Pengertian Moral, Susila, Etika, Dan Akhlak

Pengertian Moral, Susila, Etika, dan Akhlak 
Kata moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti kebiasaan (Daud Ali,2005:353). Moral juga berarti pedoman wacana baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban (Kamus Besar, l990: 592). Dengan pengertian semacam ini moral berfungsi sebagai standart ukuran suatu perbuatan itu baik atau buruk berdasarkan budbahasa istiadat atau pandangan umum suatu masyarakat, jadi bersifat lokal.Sesuatu dikatakan baik berdasarkan budbahasa istiadat di Minangkabau Sumatera belum tentu baik berdasarkan budbahasa istiadat di jawa Tengah. Setiap kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah mempunyai budbahasa istiadat sendiri-sendiri, dengan demikian juga mempunyai standart moral sendiri-sendiri pula.(Asmaran,l994:4). Moral memang bersifat lokal.

Searti dengan moral ialah etika. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan, sanggup kebiasaan baik atau kebiasaan buruk (Daud Ali, 2005:354). Akan tetapi antara moral dan etika ada perbedaannya. Etika lebih dipandang sebagai ilmu atau filsafat (Mustofa,ed.,2006: 256). Disebutkan bahwa etika ialah ilmu wacana apa yang baik dan apa yang buruk serta wacana hak dan kewajiban moral (Kamus Besar, l990: 236). Dengan demikian standart baik dan buruk ditentukan nalar sehat dari sang filosof atau ilmuwan, bukan budbahasa istiadat sesuatu masyarakat.

Di dalam bahasa Jawa dikenal istilah susilo (dalam ejaan bahasa Indonesia menjadi susila) dan berarti sopan, baik perilakukunya, atau mempunyai tatakrama (Mangun Suwito, 2002:142). Bersusila identik dengan moralis, artinya orang yang baik perilakuknya, orang sopan, dan orang yang mempunyai tatakrama, dalam bahasa Jawa disebut mempunyai ungggah-ungguh. Moralis atau susila jika dikaitkan dengan etika laksana fondasi dan bangunan.Etika sebagai ilmu atau filsafat menjadi landasan berperilaku untuk menjadi insan moralis. Etika identik dengan potensi dan moral atau susila sebagai aktualisasinya. 

Berdekatan dengan term moral, etika, dan susila, dalam Islam dikenal istilah akhlaq (dalam ejaan bahasa Indonesia menjadi akhlak). Akhlak menjadi salah satu kerangka dasar Islam di samping aqidah dan syari’ah (Daud Ali, 200:l33). Dengan demikian moral menempati posisi penting di dalam Islam. 

Kata moral merupakan bentuk jamak dari kata khuluq dan berarti tingkah laku, perangai, dan watak (Djatnika,1987:25). Secara etimologis moral berarti kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan secara impulsif tanpa dipikirkan terlebih dulu (Ibnu Maskawaih, l329 H: l5). Dengan demikian moral berarti kualitas eksklusif yang telah menempel pada jiwa. Apabila dorongan itu berdasarkan nalar maupun agama dikatakan baik, maka akhlaknya dikatakan baik pula. Ia disebut orang yang mempunyai akhlakularimah. Sebaliknya, jika dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan buruk, maka perbuatan itu disebut ber-akhlaq al-mazmumah (Mustofa, ed.,2006:256).Dalam bahasa jawa, moral berarti budipekerti.Orang yang selalu berbuat baik disebut berbudi bowo leksono (orang yang berbudi luhur), dan orang yang selalu berbuat buruk disebut berbudhi candholo (orang yang kebijaksanaan pekertinya jelek).

Baik buruk moral didasarkan pada sumber nilai (Ibrahim, l979:124), dalam hal ini moral identik dengan filsafat tingkah laku. Hanya saja sumber nilai moral didasarkan pada Alquran dan Hadis Nabi Muhammad. Di sinilah letak perbedaan antara etika dengan akhlak. Pertimbangan baik buruk dalam moral didasarkan pada wahyu, sementara etika didasarkan pada rasio, dan moral didasarkan pada kesepakatan bersama yang bersifat lokal.

Ruang Lingkup
Moral, etika, maupun moral sungguhpun berbeda dari segi titik tolak penilain ,namun ketiganya ialah sama-sama menjelaskan mengenai baik dan buruk suatu perbuatan manusia. Dengan demikian, ruang lingkup moral, etika, susila, dan moral (selanjutnya cukup disebut moral mengikuti aturan formal dari DIKTI) ialah pedoman baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, bagaimana supaya insan mau berbuat baik, dan bagaimana supaya insan tidak mau berbuat tidak baik dalam semua lapangan kehidupan.

Manusia sebagai makhluk yang bermobilitas tinggi, di manapun ia niscaya berbuat. Di ketika ia berbuat, ia sanggup diteropong dari segi baik atau buruk perbuatannya.Tidak ada satu pun yang lolos dari evaluasi baik atau buruk

Akhlak Mulia Dalam Kehidupan
Kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai ciri menonjol dibanding dengan bangsa-bangsa lain di planet bumi ini. Kita umat Islam sebagai pemeluk agama Islam terbesar dunia, tetapi sekaligus juga sangat korup, “Indonesia has lousy work ethic and seriouse corruption (Kraar,l988:4) dan predikat korup ini masih lekat hingga sekarang, tahun 2007 ini). Selain itu juga terdapat kondisi yang memprihatinkan, umpama:supremasi aturan amat lemah atau selalu berpihak kepada pemilik uang, wajah politik dicirikan dengan money politic, demo-demo kolosal yang tidak lagi berdasarkan pada moral vorce, melainkan atas dasar sponsor yang umumnya dari pemain drama politikus kotor, kegemaran tawur massal yang disebabkan duduk perkara sepele, peniadaan jejak para pencuri negara atau kekakyaan negara dengan cara money loundry di luar negeri menyerupai ke Hongkong atau Singapura, budaya KKN yang amat sulit dikikis lantaran forum tertinggi pengikis KKN justru kelihatannya harus dikikis pula lantaran berpraktik KKN. Di sisi lain, lebih banyak didominasi di negri ini 82 % lebih ialah pemeluk Islam. Mayoritas mereka buta aksara Alquran. Hanya 0, 00 % sekian yang yang paham kandungan Alquran maupun Assunnah - dan ini juga termasuk kaum terpelajar, akademikus, administratur tingkat tinggi apalagi tingkat rendahannya.Belum lagi mereka yang sudah paham kandungan Alquran kemudian dipakai sebagai pembenar ambisi politik golongan dan pribadinya.Dengan demikian kondisi umum bangsa ini ialah kerdil moral - untuk tidak menyampaikan a moral - sebagian lantaran tidak tahu wacana standart-standart moral (baik-buruk) dan sebagian lainnya lantaran nekad, aji mumpung, bermental buruk dan rakus.Ini masih ditambah dengan budaya hedonistik yang menerpa seluruh lapisan masyarakat, yaitu segala sesuatu diukur dengan uang.Idiom lillahi ta’la hanya tinggal formalistik di dalam niat ritus-ritus agama.Demikian pula idiom rame ing gawe sepi ing pamrih terkubur begitu dalam di kurun konsumerisme dan sentitisme (peniruan) ini. 

Untuk mengubah dari gambaran kerdil moral atau bahkan amoral ke moralis harus ada gerakan moral dari seluruh komponen bangsa. Sejak dulu, konon bangsa kita ialah bangsa religius. Apapun agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia: Hindu, Budha, Nasrani, Islam, dan Konghucu, para tokoh agamanya supaya menjadikan skala prioritas menunjukkan pencerahan kepada masing-masing umatnya pada kandungan pedoman moralatau moral baik (l) moral kepada Allah atau yang dipertuhan, (2) moral kepada insan meliputi (dalam Islam Rasulullah) pembawa pedoman agama, orang tua, kerabat bersahabat atau yang lainnya, kepada diri sendiri, tetangga, dan masyarakat umum, (3) moral terhadap makhluk hidup non insan (binatang), dan (4) moral terhadap lingkungan hidup (Daud Ali,2005:356-359), mengemas kandungan pedoman atau reinterpretasi terhadapnya dengan tampilan yang santun dan tidak menjadikan sentimen agama, mengedepankan pedoman toleransi dan mengasihani terhadap pemeluk agama lain. 

Keberanian dan Menghindari Rasa Takut 
Memiliki tujuan apapun harus berani mencoba, melangkah, dan merealisasikannya. Tanpa ketiga hal ini hanya akan menjadi khayalan belaka. Selain itu, rasa takut harus hanyalah kepada Allah semata. Iqbal menyampaikan dalam syairnya (Iqbal, l976:37)

Singa Allah tak mau jalan serigala kesasar
Maksud syair itu ialah jika seseorang telah menjatuhkan diri kepercayaan kepada Allah, Dia dijadikan sebagai satu-satunya jalan kebenaran. Rintangannya atau sesuatu yang menggiurkan apapun tidak dihiraukan. Ia tidak takut cemoohan mitra atau lawan, tidak takut dengan situasi politik yang kurang menguntungkan, tidak kecewa dikatakan tidak gaul, tidak melenceng tujuannya lantaran banyak sekali godaan yang menggiurkan yang melalaikan dari tujuan kebenaran. Untuk itu, Iqbal menulis (Iqbal,l976:68)

Kasbi Halal dan tidak Meminta-minta
Islam mengajarkan kepada umatnya semoga mencari karunia Allah dengan cara yang halalan thayyiban, membelanjakannya dengan cara yang ma’ruf , tidak boros(israf) dan tidak pelit (bakhil), dan hidup sederhana (zuhud). Orang boleh kaya, tetapi tetap hidup sederhana. Jika miskin jangan mengemis-ngemis menyerupai ngamen di jalanan atau door to door. Umar bin Khatab, seorang pemimpin agung, suatu ketika pedangnya jatuh. Ia turun dari kendaraannya kemudian memungutnya kembali secara pribadi, tidak menyuruh asisten maupun prajurit pengawalnya.Sibli Nu’mani menulis : Kajilah Umar ! Saudara akan menemui bahwa ia sekaligus Alexander yang agung dan Aristoteles, Mesiah dan Sulaiman, Timur Lang dan Ainnusirwan, Abu Hanifah dan Ibrahim ‘Azam. Semuanya terpadu menjadi satu (Iqbal,l976:36). Maksud kutipan itu menjelaskan bahwa eksklusif menyatukan sifat-sifat sang penakluk, tetapi berhati lembut, sederhana, di samping amat genius.

Kerja Kreatif dan Orisinal
Suatu bangsa tak kan pernah berjaya kalau hanya sanggup membajak karya hak cipta orang atau bangsa lain.Demikian pula mengkonsumsi barang bajakan hanyalah eksklusif kerdil sebagai kepanjangan dari pembajaknya. Membajak atau memalsukan karya orang lain hanyalah sifat bawaan (instinc) setaraf binatang. Implikasinya, kalau orang hanya puas atau bisanya hanya meniru, bahwasanya ia belum hingga pada taraf manusia. (Iqbal,l975:xxvi)

Cinta dan menjauhi Sikap Memperbudak
Yang dimaksud dengan cinta ialah menyayangi kebenaran, menyayangi Allah, cinta kasih kepada sesama makhluk sebagai penghayatan dan penjilmaan ar-Rahman ar-Rahim. Demikian Iqbal menulis sajak (Iqbal, l975: 58): 

Jika seseorang tidak mempunyai rasa cinta sebagaimana disebutkan dalam syair di atas bahwasanya ia ialah ateis (Syafii Maarif,l983:9), tetapi bila menghiasi diri dengan cinta laksana Nabi Muhammad saw. “Ia tidur di atas ilalang, tetapi di bawah telapak kaki umatnya terhampar mahkota kaesar (Iqbal,l976:47). 

Jika kita sanggup mengaktualisasi konsep menuju insan tepat berdasarkan sang sufi, filosof, seniman, politus sejati, dan muslim yang taat, Mohammad Iqbal dari Pakistan ini, tentu akan menjadi orang mulia lantaran ber-akhlaqul karimah.

DAFTAR PUSTAKA;

  • Al-Qur’an al-Karim
  • Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo, 2005
  • Djatnika, Rahmat, Sistem Ethika Islam, Surabaya: Pustaka Islam, l987.
  • Ibnu Maskawaih, Tahzib al-Akhlaq wa Tathir al-Auraq, Mesir: al-Husainiyyah, l329 H. 
  • Iqbal, Mohammad, Asrar-i Khudi (trans.) R.A. Nicholson: The Secrets of the Self , London: Mohammad Ashraf, l950.
  • ---------------Asrar-i Khudi (tans.) Bahrum Rangkuti: Rahasia-Rahasia Pribadi: Jakarta: Bulan Bintang, l976.
  • Ismail, M.Syuhudi, Cara Mudah Mencari Hadis, Jakarta:Bulan Bintang, l99l.
  • Kraar, Louis, “The Powers of Asia”, dalam Readers Digest (edition of Asia),Vol.
  • 52 no.309, Desember l988.
  • Lidinillah, Mustofa Anshari (edit.), Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Filsafat UGM, 2006.
  • M.Maarif, Ahmad, dan Diponegoro, Muhammad, Percik-percik Pemikiran Mohammad Iqbal, Yogyakarta: Shalahuddin Pres, l983.
  • M.Mangun Suwito, Kamus Bahasa Jawa: Indonesia- Jawa, Bandung:Yrama Widya, 2002.
  • “Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa “, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, l990.
  • Newer Post Older Post Home
  • "Allah! None has the right to be worshipped but He, the Ever Living, the One Who sustains and protecs all the exists. It is Who has sent down the Book (Al Quran) to you with the truth, confirming what came before it, and He sent down the Taurat (Torah) & the Bibel (Gospel)." (Surah Ali Imran: 2-3) 
  • "And We have sent down to you the Book (Al Quran) as an exposition of everything, have submitted themselves (to Allah as Muslims)." (Surah an-Nahl: 89)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel