Pengertian Dan Analisa Semiotika Komunikasi

ANALISA SEMIOTIKA FILM “99 CAHAYA DI LANGIT EROPA” JILID1
ABSTRAK
Rony Irvan, 0902055343, Analisis Semiotika film “99 Cahaya Di Langit Eropa” jilid 1, dibawah bimbingan Drs. H. Hamdan. M.Si., selaku pembimbing I, Sabiruddin, S.Sos.I, M.A., selaku pembimbing II, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan atau menjabarkan obyek yang diteliti, data-data yang disajikan memakai data primer dan sekunder melalui film 99 Cahaya di langit eropa jilid 1, buku-buku dan internet, kemudian teknik analisis data yang dipakai pada penelitian ini yaitu analisis semiotika Roland Barthes, yang memfokuskan pada signifikasi dua tahap, yaitu tahap denotatif, dan konotatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kemukakan maka sanggup disimpulkan bahwa film 99 Cahaya Di Langit Eropa diangkat dari kisah nyata yang ditulis oleh Hanum Salsabila dan Rangga al-Mahendra, menceritakan wacana bagaimana hidup sebagai minoritas muslim di Eropa, dan film ini mengajarkan untuk menjadi biro muslim yang baik, biro muslim yang selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa melihat perbedaan, menyebarkan perdamaian, dan toleransi agama. Toleransi yaitu bersikap menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya, dan perilaku untuk menahan diri semoga tidak melecehkan agama lain. Peneliti menemukan gejala yang mempunyai pesan toleransi, yaitu : 1. Mengakui hak-hak orang lain, 2. Menghormati perbedaan keyakinan, 3. Berlaku adil, 4. Saling mengerti, dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Kata Kunci : 99 Cahaya Di Langit Eropa, Film Dakwah, Roland Barthes,

Toleransi.
Pendahuluan
Pengertian dakwah selama ini terasa sempit jika hanya ditujukan pada dakwah melalui podium atau mimbar saja. Di era moderen kini ini tentu banyak yang perlu dibenahi bagaimana seharusnya da’i atau forum dakwah melaksanakan aktifitas dakwah, termaksud dalam penggunaan banyak sekali media untuk kepentingan dakwah. Dakwah haruslah dikemas dengan banyak sekali metode semoga dakwah lebih efektif dan tidak ketinggalan zaman. Salah satunya yaitu dengan cara berdakwah melalui film. Film merupakan serpihan yang tepat untuk kajian dakwah. Keberadaan film kini ini, sanggup dijadikan sebagai media yang sangat efektif untuk mencapai tujuan berdakwah. Film yang beralurkan dongeng dakwah memang lebih terasa akrab di hati penontonnya. Media dakwah menjadi unsur yang penting dalam berdakwah, maka sudah seharusnya dalam proses dakwah harus dimanfaatkan secara baik dan benar. Salah satu komponen media dakwah diantaranya yaitu media film atau audio visual.

Peran serta teknologi komunikasi menyerupai televisi, internet, surat kabar, radio, dan (film) sanggup dimanfaatkan secara positif guna memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu kontribusinya yaitu untuk berdakwah. Dakwah Islam berfungsi memperlihatkan arah dan corak ideal tatanan masyarakat gres yang akan tiba (Achmad, 1983:17). Film yaitu salah satu media ungkapan kesenian, film mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam film terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi serpihan dari proses budaya. Film sendiri mempunyai bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 602), film yaitu (1) selaput tipis yang dibentuk dari seluloid untuk daerah gambar negatif (yang akan dibentuk potret) atau untuk daerah gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop), (2) lakon (cerita) gambar hidup. Untuk itu, diharapkan sekelompok orang yang secara terus menerus mengkaji, meneliti, dan meningkatkan kegiatan dakwah secara profesional.

Selain itu, kelebihan film sebagai media dakwah yaitu secara psikologi, penyuguhan gambar secara hidup dan tampak mempunyai kecenderungan yang unik dalam keunggulan daya efektifnya terhadap penonton. Banyak hal yang abnormal dan kurang jelas dan sulit diterangkan sanggup disuguhkan kepada khalayak dengan lebih baik dan efesien oleh film (Aziz, 2004: 153).

Salah satu bentuk karya seni yang menjadi fenomena dalam kehidupan modren dan memilki pertumbuhan pada simpulan masa ke-19 yaitu film. Sebagai karya seni, film merupakan hiburan yang paling umum dan dikenal luas. Disamping merupakan sebuah hiburan dan kampanye sebuah ideologi dan paradigma tertentu, film juga sering menjadi alat atas nilai apa yang dikontruksikannya. Dengan demikian jika ditinjau dari segi perkembangan fenomenalnya akan terbukti bahwa tugas yang dimainkan film dalam memenuhi kebutuhan yang tersembunyi sangat besar (McQuail, 2005;13).

Film sanggup mengkonstruksi atau membentuk cara pandang khalayak terhadap dunia, dan membenamkan gagasan serta nilai tertentu terhadapnya. Film menggambarkan realitas, dan berupaya untuk mengidentifikasi diri pada posisi tertentu dalam sekian banyak persinggungan wacana. Oleh lantaran itu, kehadiran film Islami seperi Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih tidak sanggup dilepaskan dari hangatnya pembicaraan hingga perdebatan wacana poligami dalam masyarakat dan media kita. Begitu pula halnya Mengaku Rosul, juga tidak sanggup dilepaskan dari ramainya bunyi wacana aliran sesat di Indonesia. Oleh karenanya, kehadiran 99 Cahaya Di Langit Eropa dan film lainnya, tentu tidak sanggup diandaikan terlepas dari perkembangan wacana tertentu di masyarakat.

Belakangan ini, agama yaitu sebuah nama yang terkesan membuat gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak muncul konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan yang cenderung anakronostik (tidak menghargai sejarah) memang sangat berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga menjadikan banyak sekali macam konflik. Fenomena yang juga terjadi ketika ini yaitu muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa nama agama (mengatas namakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang muncul yaitu saling curiga, saling tidak percaya, dan hidup dalam ketidak harmonisan.

Melihat keadaan kehidupan beragama ketika ini, menyerupai perkara agresi teror penabrakan pesawat pada gedung WTC, sehingga gambaran Islam menjadi jelek di mata dunia. Ajaran Islam dianggap sebagai suatu pemikiran yang memberikan dan mendukung kekerasan, hal itu terlihat dari upaya pemboman yang mengatas namakan jihad Islam, Islam juga disebut membatasi perempuan dari segala hal, membatasi hak-hak wanita, pemikiran Islam dianggap tidak sesuai dengan perkembangan dunia dan modernisasi. Hal-hal inilah yang membuat gambaran Islam menjadi buruk.

Dengan adanya film “99 Cahaya Di Langit Eropa” ini diharapkan semoga dunia tau, Islam bahwasanya agama yang penuh dengan kedamaian, dan perda-maian, sehingga gambaran Islam kembali baik di mata dunia. Film ini diharapkan juga sanggup menyuarakan 99 persen secara umum dikuasai muslim di Indonesia, bahkan di dunia yang sesunggunya cinta hening dan toleran. Toleransi yang merupakan serpihan dari visi teologi atau kepercayaan Islam dan masuk dalam kerangka sistem teologi Islam, yang sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama lantaran ia yaitu suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Dengan menganalisis pesan-pesan yang disampaikan lewat film akan sanggup diketahui aspek-aspek yang disampaikan film. Film mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) Hiburan, film sanggup memperlihatkan hiburan bagi penontonnya, baik itu membuat tertawa, mencucurkan air mata atau membuat penontonnya gemetar ketakutan, (2) Pendidikan, film sanggup berfungsi sebagai pendidkan dikarenakan film yang dibentuk sanggup membawakan pesan yang sifatnya mendidik, tanpa diikuti adegan pembunuhan, adegan ranjang, adegan perkosaan, dll yang berlebihan, (3) Penerangan, film sebagai penerangan, apabila film yang dibentuk sanggup memperlihatkan penerangan pada masyarakat yang menonton.

Sutradara Indonesia Guntur Soherjanto, menyutradarai film-film yang bernuansa Islam yaitu pengalaman baru. Setelah sukses dengan film sebelumnya Tampan Tailor pada tahun 2013, ia ingin mengulang kembali kesuksesannya melalui film 99 Cahaya Di Langit Eropa. Film produksi Maxima Pictures ini mengadopsi dari sebuah novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang mengangkat perjalanan nyata dua penulisnya selama tinggal di Eropa. Terbit pada tahun 2011 dengan judul yang sama, 99 Cahaya Di Langit Eropa.

Film 99 Cahaya Di Langit Eropa yang bernuansa Islam ini, berbeda dengan film-film Islam sebelumnya, yang menceritakan wacana poligami, haram, dan halal. Film ini menceritakan tentang, seseorang yang menemukan begitu banyak kebaikan Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang. Mengg-ambarkan pengalaman nyata sepasang kekasih yang tinggal di benua Eropa. Hanum (diperankan oleh Acha Septriasa) dan Rangga sebagai suami Hanum (diperankan oleh Abimana Aryastya) mereka tinggal di sana, lantaran Rangga menerima beasiswa untuk studi doktoral di Universitas Wina. Dalam film ini, mereka mencicipi hidup di suatu negara dimana Islam men­jadi minoritas. Bagaimana mereka beradaptasi, bertemu dengan banyak sekali sahabat hingga kesudahannya menuntun mereka kepada diam-diam besar dan jejak- jejak kejayaan Islam di benua Eropa. Perjalanan dalam mencari 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua Eropa. Pencarian cahaya Islam di benua Eropa yang kini sedang tertutup awan saling curiga dan kesalah pahaman. Pengalaman yang makin memperkaya spiritual untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda.

Perjalanan Hanum Rais dan Rangga yang di hadapkan dengan mencicipi hidup di suatu negara yang jauh dari budaya ketimuran dan lingkungan Eropa yang membenci agama Islam. Dalam film ini digambarkan bahwa Islam yaitu Agama yang penuh dengan kedamaian dan rasa persaudaraan. Sosok Fatma Pasha (diperankan Raline Shah) seorang imigran Turki telah men­gajarkan untuk menjadi Agen muslim yang baik bukanlah dengan agresi Teror melainkan dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan dalamnya samudra kerendahan hati. 

Satu hal yang berbeda dari film 99 Cahaya Di Langit Eropa film ini mengambil setting di Benua Eropa dan mengangkat sejarah kejayaan Islam yang pernah bersinar. Berawal dari latar belakang tersebut, ketika pesan dakwah yang disampaikan film 99 Cahaya Di Langit Eropa wacana menjadi biro muslim yang baik. Maka penulis tertarik untuk mengkaji hal tersebut sebagai sebuah penelitian dengan judul “Analisis Semiotika pada film 99 Cahaya Di Langit Eropa”

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sanggup disimpulkan bahwa rumusan dilema dalam penelitian ini adalah, bagaimana penggambaran pesan toleransi yang disampaikan di dalam film 99 Cahaya Di Langit Eropa ?

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran pesan toleransi yang telah disampaikan oleh film 99 Cahaya Di Langit Eropa, karya Guntur Soeharjanto

Manfaat Penelitian
  1. Segi Teoritis, melalui penelitian ini diharapkan sanggup memperkaya kajian ilmu teori komunikasi khususnya teori studi analisis semiotika.
  2. Segi Praktis, hasil penelitian ini diharapkan juga mempunyai kegunaan untuk dijadikan sebagai sumber acuan jika akan melaksanakan penelitian dengan tema yang sama.
Teori dan Konsep
Dalam penelitian yang bersifat ilmiah diharapkan teori sebagai pedoman dan landasan bagi peneliti untuk menyusun skripsi ini. Peneliti mengemukakan beberapa pengertian dari teori yang bekerjasama eksklusif dengan penelitian ini yang berfungsi untuk memperlihatkan batasan atau gambaran yang terang dari penelitian yang akan peneliti lakukan. Adapun teori-teori dan konsep-konsep yang mendukung dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 
Semiotika Komunikasi
Semiotika Menurut Roland Barthes
Alex Sobur mendefinisikan Semiotik yaitu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotik sanggup didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Tanda didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensial sosial yang terbangun sebelumnya, sanggup dianggap mewakili sesuatu yang lain (Sobur, 2004: 96). Semiotik sanggup dipakai untuk meneliti bermacam-macam teks, menyerupai berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, dan drama (Sobur, 2004: 123). 

Cerita-cerita yang ada di dunia ini tidak sanggup dihitung banyaknya. Pertama-tama, dongeng yaitu suatu keberagaman yang luar biasa dalam hal jenis-jenisnya, jenis-jenis itu sendiri di distribusikan di antara beberapa subtansi yang berbeda-beda, seolah bagi insan setiap materi memang baik untuk dibuatkan dongeng : dongeng sanggup dibangun langage (bahasa) yang terartikulasi, yang diceritakan dengan verbal maupun yang tertulis, dengan gambar yang membisu maupun gerak, dengan gerak gerik dan dengan gabungan semua subtansi-subtansinya yang tertata baik. Cerita itu hadir dalam mitos, legenda, fabel, dongeng, novel, dongeng kepahlawanan. Sejarah, tragedi, drama, komedi, pantomim, lukisan, Film Sinema, komik- komik, rubrik Koran yang menyajikan bermacam peristiwa, dan dalam percakapan. (Barhes, 2007 : 193)

Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi analisis semiotik. Film pada umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk banyak sekali sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai imbas yang diharapkan. (Sobur, 2004: 128). Rangkaian gambar dalam film membuat imaji dan sistem penandaan. Kedinamisan gambar pada film menarik daya tarik eksklusif yang sangat besar, yang sulit ditafsirkan. Semiotika pada penelitian yang terfokus untuk meneliti pesan toleransi yang berkaitan dengan film 99 Cahaya Di Langit Eropa ini akan dianalisis dengan teori Roland Barthes. Teori Barthes ini dirasa cocok oleh peneliti dengan memakai interpretasi yang tepat dengan menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat.

Berbicara wacana Roland Barthes dan karya-karyanya tidak sanggup dilepaskan dari eksplorasinya terhadap tanda dan ilmu tanda yang menasbihkan menjadi salah satu pencetus perkembangan keilmuan tersebut. Seperti diketahui, pada tahun 1960-an di Prancis berkembang istilah-istilah yang merefrensi pada pemahaman wacana tanda, deskripsi maupun prosesnya dan beberapa hebat menamainya dengan sebutan yang berbeda-beda. Kalau para hebat di wilayah Anglo-Saxon lebih menentukan memakai istila Semiotika, di Perancis beberapa hebat memberinya nama semiologie, structuralisme, semanalyse atau analyse textuelle (Barthes, 1946). Barthes yang bersikukuh pada istilah semiologie. Pada tahun 1966, nama ini diterima secara luas sesudah sebuah jurnal berjulukan Les Cahiers pour I’analyse terbit dan mempresentasikan tema ini dalam perdebatannya denga tema Lacanian dan Altusserian. (Barthes, 2007 : v)

Roland Barthes yaitu penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama sanggup saja memberikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari gejala melalui analisis semiotik ini. Kita tidak hanya mengetahui bagaimana isi pesan yang hendak disampaikan, melainkan juga bagaimana pesan dibuat, simbol-simbol apa yang dipakai untuk mewakili pesan-pesan melalui film yang disusun pada ketika disampaikan kepada khalayak. 

Denotasi, Konotasi, dan Mitos
Salah satu cara yang dipakai para hebat untuk membahas makna yang lebih besar yaitu dengan mebedakan antara makna denotatif dengan makna konotatif. Makna denotasi pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut makna refrensial). Denotasi dipakai di dalam tingkatan pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. (Leyos dalam Pateda, 2001:98). Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada pada dasarnya sanggup disebut sebagai gambaran sebuah petanda (Berger, 2000b:55). Hrimurti Kridalaksana (2001:40) Denotasi yaitu makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau yang didasaran atas konvensi tertentu; sifatnya objektif, makna ini yang diacu dengan bermacam-macam nama, yaitu makna yang paling dasar pada suatu kata (Sobur 2006:263).

Pengertian Dakwah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dakwah yaitu (1) penyiaran; propaganda; (2) penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan pemikiran agama. Sedangkan dakwah sanggup di artikan sebagai suatu proses upaya untuk mengubah suatu situasi lain yang lebih baik sesuai dengan pemikiran Islam atau proses mengajak insan ke jalan Allah yaitu Islam (Wardi Bakhtiar, 1981:31). Berdasarkan penelusuran akar kata (etimologis), kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad’u (fi’il mudhari’) dan da’a (fi’il madhi) yang artinya yaitu memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge), dan memohon (to pray) (Supena, 2007:105). Kata mengajak, memotivasi, dan mendorong yaitu kegiatan dakwah dalam ruang lingkub tabligh. Kata bashirah untuk pertanda dakwah itu harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. 

Dengan demikian yang dimaksud pesan dakwah yaitu pesan yang tersirat yang disampaikan oleh seseorang dalam upaya mengubah insan semoga berpegang teguh pada hukum Allah dengan menjalankan dan mengamalkan pemikiran agama Islam. Makara yang dimaksud pesan dakwah yang terdapat dalam film “99 Cahaya Di Langit Eropa” ini yaitu semua ajaran, nasehat yang disampaikan dalam film “99 Cahaya Di Langit Eropa” yang berasal dari semua adegan, dialog, penokohan, latar, serta setting, yang bertujuan semoga insan berpegang teguh pada pemikiran agama, dan senantiasa berbuat baik pada sesama.

Kajian wacana Toleransi dalam perspektif Islam
Pengertian Toleransi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi toleransi yaitu kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan berdasarkan istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan lain sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.

Definisi Konsepsional
Pesan yaitu isu atau informasi yang disampaikan komunikator ke komunikan. Dalam penelitian ini pesan yang dimaksud yaitu pesan atau materi dakwah yang terkandung dalam film 99 Cahaya Di Langit Eropa. Materi dakwah yaitu dilema isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u (Aziz, 2004: 94) yang berisi wacana ajaran-ajaran Islam. Materi dakwah yang meliputi menjadi tiga dilema pokok yang diantaranya dilema keimanan, Syari’ah, dan dilema akhlak. Toleransi meliputi di dalam materi dilema akhlak, mulai dari etika kepada Allah hingga kepada sesama makhluk.

Komunikasi Film yang berfungsi sebagai media komunikasi yang mengutamakan aspek audio visual. Semiotika pemikiran Roland Barthes mengan-ggap bahasa sebagai sistem tanda. Tanda mempunyai dua serpihan yaitu, penanda dan petanda. Penanda dalam penelitian ini yaitu visual film “99 Cahaya Di Langit Eropa” karya Guntur Soeharjanto, yang dimana film ini mengkomunikasikan makna pesan dakwah.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha untuk melukisan secara sistematis fakta atau karakte-ristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Data kualitatif merupakan sumber data yang berpengaruh dan pemahaman yang luas serta memuat klarifikasi wacana suatu proses yang terjadi.

Pada penelitian ini, memakai metode semiotika yaitu metode yang menganalisis wacana tanda. Metode semiotika yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu semiotika dari pemikiran Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari gejala melalui analisis semiotik. 

Fokus Penelitiaan
Untuk menganalisis pesan toleransi pada film 99 Cahaya di Langit Eropa, dengan memakai teori semiotika Barthes yakni memfokuskan pada gagasan wacana signifikasi dua tahap, yaitu denotasi dan konotasi. 

Penelitian ini tidak semua scene di teliti, yang diteliti yaitu scene yang terdapat unsur pesan toleransi di dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa dari perspektif sosial. Sedang unit analisis yang diteliti oleh penulis disini yaitu audio dan visual. Audio meliputi dialog/monolog, dan music; Visual meliputi angle, setting serta gesture/aksi ; Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi penanda (signifier) yaitu obrolan “99 Cahaya Di Langit Eropa”, petandanya (signified) yaitu merupakan hasil dari pemaknaan obrolan tersebut.

Sumber dan jenis data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
  1. Data Primer : Data yang diperoleh eksklusif dari obyek penelitian yaitu dengan menganalisia terhadap objek penelitian yaitu film “99 Cahaya Di Langit Eropa”.
  2. Data Skunder : Penulis memperoleh melalui artikel-artikel yang bersangkutan pada majalah dan internet yang sesuai dengan fokus penelitian. 
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diharapkan dalam penelitian ini, diharapkan adanya data yang valid, sehingga sanggup mengungkapkan permasalahan yang akan diteliti. Dalam pengumpulan data penulis juga memakai teknik dokumentasi, yaitu mencari dokumen sebagai sumber data yang berupa bahan-bahan tertulis, CD, notulen-notulen, paper dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, penulis memakai dokumen berupa VCD film 99 Cahaya Di Langit Eropa.

Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data akan dilakukan dengan membagi keseluruhan scene film menjadi beberapa scene dan selanjutnya perscene dianalisis dengan memakai teori semiotika dari Barthes. Teori dari Barthes lebih memperhatikan atau terfokus kepada cara gejala (dalam hal ini dialog) bekerjasama dengan objek penelitian. Model teori dari Barthes lebih memfok-uskan perhatian eksklusif kepada tanda itu sendiri. 

HASIL PENELITIAN
Pembahasan
99 Cahaya Di Langit Eropa merupakan film bergendre drama religi. Film ini di angkat dari novel dengan judul yang sama “99 Cahaya di Langit Eropa” karya Hanum Salsabila dan Rangga Mahendra, yang menceritakan perjalanan mereka ketika berada di Eropa. Mengisahkan bagaimana mereka beradaptasi, bertemu dengan banyak sekali sahabat hingga kesudahannya menuntun mereka kepada jejak-jejak agama Islam di benua Eropa yang dibawa oleh bangsa Turki di era Merzifonlu Kara Mustafa Pasha dari Kesultanan Utsmaniyah. Berdasarkan kajian semiotik yang dilakukan peneliti. Maka dalam film ini ditemukan simbol-simbol yang merepresentasikan toleransi secara spesifik.

Cerita dalam film ini memuat permintaan untuk menjadi biro muslim yang baik. Makara muslim yang selalu menyebarkan kebaikan, toleransi dengan keadaan, dan bermanfaat bagi sesama. Film ini membawa misi yang lebih besar, yakni soal syiar kedamaian Islam dan pluralisme.

Keberagaman yang ada di dunia ini sanggup menjadikan perbedaan-perbedaan persepsi, ini dikarenakan pembentukan sosial budaya yang berbeda-beda. Dibutuhkan rasa toleransi untuk menyatukan perbedaan tersebut. 

Hal-hal yang bekerjasama dengan perilaku toleransi dalam mengakui hak-hak setiap orang, ditampilkan dalam adegan film ini. Mengakui hak setiap orang di gambarkan dalam adegan Rangga dan Khan yang bersedia pindah daerah pada ketika mau melaksanakan sholat, lantaran di daerah tersebut yaitu daerah umum. Pada ketika itu juga Rangga dan Khan pindah, dan melaksanakan sholat di ruangan khusus, yang mereka anggap itu yaitu ruangan toleransi. 

Simbolisasi toleransi juga direpresentasikan lewat Fatma dalam mengh-ormati perbedaan keyakinan. Dengan menjadi biro muslim yang baik Fatma berbuat baik kepada siapa saja, bahkan kepada mereka yang tidak beragama yang sama menyerupai Fatma. Penggambaran Fatma dalam membalas hinaan orang lain dengan cara meneraktir dan mengajak berteman kepada mereka yang sudah menghina Fatma. Scene ini mengajak kita semoga menghargai perbedaan pendapat dan membalas keburukan dengan kebaikan. Dan memberi kedamaian kepada sekitar kita.

Simbolisasi menghormati perbedaan keyakinan juga terdapat pada scene Imam Hasyim yang mengingatkan kepada Rangga dan Hanum semoga selalu mengh-ormati segala perbedaan yang ada di Eropa. Dengan rasa toleransi kita sanggup menyatukan perbedaan-perbedaan yang mencuat. Imam Hasyim juga menasehati Rangga dan Hanum, bahwa hidup dalam keberagaman menyerupai di Eropa haruslah saling hormat menghormati antar umat beragama, demi mewujudkan kedamaian dan toleransi antar umat manusia.

Selain itu, film ini juga mengaitkan toleransi dalam bertetangga. Gamb-aran bertetangga dalam keseharian kita ini digambarkan oleh Hanum yang harus mengerti tetang kenyamanan tetangganya. Hal ini memang sepele namun hal ini sering terjadi di dalam bertetangga. Toleransi tidak hanya diaplikasikan dalam perbedaan beragama, tapi juga dalam menyatukan perbedaan pendapat pada ketika salahpaham dalam bertetangga. Dibutuhkan rasa saling mengerti dalam bersosial semoga tidak terjadi kesalah pahaman. dengan saling pengertian terhadap sesama hidup terasa lebih harmonis.

Sikap saling mengerti digambarkan pada adegan Hanum membuatkan kuliner sebagai bentuk permintaan perdamaian terhadap tetangga yang pernah bersitegang dengannya. Sebelumnya Hanum pernah menerima teriakan dari tetangga apart-emen lantaran sering memasak kuliner Indonesia, yang bagi sitetangga baunya sangat mengganggu. Setelah insiden itu Hanum mengerti, bahwa kuliner Indonesia, aromanya tidak cocok dengan hidung orang Eropa. Menggambarkan adegan membuatkan kuliner dan saling mengerti apa yang di inginkan tetangga itu yaitu salah satu cara toleransi dan berdamai yang cukup sederhana.

Sikap saling mengerti juga tergambarkan dalam adegan Stefan yang tidak mengajak Rangga untuk makan pada ketika Rangga melaksanakan ibadah puasa. Di scene ini Stefan banyak mencar ilmu wacana perintah Islam untuk umatnya semoga berpuasa. Dengan mencoba mengikuti Rangga berpuasa, itu yaitu perilaku ingin tahu ajaran-ajaran agama lain dan ini yaitu bentuk toleransi Stefan dalam menc-oba mengerti apa yang sedang Rangga laksanakan.

Selain itu, film 99 Cahaya juga mengaitkan toleransi dalam berlaku adil, berlaku adil di film ini digambarkan pada ketika Rangga memisahkan pertengkaran antara Stefan dan Khan, tanpa memihak kepada salah satu di antara mereka. Berlaku adil tidak hanya digambarkan pada persahabatan Rangga saja, namun film ini juga menggambarkan umat agama Islam yang berlaku adil dan berbuat baik pada agama lain dalam bentuk jual, beli. Berlaku adil dan berbuat baik kepada agama lain ini digambarkan pada scene Restoran Der Wiener Dewan, restoran khas Pakistan ini yang mempunyai konsep iklas dan berbagi. Pemilik restoran ini membuatkan kepada siapa saja tanpa memandang agama. 

Dunia membutuhkan perilaku toleransi, khususnya Indonesia, negara yang mempunyai beraneka macam budaya ini tentunya memerlukan masyarakat yang selalu toleransi, dan pluralisme terhadap keragaman. Sudah saatnya Indonesia bangun dan tidak memfokuskan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Rasa toleransi pada hal-hal yang bersifat keberagaman budaya, dan agama ini sangatlah dibutuhkan oleh negara kita. 

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap film 99 Cahaya di Langit Eropa, maka peneliti sanggup menarik kesimpulan sebagai berikut: 
  1. Film 99 Cahaya di Langit Eropa merupakan sebuah gambaran mengenai kehidupan yang mempunyai perbedaan agama, suku, budaya dan sosial. Pengga-mbaran yang menyampaikan pandangan orang yang mempunyai perbedaan agama tidak mempunyai perilaku toleransi, terbantahkan di film ini jika kita tidak menutup mata untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ada dengan sudut pandang yang positif. Tuhanlah yang menghendaki makhlukNya berbeda-beda, bukan hanya berbeda dalam realitas fisikal, melainkan juga berbeda dalam ide, gagasan, berkeyakinan, dan beragama.
  2. Film ini juga memuat permintaan untuk menjadi biro muslim yang baik. Makara muslim yang selalu menyebarkan kebaikan dan manfaat bagi sesama. Tidak hanya syiar agama, film ini juga menyebarkan pemikiran pluralisme dalam keberagaman. Pluralitas agama hanya akan sanggup dicapai apabila masing-masing golongan bersikap ikhlas satu sama lain. Sikap ikhlas kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam perilaku saling menghormati, saling belajar, dan saling membantu.
  3. Menjadi minoritas di Eropa, tidak membuat Hanum dan kawan-kawan muslimnya urung dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Ini diseba-bkan rasa toleransi yang besar yang tertanam di dalam hati mereka. dengan misi mereka menebarkan kebaikan sebagai dakwah Islam kepada masyarakat Eropa, mengenalkan ajaran-ajaran Islam kepada mereka yang bukan muslim, tanpa paksaan dan terkesan menggurui.
Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membenarkan para pemeluk agama-agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing. Di sinilah terletak dasar pemikiran Islam mengenai toler-ansi beragama, dan di film ini ini juga telah digambarkan, bahwa menjadi minoritas muslim di Eropa, tidak semudah menyerupai pada ketika di negeri sendiri (Indonesia), ini disebabkan perbedaan budaya timur dan barat yang sangat mencolok di Eropa. Minoritas muslim di Eropa sering kali menerima perlakuan yang tidak adil, perbedaan persepsi, gagasan, sering berbenturan dengan aqidah umat muslim. Tetapi Hanum dan sahabat muslimnya di Eropa masih sanggup berbuat baik kepada mereka yang bukan muslim, ini dikarenaka mereka mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang selalu toler-ansi dan menebarkan perdamaian.

Saran
Film 99 Cahaya Di Langit Eropa berusaha memberikan kepada penonton wacana menjadi biro muslim yang baik. Hal ini sanggup menjadi wangsit muslim-muslimah untuk menjadi umat muslim yang baik, biro muslim yang selalu berbuat baik kepada siapa saja, toleran, dan menyebarkan kedamaian.

Daftar Pustaka;
  • Abda, Slamet Muhaimin. 1997. Prinsip Prinsip Metodologi Dakwah, al-Ihlas, Surabaya.
  • Abdullah, Dzikron. 1989. Metodologi Dakwah. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang.
  • Abdul Moqisth Ghazali. 2009. Argumen Pluralisme Agama (Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an). KataKita, Depok.
  • Achmad, Amrullah (Ed). 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Prima Duta, Yogyakarta.
  • Departemen Agama RI. 1982. Al Qur’an dan terjemahan, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta.
  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Balai Pustaka, Jakarta.
  • Effendy, Onong. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya, Bandung.
  • Faizah dan Lalu Muchsin Effendi. 2006. Psikologi Dakwah. Prenada Media, Jakarta.
  • Fiske, John. 2004, Cultural and Communications Studies, Cetakan kelima. Terjemahan oleh Drs. Yosal Iriantara & Idy Subandy. 2010. Jalasutra, Yogyakarta.
  • Kettani, M.Ali. 2005. Minoritas Muslim Di Dunia Dewasa Ini, Raja Grafindo Persedia, Jakarta
  • McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Edisi kedua. Terjemahan oleh Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1994. Erlangga, Jakarta.
  • Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara
  • Roland Barthes, 1985, L’aventure Semiologique, Cetakan Pertama. Terjemahan oleh Stephanus Aswar Herwinarko. 2007. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
  • Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an volume 5. Lentera Hati, Jakarta.
  • Shihab, M. Quraish 2000. Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 2. Jakarta: Lentera Hati
  • Shihab, M. Quraish. 1994. Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan
  • Sobur, Alex. 2003, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya, Bandung.
  • Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah (Kajian Ontologi, Aksiologi, dan Epistimologi). Pustaka Pelajar, Semarang.
  • Supena, Ilyas. 2007. Filsafat Ilmu Dakwah: Perspektif Filsafat Ilmu Sosial.
  • Absor, Semarang.
  • Suparta, Munzier dan Harjani Hefni. 2003. Metode Dakwah. Prenada Media, Jakarta.
  • Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Gaya Media Pratama, Jakarta.
  • Zoezt, Aart Van & Panuti Sudjiman. 1992. Serba-Serbi Semiotika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jurnal
Silfia Riskha Fabriar. 2009. “Pesan Dakwah Dalam Film Perempuan Berkalung Sorban (Analisis Pesan Tentang Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Islam)”
[1] Mahasiswa Program S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: Jualide25@gmail.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel