yang muqaddar. Jangan hingga pengkajian yang meluas wacana aqidah melalaikan syu’ur bi maiyyatillah.
b. Ibadah Salimah.
Pernah ada seorang sobat yang bertanya wacana arkanul Islam kemudian dia tidak menambah dan mengurangi rukun keyakinan Islam tersebut. Kemudian Rasulullah mengomentari : “Aflaha in Shodaqo”. Dalam hadits juga diberi keutamaan ketika iltizam kepada yang wajib dan yang sunnah.
c. Al-Akhlaq Al-Hamidah.
Akhlaq disini merupakan bab dari ibadah. Secara nadzariyyah kita sudah mengetahui tetapi secara amaliyah masih sering lupa.
Dalam mudzakirat Hasan Al-Banna diterangkan bagaimana akhlaq dalam berukhuwwah. Ketika ada dua orang ikhwah melaksanakan transaksi jual beli harga 8 pon oleh ikhwah akan dibeli 10 pon tetapi ikhwah yang menjual tetap bersikeras akan menjualnya dengan harga 8 pon saja. Hal itu hingga diajukan kepada Asy-Syahid dan diputuskan oleh Asy-Syahid dengan harga yang menguntungkan keduanya. Demikian juga dalam bermuamalah dengan orang lain, seorang ikhwah tidak menaikkan jasa memperbaiki pompa air. Hal ini menciptakan orang lain salut dan kagum.
Defenisi Fiqhud Da’wah al-Fardiyah (Dakwah)
Defenisi Fiqhud Da’wah al-Fardiyah (Dakwah)
Di dalam penyampaian bahan dengan rosmul bayan, jika kita kurang faham seringkali dikaitkan secara hitam putih dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits (tidak diperkaya dengan siroh Rosul dan shahabat) sehingga terkesan bahan tersebut menjadi kencang. Jika dikaitkan dengan siroh, kita akan mendapat betapa Rasulullah ketika berkirim surat pada Heraklius memakai bahasa yang sopan. MIN MUHAMMAD ILA AZHIMI BASHRAH.
Rasulullah menjawab pertanyaan Asma mengenai kekerabatan dengan ibunya yang masih musyrik : “Silahkan” bahkan riwayat lain : “Jalinlah hubungan”. Kata Said Hawwa : “Ta’amul ma’al kholqi tergantung dari ta’amul ma’al kholiq”. Jika ta’amul ma’allah baik akan terefleksi pada ta’amul ma’annas. Akhlaq akan terkait erat dengan aqidah dan merupakan ta’tsir eksklusif dari ibadah. Oleh alasannya yaitu itu adab dan sikap yang perlu mendapat perhatian dan ditekuni di era 15 H.
d. Ad-dakwah wal jihad.
Ad-dakwah wal jihad dalam pengertian yang umum. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 164-165 yang menjelaskan bahwa dakwah merupakan kebutuhan kita sebelum merupakan kebutuhan masyarakat (dharurah basyariyah) yaitu terhindarnya diri kita dari adzab Allah SWT baik di dunia ini maupun di darul abadi kelak. Bencana akan ditimpakan kepada orang yang berbuat maksiat secara eksklusif maupun orang yang mendiamkan kemaksiatan tersebut (pasif). Sedangkan orang yang berdakwah ada alasan dihadapan Allah dengan ungkapan “ma’dziratan ila rabbikum” (lihat tafsir Ibnu Katsir).
Dakwah dan jihad harus difahami secara benar. Kisah Abu Thalhah di usia senjanya ketika membaca surat At-Taubah “infiruu khifafan wa tsiqoolan”, semakin renta semakin meningkat jihadnya.
Demikian juga surat Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Heraklius dan Raja Basrah dan hubungan-hubungan strategis lainnya dilakukan oleh seorang sobat senior yang ganteng yang berjulukan DHIHYAH.
e. Asy-Syumul dan Tawazun
Allah menentukan dan menguji Nabi Ibrahim alasannya yaitu kesyumulannya. “Waidzibatalaa Ibraahimu bikalimaatin” kemudian sanggup di selesaikan dengan baik terlihat dari ungkapan “faatammahunn” yang berupaya untuk berbuat tamam, syumul dan itqon dalam seluruh aspek.
Rasululllah SAW juga berqudwah kepada Nabi Ibrahim AS, tidak ada pekerjaan yang terbengkalai pada dirinya. Bahkan ketika ia harus menjaga dan mengembalikan amanat pada ketika ia hijrah dikerjakan dengan itqon. Syumul juga perlu dimuroati ketawazunannya. Ingatlah teguran Rasulullah pada tiga orang yang akan berbuat tidak tawazun dalam hidupnya.
b. Iltizam bil jamaah.
- Inti iltizam bil jamaah yaitu iltizam kepada bai’ah yang diucapkan ketika dia memasuki pintu gerbang jamaah untuk mendengar dan taat.
- Konsekuensi iltizam dengan bai’ah terikat dengan sekian banyak wajibat. Diantaranya AN INSYITHOH (kegiatan) baik khorijiyah maupun dakhiliyah.
- Di balik bai’at juga iltizam dengan hal-hal yang terkait dengan wazifah (tugas). Contoh : iltizam sobat dalam menjaga eksistensi jamaah. “fainkaana fissaaqati kaana fissaaqati wa in kaana filhiroosati kaana fil hiroosah”.
- Iltizam bil infaq. Infaq disini baik infaq wajib maupun infaq sunnah. Infaq ini terkait dengan bazlunnafsi dan bazlulmaal. Ada sobat yang meminta keringanan untuk tidak berinfaq dan tidak berjihad pada Rasulullah, kemudian dijawab oleh Rasulullah : “Kalau tanpa jihad dan tanpa infaq dengan apa engkau masuk surga”.
- Iltizam bil qororot (kebijakan). Iltizam bil qororot dilakukan dalam aneka macam stelsel. Tidak mengapa jika harus meminta kosiderannya. Nabi Ibrahim AS : - Ziyadatul keyakinan - Ziyadatul yaqin Setelah dijelaskan harus jalan bukannya ngambek jika tidak sesuai dengan selera hawa nafsunya.
- Tho’at bil qiyadah. Dalam aneka macam lapisan (4:59)