Pengertian Dan Sumber Aturan Islam

Pengertian Hukum Islam 
Hukum Islam ialah aturan yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah ia yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits. Juga sanggup diartikan sebagai aturan yang bersumber dan menjadi penggalan dari agama Islam. Yang diatur tidak hanya kekerabatan insan dengan insan lain dalam masyarakat, insan dengan benda dan alam semesta, tetapi juga kekerabatan insan dengan Tuhan.

Perkataan aturan yang dipergunakan kini dalam bahasa Indonesia berasal dari kata aturan dalam bahasa arab. Artinya, norma atau kaidah yakni ukuran, patokan, pedoman yang diperguanakan untuk menilai tingkah laris atau perbuatan insan dan benda. Hubungan antara perkataan aturan dalam bahasa Indonesia tersebut diatas dengan aturan dalam pengertian norma dalam bahasa arab itu memang erat sekali. Setiap peraturan, apapun macam dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai intinya. Dalam ilmu aturan Islam kaidah itu disebut hukum. Itulah sebabnya maka didlam perkataan sehari-hari orang berbicara ihwal aturan suatu benda atau perbuatan. Yang dimaksud, menyerupai telah disebut diatas, ialah patokan, tolak ukur, kaidah atau ukuran mengenai perbuatan atau benda itu (Mohammad Daud Ali, 1999:39).

Dalam islam, aturan islam dikenal sebagai sya’riat. Sya’riat berdasarkan asal katanya berarti jalan menuju mata air, Dari asal kata tersebut sya’riat Islam berarti jalan yang lurus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, Sya’riat berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan insan sebagai hamba Allah, individu, warga, dan subyek alam semesta. Sya’riat merupakan landasan fiqih. Pada prinsipnya syari’at ialah wahyu Allah yang terdapat dalam al- Alquran dan sunah Rasulullah. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai lingkup lebih luas dari fiqih, berlaku infinit dan menyampaikan kesatuan dalam islam. Sedangkan fiqih ialah pemahaman manusiayang memenuhi syarat ihwal sya’riat. Oleh lantaran itu lingkupnya terbatas pada aturan yang mengatur perbuatan manusia, dan lantaran merupakan hasil karya insan maka ia tidak berlaku abadi, sanggup berubah dari masa ke masa dan sanggup berbeda dari daerah yang lain. Hal ini terlihat pada aliran-aliran yang disebut dengan mazhab. Oleh lantaran itu fiqih menyampaikan keragaman dalam aturan Islam. (Mohammad Daud Ali, 1999:45-46).

Pengertian, Hukum, Syarat Kurban

Sebagai sistem hukum, aturan Islam dilarang dan tidak sanggup disamakan dengan sistem aturan yang lain yang pada umumnya berasal dari kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran insan dan budaya insan pada suatu ketika di suatu masa. Berbeda dengan sistem aturan yang lain, aturan Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan insan di sutu daerah tapi dasarnya ditetapka oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al-Quran yang dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai rasul –Nya melalui sunnah ia yang kini terhimpun dalam kitab-kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan aturan islam secara mendasar dengan hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran dan perbuatan manusia.

A. Sumber-Sumber Hukum Islam
1. Al Qur’an (القرآن)
Adalah kitab suci umat islam. Kitab tersebut diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-qur’an memuat banyak sekali kandungan. Kandungan-kandungan tersebut berisi perintah, larangan, anjuran, ketentuan, dan sebagainya.

Al-qur’an menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya insan menjalani kehidupannya supaya tercipta masyarakat yang madani. Oleh lantaran itulah, Al-Qur’an menjadi landasan utama untuk memutuskan suatu hukum.

2. As Sunnah (Al-Hadits)
Sunnah dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis usaha / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber aturan kedua dalam Islam, sehabis Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat ihwal sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.

3. Ijma’ (إجماع)
Adalah komitmen para ulama dalam memutuskan suatu aturan hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu kasus yang terjadi. Ijma' terbagi menjadi dua:
  • Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan verbal ataupun goresan pena yang meneangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.
  • Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak menyampaikan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui.
4. Taklid atau Taqlid (تقليد)
Adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya.

5. Mazhab (مذهب,)
Menurut para ulama dan andal agama Islam, yang dinamakan mazhab ialah metode (manhaj) yang dibuat sehabis melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang terang batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.

6. Qiyas
Menggabungkan atau menyamakan artinya memutuskan suatu aturan suatu kasus yang gres yang belum ada pada masa sebelumnya namun mempunyai kesamaan dalah sebab, manfaat, ancaman dan banyak sekali aspek dengan kasus terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, jikalau memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

7. Bid‘ah (بدعة)
Dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat kini ini. Hukum dari bidaah ini ialah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan gres atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

8. Istihsan (استحسان)
Adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu lantaran menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain.

Sifat Hukum Islam
Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat aturan islam yakni bidimensional, adil, dan individualistik.
· Bidimensional artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (Ilahi). Di samping itu sifat bidimensional juga berafiliasi dengan ruang lingkupnya yang luas atau komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur satu aspek saja, tetapi mengatur banyak sekali aspek kehidupan manusia. Sifat dimensional merupakan sifat pertama yang menempel pada aturan islam dan merupakan sifat orisinil aturan Islam.
· Adil, dalam aturan Islam keadilan bukan saja merupakan tujuan tetapi merupakan sifat yang menempel semenjak kaidah – kaidah dalam sya’riat ditetapkan. Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap insan baik sebagai individu maupun masyarakat. 
· Individualistik dan Kemasyarakatan yang diiikat oleh nilai-nilai transedental yaitu Wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan sifat ini, aturan islam mempunyai validitas baik bagi perseorangan maupun masyarakat. Dalam sistem aturan lainnya sifat ini juga ada, hanya asaja nilai-nilai transedental sudah tidak ada lagi. (Mohammad Tahir Azhary, 1993:48-49)

Ciri-ciri Hukum Islam
  • Merupakan penggalan dan bersumber dan Agama islam
  • Mempunyai kekerabatan yang erat dan tidak sanggup di pisahkan dan aqidah dan akhlak.
  • Mempunyai dua istilah kunci. 
  • Tediri atas dua bidang utama.
  • Strukturnya berlapis.
Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih dibagi menjadi dua penggalan besar, yakni bidang ibadah dan muamalah. Ibadah artinya menghambakan diri kepada Allah dan merupakan kiprah hidup manusia. Ketentuannya telah diatur secara niscaya oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian mustahil adanya perubahan dalam aturan dan tata caranya, yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya. Adapun mu’amalat ialah ketetapan Allah yang pribadi mengatur kehidupan sosial insan meski hanya pada pokok-pokoknya saja. Oleh lantaran itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad.

Hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara aturan perdata dan aturan publik menyerupai halnya dalam aturan barat. Hal ini disebabkan lantaran berdasarkan aturan islam pada aturan perdata ada segi-segi publik dan begitu pula sebaliknya. Dalam aturan Islam yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja. 

Menurut H. M. Rasjidi bagian-bagian aturan islam adalah
1. Munakahat yakni aturan yang mengatur segala sesuatu yang mengenai perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya.
2. Wirasah mengatur segala duduk kasus yang menyangkut ihwal warisan. Hukum kewarisan ini juga disebut faraid.
3. Muamalah dalam arti khusus, yakni aturan yang mengatur duduk kasus kebendaan dan tata kekerabatan insan dalam soal ekonomi.
4. Jinayat (‘ukubat) yang menuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan baik dalam bentuk jarimah hudud (bentuk dan batas hukumannya sudah ditentukan dalam Alqur’an dan hadis) maupun jar h ta’zir (bentuk dan batas eksekusi ditentukan penguasa).
5. Al Ahkam as-sulthaniyah yakni aturan yang mengatur urusan pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya.
6. Siyar ialah aturan yang mengatur perang, damai, tata kekerabatan dengan negara dan agama lain.
7. Mukahassamat mengatur peradilan, kehakiman, dan aturan acara. (H. M. Rasjidi, 1980: 25-26)

Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, terang bahwa aturan islam itu luas, bahkan bidang-bidang tersebut sanggup dikembangkan masing-masing spesifikasinya lagi.

Tujuan Hukum Islam
Maqasih syariah (tujuan aturan islam) maksudnya ialah nilai-nilai yang terkandung dalam aturan-aturan islam. Tujuan selesai dari aturan islam pada dasarnya ialah kemaslahatan insan di dunia dan di akherat. Adapun tujuan aturan Islam secara umum ialah untuk mencegah kerusakan pada manusia, mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup insan di dunia dan di akherat, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang tidak mempunyai kegunaan bagi hidup dan kehidupan manusia.Berikut ini ialah beberapa dari tujuan aturan islam :

Pemeliharaan atas keturunan
Hukum islam telah memutuskan aturan beserta aturan untuk mencegah kerusakan atas nasab dan keturunan manusia.contohnya, islam melarang zina dan menghukum pelakunya.

(QS. Al-Israa’ : 32)

“dan janganlah kau mendekati zina, sesungguhnya zina itu ialah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

¥ Pemeliharaan atas akal
Islam memutuskan aturan yang melarang umatnya mengkonsumsi segala sesuat yang sanggup merusak akal. Di sisi lain, islam mengajarkan umatnya supaya menuntut ilmu mentaddaburi alam, dan berpikir untuk membuatkan kemampuan akal. Allah memuji orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan.

(QS. Az-Zumar : 9)
“Katakanlah, ‘apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.”

¥ Pemeliharaan untuk agama
Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk dan menganut agama islam. Allah telah berfirman

(QS. Al-Baqarah : 256)

}لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 

“Tidak ada paksaan untuk agama. Tidak ada paksaan untuk agama. Sesungguhnya telah terang jalan yang benar daripada jalan yang sesat...”

Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat
Peranan aturan islam dalam masyarakat gotong royong cukup banyak , namun dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yakni:
· Fungsi Ibadah. Fungsi Utama aturan Islam ialah untuk beribadah kepada Allah SWT.
· Fungsi amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Hukum Islam mengatur kehidupan insan sehingga sanggup menjadi kontrol sosial. Dari fungsi inilah sanggup dicapai tujuan aturan islam, yakni mendatangkan kemaslahatan (manfaat) dan menghindarkan kemadharatan (sia-sia) baik di dunia maupun di akhirat.
· Fungsi zawajir. Adanya hukuman aturan mencerminkan fungsi aturan islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi umat dari segala perbuatan yang membahayakan.
· Fungsi tanzim wa islah al-ummah. Sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar interaksi sosial. Keempat fungsi tersebut tidak terpisahkan melainkan saling berkaitan. (Ibrahim Hosen, 1996:90)

Daftar Pustaka;
  • Azra, Azyumardi, dkk.2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: dir. Perguruan Tinggi Agama Islam
  • Fanani, Sunan. 2010. Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam. Sidoarjo: PT. Al Maktabah.
  • Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Materi instruksional pendidikan agama islam di perguruan tinggi tinggi umum. Jakarta : dir. Pt. agama Islam

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel