Negara Sebagai Subjek Aturan Internasional
Tuesday, March 24, 2020
Edit
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Hakekat Negara Menurut Hukum Internasional
Negara merupakan subjek utama utama dari aturan internasional, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis yang pertama-tama merupakan subjek aturan internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan aturan internasional yakni negara. Peranan negara lama-kelamaan juga semakin secara umum dikuasai oleh lantaran bab terbesardari kekerabatan korelasi internasional yang sanggup melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah aturan internasional dilakukan oleh negara-negara. Bahkan aturan internasional itu sendiri boleh dikatakan bab terbesar terdiri atas kekerabatan aturan antara negara dengan negara.
Kelebihan negara sebagai subjek aturan internasional dibandingkan dengan subjek aturan internasional lainnya adalah, negara mempunyai apa yang disebut "kedaulatan" atau sovereignity. Kedaulatan yang artinya “kekuasaan tertinggi", pada awalnya diartikan sebagai suatu kedaulatan dan keutuhan yang tidak sanggup dipecah-pecah dan dibagi-bagi serta tidak sanggup ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Akan tetapi sekarang arti dan makna dari kedaulatan itu telah mengalami perubahan. Kedaulatan tidak lagi dipandang sebagai seatu yang lingkaran dan utuh melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tuntuk pada pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain yakni aturan internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat, tetap tunduk pada aturan internasional serta dihentikan melanggar atau merugikan kedaulatan negara lainnya.
Manifestasi dari kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua sisi yaitu sisi intern dan sisi ekstern. Sisi intern berupa kekuasaan tertinggi yang dimiliki suatu negara itu sendiri. Sedangkan sisi ekstem, brupa kekuasaan tertinggi untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan subjek-subjek aturan internasional lainnya. Wujud nyata dari sisi intern kedaulatan tersebut sanggup kita lihat pada bentuk negara maupun bentuk pemerintahannya, di mana antara negara yang satu dengan negara yang lain bisa saja berbeda-beda, ada negara yang berbentuk kesatuan, federasi atau bentuk lainnya.
Namun hal pokok yang perlu menerima penegasan di sini yakni pengertian negara itu sendiri. Tegasnya apakah yang dimaksud dengan negara itu? Pertanyaan ini memaksa kita untuk memberi definisi wacana apa yang disebut negara. Berdasarkan definisi itulah bisa ditarik atau dikemukakan kualifikasi atau unsur-unsur yang harus dipenuhi biar sesuatu itu sanggup disebut atau digolongkan sebagai negara.
Sebenamya cukup sukar untuk memperlihatkan suatu rumusan atau definisi yang tegas wacana negara ini, alasannya yakni negara mempunyai banyak dimensi dan sanggup ditinjau dari banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan menyerupai ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu sosial dan lain-lainnya. Sehingga pengertian negara itu bisa saja berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh lantaran itu sebaiknya masalahnya dipersempit dengan membatasi berdasarkan ilmu hukum, khususnya aturan internasional. Apakah yang dimaksud dengan negara berdasarkan aturan internasional?
Sepanjang pengamatan, para sarjana aturan internasional sepertinya menghindarkan diri dari perjuangan mendefinisikan negara tersebut. Kebanyakan di antara para hebat aturan internasional hanya memakai unsur-unsur yang harus dipenuhi biar suatu kelompok masyarakat sanggup disebut sebagai negara. Demikian pula konvensi-konvensi internasional boleh dikatakan tidak ada satupun yang merumuskan di dalam salah satu pasalnya wacana apa yang disebut negara, sudah demikian umum dikenal sehingga dirasakan tidak perlu didefinisikan lagi.
Tetapi ada sebuah konvensi internasional yang secara tegas merumuskan kualifikasi wacana suatu negara, yakni Konvensi Montevideo 1933 wacana Hak-Hak dan Kewajiban Negara.
Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban Negara (yang ditandatangani Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Latin) mengemukakan karakteristik sebagai berikut:
The state as a person of international law should prosses the following qualification:
- A permanent population;
- a defined teritory;
- government;
- capacity to enter into relation with the other states.
Dari segi aturan internasional, syarat (capacity to enter into relation with the other states) merupakan syarat yang paling penting. Suatu negara harus mempunyai kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan ekstern dengan negara-negara lain. Hal inilah yang membedakan negara dalam arti gotong royong dari unit-unit yang lebih kecil menyerupai anggota suatu federasi, atau protektorat, yang tidak mengurus hubungan-hubungan luar negerinya sendiri dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai anggota masyarakat internasional yang sepenuhnya mandiri.
Konsepsi Kelsen mengenai negara, menekankan bahwa negara merupakan suatu gagasan teknis yang semata-mata menyatakan fakta bahwa serangkaian kaidah aturan tertentu mengikat sekelompok individu yang hidup di dalam suatu wilayah teritorial terbatas, dengan perkataan lain, negara dan aturan merupakan suatu istilah yang sinonim.
Hak-hak Dan Kewajiban-Kewajiban Dasar Negara-Negara
Berdasarkan American Institute of International Law pada tahun 1916, Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-kewajiban Negara, dan dalam Draft Declaration on the Right and Duties of State yang disusun oleh Komisi Hukum lnternasional PBB tahun 1949:
Hak-hak dasar yang paling sering ditekankan, yaitu:
- Hak kemerdekaan;
- Hak persamaan negara-negara atau persamaan derajat;
- Hak yurisdiksi teritorial;
- Hak membela diri atau hak mempertahankan diri
Kewajiban-kewajiban dasar yang ditekankan, yaitu
- Kewajiban untuk tidak mengambil jalan kekerasan atau perang
- Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban traktat dengan itikad baik
- Tidak mencampuri urusan negara lain.
, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melaksanakan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa menjelma terpidana.