Pengertian Subjek Aturan Internasional
Tuesday, March 24, 2020
Edit
SUBJEK – SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama ini, negara menjadi subjek utama dalam aturan internasional baik dipandang secara historis maupun faktual. Secara historis, negara dari dulu telah menjadi subjek aturan internasional ketika subjek aturan internasional itu sendiri mulai lahir dan berkembang. Peranan negara lama-kelamaan juga semakin lebih banyak didominasi oleh sebab belahan terbesar dari korelasi hubungan internasional yang sanggup melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah aturan internasional dilakukan oleh negara-negara. Bahkan aturan internasional itu sendiri boleh dikatakan belahan terbesar terdiri atas korelasi aturan antara negara dengan negara.Kelebihan negara sebagai subjek aturan internasional dibandingkan dengan subjek aturan internasional lainnya adalah, negara mempunyai apa yang disebut "kedaulatan" atau sovereignity. Kedaulatan yang artinya “kekuasaan tertinggi", pada awalnya diartikan sebagai suatu kedaulatan dan keutuhan yang tidak sanggup dipecah-pecah dan dibagi-bagi serta tidak sanggup ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Akan tetapi kini arti dan makna dari kedaulatan itu telah mengalami perubahan. Kedaulatan tidak lagi dipandang sebagai seatu yang lingkaran dan utuh melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tuntuk pada pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain yaitu aturan internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat, tetap tunduk pada aturan internasional serta dilarang melanggar atau merugikan kedaulatan negara lainnya.
Selain negara, ada juga Tahta Suci Vatikan yang telah dipandang menjadi subjek aturan internasional melalui perjanjian Lateran tahun 1929 antara pihak Tahta Suci dengan kota Roma. Dalam perjanjian tersebut, mengaharuskan pemerintah kota Roma untuk menyerahkan sebidang tanah kepada Tahta Suci yang mana nantinya akan bangkit sebuah negara, yaitu Vatikan. Negara ini yaitu salah satu negara terkecil di dunia yang terletak di sentra kota Roma, Italia dengan luas hanya 44 hektar ditambah 7000 meter lahan di luar Vatikan.[1]
Oleh sebab itu, dengan adanya subjek aturan internasional selain negara, membuat penulis tertarik untuk menganalisis wacana subjek aturan internasional yaitu Tahta Suci Vatikan.
1.2. Rumusan Masalah
- Apa saja subjek – subjek dalam aturan internasional ?
- Faktor apa saja yang membuat Tahta Suci Vatikan menjadi sebuah subjek aturan internasional ?
- Bagaimana kedudukan negara Vatikan dalam aturan Internasional dikala ini ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang diantaranya sebagai berikut :
- Mampu mengetahui subjek – subjek aturan internasional
- Mampu menjelaskan wacana subjek – subjek aturan intenasional selain negara khususnya Tahta Suci Vatikan
- Mampu memahami bagaimana Tahta Suci Vatikan menjadi sebuah subjek aturan internasional
BAB II. KERANGKA KONSEP
Pada awal mula kelahiran aturan internasional, hanya negaralah satu-satunya entitas yang dipandang sebagai subjek aturan internasional.[2] Dimana setiap perjanjian dan kerjasama hanya sanggup dilakukan oleh negara. Namun dalam perkembangannya sesudah Perang Dunia II, muncul pelaku-pelaku gres dalam pergaulan internasional. Ini memperlihatkan bahwa aturan internasional tidak hanya dimonopoli oleh negara, Banyak bermunculan subjek-subjek gres menyerupai organisasi internasional dan individu.[3] Sebagai misalnya yaitu Konvensi Jenewa 1949, dimana terdapat perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban seluruh warga negara dari negara yang menghadiri konvensi tersebut. Sehingga secara tidak pribadi “Individu” juga termasuk dalam subjek aturan internasional melalui “Negara” penerima konvensi. Menurut Hans Kelsen, hak dan kewajiban negara sebetulnya yaitu hak dan kewajiban semua insan yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu.[4]
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Dalam arti yang sebetulnya yaitu pemegang (segala) hak dan kewajiban berdasarkan aturan internasional. Sedangkan dalam arti yang lebih luas dan lebih fleksibel pengertian subyek aturan internasional ini meliputi pelaku yang mempunyai hak dan kewajiban terbatas.[5] Misalnya, kewenangan mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh aturan internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi. Contoh subjek aturan internasional dalam arti terbatas demikian yaitu orang perorangan (individu).
BAB III. PEMBAHASAN
3.1. Subyek Hukum Internasional
Hukum internasional yaitu keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur korelasi atau duduk perkara yang melintasi batas negara antara:
- Negara dengan negara;
- 2Negara dengan subjek aturan lain bukan negara atau subjek aturan bukan negara satu sama lain.[6]
Sehingga jika dikaji lebih dalam, aturan internasional tidak hanya membahas wacana korelasi antar negara saja melainkan masih terdapat subjek aturan lain (non-state actor). Apabila kita melihat duduk perkara secara demikian, maka didalam aturan internasional terdapat subjek aturan internasional sebagai berikut.
3.1.1. Negara
Negara termasuk sebagai subjek aturan internasional sebab mempunyai kebebasan yang luas dalam menjalin korelasi internasional atau korelasi dengan subyek-subyek aturan internasional yang lain. Sehingga hal ini mengakibatkan negara masih merupakan subyek aturan yang terpenting dibandingkan dengan subjek aturan internasional lainnya. Bahkan, sampai kini masih banyak orang yang menganggap aturan internasional yaitu aturan antarnegara.
Negara sanggup dipandang sebagai asosiasi insan yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan bersama atau sanggup dikatakan bahwa tujuan utama suatu negara yaitu untuk membuat kesejahteraan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth). Sedangkan berdasarkan Roger H. Sultou tujuan negara yaitu “Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya cipta sebebas mungkin.”[7] Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut suatu negara harus menjalin kekerabatan dan kerjasama dengan negara lain. Hal ini bertujuan untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan nasional. Karena tidak sanggup dipungkiri bahwa setiap negara mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik itu dalam teknonologi maupun kekayaan alamnya.
Dengan adanya acara yang dilakukan lintas batas negara maka dibutuhkan adanya aturan yang mengatur acara tersebut. Karena didalam acara tersebut terdapat dua atau lebih negara yang mempunyai sistem aturan yang berbeda. Oleh sebab itu, biar tidak terjadi duduk perkara yang merugikan salah satu pihak maka muncullah aturan internasional yang disepakati bersama. Inilah alasan yang menjadikan negara sebagai salah satu subjek aturan internasional.
3.1.2. Organisasi Internasional
Organisasi internasional gres muncul pada kurun ke-19, yang di tandai dengan berdirinya International Telecommunication Union (I.T.U). Selanjutnya diikuti oleh organisasi internasional dalam bidang lain yaitu Liga Bangsa Bangsa (LBB) pada tahun 1918. Kegagalan LBB mencegah pecahnya Perang Dunia II mendorong lahirnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 24 Oktober 1945. Perkembangan selanjutnya yaitu lahirnya organisasi regional, menyerupai yang terdapat pada Eropa (European Union), Amerika (Organisation of American States) dan wilayah lainnya menyerupai ASEAN pada Asia.
Organisasi Internasional telah sanggup membuktikan kemandiriannya, dengan kata lain organisasi ini telah membuktikan dirinya sebagai subjek aturan internasional. Dimana kemudian Mahkamah Internasional menyatakan bahwa PBB mempunyai personalitas hukum, yang mana berdasarkan Mahkamah Internasional sangat penting bagi PBB dalam menjalankan tugasnya secara efektif.[8]
3.1.3. Individu
Pada awalnya individu hanya diakui sebagai subjek aturan nasional, kemudian individu diakui sebagai subjek internasional jika telah mendapat izin atau persetujuan dari negara. Namun sekarang, individu dalam batas-batas tertentu sanggup bertindak atas nama dan untuk dirinya sendiri dalam wilayah aturan internasional dan dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatannya yang bertentangan dengan aturan internasional.[9]
3.1.4. Tahta Suci
Tahta Suci Vatikan secara historis merupakan suatu subjek aturan internasional yang telah ada semenjak dahulu di samping negara. Semenjak penaklukannya oleh tentara Italia, kedaulatan Tahta Suci sebagai negara berakhir. Namun kemudian Tahta Suci dengan Italia menandatangani The Laterian Treaty pada tahun 1929 yang didalamnya menawarkan ratifikasi atas kota Vatikan dan kedaulatannya yang sesuai dengan sifatnya dan sanggup mendukung menjalankan misinya di dunia.
3.2. Sejarah Berdirinya Vatikan Melalui Traktat Lateran
Sekitar pertengahan kurun ke-8, terbentuk Negara Kepausan (Stato Pontificio) dengan mempunyai wilayah yang luas meliputi seluruh kota Roma. Istana Paus yang disebut Istana Lateran, dipakai sampai simpulan kurun ke-19. Proses penyatuan kerajaan-kerajaan Italia mengakibatkan Negara Kepausan beberapa kali terancam dan terlibat dalam politik dan perang wilayah. Setelah Roma direbut oleh Garibaldi pada tahun 1870 dan kekuasaan diserahkan kepada Raja Vittorio Emanuele II, maka berakhir pula apa yang disebut Negara Kepausan. Paus Pius IX meninggalkan Istana Lateran dan pindah ke Istana Vatikan dan menetap di situ dengan mengurung diri.[10]
Pada tahun 1871, Raja Vittorio Emanuele II, mengeluarkan suatu undang-undang yang menjamin kedudukan Paus untuk menempati Istana Lateran dan Castel Gandolfo. Tindakan unilateral (tindakan sepihak) ini ditolak oleh Paus. Pada tahun 1919, suatu “Law of Guarantee” kembali dikeluarkan oleh Pemerintah Italia secara sepihak yang isinya mengakui kedaulatan Paus atas wilayah tertentu dan memberi hak untuk memakai beberapa gedung yang ditunjuk sebagai belahan dari wilayahnya. Namun tindakan gres inipun ditentang oleh Paus yang berkuasa dikala itu, yaitu Paus Benediktus XV. Sebagai jalan tengah, diadakan beberapa kali negosiasi dengan hasil terbentuknya Negara Kota Vatikan (The Vatikan City State). Negara Kota Vatikan dibuat melalui Traktat Lateran yang ditandatangani pada tanggal 11 Pebruari 1929 antara Wakil Perdana Menteri Vatikan Kardinal Pietro Gaspari dan Perdana Menteri Kerajaan Italia Benito Mussolini. Isi Traktat Lateran tersebut mengakui Negara Kota Vatikan sebagai tubuh yuridis dan politis dengan jaminan kedaulatan dan kemerdekaaan atas wilayah atau kawasan yang dikelilingi tembok Vatikan dan juga mengatur hak milik Vatikan yang lain yang disebut sebagai “esktrateritorial”( Wilayah Ekstrateritorial yaitu suatu wilayah atau kawasan sebab ketetapan aturan internasional, maka dianggap sebagai wilayah atau belahan wilayah dari suatu Negara).
3.3. Tahta Suci sebagai Negara
Takhta Suci Vatikan intinya yaitu pemerintahan Gereja Katolik, dalam kenyataannya secara aktif melaksanakan pula misi sekuler menyerupai negara-negara lainnya. Misi sekuler ini selain telah digariskan dalam Traktat Lateran (1929) antara Pemerintah Italia dengan Takhta Suci Vatikan, juga lebih dipertegas dalam Konsili Vatikan II, yang antara lain ditetapkan bahwa Gereja Kristen berhak menganggap dirinya mempunyai panggilan untuk menawarkan santunan secara aktif terhadap masyarakat dunia dengan jalan mempererat persatuan dan persaudaraan umat manusia.
Berdasarkan misi tersebut, Takhta Suci Vatikan menjalankan Roda Pemerintahannya, yang intinya tetap bermuara pada tujuan religius, yaitu terlaksananya kepentingan Gereja secara universal dan terbinanya korelasi baik diantara umat manusia.
3.4. Faktor yang Menjadikan Vatikan sebagai Subyek Hukum Intenasional
Vatikan yaitu subjek aturan internasional sebab diakui oleh negara-negara di dunia dan menjadi pihak pada perjanjian-perjanjian internasional dan anggota pada beberapa organisasi internasional.
Related:
Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai subjek aturan internasional yaitu Italia melalui Pakta Lateran yang ditandatangani pada 1929, yang secara historis Pakta Lateran juga menjadi dasar berdirinya negara kota Vatikan (Vatican city state). Dalam korelasi internasional negara Vatikan dikenal juga dengan nama “Tahta Suci”.[11]
Dasar lain yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek aturan internasional yaitu dengan mengacu juga kepada Konvensi Montevideo[12] 1933 yang mana Vatikan merupakan pihak dan memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
1. Rakyat
- Vatikan mempunyai penduduk tetap sebanyak 800 jiwa
- Wilayah yang permanen
- Vatikan mempunyai luas wilayah sebesar 44 hektar (0,44 km2)
Penguasa yang berdaulat
- Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara Vatikan yaitu Monarki Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala negara) yang mempunyai kekuasan sewenang-wenang atas kekuasaan legislatif, direktur dan yudikatif
- Kesanggupan bekerjasama dengan negara lain
Vatikan yaitu anggota pada organisasi-organisasi internasional menyerupai World Organization of Intellectual Properties (WOIP) dan UNESCO. Vatikan juga mempunyai korelasi diplomatik dengan negara-negara di dunia, sebagai pola Indonesia yang mempunyai perwakilan diplomatik khusus untuk Vatikan begitu juga Vatikan terhadap Indonesia.
Pengakuan (deklaratif)
Vatikan telah diakui sebagai negara oleh dunia internasional melalui perjanjian Lateran pada tahun 1929.
3.5. Posisi Vatikan dalam Subjek Hukum Internasional
Jika mengacu pada Konvensi Montevideo 1933, maka sanggup disimpulkan bahwa posisi Vatikan di dalam subjek aturan internasional yaitu sebagai sebuah negara. Namun di dalam aturan internasional, Vatikan disebut sebagai Tahta Suci. Hal ini dikarenakan faktor historis yang mengakibatkan Vatikan menjadi subjek aturan tersendiri.
Menurut sejarah perkembangan aturan internasional, Vatikan yaitu subjek aturan internasional yang berdampingan dengan negara. Dimana Vatikan yaitu sebuah entitas yang menganut Hukum Kannonik (Hukum Gereja). Hal tersebut yang mengakibatkan Vatikan berbeda dengan “Negara”. Selain itu, hanya Vatikanlah yang mempunyai sistem aturan yang bersifat universal dan diakui oleh seluruh umat Kristen di dunia.[13]
BAB IV. KESIMPULAN
Melalui pembahasan diatas, maka sanggup diambil kesimpulan:
1. Jenis-jenis subjek dalam aturan internasional yaitu :
- Negara
- Organisasi Internasional
- Individu
- Tahta Suci
2. Faktor yang mengakibatkan Vatikan menjadi subjek aturan internasional yaitu faktor historis. Dimana Vatikan yaitu subjek aturan internasional yang berdampingan dengan negara.
3. Kedudukan Negara Vatikan di dalam aturan internasional yaitu sebagai Tahta Suci. Dimana meskipun memenuhi syarat sebagai sebuah negara dalam aturan internasional, Vatikan mempunyai aturan yang berbeda dengan negara-negara lain dalam sistem aturan negaranya yaitu aturan gereja.
DAFTAR PUSTAKA;
- Buku-bukuO’Brien, J. 2001. Internasional Law, London: Cavendish
- Moinuddin, H. 1987. The Chapter of the Islamic Conference: The Legal and Economic Framework, Oxford: Clarenndon Press.
- Soltou, R. H. An Introduction to Politics, Hal. 253
- Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni.
- Prof. Scelle. 1953. Law and Politic in the World Community. Hal. 56
- Oppenheim, L. H. 1912. International Law, London: Longman. Hal. 19
- McCorquolade, R. & Dixon, M. 2003. Cases and Materials on International Law, Oxford University Press. Hal. 132
- Situs Internet
- Sejarah Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/ sejarah-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
- Vatikan sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2347/vatikan-sebagai-subyek-hukum-internasional, diakses pada 9 Mei 2015
- Tahta Suci (Vatikan), Palang Merah Internasional &Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/tahta-suci-vatikan-palang-merah-internasional-organisasi-internasional-sebagai-subjek-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
- Vatican. Dalam situs http://www.kemlu.go.id/vatican/Pages/CountryProfile. aspx?l=id, diakses pada 8 Mei 2015
- Sejarah Kota Vatikan. Dalam situs internet https://sewakarya.blogspot.com//search?q=sejarah-kota-vatikan, diakses pada 9 Mei 2015
- [1] Sejarah Kota Vatikan dalam situs internet https://sewakarya.blogspot.com//search?q=sejarah-kota-vatikan, diakses pada 9 Mei 2015
- [2] McCorquolade, R. & Dixon, M. 2003. Cases and Materials on International Law, Oxford University Press. Hal. 132
- [3] Oppenheim, L. H. 1912. International Law, London: Longman. Hal. 19
- [4] Prof. Scelle. 1953. Law and Politic in the World Community. Hal. 56
- [5] Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni. Hal. 97
- [6] Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni. Hal. 4
- [7] Soltou, R. H. An Introduction to Politics, Hal. 253
- [8] Moinuddin, H. 1987. The Chapter of the Islamic Conference: The Legal and Economic Framework, Oxford: Clarenndon Press.
- [9] O’Brien, J. 2001. Internasional Law, London: Cavendish
- [10] Vatican. Dalam situs http://www.kemlu.go.id/vatican/Pages/CountryProfile.aspx?l=id, diakses pada 8 Mei 2015
- [11] Tahta Suci (Vatikan), Palang Merah Internasional &Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/tahta-suci-vatikan-palang-merah-internasional-organisasi-internasional-sebagai-subjek-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
- [12] Vatikan sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2347/vatikan-sebagai-subyek-hukum-internasional, diakses pada 9 Mei 2015
- [13] Sejarah Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/sejarah-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015