Pengertian Jasa Dan Karakteristik Jasa Berdasarkan Ahli
Monday, March 23, 2020
Edit
Pengertian Jasa dan Karakteristik Jasa
Banyak para pakar pemasaran jasa yang telah mendefinisikan pengertian jasa. Adapun pengertian jasa berdasarkan para pakar sebagai berikut:
Menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2014:7) “Jasa ialah setiap tindakan atau kegiatan yang sanggup ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, intinya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.”
Selanjutnya, (Zethaml dan Bitner : 1996) dalam Lupioyadi (2014:7) memperlihatkan batasan perihal jasa sebagai berikut “Service is all economic activities whose output is not a physical product or construction is generally consumed at that time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, comfort or health). “Jasa merupakan semua acara ekonomi yang kesudahannya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memperlihatkan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) konsumen.”
Menurut Mursid (1993:116), “Jasa ialah kegiatan yang sanggup diidentifikasikan secara tersendiri, pada hakikatnya bersifat tidak teraba, untuk memenuhi kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain.
Beberapa pengertian tersebut memperlihatkan kesimpulan bahwa Jasa ialah kegiatan ekonomi dengan hasil keluaran yang tidak berwujud yang ditawarkan dari penyedia jasa yaitu perusahaan kepada pengguna jasa atau konsumen.
Menurut Tjiptono (2000:15-18) menyebutkan karakteristik pokok pada jasa sebagai berikut:
1. Intangibility
Jasa berbeda dengan barang. Jasa bersifat intangible, artinya tidak sanggup dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri mempunyai dua pengertian yaitu:
- Sesuatu yang tidak sanggup disentuh dan tidak sanggup dirasa.
- Sesuatu yang tidak gampang didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.
2. Inseparability
Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga inseparability (tidak sanggup dipisahkan) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Dalam korelasi penyedia jasa dan pelanggan ini, effektivitas individu yang memberikan jasa merupakan unsur penting.
3.Variability
Jasa bersifat sangat variabel alasannya merupakan nonstandardized out-put, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan usang dan tidak sanggup disimpan. Dengan demikian apabila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja
Sedangkan berdasarkan Payne dalam Jasfar (2012:6) karakteristik jasa yaitu sebagai berikut:
- Tidak berwujud. Jasa bersifat ajaib dan tidak berwujud. Artinya, jasa tidak sanggup dilihat, dirasakan/dicicipi, atau disentuh, menyerupai yang sanggup dirasakan dari suatu barang.
- Tidak sanggup dipisahkan. Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada ketika yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Artinya, konsumen harus berada di daerah jasa yang dimintanya sehingga konsumen melihat dan ikut “ambil bagian” dalam proses produksi tersebut.
- Heteregonitas. Jasa merupakan variabel nonstandard dan sangat bervariasi. Artinya, alasannya jasa itu berupa suatu unjuk kerja, tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi insan (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan cita-cita dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.
- Tidak tahan lama. Jasa mustahil disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa, di mana konsumen membeli jasa tersebut.
Menurut Griffin (1996) dalam Lupiyoadi (2014:7-8) menyebutkan karakteristik jasa sebagai berikut:
- Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak sanggup dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini ialah nilai tak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau kenyamanan.
- Unstorability (tidak sanggup disimpan). Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga inseparability (tidak sanggup dipisahkan), mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
- Customization (kustomisasi). Jasa sering kali didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, contohnya pada jasa asuransi dan kesehatan.
Menurut Sumarni (2002:28) jasa mempunyai empat karakteristik yaitu sebagai berikut:
- Tidak berwujud. Jasa tidak Nampak, tidak sanggup dicicipi sebelum dikonsumsikan. Oleh alasannya itu pihak pembeli harus mempunyai keyakinan penuh kepada penjual jasa. Di pihak lain,penjual harus berupaya agara sanggup meningkatkan kewujudan jasa dengan cara lebih memperlihatkan manfaat jasa tersebut.
- Tidak sanggup dipisahkan atau tidak sanggup diwakilkan. Dengan kenyataan tersebut maka seringkali konsumen harus berada pada ketika jasa tersebut diproses, dengan kata lain konsumen ikut terlibat dalamproses produksi jasa. Di sini konsumen atau nasabah sanggup berinteraksi satu sama lain. Misalnya, antar nasabah bank atau di antara para pasien di daerah praktek dokter. Implikasinya ialah bahwa, penyedia jasa merupakan potongan yang tidak sanggup terpisahkan dari suatu jasa.
- Tidak tahan lama. Jasa tidak sanggup “disimpan” untuk persediaan menyerupai halnya produk fisik. Jasa akan mempunyai nilai di ketika pembeli jasa membutuhkan pelayanan. Oleh alasannya itu seringkali seruan akan jasa akan berfluktuasi.
- Keanekaragaman. Yaitu tergantung siapa yang menhediakannya, kapan waktu pelayanannya dan dimana daerah diberikannya layanan jasa tersebut.
Pengertian Kualitas Jasa
Kualitas jasa jauh lebih sukar didefinisikan, dijabarkan, dan diukur bila dibandingkan dengan kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian kualitas telah usang ada untuk barang-barang berwujud (tangible goods), maka untuk jasa aneka macam upaya telah dan sedang dikembangkan untuk merumuskan ukuran-ukuran semacam itu.
Pada dasarnya, definisi “kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi cita-cita pelanggan (Tjiptono, 2000 : 51).”
Wyckof (dalam Lovelock, 1998) dalam Tjiptono, (2000:52) Kualitas jasa merupakan tingkat kesempurnaan yang dibutuhkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Disisi lain, definisi dari kualitas jasa yaitu berdasarkan Lupiyoadi (2014:212) kualitas produk (jasa) ialah sejauh mana produk (jasa) memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Menurut ISO9000 dalam Lupiyoadi (2014:212) “Kualitas ialah “degree to which a set of inherent characteristics fulfils requirements” (derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan). Persyaratan dalam hal ini adalah: “need or expectation that is stated, generally implied or abligatory” (yaitu, kebutuhan atau cita-cita yang dinyatakan, biasanya tersirat atau wajib). Jadi, kualitas sebagaimana yang diinterpretasikan ISO9000 merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang memilih sejauh mana keluaran sanggup memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan.
Menurut Parasuraman (1998) dalam Lupiyoadi (2014:216) kualitas jasa sanggup didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan cita-cita pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Berdasarkan uraian, sanggup disimpulkan bahwa kualitas jasa suatu titik focus yang diupayakan dalam suatu produk atau pelayanan untuk sanggup memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya.
Variabel Kualitas Pelayanan
Dalam memilih dimensi dalam evaluasi kualitas jasa, terdapat suatu metode yang menjadi teladan sampai ketika ini. Dalam suatu studi mengenai SERVQUAL yang merupakan singk natan dari Service Quality oleh Parasuraman, dkk (1998) dalam Lupiyoadi (2014 : 216-217) terdapat lima dimensi yaitu sebagai berikut:
1. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam memperlihatkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang sanggup dipercaya keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti konkret dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi akomodasi fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang dipakai (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memperlihatkan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan cita-cita pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memperlihatkan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
4. Jaminan dan kepastian (assurance)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), dapat dipercaya (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Empati (empathy)
Yaitu memperlihatkan perhatian yang ikhlas dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupata memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan dibutuhkan mempunyai pengertian dan pengetahuan perihal pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta mempunyai waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Menurut Tjiptono (2000:55), terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan jasa, yaitu:
- Reliabilitas, (reliability), yaitu kemampuan memperlihatkan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
- Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan dan memperlihatkan layanan dengan tanggap.
- Jaminan (assurance), meliputi pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat sanggup dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
- Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
- Bukti fisik (tangibles), meliputi akomodasi fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
Kepuasan Pelanggan
Menurut Tjiptono (2000:89) Kata ‘kepuasan’ atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana sanggup diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’.
Menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2014:228) “Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk jasa yang diterima dengan yang diharapkan.”
Menurut Kotler dan Amstrong (2004) dalam Jasfar (2012:19) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan ialah perasaan bahagia atau kecewa yang muncul sehabis membandingkan persepsi pelanggan terhadap hasil dari suatu porduk dengan harapannya.
Menurut Zeithaml dan Bither (2003) dalam Jasfar (2012:20-21), terdapat majemuk faktor yang sanggup memengaruhi kepuasan pelanggan, sebagai berikut:
- Aspek barang dan jasa. Kepuasan pelanggan terhadap barang atau jasa dipengaruhi secara signifikan oleh evaluasi pelanggan terhadap fitur barang dan jasa.
- Aspek emosi pelanggan. Emosi atau perasaan dari pelanggan sanggup memengaruhi persepsinya mengenai tingkat kepuasan terhadap barang dan jasa. Emosi ini berkaitan dengan suasana hati. Pada ketika seorang pelanggan sedang mengalami suasana hati yang gembira, emosinya akan menghipnotis persepsi yang positif terhadap kualitas suatu jasa yang dikonsumsi. Sebaliknya, jika seorang pelanggan sedang mengalami suasanan hati yang buruk, emosinya akan membawa jawaban yang jelek terhadap suatu jasa yang sedang dimanfaatkan olehnya walaupun penyampaian jasa tersebut tidak ada kesalahan sedikit pun.
- Aspek efek kesuksesan atau kegagalan jasa. Pelanggan terkadang dikagetkan oleh sebuah hasil suatu jasa di mana bisa lebih baik atau lebih jelek dari yang diharapkan. Biasanya pelanggan cenderung untuk mencari penyebabnya. Kegiatan pelanggan dalam mencari penyebab suatu kesuksesan atau kegagalan jasa inilah yang sanggup memengaruhi tingkat kepuasannya terhadap barang dan jasa.
- Aspek persepsi atas persamaan atau keadilan. Pelanggan akan bertanya-tanya pada diri merekan sendiri: “Apakah saya sudah dilayani secara adil dibandingkan pelanggan lain? Apakah pelanggan lain mendapat perlakuan yang lebih baik, harga yang lebih muran, atau kualitas jasa yang lebih baik? Apakah saya diperlakukan secara baik dan sebanding dengan biaya dan perjuangan yang saya keluarkan?” Pemikiran mengenai persamaan dan keadilan ini sanggup mengubah persepsi pelanggan pada tingkat kepuasannya terhadap barang dan jasa tersebut.
- Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain. Sebagai contoh, kepuasan terhadap perjalanan liburan keluarga ialah fenomena yang dinamis, dipengaruhi oleh reaksi dan mulut oleh anggota keluarga selama liburan. Kemudian, apakah mulut kepuasan atau ketidakpuasan anggota keluarga terhadap perjalanan dipengaruhi oleh kisah yang diceritakan kembali di antara keluarga dan memori mengenai suatu peristiwa.
Menurut Kotler (1997) dalam Lupiyoadi (2014:228-229) menyebutkan pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan sanggup ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:
- Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak administrasi dengan pelanggan. Contohnya, melaksanakan riset dengan metode folus pelanggan (customer focus) yang mengedarkan kuesioner dalam beberapa periode untuk mengetahui persepsi pelayanan berdasarkan pelanggan. Demikian juga, riset dengan metode pengamatan (observasi) bagi pegawai perusahaan perihal pelaksanaan pelayanan.
- Perusahaan harus bisa membangun janji bersama untuk membuat visi dalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk didalamnya ialah mempergaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari semua sumber daya insan yang ada. Misalnya, dengan metode curah gagasan/pendapat (brainstorming) dan management by walking around untuk mempertahankan janji pelanggan internal (pegawai).
- Memberikan kesempata kepada pelanggan untuk memberikan keluhan. Dengan membentuk system keluhan dan saran, contohnya dengan hotline (panggilan nomor telepon ) bebas pulsa.
- Mengembangkan dan menerapkan partnership accountable, proaktif, dan partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran. Perusahaan menghubungi pelanggan sehabis proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan cita-cita pelanggan (akuntabel). Perusahaan menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk mengetahui perkembangan pelayanannya (proaktif). Sementara itu, partnership marketing ialah pendekatan di mana perusahaan membangun kedekatan dengan pelanggan yang bermanfaat untuk meningkatkan gambaran dan posisi perusahaan di pasar.
Menurut Kotler dan Amstrong (2004) dalam Jasfar (2012:21) menyatakan bahwa terdapat empat perangkat untuk mengukur kepuasan pelanggan, sebagai berikut:
- Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system). Sebuah perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan biasanya mengediakan formulir/kotak saran/hot lines dengan nomor gratis sehingga memudahkan pelangganya untuk memperlihatkan saran dan keluhan. Perusahaan juga mempekerjakan staf khusus untuk segera menangani keluhan pelangganya sehingga duduk kasus sanggup terselesaikan dengan cepat.
- Survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey). Perusahaan melaksanakan survei secara terpola kepada pelanggan di aneka macam daerah untuk mengetahui apakah mereka puas dengan apa yang ditawarkan oleh perusahaan, melalui pembagian kuesioner atau dengan wawancara secara langsung, melalui telepon, atau melalui e-mail. Hal ini dilakukan untuk memperoleh umpan balik secara eksklusif dari pelanggan. Pelanggan akan lebih respek terhadap perusahaan alasannya merasa diperhatikan oleh perusahaan tersebut.
- Menyamar berbelanja (ghost shopping). Perusahaan menempatkan karyawannya bertindak sebagai pembeli potensial dengan tujuan untuk mengetahui apakah produk atau jasa yang diberikan sesuai dengan standar perusahaan dan melaporkan hasil temuan perihal kekuatan dan kelemahan ketika membeli produk atau jasa perusahaan bahkan yang dimiliki oleh pesaingnya.
- Analisis pelanggan yang hilang (customer loss rate analysis). Perusahaan melaksanakan analisis penyebab dari para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti ke perusahaan lainnya. Perusahaan menghubungi secara eksklusif pelanggannya untuk mengetahui penyebab hal tersebut sehingga sanggup dijadikan materi pertimbangan dalam pembuatan kebijaka perbaikan di masa sekarang da masa yang akan datang, serta tentu saja dibutuhkan pelanggannya selalu loyal terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan ialah besarnya perbandingan antara cita-cita konsumen dengan apa yang dirasakan secara konkret dengan hasil kinerja yang dirasakan sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen.